Senin, 19 Maret 2012

“Orang Yahudi berusaha menganiaya Yesus karena Ia melakukan hal itu pada hari Sabat.”

(Yeh 47:1-9.12; Yoh 5:1-16)
Sesudah itu ada hari raya orang Yahudi, dan Yesus berangkat ke Yerusalem. Yerusalem dekat Pintu Gerbang Domba ada sebuah kolam, yang dalam bahasa Ibrani disebut Betesda; ada lima serambinya  dan di serambi-serambi itu berbaring sejumlah besar orang sakit: orang-orang buta, orang-orang timpang dan orang-orang lumpuh, yang menantikan goncangan air kolam itu. Sebab sewaktu-waktu turun malaikat Tuhan ke kolam itu dan menggoncangkan air itu; barangsiapa yang terdahulu masuk ke dalamnya sesudah goncangan air itu, menjadi sembuh, apa pun juga penyakitnya. Di situ ada seorang yang sudah tiga puluh delapan tahun lamanya sakit. Ketika Yesus melihat orang itu berbaring di situ dan karena Ia tahu, bahwa ia telah lama dalam keadaan itu, berkatalah Ia kepadanya: "Maukah engkau sembuh?" Jawab orang sakit itu kepada-Nya: "Tuhan, tidak ada orang yang menurunkan aku ke dalam kolam itu apabila airnya mulai goncang, dan sementara aku menuju ke kolam itu, orang lain sudah turun mendahului aku." Kata Yesus kepadanya: "Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah." Dan pada saat itu juga sembuhlah orang itu lalu ia mengangkat tilamnya dan berjalan. Tetapi hari itu hari Sabat. Karena itu orang-orang Yahudi berkata kepada orang yang baru sembuh itu: "Hari ini hari Sabat dan tidak boleh engkau memikul tilammu." Akan tetapi ia menjawab mereka: "Orang yang telah menyembuhkan aku, dia yang mengatakan kepadaku: Angkatlah tilammu dan berjalanlah." Mereka bertanya kepadanya: "Siapakah orang itu yang berkata kepadamu: Angkatlah tilammu dan berjalanlah?" Tetapi orang yang baru sembuh itu tidak tahu siapa orang itu, sebab Yesus telah menghilang ke tengah-tengah orang banyak di tempat itu. Kemudian Yesus bertemu dengan dia dalam Bait Allah lalu berkata kepadanya: "Engkau telah sembuh; jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk." Orang itu keluar, lalu menceriterakan kepada orang-orang Yahudi, bahwa Yesuslah yang telah menyembuhkan dia.Dan karena itu orang-orang Yahudi berusaha menganiaya Yesus, karena Ia melakukan hal-hal itu pada hari Sabat.” (Yoh 5:1-16), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Hari Sabat adalah hari yang secara khsusus dipersembahkan kepada Tuhan, dan bagi orang Yahudi hari ini adalah hari istirahat, tidak boleh bekerja dan tidak boleh bepergian jauh. Memang di dalam agama-agama atau keyakinan iman ada kebiasaan-kebiasaan atau tradisi-tradisi yang harus ditaati dan dilaksanakan demi keselamatan jiwa (di Bali misalnya pada hari Nyepi tidak boleh bepergian dari rumah dan tidak boleh menyalakan api). Yang utama adalah keselamatan jiwa bukan tradisi atau kebiasaan, maka ketika ada orang yang bertahun-tahun menderita sakit mohon kepada Yesus untuk disembuhkan Ia melakukannya. Bagi orang-orang Yahudi hal ini berarti melanggar aturan hari Sabat, maka ada alasan bagi mereka untuk menganiaya atau menyingkirkan Yesus. Hidup dan bertindak dengan pedoman demi keselamatan jiwa memang sering sulit dipahami oleh orang-orang yang berpegang teguh pada aturan dan tata tertib.  Ada tiga tingkatan norma: sopan santun -> hukum -> moral, dan yang tertinggi adalah norma moral. Sebagai orang beriman yang dipanggil untuk hidup dan bertindak dalam dan oleh iman, hemat saya harus berpedoman pada norma-norma moral. Memang orang yang dapat berpedoman pada norma moral pada umumnya juga tidak mengalami masalah dalam penghayatan norma sopan santun maupun norma hukum artinya mereka juga melaksanakan dengan baik norma-norma tersebut dalam situasi yang normal. Norma moral memang sering lebih fungsional dalam situasi yang tidak normal atau situasi khusus.
·   "Sungai ini mengalir menuju wilayah timur, dan menurun ke Araba-Yordan, dan bermuara di Laut Asin, air yang mengandung banyak garam dan air itu menjadi tawar, sehingga ke mana saja sungai itu mengalir, segala makhluk hidup yang berkeriapan di sana akan hidup. Ikan-ikan akan menjadi sangat banyak, sebab ke mana saja air itu sampai, air laut di situ menjadi tawar dan ke mana saja sungai itu mengalir, semuanya di sana hidup” (Yeh 47:8-9). Kutipan ini mengingatkan kita semua akan fungsi air, yang dalam tradisi agama-agama sering digunakan sebagai sarana untuk menyalurkan berkat atau rahmat Allah. Sebagian besar tubuh kita juga terdiri dari air, air putih biasa juga dapat menjadi penyalur tenaga listrik (dalam tubuh kita maupun listrik pada umumnya). Maka dengan ini kami mengingatkan dan mengajak anda sekalian untuk melestarikan sumber-sumber air, antara lain menjaga dan merawat lingkungan hidup dengan tidak serakah membabati hutan atau menebangi pohon-pohon, membuat sumur-sumur resapan di tempat tinggal atau kerja masing-masing untuk menampung air hujan, dst.. Tidak kalah penting adalah penghematan pemakaian air, maupun menutupi tanah-tanah resapan air hujan dengan pembetonan maupun pengaspalan. Pemanasan global yang sedang terjadi saat ini dengan segala akibatnya, antara kekacauan cuaca, banjir bandang, badai ,dst..menunjukkan keserakahan manusia dalam mengeruk isi bumi seenaknya, demi keuntungan diri sendiri.
TUHAN itu pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya. TUHAN itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya” (Mzm 145:8-9)
Ign 20 Maret 2012
*) Sumber Millis KD

HR ST YUSUP, SUAMI ST MARIA: 2Sam 7:4-5a.12-14a.16; Rm 4:13.16-18.22; Mat 1:16.18-21.24a "Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus” .

Yusuf adalah keturunan Daud, orang sederhana dan hidup sebagai tukang kayu. Sebagaimana tukang kayu pada umumnya memang harus hidup sederhana, pendapatan atau imbal jasa yang diterimanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sangat tergantung dari orang yang lain akan memberi pekerjaan. Maka cirikhas seorang tukang kayu yang baik adalah senantiasa menggantungkan diri pada kebaikan dan kemurahan hati Allah melalui orang-orang yang memberi tugas atau pekerjaan kepadanya. Seorang tukang kayu yang baik juga senantiasa berusaha mengerjakan tugas atau pesanan sebaik mungkin, agar hasil karya atau kerjanya memuaskan dan membahagiakan orang lain dan kemudian orang yang bersangkutan akan memberi pekerjaan kepadanya lagi atau mungkin akan menceriterakan kepada teman dan kenalannya perihal sang tukang kayu yang baik tersebut serta menganjurkan untuk ‘memakai’ tukang kayu tersebut jika memiliki kebutuhan yang terkait dengan kayu. Yusuf juga dikenal sebagai orang baik, suci dan mulia, antara lain tidak pernah mengecewakan atau mencemarkan nama baik orang lain. Sebagai keturunan Daud ia dipilih oleh Allah untuk berpartisipasi dalam pemenuhan janjiNya, yaitu menyelamatkan dunia; ia dipanggil untuk mengambil Maria, sebagai isterinya, yang telah mengandung karena atau dari Roh Kudus. Maka dalam rangka mengenangkan pesta St Yusuf hari ini saya mengajak anda sekalian untuk mawas diri dengan cermin St.Yusuf.
"Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus.” (Mat 1:20).
Allah telah berjanji kepada Raja Daud bahwa kerajaannya akan kekal dan menjadi besar serta akan sangat berpengaruh di dunia. Janji yang dimaksudkan tidak lain adalah bahwa Allah akan mendatangi manusia dengan menjadi manusia seperti kita kecuali dalam hal dosa, yaitu Pribadi Kedua, Allah Putera, yang diutus untuk memenuhi janjiNya. Allah telah memilih Maria, gadis sederhana, untuk menjadi pekerjasama dalam pemenuhan janjiNya dengan mengandung seorang anak dari Roh Kudus. Maria tidak termasuk dalam keturunan Daud, maka Allah minta Yusuf, keturunan Daud, untuk mengambil Maria sebagai isterinya, dan dengan demikian anak yang dikandung Maria menjadi ‘keturunan Daud’ secara yuridis.
Yesus, Sang Penyelamat Dunia, yang lahir dari rahim Maria, adalah manusia dan sekaligus juga Allah, secara yuridis Ia adalah keturunan Daud, tetapi de facto Ia dikandung Maria karena Roh Kudus, maka Ia juga tetap Allah. Memang apa yang terjadi sulit dipahami oleh pikiran atau otak kita yang serba terbatas dan hanya dapat diimani. Sebagai orang beriman kita dipanggil untuk meneladan Yusuf, yang tidak takut mengambil Maria sebagai isterinya, alias memasukkannya dalam kalangan kaum terpilih oleh Allah. Kita dipanggil untuk menarik dan mengajak saudara-saudari kita bergabung ke dalam paguyuban umat beriman, berpartisipasi dalam aneka kegiatan umat beriman.
Hendaknya kita jangan takut untuk mendekati, mengajak dan merangkul saudara-saudari kita yang kurang atau tidak beriman menjadi semakin beriman. Secara konkret hal itu berarti mendekati saudara-saudari kita yang berdosa untuk diajak bertobat atau memperbaharui diri. Kesatuan atau kebersamaan hidup umat beriman atau beragama tidak diikat oleh suku, ras atau keturunan melainkan oleh iman atau ajaran agamanya. Marilah kita ingat dan kenangkan bahwa agama-agama muncul melalui seorang di suatu tempat atau suku tertentu, namun dalam kenyataan saat ini pengikut agama tertentu terdiri dari aneka suku dan bangsa. Marilah kita dalam dan dengan semangat iman hidup bermasyarakat, berbangsa, bernegara; kita hayati aneka aturan dan tata tertib hidup bersama dalam dan dengan iman. Aneka tata tertib dan aturan hemat saya dibuat dan diberlakukan atau diundangkan dengan maksud atau tujuan agar siapapun yang setia melaksanakan aturan atau tata tertib tersebut semakin beriman, semakin membaktikan diri seutuhnya kepada Allah, semakin suci, semakin dikasihi oleh Allah dan sesamanya.
“Karena itulah kebenaran berdasarkan iman supaya merupakan kasih karunia, sehingga janji itu berlaku bagi semua keturunan Abraham, bukan hanya bagi mereka yang hidup dari hukum Taurat, tetapi juga bagi mereka yang hidup dari iman Abraham. Sebab Abraham adalah bapa kita semua, -- seperti ada tertulis: "Engkau telah Kutetapkan menjadi bapa banyak bangsa" -- di hadapan Allah yang kepada-Nya ia percaya, yaitu Allah yang menghidupkan orang mati dan yang menjadikan dengan firman-Nya apa yang tidak ada menjadi ada. Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: "Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu." (Rm 4:16-18)
Sebagai orang beriman kita semua adalah keturunan Abraham, bapa umat beriman, bukan secara phisik melainkan secara spiritual, bukan karena usaha atau jerih payah kita melainkan karena kasih karunia Allah. “Sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap dan percaya”, demikian dikatakan perihal bapa Abraham. Harapan dan percaya merupakan keutamaan umat beriman, yang harus dihayati dan disebarluaskan.
Apa yang menjadi harapan memang tak kelihatan atau belum jelas, kalau kelihatan dan sudah jelas berarti bukan harapan atau tidak dapat menjadi harapan lagi. Sebagai contoh: dari jauh dan ada di depan kelihatan seorang gadis berbaju merah, maka sang jejaka tergerak untuk mendekatinya dengan harapan gadis tersebut pasti cantik, mempesona dan menarik. Namun begitu didekati ternyata hanya baju merahnya yang menarik, sedangkan wajah dan postur tubuh sang gadis tersebut ternyata tak cantik dan tak mempesona. Anda semua kiranya memiliki harapan yang menggairahkan, maka hendaknya kerja keras tanpa kenal lelah mewujudkan apa yang menjadi harapan agar menajadi kenyataan. Secara konkret kami berharap kepada para pelajar atau mahasiwa untuk belajar sungguh-sungguh, agar sukses dalam belajar, demikian juga para pekerja sungguh bekerja keras agar sukses dalam kerja.
Percaya juga berarti mengandalkan diri pada apa yang belum kita lihat atau saksikan dengan mata kepada sendiri. Dalam hal percaya ini kiranya kita semua mempunyai banyak pengalaman konkret, misalnya ketika masih anak-anak kita diberi ceritera oleh orangtua atau ibu kita dengan mudah kita mempercayai apa yang ia ceriterakan, kita percaya kepada apa yang diajarkan atau diberitahukan oleh para guru/pendidik/dosen/pengarjar, meskipun kita belum melihat apa yang diajarkan atau diberitahukan, kita percaya pada petunjuk jalan, dst… Maka hendaknya kita juga percaya pada Penyelenggaran Ilahi, itulah jati diri hidup beriman.
Percaya, harapan dan cinta itulah tiga keutamaan yang utama, yang tak dapat dipisahkan. Orang yang berharap dan percaya pada umumnya secara otomatis akan mencinta, hidup dan bertindak saling mencintai. Cinta itu bebas alias tidak terbatas, maka sebagai orang beriman kami ajak untuk hidup dan bertindak saling mencintai tanpa pandang bulu. Sekali lagi saya angkat bahwa laki-laki dan perempuan berbeda satu sama lain namun saling tertarik, terpesona dan terpikat untuk saling mendekat dan mencintai. Maka hendaknya aneka perbedaan antar kita menjadi daya tarik, daya pesona dan daya pikat untuk saling mendekat dan mencintai.
“Aku hendak menyanyikan kasih setia TUHAN selama-lamanya, hendak memperkenalkan kesetiaan-Mu dengan mulutku turun-temurun.Sebab kasih setia-Mu dibangun untuk selama-lamanya; kesetiaan-Mu tegak seperti langit. Engkau telah berkata: "Telah Kuikat perjanjian dengan orang pilihan-Ku, Aku telah bersumpah kepada Daud, hamba-Ku: Untuk selama-lamanya Aku hendak menegakkan anak cucumu, dan membangun takhtamu turun-temurun” (Mzm 89:2-5)
  Ign 19 Maret 2012     
*) Sumber Millis KD

