Rekan-rekan yang budiman!
Seperti
diperintahkan sang Guru, para murid kini berkumpul di Galilea. Yesus
sendiri telah mendahului mereka. Begitulah, seperti disampaikan Matius
pada akhir Injil bagi Hari Raya Tritunggal Mahakudus tahun ini (Mat
28:16-20), di Galilea, di sebuah bukit yang ditunjukkan sang Guru,
mereka melihat Yesus dan mengenali kebesarannya, dan mereka sujud
kepadanya. Kepada mereka ia menegaskan bahwa semua kuasa di surga dan di
bumi telah diberikan kepadanya (ay. 18); sehingga tak perlu lagi ada
keraguan (terungkap pada akhir ay. 17). Para murid diminta memperlakukan
semua bangsa sebagai muridnya dan membaptis mereka dalam nama Bapa,
Putra dan Roh Kudus (ay. 19-20a). Ia juga berjanji menyertai mereka
hingga akhir zaman (ay. 20b).
Injil Matius menampilkan Yesus
sebagai tokoh Musa yang membawakan hukum-hukum dari Allah sendiri kepada
umat. Tetapi berbeda dengan Musa, Yesus mengajar di sebuah bukit yang
dapat didekati orang banyak, tidak dari puncak gunung yang tak
terjangkau, yang diliputi awan-awan tebal. Bukit tempat Yesus mengajar
menampilkan suasana lega, tidak mencekam. Para murid dapat
memandanginya, tidak seperti Musa dulu yang wajahnya sedemikian
menyilaukan. Tempat pemberian hukum sudah bukan lagi di wilayah yang
terpisah dari masyarakat luas dan kehidupan sehari-hari. Bukan lagi di
padang gurun, bukan lagi di puncak Sinai, tak lagi terpusatkan di
Yerusalem dan Bait Allah. Hukum baru ini tersedia bagi siapa saja. Injil
mengutarakannya dengan "Galilea", yakni wilayah persimpangan tempat
macam-macam orang bisa bertemu. Yang disampaikan bukan lagi seperangkat
aturan dan hukum, melainkan ajaran kehidupan, kesahajaan, serta keluguan
batin, karena Kerajaan Allah berdiam dalam kesahajaan dan keluguan
seperti itu. Kini pada akhir Injil Matius, para murid diminta agar
membuat ajaran tadi lebih dikenal lebih banyak orang lagi. Akan kita
dalami hal ini lebih lanjut nanti.
KUASA DI MUKA BUMI DAN DI SURGA
Gambaran
ini bukan barang baru. Sudah dikenal dari kitab Daniel 7:14. Dalam
penglihatan Daniel, tampillah sosok yang seperti manusia datang
menghadap Yang Lanjut Usia untuk memperoleh kuasa daripada-Nya. Dan
kekuasaan ini tak akan ada selesainya. Bagaimana menafsirkan gambaran
ini? Sering sosok itu diterapkan kepada seorang Mesias yang akan datang.
Pendapat ini tidak banyak berguna. Hanya membuai harapan. Juga sering
dipandang sebagai kejayaan kaum beriman. Tetapi pemahaman ini juga tidak
banyak membantu. Malah kurang cocok dengan kehidupan beragama yang
sejati yang tidak mencari kejayaan, melainkan terarah pada sikap
bersujud. Penglihatan Daniel tadi sebetulnya menggambarkan kemanusiaan
yang baru. Yakni kemanusiaan yang selalu mengarah kepada Yang Ilahi.
Kemanusiaan yang berkembang dalam hubungan dengan dia yang memberi kuasa
atas jagat ini. Itulah yang telah diperoleh kembali oleh Yesus dengan
salib dan kebangkitannya. Dan itulah yang kini dibagikan kepada umat
manusia.
Yesus membuat kemanusiaan baru dalam penglihatan Daniel
tadi menjadi kenyataan. Di dalam dirinya Yang Ilahi dapat tampil dengan
leluasa, bukan hanya di surga, tapi juga di bumi. Juga tidak ada lagi
tempat di surga atau di bumi yang menjadi terlarang bagi kemanusiaan
karena semuanya diciptakan bagi kemanusiaan baru ini. Bukan berarti
ruang leluasa itu dapat dipakai begitu saja. Keleluasaan membawa serta
tanggung jawab menjaga kelestarian. Justru kemanusiaan yang terbuka ini
ialah yang ikut mengembangkan jagat sehingga menjadi tempat Yang Ilahi
dimuliakan.
