Sabtu, 29 September 2012

"Jangan kamu cegah dia! Sebab tidak seorang pun yang telah mengadakan mujizat demi nama-Ku, dapat seketika itu juga mengumpat Aku.”

Ketika saya bertugas sebagai Ekonom Keuskupan Agung Semarang, saya sering bepergian cukup lama berhubungan dengan tugas tersebut, entah di dalam negeri atau ke luar negeri. Waktu itu saya bepergian ke luar negeri dan begitu pulang kembali ke tempat tinggal, wisma uskup, saya memperoleh informasi bahwa salah seorang pegawai telah dipanggil Tuhan. Dalam hati saya bertanya-tanya: bagaimana urusan pemakaman dst.., tiba-tiba salah seorang pegawai yang bertugas dalam keuangan memberi laporan kepada saya bahwa telah mengeluarkan uang melebihi dari wewenang yang dimiliki guna urusan pemakaman pegawai yang dipanggil Tuhan tersebut. Yang bersangkutan minta maaf, namun sebaliknya saya sangat berterima kasih atau kebijakan dan tindakannya, karena ia telah melakukan tugas yang seharusnya menjadi tugas atau pekerjaan saya. Dalam hidup sehari-hari hal itu dapat terjadi dalam diri siapa saja, dimana tugas pekerjaan utamanya dikerjakan orang lain: ada yang marah-marah karena merasa dilecehkan atau dilangkahi, sebagaimana dikatakan para rasul kepada Yesus, yang melaporkan bahwa ada orang yang mengusir setan atau mengadakan mujizat dalam nama Yesus. Yesus tidak marah, melainkan mengingatkan para rasul, sebagaimana saya kutipkan di atas. Maka marilah kita renungkan atau refleksikan sabda Yesus di bawah ini. "Jangan kamu cegah dia! Sebab tidak seorang pun yang telah mengadakan mujizat demi nama-Ku, dapat seketika itu juga mengumpat Aku.” (Mrk 9:39) Semua yang dimaksudkan dengan mujizat atau perbuatan baik, mulia, luhur dan bermoral berasal dari Tuhan atau tindakan sebagai perwujudan kehendak Tuhan. Dengan kata lain sungguh dilakukan oleh orang yang sungguh beriman handal dan mendalam. Tuhan menghendaki apa yang diciptakan dalam keadaan baik adanya, maka jika terjadi dalam diri ciptaanNya tidak baik serta ada orang yang berusaha dengan kerja keras memperbaikinya, berarti orang yang bersangkutan tidak mengumpat atau melawan kehendak Tuhan. Maka ketika ada orang yang berbuat demikian hendaknya disyukuri dan diterimakasihi, bukan dicegah atau dilarang. Dalam sabda hari ini kita semua juga diingatkan agar senantiasa memfungsikan semua anggota tubuh kita untuk melakukan apa yang baik, luhur dan bermoral. Dengan keras dan tegas Yesus bersabda bahwa jika ada anggota tubuh kita yang melakukan perbuatan tidak baik, tidak luhur dan tidak bermoral, lebih baik dipotong saja. Apa yang disabdakan oleh Yesus ini kiranya pada masa sekarang juga masih dilakukan oleh aliran agama Islam tertentu, sebagaimana kita ketahui akan adanya hukuman mati dengan dipancung atau dirajam sampai mati atau pemotongan anggota tubuh yang melakukan kejahatan. Maka kami harapkan kita semua memfungsikan semua anggota tubuh kita untuk melakukan apa yang baik, mulia, luhur dan bermoral. Pelanggaran pemfungsian anggota mulai dari pikiran atau otak, yang kemudian menjadi nyata dalam omongan/mulut atau bahkan langsung ke tindakan konkret dengan kaki atau tangan. Melalui mulut misalnya dengan omongan keras atau marah-marah, bicara jorok atau porno, sedangkan dengan tangan atau kaki pada umumnya melukai orang lain. Masuknya pikiran jahat pada umumnya melalui mata atau telinga; apa yang dilihat dan didengarkan memotivasi pikiran untuk memikirkan sesuatu, yang selanjutnya menjadi nyata dalam tindakan. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan kita semua agar memfungsikan mata dan telinga alias indera penglihatan dan pendengaran guna membina pikiran dan hati kita berpikir dan berperasaan jernih, sehingga cara hidup dan cara bertindak kita akhirnya juga bersih dan jernih. Jika pikiran dan hati kita bersih dan jernih, maka kita juga tidak akan mudah marah ketika ada orang melakukan apa yang baik, sebagaimana kita lakukan alias tidak menjadi curiga atau bahkan melarangnya. Kepada kita semua juga diingatkan bahwa lebih baik anggota tubuh kita tidak sempurna tetapi bersih dan suci daripada anggota tubuh lengkap dan sempurna tetapi senantiasa digunakan untuk melakukan kejahatan. Dalam aneka pemberitaan, entah melalui TV atau youtube, kita sering melihat orang-orang cacat fisik namun sungguh unggul dalam suatu permainan olah raga atau sukses hidup berkeluarga. Semoga kita semua yang memiliki anggota tubuh utuh dan sehat suskses dalam aneka tugas dan kewajiban maupun penghayatan panggilan. “Jadi sekarang hai kamu orang-orang kaya, menangislah dan merataplah atas sengsara yang akan menimpa kamu! Kekayaanmu sudah busuk, dan pakaianmu telah dimakan ngengat! Emas dan perakmu sudah berkarat, dan karatnya akan menjadi kesaksian terhadap kamu dan akan memakan dagingmu seperti api. Kamu telah mengumpulkan harta pada hari-hari yang sedang berakhir.” (Yak 5:1-3). Apa yang dikatakan oleh Yakobus di atas ini kiranya merupakan peringatan jelas dan tegas bagi siapapun yang bersikap mental materialistis atau duniawi selama hidup di dunia ini. Maka kami berharap kepada segenap umat beriman atau beragama untuk tidak bersikap mental materialistis, namun sungguh hidup sederhana dan tentu saja juga tidak materialistis, maklum ada orang yang terpaksa hidup sederhana karena kemiskinannya tetapi bersikap mental materialistis. Aneka bentuk harta benda dan uang ketika kita mati atau dipanggil Tuhan tiada gunanya lagi, atau bahkan ketika anda kaya raya akan harta benda dan uang tetapi kurang memperhatikan pendidikan anak-anak anda, maka harta benda dan uang yang anda tinggalkan pasti akan menjadi rebutan dan menimbulkan kericuhan dalam diri anak-anak yang anda tinggalkan. Peringatan Yakobus di atas hendaknya sungguh menjadi bahan refleksi atau permenungan bagi mereka yang kaya akan harta benda atau uang. Memang tidak salah anda menjadi kaya akan harta benda atau uang, namun hendaknya fungsikan harta benda atau uang anda sebagai bantuan atau pertolongan bagi anda untuk mengejar tujuan manusia diciptakan, yaitu untuk memuji, memuliakan, menghormati dan mengabdi Tuhan demi keselamatan jiwa. Semakin anda memiliki banyak harta benda dan uang kami harapkan anda juga semakin suci, semakin membaktikan diri sepenuhnya kepada Tuhan, sehingga juga semakin dikasihi oleh Tuhan dan sesama manusia “Lalu turunlah TUHAN dalam awan dan berbicara kepada Musa, kemudian diambil-Nya sebagian dari Roh yang hinggap padanya, dan ditaruh-Nya atas ketujuh puluh tua-tua itu; ketika Roh itu hinggap pada mereka, kepenuhanlah mereka seperti nabi, tetapi sesudah itu tidak lagi.” (Bil 11:25). Kutipan ini kiranya dapat menjadi pertolongan bagi kita dalam mawas diri, terutama dalam rangka mengenali peringatan Tuhan melalui gejala-gejala alam yang terjadi dalam lingkungan hidup kita. Dalam hal ini kiranya para petani sungguh mahir, artinya mereka sungguh peka akan peringatan Tuhan melalui peristiwa alam. Secara konkret kami ingatkan perihal bencana banjir maupun kekeringan yang sering terjadi. Bukankah banjir maupun kekeringan terjadi karena keserakahan manusia dalam menggunakan hasil bumi, seperti pembabatan hutan maupun pertambangan yang tak peduli terhadap lingkungan hidup. Maka dengan ini kami berharap kepada mereka yang serakah menggunakan ‘hasil bumi’ untuk mengendalikan diri, dan ingatlah akan anak-cucu-cicit atau keturunan anda di masa depan. “Takut akan TUHAN itu suci, tetap ada untuk selamanya; hukum-hukum TUHAN itu benar, adil semuanya, Lagipula hamba-Mu diperingatkan oleh semuanya itu, dan orang yang berpegang padanya mendapat upah yang besar. Siapakah yang dapat mengetahui kesesatan? Bebaskanlah aku dari apa yang tidak kusadari. Lindungilah hamba-Mu, juga terhadap orang yang kurang ajar; janganlah mereka menguasai aku! Maka aku menjadi tak bercela dan bebas dari pelanggaran besar” (Mzm 19:10.12-14) Ign 30 September 2012 *) Sumber Millis KD