MgPrapaskah V/B 5 Mar 2012 (Yoh 12:20-13)

----- Forwarded Message -----
From: Eksegesis <eksegesis@gmail.com>
To: Eksegesis <eksegesis@gmail.com>
Sent: Sunday, 18 March 2012, 16:02
Subject: MgPrapaskah V/B 5 Mar2012 (Yoh 12:20-13)

Rekan-rekan yang budiman!
Waktu itu, seperti dikisahkan dalam Yoh 12:20-33, menjelang hari Paskah banyak orang datang ke Yerusalem dengan tujuan mengikuti ibadah di Bait Allah. Juga orang-orang yang bukan Yahudi. Di antara mereka ada orang-orang Yunani yang mengikuti kepercayaan Yahudi. Di Kota Suci ini mereka mendengar berita mengenai Yesus dan pengajarannya. Boleh jadi mereka juga tahu tentang tindakan simbolik Yesus membersihkan tempat ibadat. Karena itulah mereka ingin menemuinya. Dan mereka minta Filipus untuk memperkenalkan mereka kepada Yesus. Filipus memberi tahu Andreas dan kedua-duanya menyampaikannya kepada Yesus. Jawaban Yesus berisi hal-hal yang paling dalam mengenai dirinya. Bagaimana penjelasan peristiwa yang dibacakan pada hari Minggu Prapaskah V tahun ini?

ORANG YUNANI
Yang dimaksud dengan orang-orang Yunani dalam Injil Yohanes ialah mereka yang secara etnik bukan Yahudi. Mereka dari macam-macam bangsa tapi latar pendidikan mereka itu Yunani, yakni kebudayaan transnasional waktu itu. (Ada pula orang Yahudi yang berbahasa Yunani - misalnya yang disebut dalam Kis 6:1 - tapi bukan merekalah yang dibicarakan di sini.) Dari antara orang-orang Yunani itu ada yang mengikuti ibadat Yahudi. Nanti juga ada yang menjadi pengikut Yesus. Mereka yang tertarik ikut hidup dalam komunitas kristiani awal itu menghadapi persoalan mengenai siapa sebenarnya Yesus, mengapa ia disalib, dan bagaimana peristiwa penyaliban itu menjadi penyelamatan bagi semua orang. Inilah keadaan yang melatari peristiwa yang disampaikan dalam bacaan hari ini.

Penderitaan dan kematian Yesus di salib menjadi tanda tanya besar bagi pengikut-pengikutnya. Paulus merumuskan dalam 1Kor 1:23-24 "....kami memberitakan Kristus yang disalibkan: Untuk orang Yahudi sebuah batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi adalah kebodohan, tapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi dan orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah". Dalam Injil Yohanes, persoalan yang dihadapi orang Yahudi tercermin dalam percakapan dengan Nikodemus, sedangkan yang dihadapi orang-orang Yunani muncul dalam bacaan hari ini.

Baik diingat, tindakan simbolik Yesus membersihkan Bait Allah berakhir dengan pernyataan bahwa Bait Allah yang sebenarnya ialah Bait yang akan dibangunnya kembali tiga hari setelah diruntuhkan, yakni dirinya sendiri (Yoh 2:19). Dan Bait yang baru ini tidak lagi terikat pada batasan-batasan ke-Yahudi-an. Tembok pemisah juga akan terbongkar dan Bait yang baru ini Bait yang hidup. Bahkan dalam laporan Injil Markus mengenai peristiwa itu, didapati pernyataan Yesus yang mengutip Yes 56:7 "Bukankah ada tertulis: Rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa?..." Termasuk mereka inilah orang-orang Yunani tadi.

Orang-orang Yunani itu menghubungi Filipus yang kemudian menyampaikan keinginan mereka bertemu Yesus kepada Andreas. Kiranya Filipus dan Andreas berperan sebagai humas. Amat boleh jadi mereka juga orang-orang yang berpendidikan modern dan luas kontaknya. Mereka memiliki keterampilan bergaul. Kedua murid ini juga disebut dalam kisah pemberian makan orang banyak dalam Yoh 6:1-15. Di situ mereka diminta oleh Yesus mengurus orang yang mengikutinya. Dalam petikan kali ini mereka melantarkan keinginan orang-orang Yunani tadi kepada Yesus.

INGIN MENEMUI YESUS
Filipus dan Andreas melantarkan keinginan orang-orang Yunani kepada Yesus sendiri. Yohanes tidak menyebutkan alasannya. Langsung disampaikan serangkaian penegasan dari Yesus (ay. 23-30). Ini cara Yohanes mengajak pembaca ikut memasuki peristiwa yang ditampilkannya, seperti pernah kita dapati dalam pertemuan antara Yesus dan Nikodemus. Kali ini pembaca juga diajak menjadi orang yang ingin menemui Yesus dengan macam-macam pertanyaan. Tetapi tidak semua rasa ingin tahu yang bermunculan dalam benak kita ada arahnya yang jelas. Hanya ada sebagian yang benar-benar membawa kita maju. Apa kiranya pertanyaan-pertanyaan itu? Dari jawaban Yesus yang panjang itu dapat disimpulkan beberapa pokok berikut ini.

Saatnya sudah tiba, dia yang diikuti orang banyak itu mengalami penderitaan dan mati disalib. Dari penegasan lain diketahui bahwa saat itu ditentukan oleh Bapanya sendiri, bukan pihak lain, bukan pula oleh Yesus sendiri. Orang diajak menyelami ketaatan Yesus serta kepasrahannya kepada Bapanya meskipun jalan yang akan dititi masih gelap. Justru kesediaannya inilah yang membuat Bapanya berkenan memberinya kebesaran. Penyerahan inilah yang memungkinkan kehidupan baru. Dipakai perumpamaan biji yang jatuh ke tanah dan "mati", tapi sebenarnya justru tumbuh menghasilkan buah banyak. Ia menjalaninya sampai memperoleh hidup kekal bagi semua orang.

Tentunya orang akan bertanya-tanya, apa kita mesti seperti dia? Sering orang terlalu antusias ke sana. Sebenarnya tidak diajarkan agar orang meniru Yesus dan tidak seorang pun diminta ke sana. Yang diminta ialah mengikutinya. Maksudnya, ikut mengusahakan agar ia dapat menjalankan perutusannya, mengawaninya, juga dalam saat-saat gelap, tidak membiarkannya sendirian. Tidak perlu ditafsirkan sebagai ikut menjalani penderitaan. Kalau cuma ikut meneguhkan penderitaan belaka kita malah akan memberatkannya. Bersimpati, solider dengan orang yang menderita berarti juga menyertainya dengan wajah segar. Bukan dengan muka muram. Ini cara meringankan bebannya.