MENERIMA SEMUA SEBAGAI SESAMA
Kata-kata Yesus
dalam ay. 19 itu tidak perlu ditafsirkan sebagai perintah untuk
"mempertobatkan" semua bangsa menjadi muridnya. Dengan bahasa yang lebih
mudah dipahami, perintah itu dapat dirumuskan demikian: "Kalian akan
pergi ke mana-mana dan menjumpai macam-macam orang; perlakukanlah mereka
itu sebagai muridku!" Jadi tekanan bukan pada membuat bangsa-bangsa
menjadi murid Yesus dengan menurunkan ilmu atau pengetahuan. Yang
diminta Yesus ialah agar para murid tadi menganggap siapa saja yang akan
mereka jumpai nanti sebagai sesama murid. Pernyataan ini amat berani.
Di situ terungkap kepercayaan besar. Bagaimana penjelasannya? Wafat dan
kebangkitan Yesus telah mengubah jagat ini secara menyeluruh sehingga
siapa saja, pernah ketemu atau tidak dengannya, pernah mendengar atau
belum tentangnya, pada dasarnya sudah menjadi ciptaan baru, menjadi
kemanusiaan baru. Dalam bahasa Injil - mereka sudah menjadi murid Yesus
sendiri. Dan murid-murid yang mengikutinya dari tempat ke tempat dulu
diminta menganggap semua orang yang mereka jumpai nanti sebagai sesama
murid. Tak ada ruang lagi bagi mereka untuk berbangga-bangga. Mereka
tidak lebih dekat, tidak lebih baik, tidak lebih memiliki ajaran benar.
Semua orang ialah muridnya dan para murid pertama justru diminta
memperlakukan mereka seperti diri mereka sendiri. Dan yang memang merasa
dekat hendaknya memperlakukan orang lain yang belum pernah mendengar
tentang Yesus sebagai yang sama-sama telah mendapat pengajaran batin
dari Yesus sendiri! Tentu saja janganlah kita mengerti hal ini sebagai
gagasan sama rata sama rasa yang akan membuat pengajaran ini sebuah
karikatur belaka.
Apakah tafsiran ini tidak berseberangan dengan
ciri misioner Gereja? Samasekali tidak. Pemahaman ini justru menunjukkan
betapa luhurnya pengutusan para murid. Mereka diminta memperlakukan
semua orang sebagai sesama, bahkan sesama murid. Mereka dapat saling
belajar tentang kekayaan masing-masing. Baru demikian komunitas para
pengikut Yesus akan memenuhi keinginannya. Inilah yang membuat iman
tidak berlawanan dengan kebudayaan. Bahkan iman berkembang dengan
kebudayaan. Bila begitu kemanusiaan dapat menjadi juga kemanusiaan yang
dapat didiami keilahian seperti dalam kehidupan Yesus sendiri.
Pengutusan
tidak perlu diartikan sebagai penugasan membagi-bagikan kebenaran
kepada mereka yang dianggap berada dalam ketidaktahuan. Sebaliknyalah,
para murid itu baru boleh disebut menjadi utusan yang sungguh bila
membiarkan diri diperkaya oleh "para bangsa" - oleh orang-orang yang
mereka datangi. Para murid diutus ke mana-mana dan di semua tempat
itulah mereka akan menemukan orang-orang lain yang memiliki pelbagai
pengalaman mengenai Yang Ilahi.
Dalam Injil hari ini hal itu
dikatakan dengan "Baptislah mereka dalam nama Bapa, Putra, dan Roh
Kudus!" Artinya, mengajak orang mengenal adanya pengasal hidup (Bapa),
dan yang menjalankannya sebaik-baiknya (Putra), serta yang melangsungkan
dan menjaganya (Roh Kudus). Menginisiasikan orang ke dalam hidup
komunitas Gereja - membaptis - ialah sebuah cara untuk menandai niat
untuk mendalami serta menghayati perintah tadi. Ada pelbagai cara lain
dalam hidup bersama sebagai murid Yesus. Kehidupan Gereja pada abad-abad
pertama justru menunjukkan kenyataan ini. Orang dari kalangan Yahudi
diajak terbuka menerima orang dari kalangan Yunani. Inilah kekayaan
pengutusan para murid.