“Engkau akan melihat langit terbuka dan malaikat Allah”

(Why 12:7-12a; Yoh 1:47-51) “ Kata Filipus kepadanya: "Mari dan lihatlah!" Yesus melihat Natanael datang kepada-Nya, lalu berkata tentang dia: "Lihat, inilah seorang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya!" Kata Natanael kepada-Nya: "Bagaimana Engkau mengenal aku?" Jawab Yesus kepadanya: "Sebelum Filipus memanggil engkau, Aku telah melihat engkau di bawah pohon ara." Kata Natanael kepada-Nya: "Rabi, Engkau Anak Allah, Engkau Raja orang Israel!" Yesus menjawab, kata-Nya: "Karena Aku berkata kepadamu: Aku melihat engkau di bawah pohon ara, maka engkau percaya? Engkau akan melihat hal-hal yang lebih besar dari pada itu." Lalu kata Yesus kepadanya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya engkau akan melihat langit terbuka dan malaikat-malaikat Allah turun naik kepada Anak Manusia." (Yoh 1:47-51), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Mikael, Gabriel dan Rafael, Malaikat Agung, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Malaikat adalah ciptaan Allah yang berada ‘di atas’ manusia, artinya lebih tinggi daripada manusia. “Para malaikat dan manusia, ciptaan yang berakal budi dan bebas, harus menyongsong tujuan terakhir dengan kehendak bebas dan mengutamakan tujuan itu karena cinta” (Kamus Gereja Katolik no 311). Malaikat sebagai ciptaan Allah antara lain memiliki tugas untuk meneruskan kehendak Allah kepada manusia atau mendampingi manusia dalam mengejar tujuan manusia diciptakan, yaitu keselamatan jiwanya. Hari ini kita kenangkan para Malaikat Agung, yang diimani menjadi komandan para malaikat dalam fungsi khususnya, yaitu Mikael memimpin para malaikat dalam memerangi kejahatan, Gabriel memimpin para malaikat dalam mewartakan apa-apa yang baik, sedangkan Rafael memimpin para malaikat dalam karya penyembuhan orang sakit. Sebagai umat beriman kita diharapkan peka terhadap bisikan dan sentuhan malaikat, yang antara lain dapat menggejala dalam aneka kehendak atau pikiran baik, ajakan-ajakan untuk berbuat baik, entah itu memerangi kejahatan, menyembuhkan mereka yang sedang menderita sakit atau mewartakan apa-apa yang baik. Maka dengan ini kami mengajak anda sekalian untuk memperdalam dan memperkembangkan kepekaan untuk melihat dan mendengarkan, agar kita juga mampu melihat dan mendengarkan apa yang bergejolak dalam hati kita sendiri maupun hati saudara-saudari kita. Dengan kata lain marilah kita perdalam kejernihan suara hati kita, dan untuk itu antara lain senantiasa melakukan apa yang baik dan menyelamatkan, terutama keselamatan jiwa manusia. · "Sekarang telah tiba keselamatan dan kuasa dan pemerintahan Allah kita, dan kekuasaan Dia yang diurapi-Nya, karena telah dilemparkan ke bawah pendakwa saudara-saudara kita, yang mendakwa mereka siang dan malam di hadapan Allah kita. Dan mereka mengalahkan dia oleh darah Anak Domba, dan oleh perkataan kesaksian mereka. Karena mereka tidak mengasihi nyawa mereka sampai ke dalam maut” (Why 12:10-11), demikian suara dari sorga, yang kiranya baik kita renungkan dan refleksikan. Para malaikat memang antara lain menjadi penyalur “keselamatan dan kuasa dan pemerintahan Allah” bagi manusia, yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citra Allah. Situasi hidup bersama pada masa kini kiranya membutuhkan keselamatan dan kuasa dan pemerintahan Allah, karena masih cukup orang-orang yang berpengaruh dalam hidup bersama hidup dan bertindak seenaknya sendiri, demi kepentingan sendiri atau kelompok/organisasinya. “Bonum commune” (= kepentingan umum), itulah yang dikehendaki oleh Allah melalui hidup dan kerja kita apapun dan dimana pun. Secara khusus kami mengajak dan mengingatkan siapapun yang ada dalam jajaran kuasa dan pemerintahan untuk senantiasa berfungsi sebagai utusan-utusan Allah sehingga dalam menjalankan kuasa atau pemerintahannya sesuai dengan kehendak Allah, demi kepentingan atau kesejahteraan umum. Maka selama masih ada warga masyarakat yang miskin dan menderita berarti mereka yang berada di jajaran kuasa dan pemerintahan hanya mementingkan kebutuhan pribadi atau kelompoknya. Ingatlah bahwa anda sebagai yang pegang kuasa dan pemerintahan harus menjadi ‘abdi/pelayan rakyat’, berarti yang menjadi tuan atau atasan anda adalah rakyat, maka bahagiakan dan sejahterakan rakyat. Perhatikan dan tiru para kepala daerah yang sungguh memperhatikan dan mensejahterakan rakyat kecil. “ Aku hendak bersyukur kepada-Mu dengan segenap hatiku, di hadapan para allah aku akan bermazmur bagi-Mu. Aku hendak sujud ke arah bait-Mu yang kudus dan memuji nama-Mu, oleh karena kasih-Mu dan oleh karena setia-Mu; sebab Kaubuat nama-Mu dan janji-Mu melebihi segala sesuatu. Pada hari aku berseru, Engkau pun menjawab aku, Engkau menambahkan kekuatan dalam jiwaku. Semua raja di bumi akan bersyukur kepada-Mu, ya TUHAN, sebab mereka mendengar janji dari mulut-Mu; mereka akan menyanyi tentang jalan-jalan TUHAN, sebab besar kemuliaan TUHAN” (Mzm 138:1-5) Ign 29 September 2012 *) Sumber Millis KD

“Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan”