KESAKSIAN DARI ATAS,GUNTUR, MALAIKAT?
Disebutkan ada "suara dari surga", tapi orang-orang mengira "guntur" atau "malaikat" yang berbicara kepada Yesus. Bagaimana penjelasannya? Ketiga hal ini sebenarnya cara orang memahami wahyu ilahi. Yang pertama, "suara dari surga" itu jelas cara sang Penginjil memahami secara batin pernyataan dari atas sana. Pengalaman ini disampaikan kepada pembaca. Kini pembaca tahu apa yang sedang terjadi. Cara ini juga dipakai dalam Injil Sinoptik (Markus, Matius, Lukas) dalam kisah pembaptisan Yesus dan penampakan kemuliaannya di gunung. Yang kedua dan ketiga, "Sebagai guntur" dan "malaikat yang berbicara", adalah cara pemahaman orang banyak. Dirasakan ada sesuatu yang hebat, yang mencekam, yang dari atas sana, tetapi isinya tak segera disadari. Butuh penjelasan dari yang dari atas sana juga, yakni "malaikat". Motif seperti ini kerap muncul dalam tulisan-tulisan apokaliptik. Orang mendapat penglihatan atau pengalaman hebat, tetapi butuh pertolongan dari malaikat untuk memahaminya. Orang banyak mengira Yesus juga mengalami guntur dan memahami artinya dari penjelasan malaikat. Tetapi pembaca tahu bahwa sebenarnya Yesus mengalaminya dengan cara yang berbeda. Yesus langsung menangkap maksud Bapanya dan dapat menjelaskannya kepada siapa saja. Ada kebijaksanaan padanya untuk memahami keilahian. Oleh karenanya, ia dapat membawakannya kepada orang banyak.

Kita juga akan bertanya-tanya apa artinya perkataan dari langit "Aku sudah memuliakan dan akan memuliakannya lagi!" Yesus sendiri menjelaskannya. Dalam ay. 30 dikatakannya bahwa perkataan itu bukan demi dia, melainkan demi orang banyak sehingga mereka mengerti bahwa dunia telah mendapatkan penghakiman. Yang menguasai dunia ini akan dicampakkan keluar ketika Yesus ditinggikan dari bumi, maksudnya, nanti ketika ia disalib, wafat dan dibangkitkan. Tak meleset bila "penguasa dunia" di situ kita mengerti sebagai kuasa kegelapan dan kematian yang menakutkan. Kuasa itu kini sudah dihakimi dan diputuskan tidak lagi mengurung dunia dan akan segera tersingkir oleh terang, yakni sang Sabda yang diperdengarkan kepada orang banyak dalam ujud diri Yesus.

JUGA BAGI KITA?
Orang-orang Yunani mendengar semua itu langsung dari Yesus. Mereka mencari kebijaksanaan, dan sang kebijaksanaan sendiri memperkenalkan diri kepada mereka. Orang-orang Yunani mewakili umat manusia yang bukan Yahudi, yang tidak termasuk mereka yang mendapat wahyu ilahi turun-temurun. Tetapi keinginan tahu mereka membawa mereka mendekat kepada dia. Kepada orang-orang inilah kebijaksanaan datang. Itulah wahyu bagi mereka. Juga bagi orang zaman ini.

Yang mendekat kepada Yesus boleh berharap mendengar lebih tentangnya dari pada yang hingga kini terpikirkan. Perkenalan diri Yesus mencakup hal-hal baru tentang yang perkara-perkara yang sudah mulai dipercaya. Itulah dinamika iman kepercayaan. Sudah beribu kali didengar tentang salib, wafat, dan kebangkitan Yesus - tapi tetap akan didapati yang baru. Syaratnya, orang berani berkata, seperti orang-orang Yunani tadi: Pak,/Mas,/Bang,/Mo, kami ingin menemui Yesus - dia yang sudah Anda kenal dari dekat itu!

Kata-kata tadi diucapkan kepada Filipus dan diteruskan kepada Andreas. Bagaimana bila keinginan seperti itu disampaikan kepada kita, para humas sang Sabda pada zaman ini? Filipus dan Andreas dulu diminta Yesus membagikan makanan bagi orang banyak yang berbondong-bondong mengikutinya (Yoh 6:1-15). Perkenalan diri Yesus juga akan semakin berlimpah buahnya bila semakin dibagikan kepada orang banyak.

Salam hangat,
A. Gianto
*) Sumber Millis KD

Sabtu, 17 Maret 2012

“Barangsiapa melakukan yang benar, ia datang kepada terang, supaya menjadi nyata, bahwa perbuatan-perbuatannya dilakukan dalam Allah”

Mg Prapaska IV :2Taw 36:14-16.19-23; Ef 2:4-10; Yoh 3:14-21
 Anak kancil lari berkejar. Dimakan singa di tengah hutan. Dari hal kecil sampai hal besar. Pasrahkan saja kepada Tuhan”, demikian bunyi sebuah pantun karya Bp.Paulus Lion BA. Kancil termasuk binatang yang lincah dalam berlari, sedangkan singa juga dapat berlari dengan kencang ketika mengejar mangsanya. Singa tubuhnya memang lebih besar daripada kancil. Binatang-binatang ini di Taman Safari di Afrika Selatan, yang begitu luas, hidup dengan bebas di tengah padang rumput dan hutan, sesuai dengan Penyelenggaraan Ilahi/Tuhan. Mereka mencari makan sendiri alias tidak perlu diberi makan, sebagaimana terjadi di kebun binatan atau Taman Safari di Indonesia. Dengan kata lain sebagai binatang-binatang mereka sungguh tangguh dan handal dalam mempertahankan hidup, tetapi harap diketahui bahwa populasi kancil lebih besar daripada singa dan memang kancil-kancil tersebut menjadi makanan bagi singa. Meskipun dimakan oleh singa jumlah kancil tak berkurang. Di dalam Tamah Safari yang sungguh masih alami ini memang dapat diketemukan kebenaran-kebenaran sebagaimana dikehendaki oleh Allah, antara lain binatang-binatang, ciptaan Allah, dengan bebas dan penuh tanggungjawab mengusahakan dirinya agar tetap hidup, sehat dan tegar, tangguh dan mendalam di lingkungan hidupnya. “Beriman Tangguh dan Mendalam”, itulah tema Novena ke 8 di Seminari Menengah Mertoyudan, Minggu 18 Maret 2012, yang akan dipimpin oleh Mgr.Blasius Pujaraharja, Uskup Ketapang, dalam rangka merayakan 100 tahun Seminari Mertoyudan. Maka marilah kita mawas diri sesuai dengan tema tersebut.
Barangsiapa berbuat jahat, membenci terang dan tidak datang kepada terang itu, supaya perbuatan-perbuatannya yang jahat itu tidak nampak; tetapi barangsiapa melakukan yang benar, ia datang kepada terang, supaya menjadi nyata, bahwa perbuatan-perbuatannya dilakukan dalam Allah” (Yoh 3:20-21).
Sebagai orang beriman atau beragama kita dipanggil untuk senantiasa melakukan apa yang benar dan baik. Memang mengingat dan memperhatikan kehidupan bersama masa kini yang masih diwarnai oleh kemesorotan moral hampir di semua bidang kehidupan, melakukan apa yang benar dan baik harus memiliki iman yang tangguh dan mendalam, sehingga tahan dan tabah dalam menghadapi aneka rayuan atau godaan setan dalam aneka bentuk dan situasi maupun kondisi. Untuk memperoleh iman yang tangguh dan mendalam orang harus terus menerus membiasakan diri menghadapi aneka tantangan dan hambatan serta godaan dalam iman. Dengan kata lain iman harus terus menerus digosok dengan aneka tantangan.
Tangguh adalah sikap dan perilaku yang sukar dikalahkan dan tidak mudah menyerah dalam mewujudkan suatu tujuan dan cita-cita tertentu. Ini diwujudkan dalam perilaku yang tetap tabah dan tahan terhadap berbagai cobaan dan tantangan untuk mencapai tujuan atau cita-cita. Perilaku ini diwujudkan dalam hubungannya dengan diri sendiri” (Prof Dr Edi Seedyawati/ edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka-Jakarta 1997, hal 27). Selama anak-anak, remaja atau muda-mudi masih dalam proses pembelajaran atau pembinaan kami harapkan sungguh diperhatikan perihal pembelajaran atau pembinaan ketangguhan ini. Maka kepada para orangtua, guru/pendidik, pendamping atau pembina kami harapkan untuk sering memasukkan anak-anak, remaja atau muda-mudi ke dalam aneka cobaan dan tantangan, dan tentu saja juga harus didampingi terus menerus. Hadapkan dan berilah cobaan dan tantangan yang dapat mereka atasi, dan kemudian sedikit demi sedikit cobaan dan tantangan diperbesar, sehingga mereka semakin tangguh dan terampil dalam menghadapi dan menyelesaikan cobaan dan tantangan. Kami harapkan anak-anak, remaja dan muda-mudi dijauhkan dari aneka macam bentuk pemanjaan.
Ketika seseorang memiliki ketangguhan, maka ia juga akan dengan mudah untuk memperdalam apa yang diketahui. Dalam hal mendalam kami harapkan merenungkan ajakan St.Ignatius Loyola ini, yaitu “Bukan berlimpahnya pengetahuan, melainkan merasakan dan mencecap dalam-dalam kebenarannya itulah yang memperkenyang dan memuaskan jiwa” (St Ignatius Loyola, LR no 2). Maka sekali lagi kami berharap kepada para orangtua, guru/pendidik maupun pendamping atau pembina tidak terjebak untuk memberi pengetahuan sebanyak-banyaknya kepada anak-anak, peserta didik atau binaan, melainkan kedalaman atas pengetahuan. Secara khusus kami mengingatkan para pengelola atau pelaksana pendidikan/sekolah untuk lebih mengutamakan kedalaman  atau kwalitas pengetahuan daripada kwantitas pengetahuan (maklum di Indonesia ini kurikulum di sekolah-sekolah begitu gemuk dan kurang langsing, sehingga peserta didik tidak lincah dan cekatan bergerak atau melangkah, demikian juga ketika mereka menjadi orang dewasa.
Karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah,itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya(Ef 2:8-10)
Sebagai orang beriman tangguh dan mendalam diharapkan senantiasa melakukan pekerjaan baik dengan murah hati dimana pun dan kapan pun, dalam situasi dan kondisi apapun. Apa yang disebut baik senantiasa berlaku secara universal, kapan saja dan dimana saja, sedangkan murah hati berarti senantiasa menjual murah hatinya alias siap sedia memperhatikan siapapun tanpa pandang bulu, SARA. Orang beriman tangguh dan mendalam hemat saya dapat ditugaskan dimana saja dan kapan saja, dan ia pasti mampu melaksanakan tugas dengan baik dan benar.
Paulus juga mengingatkan kita semua bahwa iman maupun segala perwujudan atau penghayatan iman merupakan ‘pemberian Allah’, anugerah Allah, bukan hasil usaha kita manusia yang lemah dan rapuh ini. Paulus sendiri sebagai rasul agung, yang beriman tangguh dan mendalam telah menghayati kebenaran iman tersebut, maka karena dimana saja dan kapan saja ia senantiasa melakukan pekerjaan baik, sebagai penghayatan imannya yang telah dianugerahkan Allah, ia tak pernah takut dan gentar menghadapi aneka macam cobaan dan ancaman untuk dibunuh. Hidup dan bertindak dalam dan bersama dengan Allah tidak ada ketakutan atau kekhawatiran sedikitpun.
Mereka membakar rumah Allah, merobohkan tembok Yerusalem dan membakar segala puri dalam kota itu dengan api, sehingga musnahlah segala perabotannya yang indah-indah” (2Taw 36:19). Kutipan ini mengingatkan saya akan peristiwa pembakaran dan perusakan gedung gereja dan sekolah-sekolah katolik beberapa tahun lalu yang terjadi di Situbondo. Di tengah-tengah kehancuran dan penghagusan gedung gereja dan sekolah beserta semua perabotnya ada seorang pengurus dewan paroki/Gereja yang dengan rendah hati berujar “gedung gereja, gedung sekolah dengan segala isinya dibakar, dan hatiku pun dibakar untuk mencinta”. Ungkapan macam itu kiranya muncul dari orang yang sungguh beriman tangguh dan mendalam. Penghancuran dan pembakaran harta benda dan aneka sarana-prasarana duniawi membakar iman, harapan dan cinta, sehingga iman, harapan dan cintanya semakin murni, tangguh dan mendalam. Hidup beriman atau beragama yang utama dan pokok adalah keselamatan jiwa, bukan keselamatan phisik atau harta benda.
Di tepi sungai-sungai Babel, di sanalah kita duduk sambil menangis, apabila kita mengingat Sion. Pada pohon-pohon gandarusa di tempat itu kita menggantungkan kecapi kita. Sebab di sanalah orang-orang yang menawan kita meminta kepada kita memperdengarkan nyanyian, dan orang-orang yang menyiksa kita meminta nyanyian sukacita: "Nyanyikanlah bagi kami nyanyian dari Sion!" Bagaimanakah kita menyanyikan nyanyian TUHAN di negeri asing? Jika aku melupakan engkau, hai Yerusalem, biarlah menjadi kering tangan kananku! Biarlah lidahku melekat pada langit-langitku, jika aku tidak mengingat engkau, jika aku tidak jadikan Yerusalem puncak sukacitaku!” (Mzm 137:1-6)
Ign 18 Maret 2012
*) Sumber Millis KD