Sekadar catatan mengenai paham Tritunggal.
Dalam menjelaskan pokok iman ini, akan membantu bila diperlihatkan juga
pendapat mana yang tidak cocok dengan penghayatan iman yang nyata dalam
Gereja. Yang bukan ajaran iman ialah gagasan "tri-teisme", adanya tiga
sesembahan. Ada dua pendapat lain yang tidak amat kentara
ketidaksesuaiannya dengan penghayatan iman. Yang pertama mengatakan
bahwa Putra dan Roh Kudus itu diciptakan oleh Bapa, atau semacam
perpanjangan dari Allah yang satu - pendapat ini biasanya disebut
"subordinasionisme" karena membawahkan kedua pribadi pada salah satu.
Ada pula penjelasan yang mengatakan bahwa Tritunggal hanyalah sekadar
tiga bentuk atau cara Allah tampil bagi manusia dan bukan sungguh
pribadi ilahi. Pendapat ini sering disebut "modalisme". Termasuk di sini
pendapat bahwa ketiganya hanya kiasan mengenai sifat-sifat ilahi
belaka. Iman yang nyata tidak berdasarkan gagasan-gagasan tadi,
melainkan menerima keilahian sebagai yang esa dan mengalaminya sebagai
yang merahimi kehidupan, melaksanakannya, dan menjaganya. Inilah iman
akan Tritunggal yang menghidupi Gereja sepanjang zaman.
RAGU-RAGU?
Dalam
ay. 17b disebutkan ada beberapa orang yang ragu-ragu. Maksudnya, tidak
begitu yakin bahwa yang mereka dapati dan mereka lihat di gunung di
Galilea itu ialah Yesus yang sudah bangkit. Dalam hati kecil mereka
bertanya, betulkah demikian? Kok sesederhana ini, kok tidak
menggetarkan, kok tidak membuat orang takluk langsung. Dan juga, kok
tidak memberi kemuliaan besar kepada mereka yang telah setia
mengikutinya dari tempat ke tempat? Terhadap keraguan ini Yesus hanyalah
memberi penegasan iman: yang dibawakannya ke dunia ini ialah
kemanusiaan yang tertebus, kemanusiaan baru, yang terbuka bagi
keilahian. Dan itulah kuasa atas surga dan bumi. Menjadi muridnya
berarti ambil bagian dalam kemanusiaan yang tertebus ini. Bila demikian
para murid boleh yakin akan tetap disertai guru mereka hingga akhir
zaman, hingga saat kemanusiaan yang tertebus itu menjadi kenyataan di
bumi dan di surga seutuhnya. Kata-kata ini menjadi bekal hidup bagi
siapa saja yang mau mengikuti Yesus. Juga bagi orang zaman kini.
Salam hangat,
A. Gianto (Roma)
*) Sumber Millis KD
Salam Sejahtera dalam Tuhan Kita Yesus Kristus! melalui Blog Rohani Katholik ini saya ingin berbagi hal-hal Rohani baik berupa Renungan harian, cerita-cerita inspiratif dan sharing pengalaman yang kiranya dapat menumbuhkan dan meningkatkan iman kita bersama sebagai pengikut Kristus.Renungan-renungan ditulis oleh Pihak-pihak yang kompeten dibidangnya, bisa oleh Para Uskup, para Imam dlsb. Semoga bermanfaat. Salam dan Berkatku Rm. Klemens Bere. PR
Selasa, 29 Mei 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Imamat 19 : 18, Ulangan 6 : 4 - 5, Matius 22 : 37, nb Markus 12 : 29 - 31, Lukas 10 : 27
BalasHapusAksara Ibrani, " שמע ישראל יהיה אלהינו יהוה אחד ואהבתא את יהוה אלהיך בכל לבבך ובכל נפשך ובכל מאודך ואהבתא לרעך כמוך. "
Cara membacanya menurut peraturan tata bahasa Ibrani, " Shema Yisrael YHWH ( Adonai ) Eloheinu YHWH ( Adonai ) ekhad ve'ahavta et YHWH ( Adonai ) Eloheikha bekol levavkha uvkol nafshekha uvkol me'odekha ve'ahavta le'reakha kamokha. "