(Pkh 3:1-11; Luk 9:19-22) “Jawab mereka: "Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia, ada pula yang mengatakan, bahwa seorang dari nabi-nabi dahulu telah bangkit." Yesus bertanya kepada mereka: "Menurut kamu, siapakah Aku ini?" Jawab Petrus: "Mesias dari Allah." Lalu Yesus melarang mereka dengan keras, supaya mereka jangan memberitahukan hal itu kepada siapa pun. Dan Yesus berkata: "Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga.” (Luk 9:19-22), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Setia pada iman atau ajaran agama yang benar kiranya tak akan pernah terlepas dari aneka penderitaan, hambatan dan tantangan. Semua agama maupun ajaran perihal iman kiranya memuncak atau berpusat pada ajaran cintakasih, dan cintakasih sejati tak akan terlepas dari penderitaan sebagaimana dihayati oleh Yesus yang harus menderita dan wafat di kayu salib karena cintakasihNya kepada umat manusia di bumi ini. Saya percaya bahwa anda sebagai suami-isteri yang saling mengasihi juga tak pernah lepas dari penderitaan, demikian juga cintakasih orangtua terhadap anak-anaknya. Maka sabda hari ini hemat saya tidak terlalu asing bagi mereka yang hidup saling mengasihi satu sama lain di dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari, khususnya para suami-isteri yang baik, saling mengasihi dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap tenaga atau tubuh. Maka tak henti-hentinya kami mengajak dan mengingatkan para orangtua/bapak-ibu untuk mewariskan penderitaan dan pengorbanan sebagai konsekwensi hidup saling mengasihi kepada anak-anaknya. Maka jauhkan aneka bentuk pemanjaan pada anak-anak dalam mendidik dan mendampinginya. Anak-anak sedini mungkin secara bertahap sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan pribadinya hendaknya diperkenalkan akan kerja keras dan penderitaan sebagai konsekwensi dari kesetiaan hidup beriman. Marilah kita hayati motto “jer basuki mowo beyo” (untuk hidup mulia dan berbahagia harus berjuang dan menderita). Jika anda tidak mendidik dan membina anak-anak dalam hal kerja keras dan penderitaan sebagaimana saya maksudkan di atas, maka pada masa depan anda sendiri yang akan kecewa serta menderita di masa lansia anda. · “Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya. Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam; ada waktu untuk membunuh, ada waktu untuk menyembuhkan; ada waktu untuk merombak, ada waktu untuk membangun; ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari;ada waktu untuk membuang batu, ada waktu untuk mengumpulkan batu; ada waktu untuk memeluk, ada waktu untuk menahan diri dari memeluk; ada waktu untuk mencari, ada waktu untuk membiarkan rugi; ada waktu untuk menyimpan, ada waktu untuk membuang; ada waktu untuk merobek, ada waktu untuk menjahit; ada waktu untuk berdiam diri, ada waktu untuk berbicara; ada waktu untuk mengasihi, ada waktu untuk membenci; ada waktu untuk perang, ada waktu untuk damai.” (Pkh 3:1-8). Saya sengaja mengutipkan hampir lengkap karena hemat saya sungguh cukup jelas dan baik. Kita diingatkan akan hal waktu: hendaknya kita tidak cemas dalam hal waktu, karena masing-masing kegiatan pasti akan memiliki waktu. Tentu saja kita semua diharapkan memanfaatkan atau mengisi waktu untuk melakukan apa yang baik dan menyelamatkan, terutama keselamatan jiwa. Kita semua diharapkan untuk tertib dalam hal waktu, jika kita mendambakan hidup bahagia dan sejahtera baik lahir maupun batin, fisik maupun spiritual. Memperhatikan kutipan di atas marilah kita fungsikan waktu untuk menyembuhkan, membangun, mengumpulkan dan mengasihi, gerakan-gerakan, usaha-usaha atau tindakan yang positif, baik dan menyelamatkan. Pengrusakan, perceraian atau perpisahan dan kebencian masih marak di sana-sini, yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak atau kurang beriman, misalnya perusakan hutan, perceraian suami-isteri atau permusuhan antar suku, ras dan agama. Negara kita senantiasa mencanangkan program pembangunan, semoga apa yang dicanangkan tidak berhenti dalam wacana atau tulisan, tetapi menjadi kenyataan, terutama pembangunan manusia seuttuh melalui pelayanan jajaran Departemen Pendidikan maupun Departemen Agama. “Terpujilah TUHAN, gunung batuku, yang mengajar tanganku untuk bertempur, dan jari-jariku untuk berperang; yang menjadi tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, kota bentengku dan penyelamatku, perisaiku dan tempat aku berlindung, yang menundukkan bangsa-bangsa ke bawah kuasaku! Ya TUHAN, apakah manusia itu, sehingga Engkau memperhatikannya, dan anak manusia, sehingga Engkau memperhitungkannya? Manusia sama seperti angin, hari-harinya seperti bayang-bayang yang lewat.” (Mzm 144:1-4) Ign 28 September 2012 *) Sumber Millis KD

Selasa, 25 September 2012

“Ia mengutus mereka untuk memberitakan Kerajaan Allah dan untuk menyembuhkan orang”