Jumat, 16 Maret 2012

“Ya Allah kasihanilah aku orang berdosa ini”

(Hos 6:1-6; Luk 18:9-14)
Dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini: "Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai. Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini;aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku. Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." (Luk 18:9-14), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Yesuit ialah orang yang mengakui dirinya pendosa, tetapi tahu bahwa dipanggil menjadi sahabat Yesus seperti Ignatius dahulu” (Dekrit Konjen SJ ke 32, art 2.1), demikian penyadaran diri para Yesuit yang berkumpul untuk mawas diri perihal jati diri dan panggilannya di dunia ini. Kutipan ini saya angkat setelah membaca dan merenungkan isi Warta Gembira hari ini. Dalam Warta Gembira hari ini Yesus mengitrik atau mengingatkan mereka yang menyombongkan diri serta melecehkan orang lain. Jika kita berani mawas diri dengan jujur dan benar kita pasti akan menyadari dan menghayati diri bahwa semakin tambah usia, semakin tua, semakin berpengalaman berarti juga semakin tambah dosa dan kekurangannya, maka ada sombong jika kita tidak menyadari dan menghayati diri sebagai pendosa. Sekiranya ada kebaikan atau keutamaan dalam diri kita sungguh merupakan anugerah Allah, maka jika demikian adanya hendaknya hidup dan bertindak dengan rendah hati. Kerendahan hati adalah kebalikan dari kesombongan, dan kerendahan hati merupakan keutamaan yang utama dan pertama-tama harus kita hayati dan sebarluaskan. Maka marilah kita meneladan si pemungut cukai yang dengan rendah hati berdoa “Ya Allah, kasihanilah aku orang yang berdosa ini”. Marilah kita hayati dan fungsikan keutamaan atau kebaikan yang ada dalam diri kita untuk ‘peduli dan berbagi’ kepada yang lain, solider kepada mereka yang miskin dan berkekurangan. Kita sadari dan hayati bahwa segala sesuatu yang kita miliki, kuasai dan nikmati sampai saat ini adalah anugerah Allah serta kemudian kita fungsikan untuk memuji, memuliakan, menghormati dan mengabdi Tuhan Allah melalui saudara-saudari kita.
·   "Mari, kita akan berbalik kepada TUHAN, sebab Dialah yang telah menerkam dan yang akan menyembuhkan kita, yang telah memukul dan yang akan membalut kita.Ia akan menghidupkan kita sesudah dua hari, pada hari yang ketiga Ia akan membangkitkan kita, dan kita akan hidup di hadapan-Nya. Marilah kita mengenal dan berusaha sungguh-sungguh mengenal TUHAN; Ia pasti muncul seperti fajar, Ia akan datang kepada kita seperti hujan, seperti hujan pada akhir musim yang mengairi bumi." (Hos 6:1-3) . Tuhan Allah adalah Maha Rahim dan Maha Pengampun, maka dalam keadaan atau situasi dan kondisi macam apapun, marilah kita menghadapiNya, karena Ia “seperti hujan di akhir musim yang mengairi bumi”, Ia akan menyegarkan kita yang lesu, menggairahkan kita yang putus asa, mengampuni kita yang berdosa, menuntun kita menelusuri jalan yang baik dan benar, dst… Kita semua dipanggil untuk bertobat, artinya siap sedia untuk diperbaharui atau memperbaharui diri menuju ke arah yang lebih baik, lebih dekat dan bersahabat dengan Tuhan maupun saudara-saudari kita. Kita juga dipanggil untuk menjadi saksi-saksi kehadiran dan karya Tuhan Allah dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari dimana pun dan kapan pun, sehingga kehadiran dan sepak terjang kita senantiasa juga bagaikan ‘hujan pada akhir musim yang mengairi bumi”, kehadiran dan sepak terjang kita menghidupkan dan menggairahkan orang lain yang kita jumpai atau yang hidup dan bekerja bersama dengan kita. Air hujan sungguh jernih dan bersih, maka jika kehadiran dan sepak terjang kita bagaikan air hujan juga berarti kehadiran dan sepak terjang kita senantiasa membersihkan yang kotor, menyernihkan yang samar-samar, dst..  Bukankah fungsi air adalah membersihkan dan memberi tenaga, membuat lega dan damai? Marilah kita kenangkan pembaptisan kita masing-masing dimana dahi atau otak kita dicurahi air, dengan harapan agar kita senantiasa berpikir jernih dan bersih.
“ Engkau tidak berkenan kepada korban sembelihan; sekiranya kupersembahkan korban bakaran, Engkau tidak menyukainya. Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah.Lakukanlah kebaikan kepada Sion menurut kerelaan hati-Mu bangunkanlah tembok-tembok Yerusalem! Maka Engkau akan berkenan kepada korban yang benar, korban bakaran dan korban yang terbakar seluruhnya” (Mzm 51:18-21b)
Ign 17 Maret 2012
*) Sumber Millis KD

“Hukum manakah yang paling utama?”

(Hos 14:2-10; Luk 12:28-34)
“ Lalu seorang ahli Taurat, yang mendengar Yesus dan orang-orang Saduki bersoal jawab dan tahu, bahwa Yesus memberi jawab yang tepat kepada orang-orang itu, datang kepada-Nya dan bertanya: "Hukum manakah yang paling utama?" Jawab Yesus: "Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini." Lalu kata ahli Taurat itu kepada Yesus: "Tepat sekali, Guru, benar kata-Mu itu, bahwa Dia esa, dan bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia. Memang mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan dengan segenap kekuatan, dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban sembelihan." Yesus melihat, bagaimana bijaksananya jawab orang itu, dan Ia berkata kepadanya: "Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!" Dan seorang pun tidak berani lagi menanyakan sesuatu kepada Yesus.” (Luk 12:28-34), demikian kutipan  Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Semua tata tertib, peraturan atau hukum hemat saya dibuat dan diundangkan atau diberlakukan atas dasar dan demi cintakasih, maka jika anda mendambakan hidup bahagia, damai sejahtera dan selamat, kami harapkan menyikapi dan melaksanakan aneka tata tertib, peraturan dan hukum dalam dan dengan cintakasih. Berbicara perihal cintakasih dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap kekuatan, hemat kami kita dapat bercermin pada suami-isteri yang saling mengasihi. Bukankah para suami dan isteri memiliki pengalaman cintakasih, sebagaimana diajarkan oleh Yesus, yaitu mengasihi dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatan, yang secara konkret dihayati dengan saling telanjang bulat satu sama lain dalam hubungan seksual? Dengan kata lain hubnngan seksual yang baik dan benar sungguh merupakan wujud cintakasih yang paling kentara dan mudah difahami. Maka kami berharap kepada para suami-isteri atau bapak-ibu dapat menjadi teladan dalam penghayatan hukum yang utama yaitu saling mengasihi bagi anak-anak yang dianugerahkan kepada mereka. Selanjutnya kami mengajak dan mengingatkan kita semua: marilah kita sadari dan hayati bahwa masing-masing dari kita merupakan buah cintakasih, buah kerjasama cintakasih, kita dapat tumbuh berkembang sebagaimana adanya saat ini hanya karena cintakasih dan kerjasama. Maka selayaknya kita kemudian senantiasa hidup dalam cintakasih dan kerjasama. Jika ada sesuatu yang kurang sesuai dengan selera pribadi alias menjadi ‘musuh’, kasihilah dan jangan dibenci atau dijauhi. Segala sesuatu didekati dan disikapi dalam dan oleh cintakasih pasti akan menjadi sahabat atau saudara. Hidup dalam cintakasih berarti juga hidup dalam ‘ketelanjangan’, arinya tiada sesuatu pun yang dirahasiakan antar kita, semuanya ‘transparan’.
·   Siapa yang bijaksana, biarlah ia memahami semuanya ini; siapa yang paham, biarlah ia mengetahuinya; sebab jalan-jalan TUHAN adalah lurus, dan orang benar menempuhnya, tetapi pemberontak tergelincir di situ” (Hos 14:10). Kata bahasa Latin bijaksana adalah ‘sapiens’, yang dapat berarti bijaksana, arif, penuh pengertian, paham. Maka orang bijaksana berarti juga orang yang penuh pengertian pada serta dapat memahami orang lain. Sekali lagi kami angkat, bukankah pengalaman saling penuh pengertian dan memahami ini sebenarnya terjadi dalam relasi antar suami-isteri yang saling mengasihi, sehingga yang berbeda satu sama lain dapat hidup bersama sampai mati? Saya yakin anda sebagai suami dan isteri saling penuh pengertian dan memahami akan keunggulan, kelebihan, kekurangan, kelemahan anda, termasuk juga dalam hal yang bersifat pribadi seperti hubungan seksual. Saling penuh pengertian dan memahami hemat saya merupakan salah satu bentuk mengikuti jalan-jalan Tuhan yang lurus. Dengan kata lain mengikuti jalan-jalan Tuhan juga harus senantiasa berujud lurus, tidak munafik dan manipulasi. Jika anda berjuan untuk mengasihi hendaknya tetap setia mengasihi, jika anda bertugas belajar hendaknya tekun dan setia belajar, demikian juga jika anda pekerja hendaknya tekun dan setia bekerja, dst.. Ketekunan dan kesetiaan anda dapat menghayati panggilan atau melaksanakan tugas pengutusan, di satu pihak butuh penuh pengertian dan pemahaman, di lain pihak memperteguh dan memperdalam pengertian dan pemahaman anda. Marilah kita dengan tekun dan setia menelusuri atau menempuh jalan-jalan atau cara-cara hidup yang baik dan benar, agar tidak terjatuh dan tak tergelincir.
“Sebagai suatu peringatan bagi Yusuf ditetapkan-Nya hal itu, pada waktu Ia maju melawan tanah Mesir. Aku mendengar bahasa yang tidak kukenal: "Aku telah mengangkat beban dari bahunya, tangannya telah bebas dari keranjang pikulan; dalam kesesakan engkau berseru, maka Aku meluputkan engkau; Aku menjawab engkau dalam persembunyian guntur, Aku telah menguji engkau dekat air Meriba.  Dengarlah hai umat-Ku, Aku hendak memberi peringatan kepadamu; hai Israel, jika engkau mau mendengarkan Aku!” (Mzm 81:6-9)
Ign 16 Maret 2012
*) Sumber Millis KD

Rabu, 14 Maret 2012

"Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa”

(Yer 7:23-28; Luk 11:14-23)
“ Pada suatu kali Yesus mengusir dari seorang suatu setan yang membisukan. Ketika setan itu keluar, orang bisu itu dapat berkata-kata. Maka heranlah orang banyak. Tetapi ada di antara mereka yang berkata: "Ia mengusir setan dengan kuasa Beelzebul, penghulu setan." Ada pula yang meminta suatu tanda dari sorga kepada-Nya, untuk mencobai Dia. Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka lalu berkata: "Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa, dan setiap rumah tangga yang terpecah-pecah, pasti runtuh. Jikalau Iblis itu juga terbagi-bagi dan melawan dirinya sendiri, bagaimanakah kerajaannya dapat bertahan? Sebab kamu berkata, bahwa Aku mengusir setan dengan kuasa Beelzebul. Jadi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Beelzebul, dengan kuasa apakah pengikut-pengikutmu mengusirnya? Sebab itu merekalah yang akan menjadi hakimmu. Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu.Apabila seorang yang kuat dan yang lengkap bersenjata menjaga rumahnya sendiri, maka amanlah segala miliknya. Tetapi jika seorang yang lebih kuat dari padanya menyerang dan mengalahkannya, maka orang itu akan merampas perlengkapan senjata, yang diandalkannya, dan akan membagi-bagikan rampasannya. Siapa tidak bersama Aku, ia melawan Aku dan siapa tidak mengumpulkan bersama Aku, ia mencerai-beraikan.” (Luk 11:14-23), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Hidup persaudaraan atau persahabatan sejati pada masa kini sungguh mendesak dan up to date untuk kita hayati dan sebarluaskan, mengingat dan memperhatikan masih maraknya kebencian dan balas dendam melalui aneka cara dan bentuk, entah antar suku, partai, golongan maupun pribadi. Sabda Yesus hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk membangun, memperdalam dan menyebarluaskan pesaudaraan atau persahabatan sejati. Untuk itu antara lain hendaknya kita jangan mudah irihati pada keberhasilan, kesuksesan dan keunggulan orang lain, sebagaimana terjadi dalam diri salah seorang yang menyaksikan mujizat, yang dilakukan oleh Yesus, yaitu pengusiran setan. “Siapa tidak bersama Aku, ia melawan Aku dan siapa tidak mengumpulkan bersama Aku, ia mencerai-beraikan”, demikian sabda Yesus. Bersama Yesus, Tuhan, berarti senantiasa hidup baik, berbudi pekerti luhur dan bermoral, serta tidak pernah melakukan kejahatan sedikitpun, termasuk melecehkan atau merendahkan harkat martabat manusia. Bersama dengan Tuhan berarti juga mampu melihat dan mengimani karya Tuhan dalam diri kita sendiri maupun dalam diri saudara-saudari kita, antara lain menjadi nyata dalam perbuatan-perbuatan atau perilaku baik, yang menyelamatkan jiwa manusia atau perbuatan yang mengusir aneka bentuk kejahatan atau pelanggaran moral. Karya Tuhan dalam diri manusia juga menjadi nyata dalam cara hidup dan cara bertindak, yang senantiasa mengusahakan dan memperjuangkan hidup persaudaraan atau persahabatan sejati, dalam diri orang yang suka mengampuni dan tidak pernah mengingat-ingat atau memperhitungkan kesalahan atau kekurangan orang lain.
·   Dengarkanlah suara-Ku, maka Aku akan menjadi Allahmu dan kamu akan menjadi umat-Ku, dan ikutilah seluruh jalan yang Kuperintahkan kepadamu, supaya kamu berbahagia” (Yer 7:23). Kita semua kiranya mendambakan hidup bahagia dan damai sejahtera selama hidup  di dunia ini maupun di akhirat nanti. Cara utama dan pertama-tama untuk mengusahakan hidup bahagia dan damai sejahtera adalah senantiasa melaksanakan atau mengikuti seluruh jalan yang telah diperintahkan oleh Tuhan. Jalan-jalan yang diperintahkan oleh Tuhan antara lain kita terima melalui aneka macam nasihat, saran, petunjuk, arahan dari orang-orang yang berkehendak baik dimana pun dan kapan pun. Kami percaya di dunia ini lebih banyak orang yang berkehendak baik daripada yang berkehendak jahat, memang sering ada perbedaan kehendak baik sekilas, maka baiklah jika kita saling mendengarkan kehendak baik kita untuk kemudian kita sinerjikan atau kita olah dan hayati bersama. Saling mendengarkan dengan rendah hati juga merupakan modal atau kekuatan untuk membangun dan memperdalam persaudaraan atau persahabatan sejati. Pendengar yang baik pada umumnya juga pendamai, orang yang cinta akan persaudaraan atau persahabatan sejati. Kami berharap para orangtua atau bapak-ibu sungguh dapat menjadi teladan bagi anak-anak dalam saling bersahabat dan mendengarkan. Semoga antar bapak dan ibu, suami dan isteri, tidak terjadi perbedaan pendapat dan selera yang mengarah ke perpecahan atau perpisahan. Jadikan dan hayati apa yang berbeda antar kita sebagai daya tarik, daya pesona, daya pikat untuk mengenal dan bersahabat, sebagaimana terjadi antar laki-laki dan perempuan, yang berbeda satu sama lain tetapi saling tertarik, terpesona dan terpikat.
Masuklah, marilah kita sujud menyembah, berlutut di hadapan TUHAN yang menjadikan kita.Sebab Dialah Allah kita, dan kitalah umat gembalaan-Nya dan kawanan domba tuntunan tangan-Nya. Pada hari ini, sekiranya kamu mendengar suara-Nya!Janganlah keraskan hatimu seperti di Meriba, seperti pada hari di Masa di padang gurun, pada waktu nenek moyangmu mencobai Aku, menguji Aku, padahal mereka melihat perbuatan-Ku”
 (Mzm 95:6-9)
Ign 15 Maret 2012
*) Sumber Millis KD

“ Aku datang bukan untuk meniadakannya melainkan untuk menggenapinya”

(Ul 4:1.5-9; Mat 5:17-19)
"Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga” (Mat 5:17-19), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Jika dicermati dalam kehidupan bersama masa kini dapat kita temukan sekian banyak aturan atau tata tertib yang dibuat dan diberlakukan, namun pelaksanaannya boleh dipertanyakan. Sebagai contoh: rambu-rambu lalu lintas terpampang jelas di jalanan dan dengan demikian juga dapat dilihat dan dibaca dengan jelas, namun dengan seenaknya saja para pengguna jalan melanggar rambu-rambu tersebut. Apa yang terjadi di jalanan merupakan cermin kualitas bangsa atau warganegara, maka kiranya boleh disimpulkan bahwa pelaksanaan atau penghayatan tata tertib atau aturan di negeri kita ini sungguh memprihatinkan. Sabda Yesus hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua agar kita senantiasa lebih mengutamakan atau mengedepankan pelaksanaan atau penghayatan daripada wacana atau omongan, sedikit bicara banyak bertindak. Keunggulan hidup beragama atau beriman hemat saya terletak dalam pelaksanaan atau penghayatan, bukan dalam wacana, pengetahuan, diskusi atau omongan. “Cinta harus lebih diwujudkan dalam perbuatan daripada diungkapkan dalam kata-kata” (St Ignatius Loyola, LR no 230). Dalam hal cinta hal ini antara lain diwujudkan dalam pemborosan waktu dan tenaga bagi yang tercinta/terkasih, maka marilah kita saling memboroskan waktu dan tenaga kita bagi yang terkasih atau tercinta. Ketika di dalam tempat kerja atau tugas berarti harus memboroskan waktu dan tenaga untuk melaksanakan tugas/pekerjaan, ketika di sekolah sedang belajar berarti memboroskan waktu dan tenaga untuk belajar, dst… Ketika sedang membaca berarti mengarahkan waktu dan tenaga terhadap apa yang dibaca. Semoga mereka yang berpengaruh di dalam kehidupan bersama dapat menjadi teladan dalam pelaksanaan tata tertib atau aturan. Dan secara khusus kepada segenap umat Katolik kami ajak untuk mewujudkan tema APP tahun ini, yaitu berbagi dan peduli kepada mereka yang miskin dan berkekurangan.
·   Ingatlah, aku telah mengajarkan ketetapan dan peraturan kepadamu, seperti yang diperintahkan kepadaku oleh TUHAN, Allahku, supaya kamu melakukan yang demikian di dalam negeri, yang akan kamu masuki untuk mendudukinya.Lakukanlah itu dengan setia, sebab itulah yang akan menjadi kebijaksanaanmu dan akal budimu di mata bangsa-bangsa yang pada waktu mendengar segala ketetapan ini akan berkata: Memang bangsa yang besar ini adalah umat yang bijaksana dan berakal budi.” (Ul 4:5-6). Kutipan ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk senantiasa setia melaksanakan aneka ketetapan, peraturan atau tata tertib. “Setia adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas perjanjian yang telah dibuat” (Prof Dr Edi Sedyawati/ edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Sebagai orang yang telah dibaptis hendaknya kita setia pada janji baptis, sebagai orang yang berjanji saling mengasihi sebagai suami isteri, hendaknya setia saling mengasihi baik dalam untung maupun malang, sehat maupun sakit sampai mati, sebagai orang yang telah berkaul triprasetia (keperawanan, ketaatan dan kemiskinan) hendaknya setia menghayati kaul, dst..  Hidup setia sebagai yang terpanggil pada masa kini sungguh mendesak dan up to date untuk dihayati dan disebarluaskan, dan hemat saya juga merupakan cara ‘marketing’ atau pewartaan yang handal.  Kami berharap para bapak-ibu, sebagai suami-isteri dapat menjadi teladan kesetiaan pada anak-anaknya, para imam menjadi teladan kesetiaan pada umatnya, para pemimpin menjadi teladan kesetiaan bagi anggota atau bawahannya, dst…Hendaknya tidak melakukan pencurian, penyelewengan sedikitpun atas janji yang telah diikrarkan.
Megahkanlah TUHAN, hai Yerusalem, pujilah Allahmu, hai Sion! Sebab Ia meneguhkan palang pintu gerbangmu, dan memberkati anak-anakmu di antaramu. Ia menyampaikan perintah-Nya ke bumi; dengan segera firman-Nya berlari. Ia menurunkan salju seperti bulu domba dan menghamburkan embun beku seperti abu” (Mzm 147:12-13.15-16)
Ign 14 Maret 2012
*) Sumber Millis KD