(Ams 30:5-9; Luk 9:1-6) “Maka Yesus memanggil kedua belas murid-Nya, lalu memberikan tenaga dan kuasa kepada mereka untuk menguasai setan-setan dan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit.Dan Ia mengutus mereka untuk memberitakan Kerajaan Allah dan untuk menyembuhkan orang, kata-Nya kepada mereka: "Jangan membawa apa-apa dalam perjalanan, jangan membawa tongkat atau bekal, roti atau uang, atau dua helai baju. Dan apabila kamu sudah diterima dalam suatu rumah, tinggallah di situ sampai kamu berangkat dari situ. Dan kalau ada orang yang tidak mau menerima kamu, keluarlah dari kota mereka dan kebaskanlah debunya dari kakimu sebagai peringatan terhadap mereka."Lalu pergilah mereka dan mereka mengelilingi segala desa sambil memberitakan Injil dan menyembuhkan orang sakit di segala tempat.” (Luk 9:1-6), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Sebagai umat beragama atau beriman kita memiliki tugas merasul atau pewartaan, yaitu mewartakan Kerajaan Allah atau Allah yang meraja. Tentu saja pertama-tama dan terutama kita sendiri senantiasa dirajai atau dikuasai oleh Allah, sehingga kita sungguh menjadi gambar atau citra Allah. Sesuai dengan sabda Yesus hari ini hendaknya dalam melaksanakan tugas merasul atau mewartakan Kerajaan Allah kita lebih mengandalkan pribadi kita, bukan aneka macam jenis sarana-prasarana atau peralatan maupun bekal berupa makanan atau uang. Dengan kata lain kehadiran, cara hidup dan cara bertindak kapan pun dan dimana pun hendaknya memikat, mempesona dan menarik orang lain untuk semakin beriman, semakin suci, semakin tergerak untuk melakukan apa yang baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur. Aneka bentuk penyakit social telah menguasai banyak orang masa kini, karena kemajuan dan perkembangan aneka jenis teknologi, antara lain sarana-prasarana komunikasi, seperti HP atau internet. Karena HP orang merasa tidak perlu lagi bertatap muka dalam berkomunikasi atau curhat. HP juga dapat disalahgunakan untuk penipuan atau melakukan kejahatan. Sabda Yesus hari ini mengingatkan kit semua pentingnya tatap muka, silaturahmi, antar kita, saudara, sesama umat beriman atau warga masyarakat. Tentu saja sekali lagi saya mengingatkan orangtua atau bapak-ibu: hendaknya tatap muka atau curhat secara langsung setiap hari tidak dilupakan, didiklah anak-anak anda untuk tidak menggantungkan diri atau dikuasai oleh HP atau internet dalam berkomunikasi. Hemat saya anda sebagai suami-isteri memiliki pengalaman yang mendalam perihal tatap muka dan curhat secara fisik atau langsung, maka teruskan pengalaman tersebut kepada anak-anak anda. Secara khusus juga kami mengingatkan para pewarta, pastor/kyai/pendeta dst.. untuk melupakaan sapaan langsung kepada umat yang harus dilayani,. Datangi dan sapa dengan rendah hati dan kasih umat anda. · “Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku” (Ams 30:8-9). Kutipan ini kiranya sangat bagus untuk kita renungkan dan refleksikan serta kemudian kita hayati. Sebagai umat beriman kita dipanggil untuk menjauhkan diri dari tindak curang atau bohong. Kecurangan dan kebohongan pada masa ini masih marak dan memprihatinkan, lebih-lebih yang terjadi di lingkungan Departemen Pendidikan dan Departemen Agama. Di lingkungan dua departemen yang seharusnya membina warga agar semakin beriman dan berbudi pekerti luhur, ternyata terjadi sebaliknya. Aneka bentuk korupsi melalui aneka proyek masih berlangsung terus, entah itu berupa mark-up anggaran atau kebohongan dalam pelaporan. Sebagai contoh proyek BOS di lingkungan pendidikan dikorupsi seenaknya oleh para pegawai atau pelayan pendidikan. Kalau mereka yang bekerja di jajaran pendidikan korupsi dan berbohong, lalu bagaimana nasib para peserta didik. Sudah dapat diduga bahwa para peserta didik pun belajar korupsi antara lain dengan menyontek dalam ulangan atau ujian, dan hal ini dibiarkan oleh para pendidik/guru atau pengawas. Manipulasi dan kebohongan pembangunan rumah ibadat dan sarana-prasarana ibadat juga masih marak terjadi. Jika dalam hal urusan yang suci saja orang masih korupsi, apalagi dalam hal urusan duniawi. Marilah sedini mungkin anak-anak di dalam keluarga dididik dan dibina untuk tidak melakukan kecurangan dan kebohongan, dan tentu saja orangtua dapat menjadi teladan dalam tindakan baik dan jujur. “Taurat yang Kausampaikan adalah baik bagiku, lebih dari pada ribuan keping emas dan perak Untuk selama-lamanya, ya TUHAN, firman-Mu tetap teguh di sorga.” (Mzm 119:72.89) Ign 26 September 2012 *) Sumber Millis KD

"IbuKu dan saudara-saudaraKu”