Senin, 12 Maret 2012

"Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan.”

Mg Prapaska III : Kel 20:1-17; 1Kor 1:22-25; Yoh 2:13-25
"Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan.”
Sikap mental materilistis begitu menjiwai cara hidup dan cara bertindak mayoritas orang masa kini, termasuk orang-orang Indonesia. Yang cukup atau sangat memprihatinkan adalah bidang pendidikan dan keagamaan, dimana seharusnya mereka yang berkarya di dalam dua bidang pelayanan ini sungguh memperhatikan jiwa manusia, namun ternyata lebih memperhatikan aneka harta benda atau uang. Bahkan jika dicermati dengan teliti korupsi yang terjadi di Indonesia ini mayoritas terjadi di dua bidang pelayanan tersebut: pendidikan dan agama. Dalam bidang pendidikan misalnya masalah BOS (Bantuan Operasional Sekolah): kiranya kurang lebih kebocoran anggaran dalam BOS alias yang dikorupsi kurang lebih 30% jumlahnya, yang dilakukan oleh pegawai atau pejabat dijajaran pelayanan pendidikan dari tingkat menteri sampai kepala sekolah atau bahkan para guru. Dalam bidang pelayanan pendidikan juga terjadi korupsi dalam bentuk ‘mark-up’ anggaran, yang dilakukan di sekolah-sekolah maupun kantor-kantor pelayanan pendidikan. Di bidang pelayanan agama, misalnya dalam pengurusan naik haji, yang setiap tahun melibatkan ribuan orang: saya memperoleh info bahwa korupsi dilakukan sejak pendaftaran naik haji sampai dengan pelaksanaan. Padahal jika dicermati cukup banyak umat Islam yang naik haji dengan tekun menabung sedikit demi sedikit dari beaya yang harus dikumpulkan atau mungkin harus menjual tanah warisan leluhur. Warta Gembira hari ini mengingatkan dan mengajak kita untuk memberantas aneka bentuk komersialisasi atau korupsi di pelayanan keagamaan.
"Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan.” (Yoh 2:16).
Tempat ibadat seperti gereja, masjid, kuil dst.. adalah tempat suci, dimana orang datang untuk berdoa atau beribadat kepada Tuhan dengan harapan agar dirinya semakin suci, semakin membaktikan diri seutuhnya kepada Tuhan. Dalam kisah Warta Gembira hari ini dikisahkan tentang adanya orang-orang yang menjadikan tempat ibadat sebagai pasar alias tempat untuk mencari keuntungan pribadi. Hal ini berarti terjadi pelecehan tempat ibadat, merendahkan jati diri tempat ibadat, maka dengan keras Yesus memarahi mereka yang melecehkan tempat ibadat tersebut, menjadikan tempat ibadat sebagai pasar, tempat berjualan, tempat untuk mengeruk dan mengumpulkan keuntungan pribadi sebesar-besarnya.
Tema APP tahun ini adalah “Katolik Sejati harus Berbagi dan Peduli”, suatu ajakan bagi kita semua untuk mawas diri perihal keimanan kita sebagai orang Katolik. Katolik sering diartikan sebagai ‘umum”, maka menjadi Katolik sejati antara lain harus memperhatikan kepentingan umum, terutama memperhatikan mereka yang miskin dan berkekurangan di dalam lingkungan hidup maupun lingkungan kerja kita masing-masing. Kita diharapkan memiliki dan menghayati kepekaan social, dan tidak egois. Marilah kita ingat atau kenangkan bahwa ketika berada di tempat ibadat dan sedang beribadat bersama pada umumnya kebersamaan kita sungguh menarik, mempesona dan memikat, karena semuanya kelihatan ceria serta tidak kelihatan materialistis, tidak ada pameran kekayaan dst..
Apa yang terjadi di tempat ibadat atau tempat suci hendaknya juga terjadi di dalam cara hidup dan cara bertindak dimana pun dan kapan pun, atau dengan kata lain ada kesatuan antara doa dan karya, spiritual dan phisik. “Dalam tempat suci hanya dapat diizinkan hal-hal yang berguna bagi pelaksanaan atau peningkatan ibadat, kesalehan dan keagamaan, serta dilarang segala sesuatu yang tidak cocok dengan kesucian tempat itu. Namun Ordinaris sesekali dapat memberi izin untuk penggunaan lain, asalkan tidak bertentangan dengan kesucian tempat itu” (KHK kan 1210). Senada tempat suci adalah aneka fungsi atau jabatan gerejani/keagamaan, misalnya seksi-seksi atau komisi-komisi dalam keagamaan. Maklum ada beberapa oknum yang berfungsi sebagai seksi social di paroki mengkomersielkan diri melalui pelayanan kematian atau pemakaman, ada juga seksi social paroki yang mencari keuntungan pribadi dalam aneka pelayanan social dengan mengambil sebagian sumbangan dari umat yang diterima, dengan kata lain mereka memanfaatkan orang miskin maupun orang sedang susah untuk mencari keuntungan pribadi. Kami berharap kepada para pastor paroki untuk mencermati apa yang terjadi dalam seksi-seksi paroki, dan ketika terjadi komersialisasi fungsi hendaknya segera dibereskan.
Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani mencari hikmat, tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan, tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah. Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia(1Kor 1:22-25).
Orang-orang Yahudi begitu mengandalkan diri pada rumus-rumus hukum atau peraturan, sebagaimana tertulis dalam Kitab Suci, sedangkan orang-orang Yunani begitu mengandalkan otak atau kecerdasan berpikir, sehingga mereka tak mampu memahami bahwa Penyelamat Dunia, Yesus, Mesias harus mati disalibkan dalam rangka memenuhi tugas pengutusanNya. Maka Paulus berkata bahwa ‘pemberitaan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan, tetapi bagi mereka yang dipanggil merupakan kekuatan dan hikmat Allah’. Sebagai orang beriman, khususnya yang beriman kepada Yesus Kristus kami ajak dan ingatkan agar mengimani pemberitaan Kristus yang disalibkan.
Mengimani Dia yang wafat di kayu salib berarti siap sedia dengan jiwa besar dan hati rela berkorban dalam cara hidup dan cara bertindak demi keselamatan jiwa manusia. Dengan kata lain siap sedia untuk menderita demi sesuatu yang baik, luhur, mulia dan suci. “Jer basuki mowo beyo” = Untuk hidup mulia dan damai sejahtera orang harus rela berjuang atau berkorban, demikian kata dan makna sebuah peribahasa Jawa. Ajaran dan hukum yang utama dan pertama-tama adalah cintakasih, panggilan untuk saling mengasihi satu sama lain dalam hidup sehari-hari. Cintakasih sejati pasti disertai dengan pengorbanan dan perjuangan, sebagaimana disabdakan oleh Yesus:”Seorang perempuan berdukacita pada saat ia melahirkan, tetapi sesudah ia melahirkan anaknya, ia tidak ingat lagi akan penderitaannya, karena kegembiraan bahwa seorang manusia telah dilahirkan ke dunia.Demikian juga kamu sekarang diliputi dukacita, tetapi Aku akan melihat kamu lagi dan hatimu akan bergembira dan tidak ada seorang pun yang dapat merampas kegembiraanmu itu dari padamu” (Yoh 16:21-22). Bukankah kelahiran seorang anak merupakan buah saling mengasihi?
Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu.Jangan membunuh. Jangan berzinah. Jangan mencuri. Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu.Jangan mengingini rumah sesamamu; jangan mengingini isterinya, atau hambanya laki-laki, atau hambanya perempuan, atau lembunya atau keledainya, atau apa pun yang dipunyai sesamamu.” (Kel 20:12-17). Kutipan dari Kitab Keluaran ini hemat saya merupakan perintah moral yang sangat jelas dan kiranya dapat dilaksanakan dalam “kekuatan Allah dan hikmat Allah”, artinya dalam kesatuan dan kebersamaan dengan Tuhan. Maka marilah kita mawas diri: apakah sebagai orang beriman kita sungguh mengandalkan diri pada kekuatan dan hikmat Allah, hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak dan perintah Allah. Kehendak dan perintah Allah antara lain dapat kita temukan dalam spiritualitas atau visi-misi hidup dan kerja bersama, sebagaimana tertulis di dalam Anggaran Dasar, Konstitusi atau Pedoman Hidup. “Apakah karena dorongan Roh Kudus kita hidup dan bertindak?”
Taurat TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan TUHAN itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman.Titah TUHAN itu tepat, menyukakan hati; perintah TUHAN itu murni, membuat mata bercahaya. Takut akan TUHAN itu suci, tetap ada untuk selamanya; hukum-hukum TUHAN itu benar, adil semuanya, lebih indah dari pada emas, bahkan dari pada banyak emas tua; dan lebih manis dari pada madu, bahkan dari pada madu tetesan dari sarang lebah
(Mzm 19:8-11)
Ign 11 Maret 2012
*) Sumber Millis KD

Sabtu, 10 Maret 2012

"Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka."