(Ams 21:1-6.10-13; Luk 8:19-21) “ Ibu dan saudara-saudara Yesus datang kepada-Nya, tetapi mereka tidak dapat mencapai Dia karena orang banyak. Orang memberitahukan kepada-Nya: "Ibu-Mu dan saudara-saudara-Mu ada di luar dan ingin bertemu dengan Engkau." Tetapi Ia menjawab mereka: "Ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku ialah mereka, yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya.” (Luk 8:19-21), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · KKN = Kolusi, Korupsi dan Nepotisme, itu kata-kata yang kiranya pada masa kini jarang dikatakan, namun masih terus dilakukan atau dihayati. Hemat saya kolusi dan nepotisme tidak apa-apa, asal tidak korupsi. Yang paling memprihatinkan pada masa kini adalah korupsi. “IbuKu dan saudara-saudaraKU ialah mereka, yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya”, demikian sabda Yesus menanggapi seruan orang banyak perihal kedatangan Ibu dan saudara-saudara Yesus. Keutamaan atau keunggulan hidup beragama memang terletak pada ‘mendengarkan dan melakukan firman Allah’ dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari kapan pun dan dimana pun. Hari-hari ini kita masih berada di bulan Kitab Suci, semoga anda semua semakin terampil mendengarkan dan melakukan firman Allah, sebagaimana tertulis di dalam Kitab Suci anda masing-masing. Dan tentu saja pertama-tama kita semakin terampil menjadi pelaku-pelaku atau pelaksana-pelaksana firman Allah dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari. Hemat saya tidak perlu semua ayat dari Kitab Suci harus kita hafalkan dan usahakan untuk dilakukan, tetapi satu dua ayat cukuplah, sebagaimana dihayati oleh para kudus, santo-santa atau juga para gembala atau uskup yang memakai ayat Kitab Suci sebagai motto pelayanannya. Mungkin kita dapat belajar atau bercermin pada tentara, dimana ketika ada perintah, tanpa diskusi atau membantah, segera dilakukan: mereka sungguh taat dan setia para perintah atasan, semoga juga taat dan setia kepada kehendak dan perintah Allah. Melakukan firman atau perintah Allah hemat saya antara lain dapat dihayati dengan mentaati dan melaksanakan aneka tata tertib dan aturan yang terkait dengan hidup dan panggilan serta tugas pengutusan kita masing-masing. Maka dengan ini kami mengajak anda sekalian untuk tertib berlalu-lintas, karena tertib di jalanan hemat saya merupakan cermin bangsa yang baik dan berbudi pekerti luhur. · “Hati raja seperti batang air di dalam tangan TUHAN, dialirkan-Nya ke mana Ia ingini. Setiap jalan orang adalah lurus menurut pandangannya sendiri, tetapi TUHANlah yang menguji hati. Melakukan kebenaran dan keadilan lebih dikenan TUHAN dari pada korban.” (Ams 21:1-3). Kita semua kiranya adalah ‘raja’ di tempat tugas atau pekerjaan kita masing-masing, kita adalah ‘raja’ atas pekerjaan dan tugas yang dibebankan kepada kita. Marilah kita lakukan semua pekerjaan atau tugas sesuai dengan yang diinginkan oleh Tuhan, antara lain kita senantiasa diharapkan bertindak benar dan adil. Bertindak adil antara lain dapat kita wujudkan dengan senantiasa menjunjung tinggi dan menghormati hak-hak azasi manusia, harkat martabat manusia, yang diciptakan sebagai gambar atau citra Tuhan. Segala macam bentuk pelecehan terhadap harkat martabat manusia atau anggota tubuh manusia hemat saya merupakan perbuatan tidak adil. Fungsikan dan perlakukan semua anggota tubuh anda sesuai dengan kehendak Tuhan, artinya segala tindakan atau gerak-gerik kita hendaknya semakin membuat diri kita semakin suci, semakin membaktikan diri seutuhnya kepada kita, dimana kita semakin dikasihi oleh Tuhan dan saudara-saudari kita. Apa yang disebut benar senantiasa berlaku secara universal, kapan saja dan dimana saja, dan kebenaran sejati ada pada Tuhan. Salah satu tindakan benar adalah senantiasa ‘berjalan lurus’, artinya hidup dan bertindak sesuai tata tertib, mengkuti jalan yang benar, sebagaimana kereta api senantiasa melangkah maju mengikuti rel, tidak seenaknya sendiri. Jika anda mendambakan hidup bahagia dan damai sejahtera, hendaknya anda senantiasa ‘berjalan lurus’ dan untuk itu memang butuh kejernihan dan ketulusan hati, maka marilah kita usahakan agar hati kita tetap jernih dan tulus. Untuk mengusahakan dan memperdalam kejernihan dan ketulusan hati, antara lain tidak pernah melupakan doa setiap hari, terutama pemeriksaan batin atau hati. “Aku telah memilih jalan kebenaran, telah menempatkan hukum-hukum-Mu di hadapanku. Buatlah aku mengerti, maka aku akan memegang Taurat-Mu; aku hendak memeliharanya dengan segenap hati. Biarlah aku hidup menurut petunjuk perintah-perintah-Mu, sebab aku menyukainya” (Mzm 119:30.34-35) Ign 25 September 2012 *) Sumber Millis KD

Senin, 24 September 2012

“Tidak ada orang yang menyalakan pelita lalu menutupinya dengan tempayan”