(Mi 7:14-15.18-20; Luk 15:1-3.11-32)
“ Para pemungut cukai dan orang-orang berdosa biasanya datang kepada Yesus untuk mendengarkan Dia. Maka bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, katanya: "Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka." Lalu Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka” (Luk 15:1-3), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat memang dikenal sebagai orang-orang yang sombong, yang senantiasa merasa dirinya yang terbaik dan meremehkan atau melecehkan orang-orang berdosa. Padahal jika dicermati secara mendalam banyak orang melakukan dosa atau berbuat jahat karena kesombongan mereka, sebagaimana juga terjadi di negeri kita ini. Hemat saya banyak orang berbuat jahat atau melakukan apa yang tidak baik disebabkan oleh cara hidup dan cara bertindak para pejabat atau petinggi atau mereka yang berpengaruh dalam kehidupan bersama, yang sombong, yang melecehkan mereka yang miskin, bodoh, kurang terdidik dst.. Perumpamaan perihal anak hilang hari ini hemat saya lebih terarah atau ditujukan kepada orang-orang sombong seperti orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat yang bersungut-sungut ketika menyaksikan Yesus menerima orang-orang berdosa dan makan  bersama-sama dengan mereka. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan siapapun yang sombong untuk bertobat serta menjadi rendah hati, kemudian meneladan Yesus yang dengan penuh belas kasih menerima dan makan bersama-sama dengan orang berdosa. Saya percaya bahwa kita semua sebenarnya juga berdosa, namun sering tak menyadarinya atau memang sengaja menyembunyikannya. Ketika ada orang mengampuni mereka yang berdosa atau bersalah, hendaknya juga tidak bersungut-sungut, melainkan bersyukur dan berterima kasih. Sekali lagi rasanya kita ini lebih seperti anak sulung yang merasa diri baik-baik terus-menerus, padahal tindakan baik yang kita lakukan hanya bertujuan agar dipuji orang. Sekiranya anda merasa diri bagaikan anak bungsu, yang hilang, hendaknya dengan rendah hati serta penuh harapan mengakui dosa-dosanya serta mohon kasih pengampunan Allah. Fungsikan aneka kesempatan mengaku dosa yang ada di gereja-gereja atau kapel-kapel untuk mengaku dosa sccara pribadi.
·   Siapakah Allah seperti Engkau yang mengampuni dosa, dan yang memaafkan pelanggaran dari sisa-sisa milik-Nya sendiri; yang tidak bertahan dalam murka-Nya untuk seterusnya, melainkan berkenan kepada kasih setia? Biarlah Ia kembali menyayangi kita, menghapuskan kesalahan-kesalahan kita dan melemparkan segala dosa kita ke dalam tubir-tubir laut. Kiranya Engkau menunjukkan setia-Mu kepada Yakub dan kasih-Mu kepada Abraham seperti yang telah Kaujanjikan dengan bersumpah kepada nenek moyang kami sejak zaman purbakala” (Mi 7:18-20). Kutipan ini kiranya dapat menjadi kekuatan dan dorongan bagi kita semua untuk tidak takut dan tidak malu mengakui dosa dan kesalahan kita kepada Allah maupun saudara-saudari yang telah kena dampak perilaku dosa dan perubuatan salah kita. Allah adalah Maha Setia dan Maha Pengampun, kesetiaan dan kasih pengampunanNya telah menjadi nyata melalui sekian banyak orang yang telah memperhatikan kita serta tidak pernah memperhitungkan kesalahan dan dosa-dosa kita. Tentu saja pertama-tama dan terutama mereka itu  adalah  ibu kita masing-masing. Bukankah ketika kita masih bayi atau kecil pasti senantiasa menyusahkan dan membuat ibu menderita, dan ibu tidak pernah mengingat dan memperhitungkan kesalahan dan dosa-dosa kita, sebagaimana sering dikidungkan dalam sebuah nyanyian “Kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia”?. Kakak-kakak kandung kita atau bapak kita juga demikian adanya, dengan setia dan kasih pengampunan memperlakukan kita. Jika kita berani dan mampu menghayati kesetiaan dan kasih pengampunan ibu dengan mendalam, kiranya kita memiliki kekuatan dan keberanian untuk mengakui kesalahan dan dosa-dosa kita terhadap saudara-saudari kita yang lain serta mohon kasih pengampunan mereka. Marilah kita saling setia dalam mengasihi dan mengampuni satu sama lain, tanpa pandang bulu.
“Pujilah TUHAN, hai jiwaku! Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku! Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya! Dia yang mengampuni segala kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu, Dia yang menebus hidupmu dari lobang kubur, yang memahkotai engkau dengan kasih setia dan rahmat” (Mzm 103:1-4)
Ign 10 Maret 2012
*) Sumber MIllis KD

Jumat, 09 Maret 2012

“Kerajaan Allah akan diambil dari padamu dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah Kerajaan itu.”

(Kej 37:3-4.12-13a.17b-28; Mat 21:33-43.45-46)
 "Dengarkanlah suatu perumpamaan yang lain. Adalah seorang tuan tanah membuka kebun anggur dan menanam pagar sekelilingnya. Ia menggali lobang tempat memeras anggur dan mendirikan menara jaga di dalam kebun itu. Kemudian ia menyewakan kebun itu kepada penggarap-penggarap lalu berangkat ke negeri lain. Ketika hampir tiba musim petik, ia menyuruh hamba-hambanya kepada penggarap-penggarap itu untuk menerima hasil yang menjadi bagiannya. Tetapi penggarap-penggarap itu menangkap hamba-hambanya itu: mereka memukul yang seorang, membunuh yang lain dan melempari yang lain pula dengan batu. Kemudian tuan itu menyuruh pula hamba-hamba yang lain, lebih banyak dari pada yang semula, tetapi mereka pun diperlakukan sama seperti kawan-kawan mereka. Akhirnya ia menyuruh anaknya kepada mereka, katanya: Anakku akan mereka segani. Tetapi ketika penggarap-penggarap itu melihat anaknya itu, mereka berkata seorang kepada yang lain: Ia adalah ahli waris, mari kita bunuh dia, supaya warisannya menjadi milik kita. Mereka menangkapnya dan melemparkannya ke luar kebun anggur itu, lalu membunuhnya. Maka apabila tuan kebun anggur itu datang, apakah yang akan dilakukannya dengan penggarap-penggarap itu?" Kata mereka kepada-Nya: "Ia akan membinasakan orang-orang jahat itu dan kebun anggurnya akan disewakannya kepada penggarap-penggarap lain, yang akan menyerahkan hasilnya kepadanya pada waktunya." Kata Yesus kepada mereka: "Belum pernahkah kamu baca dalam Kitab Suci: Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru: hal itu terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita. Sebab itu, Aku berkata kepadamu, bahwa Kerajaan Allah akan diambil dari padamu dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah Kerajaan itu. Ketika imam-imam kepala dan orang-orang Farisi mendengar perumpamaan-perumpamaan Yesus, mereka mengerti, bahwa merekalah yang dimaksudkan-Nya. Dan mereka berusaha untuk menangkap Dia, tetapi mereka takut kepada orang banyak, karena orang banyak itu menganggap Dia nabi.” (Mat 21:33-43.45-46), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   “Diwenehi ati ngrogoh rempelo”, demikian kata  sebuah peribahasa Jawa yang menggambarkan orang serakah. Perumpamaan sebagaimana dikisahkan dalam Warta Gembira hari ini juga menggambarkan para imam dan orang-orang Farisi yang serakah, maka ketika mereka tahu disindir oleh Yesus kemudian berusaha ‘menangkap Dia’. Keserakahan kiranya juga terjadi di Indonesia masa kini, yang nampak dalam aneka bentuk korupsi yang dilakukan oleh para pejabat atau petinggi negeri, sebagaimana hampir setiap hari menjadi bahan pembicaraan atau percakapan melalui aneka jenis atau macam media massa. Mereka melakukan korupsi atau tindakan serakah tidak tahu malu lagi, meskipun sudah diketahui oleh banyak orang. Memang mereka lebih suka dirajai oleh harta benda/uang, jabatan atau kehormatan duniawi daripada dirajai oleh Allah, dengan kata lain yang menjadi ‘tuan’ mereka adalah harta benda/uang, jabatan dan kehormatan duniawi, bukan Allah. Sebagai orang beriman atau beragama kita diingatkan bahwa kita adalah anggota Kerajaan Allah, artinya kita dikuasai oleh Allah, dan karena Allah maha segalanya maka mau tak mau kita harus senantiasa melaksanakan kehendak dan perintah Allah di dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari dimana pun dan kapanpun. Saya pribadi sampai kini merasa lebih banyak belajar perihal Allah yang meraja atau Kerajaan Allah dari dan melalui orang-orang miskin dan sederhana; belajar perihal keutamaan-keutamaan atau nilai-nilai kehidupan, yang menyelamatkan dan membahagiakan jiwa. Mereka lebih dirajai oleh Allah daripada orang-orang kaya atau para pejabat tinggi.
·    "Apakah untungnya kalau kita membunuh adik kita itu dan menyembunyikan darahnya? Marilah kita jual dia kepada orang Ismael ini, tetapi janganlah kita apa-apakan dia, karena ia saudara kita, darah daging kita."(Kej 37:26-27), demikian kata Yehuda kepada saudara-saudaranya dalam rangka menyelamatkan saudara mereka, yang bernama Yusuf. Dengan cerdas Yehuda menanggapi keserakahan dan kebencian saudara-saudaranya. Masa kini kiranya kita juga membutuhkan orang-orang cerdas dalam rangka menanggapi kebejatan moral para tokoh dan pemuka negeri kita ini. Maka dengan ini kami mengetok hati anda sekalian, orang-orang jujur dan baik, marilah kita hadapi para koruptor negeri kita ini dengan cerdas. Orang-orang jujur dan baik hendaknya dijaga dan dilindungi, atau kepada anda yang jujur dan baik kami harapkan untuk tetap setia dalam kejujuran dan kebaikan. Percayalah bahwa kejujuran dan kebaikan pada waktunya nanti pasti akan mengalahkan dan menumpas aneka bentuk kejahatan, kebohongan dan tindakan korupsi. Kita siapkan anak-anak atau generasi muda kita agar tetap hidup jujur dan baik, agar masa depan mereka mampu menyelamatkan negeri ini dari kehancuran. Kita tahu sejarah Yusuf, yang dibenci saudara-saudaranya, akhirnya menjadi penyelamat mereka. Sabar dan tekunlah dalam kejujuran dan kebaikan.
“ Ketika Ia mendatangkan kelaparan ke atas negeri itu, dan menghancurkan seluruh persediaan makanan, diutus-Nyalah seorang mendahului mereka: Yusuf, yang dijual menjadi budak. Mereka mengimpit kakinya dengan belenggu, lehernya masuk ke dalam besi, sampai saat firman-Nya sudah genap, dan janji TUHAN membenarkannya” (Mzm 105:16-19)
Ign 9 Maret 2012
*) Sumber Millis KD