(Ams 3:27-34; Luk 8:16-18) "Tidak ada orang yang menyalakan pelita lalu menutupinya dengan tempayan atau menempatkannya di bawah tempat tidur, tetapi ia menempatkannya di atas kaki dian, supaya semua orang yang masuk ke dalam rumah dapat melihat cahayanya. Sebab tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak akan diketahui dan diumumkan. Karena itu, perhatikanlah cara kamu mendengar. Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, dari padanya akan diambil, juga apa yang ia anggap ada padanya.” (Luk 8:16-18), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Ilmu pengetahuan, keterampilan, bakat, hobby dst.. semakin difungsikan dan disumbangkan kepada orang lain pasti akan semakin bertambah dan handal, sebaliknya jika tak difungsikan akan segera musnah atau hilang. Maka sesuai dengan sabda Yesus hari ini kami mengajak dan mengingatkan kita semua untuk bermurah hati menyalurkan atau memberikan ilmu pengetahuan, keterampilan, bakat atau hobby kepada saudara-saudarinya. Memang pertama-tama dan terutama kita sendiri harus sungguh mencintai ilmu pengetahuan, keterampilan, bakat atau hobby yang kita miliki serta kemudian mewujudkan atau memfungsikannya, entah dibayar atau tidak dibayar, dipuji atau tidak dipuji. Marilah kita sadari dan cermati bahwa mereka yang sukses dalam kerja atau usaha adalah orang-orang yang pertama-tama sungguh mencintai kerja atau usahanya, tanpa kenal lelah mengerjakannya. Berbagai komisi pastoral di dalam lingkungan Gereja Katolik berawal dari seseorang yang begitu tekun dan kerja keras mengembangkan bakatnya. Demikian juga anda yang saat ini menjadi suami-isteri, bukankah pada masa pacaran sungguh tekun dan kerja keras memperkembangkan benih-benih cintakasih, sehingga kemudian terampil dalam saling mengasihi sebagai suami-isteri? Kami berharap kepada kita semua: sekecil atau sesederhana apapun ilmu pengetahuan, keterampilan, bakat atau hobby yang kita miliki, hendaknya difungsikan dan jika mungkin disumbangkan kepada orang lain. Jangan pelit untuk membagikan apa yang kita miliki kepada saudara-saudari kita. · “Janganlah menahan kebaikan dari pada orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya.Janganlah engkau berkata kepada sesamamu: "Pergilah dan kembalilah, besok akan kuberi," sedangkan yang diminta ada padamu” (Ams 3:27-28). Kutipan ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk tidak menunda-nunda memberikan sesuatu kepada orang lain, yang berhak menerimanya. Secara khusus kami ingatkan pertama-tama kepada para pemberi kerja dalam memberikan imbal jasa, hendaknya diberikan pada waktunya. Yang tak ketinggalan perlu saya ingatkan adalah mereka yang harus menyalurkan sumbangan atau dana bagi para korban bencana alam: kami percaya aneka barang dan uang yang anda kumpulkan berasal dari orang-orang yang baik hati dan tulus hati memberikan sebagian miliknya bagi mereka yang sungguh membutuhkan, maka hendaknya ketika menerima sumbangan tersebut segera disalurkan. Memang hal ini hemat saya perlu dididikkan atau dibiasakan pada anak-anak di dalam keluarga dengan teladan konkret dari para orangtua, antara lain anak-anak dididik untuk segera mengerjakan atau menanggapi tugas atau kebutuhan. Mungkin secara konkret anak-anak perlu dididik dalam hal disiplin: disiplin diri pada saat bangun pagi, disiplin diri dalam tugas belajar dst… Tentu saja hal ini harus ada teladan konkret dalam relasi antar bapak dan ibu, suami dan isteri: hendaknya saling tanggap akan kebutuhan masing-masing. Hendaknya cermati dan perhatikan sungguh-sungguh bahasa tubuh saudara-saudari anda, dan tanggapi sebaik mungkin. Dalam hal bahasa tubuh hemat saya para suami-isteri lebih berpengalaman dan mahir, maka hendaknya disalurkan atau diteruskan kepada anak-anaknya. Marilah kita belajar dari atau bercermin pada anggota-anggota tubuh kita, yang saling tanggap satu sama lain setiap kali harus melakukan sesuatu. Misalnya dalam hal makan: mata melihat, tangan mengambil dan kemudian memasukkannya ke mulut dan mulut mengunyah seperlunya untuk seterusnya disalurkan ke perut melalui leher dst… “Yaitu dia yang berlaku tidak bercela, yang melakukan apa yang adil dan yang mengatakan kebenaran dengan segenap hatinya, yang tidak menyebarkan fitnah dengan lidahnya, yang tidak berbuat jahat terhadap temannya dan yang tidak menimpakan cela kepada tetangganya; yang memandang hina orang yang tersingkir, tetapi memuliakan orang yang takut akan TUHAN; yang berpegang pada sumpah, walaupun rugi; yang tidak meminjamkan uangnya dengan makan riba dan tidak menerima suap melawan orang yang tak bersalah. Siapa yang berlaku demikian, tidak akan goyah selama-lamanya” (Mzm 15:2-5) Ign 24 September 2012 *) Sumber Millis KD

"Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku."