Kamis, 08 Maret 2012

“Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita”

(Yer 17:5-10; Luk 16:19-31)
 "Ada seorang kaya yang selalu berpakaian jubah ungu dan kain halus, dan setiap hari ia bersukaria dalam kemewahan. Dan ada seorang pengemis bernama Lazarus, badannya penuh dengan borok, berbaring dekat pintu rumah orang kaya itu, dan ingin menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh dari meja orang kaya itu. Malahan anjing-anjing datang dan menjilat boroknya. Kemudian matilah orang miskin itu, lalu dibawa oleh malaikat-malaikat ke pangkuan Abraham. Orang kaya itu juga mati, lalu dikubur. Dan sementara ia menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya. Lalu ia berseru, katanya: Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini. Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita. Selain dari pada itu di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang. Kata orang itu: Kalau demikian, aku minta kepadamu, bapa, supaya engkau menyuruh dia ke rumah ayahku, sebab masih ada lima orang saudaraku, supaya ia memperingati mereka dengan sungguh-sungguh, agar mereka jangan masuk kelak ke dalam tempat penderitaan ini. Tetapi kata Abraham: Ada pada mereka kesaksian Musa dan para nabi; baiklah mereka mendengarkan kesaksian itu. Jawab orang itu: Tidak, Bapa Abraham, tetapi jika ada seorang yang datang dari antara orang mati kepada mereka, mereka akan bertobat. Kata Abraham kepadanya: Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang at
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   “Berakit-rakit ke hulu, berrenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu dan bersenang-senang kemudian”, demikian kata sebuah peribahasa. Isi peribahasa ini hemat saya telah dihayati dalam dunia kerja, yaitu bekerja keras lebih dahulu baru kemudian menerima imbal jasa atau gajian. Ada rumor juga bahwa apa yang telah kita nikmati di dunia ini di akhirat nanti tidak boleh menikmati lagi, sedangkan apa yang belum kita nikmati selama di dunia ini maka di akhirat nanti dengan leluasa dan seenaknya kita boleh menikmati. Misalnya orang yang selama di dunia jarang dan tak pernah berdoa, maka di akhirat nanti harus berdoa terus menerus, orang yang selama di dunia ini hidup seenaknya dan berpesta- pora, maka di akhirat nanti harus bekerja keras dan bermatiraga. Maka marilah selama masa Prapaska ini kita mawas diri sejauh mana kita bermatiraga alias berusaha mengendalikan gerak langkah raga atau anggota tubuh sedemikian rupa sehingga gerak langkahnya sesuai dengan kehendak Tuhan. Secara konkret kami berharap kepada para pelajar atau mahasiswa agar belajar sungguh-sungguh setiap hari, demikian juga para pekerja yang bekerja dalam bidang apapun, kami harapkan sungguh bekerja keras. “Bekerja keras adalah sikap dan perilaku yang suka berbuat hal-hal yang positif dan tidak suka berpangku tangan serta selalu gigih dan sungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka-Jakarta 1997, hal 10). Mereka yang bermalas-malas kami harapkan segera bertobat.
·   Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah.” (Yer 17:7-8), demikian peringatan nabi Yeremia kepada kita semua umat beriman. Kita semua kiranya mendambakan senantiasa di dalam berkat dan rahmat Tuhan, sehingga cara hidup dan cara bertindak kita senantiasa kerbuahkan apa-apa yang baik, menyelamatkan dan membahagiakan, terutama keselamatan dan kebahagiaan jiwa, entah jiwa kita sendiri maupun jiwa orang-orang yang kena dampak  cara hidup dan cara bertindak kita. Maka hendaknya kita sungguh menaruh harapan kepada Tuhan, bukan kepada manusia atau ciptaan-ciptaan lainnya di bumi ini, seperti tanaman atau binatang maupun aneka macam jenis harta benda, jabatan dan kehormatan duniawi. Menaruh harapan kepada Tuhan berarti cita-cita, dambaan, kerinduan atau impian kita senantiasa sesuai dengan kehendak Tuhan. Secara konkret sebagai orang yang telah dibaptis berarti senantiasa hidup dan bertindak menolak semua godaan setan dan hanya mengabdi Tuhan saja, sebagai suami-isteri senantiasa saling mengasihi baik dalam untung maupun malang, sehat maupun sakit, sebagai biarawan-biarawati atau anggota lembaga hidup bakti senantiasa membaktikan diri sepenuhnya kepada Tuhan melalui sesamanya maupun tugas pekerjaan, dst… Semoga cara hidup dan cara bertindak kita senantiasa menghasilkan buah-buah kebaikan dimanapun dan kapanpun.
“Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil” (Mzm 1:1-3)
Ign 8 Maret 2012
*) Sumber Millis KD

“Anak Manusia datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani “

(Yer 18:18-20; Mat 20:17-28)
Ketika Yesus akan pergi ke Yerusalem, Ia memanggil kedua belas murid-Nya tersendiri dan berkata kepada mereka di tengah jalan: "Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan Anak Manusia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, dan mereka akan menjatuhi Dia hukuman mati. Dan mereka akan menyerahkan Dia kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, supaya Ia diolok-olokkan, disesah dan disalibkan, dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan." Maka datanglah ibu anak-anak Zebedeus serta anak-anaknya itu kepada Yesus, lalu sujud di hadapan-Nya untuk meminta sesuatu kepada-Nya. Kata Yesus: "Apa yang kaukehendaki?" Jawabnya: "Berilah perintah, supaya kedua anakku ini boleh duduk kelak di dalam Kerajaan-Mu, yang seorang di sebelah kanan-Mu dan yang seorang lagi di sebelah kiri-Mu." Tetapi Yesus menjawab, kata-Nya: "Kamu tidak tahu, apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan, yang harus Kuminum?" Kata mereka kepada-Nya: "Kami dapat." Yesus berkata kepada mereka: "Cawan-Ku memang akan kamu minum, tetapi hal duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa Bapa-Ku telah menyediakannya." Mendengar itu marahlah kesepuluh murid yang lain kepada kedua saudara itu. Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: "Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang."(Mat 20:17-28), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Memperhatikan dan mencermati aneka kekerasan dan kebrutalan yang hampir setiap hari terjadi di kota-kota di Indonesia masa kini menunjukkan  bahwa mereka yang terlibat di dalam kekerasan atau kebrutalan menerima pendidikan yang keras di dalam keluarga atau sekolahnya, atau mereka terbiasa melihat kekerasan di lingkungan hidup mereka. Kekerasan yang terjadi belum tentuk secara phisik, mungkin secara social, emosional, psikis atau spiritual, namun demikian berarti tetap akan menjiwai orang yang bersangkutan untuk bertindak keras dan brutal jika ada kesempatan. Pemerintah-pemerintah melalui aparat-aparatnya juga sering melaksanakan  pemerintahannya dengan kekerasan. Sabda hari ini mengajak dan mengingatkan kita semua untuk memerintah dengan semangat melayani. Kepada mereka yang berada di jajaran pemerintahan, entah menjadi pejabat atau pegawai, kami ingatkan akan sumpah anda, yaitu ketika diangkat menjadi pejabat atau pegawai anda berjanji untuk melayani atau mengabdi rakyat. Hendaknya tidak hanya manis di mulut ketika sedang bersumpah, tetapi juga manis dalam cara hidup dan cara bertindak atau memfungsikan jabatannya. Layanilah dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan tenaga anda, mereka yang harus anda layani. Melayani atau mengabdi orang lain berarti berusaha dengan sungguh-sungguh membahagiakan orang yang dilayani, demi keselamatan dan kesejahteraan hidup mereka. Semoga anda para pejabat atau pegawai pemerintahan tidak gila harta benda/uang, jabatan/kedudukan atau kehormatan duniawi.
·   “Perhatikanlah aku, ya TUHAN, dan dengarkanlah suara pengaduanku! Akan dibalaskah kebaikan dengan kejahatan? Namun mereka telah menggali pelubang untuk aku! Ingatlah bahwa aku telah berdiri di hadapan-Mu, dan telah berbicara membela mereka, supaya amarah-Mu disurutkan dari mereka” (Yer 18:19-20), demikian doa Yeremia yang menerima ancaman untuk dibunuh oleh mereka yang memusuhinya. Orang baik, benar, jujur dan rendah hati di negeri ini juga sering menerima ancaman atau terror dari para penguasa yang gila harta benda/uang, jabatan maupun kehormatan duniawi, entah secara langsung atau melalui suruhan/perantara. Kepada mereka yang sering menerima ancaman atau terror yang demikian itu kami harapkan tetap tenang dan tegar seraya persembahkan semuanya kepada Tuhan. Jangan hadapi dan sikapi ancaman atau terror dengan takut dan balas dendam, karena dengan demikian kekerasan dan kebrutalan akan muncul. Tetap berdirilah teguh dalam Tuhan, yang berarti tetap baik, benar, jujur dan rendah hati, karena dengan demikian ancaman atau terror akan mundur dan berhenti dengan sendirinya. Ancaman dan terror berasal dari setan, dengan kekuatan setan, dan kita percaya Tuhan pasti mengalahkan setan, maka bersama dan bersatu dengan Tuhan kita dapat mengatasi ancaman dan terror. Marilah kita ingat dan kenangkan dan belajar darinya, yaitu para ibu dan anak-anak berbaris teratur seraya berdoa rosario dengan tenang dan tegar menghadapi tentara-tentara dengan tank perang serta pesenyataan mutakhir lainnya, dimana akhirnya kekerasan yang dikirim oleh Presiden Marcos, yang gila akan harta benda/uang, jabatan dan kehormatan duniawi, mundur teratur. Doa telah mengalahkan kekerasan phisik, itulah yang terjadi.
“Sebab aku mendengar banyak orang berbisik-bisik, -- ada kegentaran dari segala pihak! -- mereka bersama-sama bermufakat mencelakakan aku, mereka bermaksud mencabut nyawaku.Tetapi aku, kepada-Mu aku percaya, ya TUHAN, aku berkata: "Engkaulah Allahku!"Masa hidupku ada dalam tangan-Mu, lepaskanlah aku dari tangan musuh-musuhku dan orang-orang yang mengejar aku!” (Mzm 31:14-16) 
Ign 7 Maret 2012
*) Sumber Millis KD