Dalam rangka mempersiapkan kunjungan pastoral Paus Yohanes Paulus II ke Indonesia, antara lain di Yogyakarta, tepat di lapangan Angkatan Udara, Maguwo-Yogyakarta, kami, panitia, harus mempersiapkan 20 (duapuluh) tamu VVIP. Mendengar hal itu, kami, panitia, bertanya-tanya: siapa yang selayaknya diundang sebagai tamu VVIP? Dalam kebingungan dan pertanyaan tersebut, tiba-tiba kami menerima info bahwa yang dimaksudkan dengan tamu VVIP adalah bayi/anak balita, lansia, pasien yang sakit berat/keras, anak-anak cacat, dan hendaknya juga diusahakan agar mereka itu terdiri dari aneka cara hidup atau panggilan. Mendengar hal itu, memang kami merasa ada kejelasan, tetapi juga harus menghadapi banyak tantangan, masalah dan hambatan, karena yang mencari tamu dimaksudkan memang harus dipersiapkan sedini mungkin (ditanyakan kesanggupannya) dan pada hari H yang bersangkutan, khusus pasien berpenyakit keras, masih hidup. Para tamu VVIP ini ditempatkan berjajar di pinggir ‘jalan’ di mana Paus akan mengawali Perayaan Ekaristis bersama: Paus memberkati dan menciumi mereka satu per satu. Apa yang dilakukan oleh Paus, Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik, ini kiranya meneladan Yesus yang memeluk anak-anak kecil seraya bersabda : "Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Dan barangsiapa menyambut Aku, bukan Aku yang disambutnya, tetapi Dia yang mengutus Aku." (Mrk 9:37). Maka marilah kita renungkan sabda Yesus ini, lebih-lebih bagi kita yang beriman kepada Yesus Kristus, entah secara formal maupun informal. "Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Dan barangsiapa menyambut Aku, bukan Aku yang disambutnya, tetapi Dia yang mengutus Aku."(Mrk 9:37) Menyambut serta memperlakukan anak kecil tanpa kasih pasti anak yang bersangkutan akan menolak dan menangis, demikian juga dalam menyambut dan memperlakukan mereka yang sudah lanjut usia, menderita sakit keras dst.. Anak-anak pada umumnya juga lebih suci daripada orangtua atau orang dewasa, karena semakin tambah umur atau pengalaman pada umumnya juga semakin bertambah dosa-dosanya. Dengan kata lain Tuhan lebih hadir dan hidup serta menjiwai anak-anak daripada orang dewasa atau orangtua. Maka benarlah apa yang disabdakan oleh Yesus bahwa cara menyambut anak-anak kurang lebih sama atau bahkan identik dengan cara menyambut Tuhan. Secara khusus kami mengharapkan para orangtua yang memiliki anak-anak balita untuk sungguh membaktikan diri pada anak-anak, dengan jiwa besar dan hati rela berkorban memboroskan waktu dan tenaga bagi anak-anaknya selama masa balita. Marilah kita sadari dan hayati bahwa masa balita anak-anak sungguh rawan dan rentan, dimana anak-anak lebih receptif terhadap aneka informasi yang mendatangi, apa yang dilihat dan didengarkan. Hendaknya orangtua menghadirkan diri di hadapan anak-anak dalam dan oleh kasih sejati, sehingga anak-anak sungguh merasa lebih dikasihi oleh orangtuanya daripada pembantu/baby-sitter atau neneknya. Maklum karena demi karir, maka sering terjadi anak-anak balita lebih diasuh dan dididik oleh pembantu atau neneknya, tiada waktu dan tenaga lagi bagi anak-anak balitanya. Yesus mengangkat dan memeluk anak kecil sebagai tanggapan atau reaksi atas pertanyaan di antara murid-muridNya atau para rasul perihal siapa yang terbesar di antara mereka jika Yesus meninggalkan mereka. Yesus mengingatkan dan mengajar mereka bahwa ‘yang terbesar’ hendaknya rendah hati dan bersikap hidup melayani. Ajaran ini kiranya sampai kini terus diusahakan oleh para pembesar atau petinggi Umat Katolik. Ada pepatah yang berbunyi “batang pada semakin bulir-bulirnya berisi akan semakin menunduk, sedangkan yang tak berisi akan menengadah”. Maksud pepatah ini kiranya sama dengan yang dikehendaki oleh Yesus, yaitu: semakin tua, tambah usia dan pengalaman, semakin kaya akan harta benda dan ilmu, semakin tinggi kedudukan dan jabatan, dst.. hendaknya semakin rendah hati, tidak sombong. Ingatlah, sadari dan hayati bahwa hidup kita serta segala sesuatu yang kita miliki dan kuasai sampai kini adalah anugerah Tuhan, bukan semata-mata hasil usaha atau keringat kita, orang yang lemah dan rapuh ini. Kami berharap anak-anak sedini mungkin di dalam keluarga dididik dan dibina perihal hal di atas ini dan tentu saja dengan teladan konkret dari para orangtua. “Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat. Tetapi hikmat yang dari atas adalah pertama-tama murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik. Dan buah yang terdiri dari kebenaran ditaburkan dalam damai untuk mereka yang mengadakan damai” (Yak 3:16-18) Dengan jelas sekali kita diingatkan oleh Yakobus agar tidak iri hati dan tidak mementingkan diri sendiri dalam cara hidup dan cara bertindak kita dimana pun dan kapan pun. Sebagai orang beriman kita diingatkan dan diajak untuk menghayati ‘hikmat yang dari atas’, yaitu “pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan, tidak memihak dan tidak munafik”. Hidup dan bertindak demikian itu hemat saya perlu dijiwai oleh kerendahan hati. Dalam hal panggilan menjadi pendamai, baiklah saya angkat kembali apa yang dikatakan oleh Paus Yohanes Paulus II dalam memasuki Millenium Ketiga pada hari Perdamaian Sedunia, yaitu “There is no peace without justice, there is no justice without forgiveness” (=Tiada perdamaian tanpa keadilan, tiada keadilan tanpa kasih pengampunan). Orang yang menghayati kasih pengampunan hemat saya juga akan menjadi peramah dan penuh belas kasihan. Maka pertama-tama dan terutama marilah kita sadari dan hayati bahwa masing-masing dari kita telah menerima kasih pengampunan secara melimpah ruah dari Tuhan melalui sekian banyak orang yang telah memperhatikan dan mengasihi kita, tentu saja terutama orangtua kita masing-masing. Jika kita menyadari dan menghayati kasih pengampunan ini, maka panggilan untuk mengasihi dan mengampuni orang lain dengan mudah dapat kita lakukan. Kita juga diingatkan untuk ‘tidak memihak dan tidak munafik’. Peringatan atau ajakan ini kiranya pertama-tama dan terutama harus dilakukan oleh mereka yang memiliki kuasa untuk membagi atau memberi imbal jasa: hendaknya dilakukan secara obyektif, sehingga jauh dari pemihakan dan kemunafikan. Para pengusaha dan pemberi kerja kami harapkan dengan adil dan obyektif dalam memberi imbal jasa kepada para pegawai atau buruhnya, paling tidak sesuai dengan peraturan umum yang berlaku, dan syukur lebih. Ingatlah dan sadari bahwa usaha anda sangat tergantung dari para pegawai atau buruh; jika para pegawai atau buruh menerima imbal jasa yang memadai maka mereka akan tergerak untuk memajukan dan mengembangkan usaha anda, sebaliknya jika imbal saja tidak memadai, maka pegawai dan buruh akan bekerja seenaknya dan tidak lama lagi usaha anda akan gulung tikar. Kami berharap ajakan untuk ‘tidak memihak dan tidak munafik’ juga ditanggapi oleh para guru atau pendidik di sekolah-sekolah dalam memperlakukan para murid atau peserta didik, entah itu dalam memberi nilai ulangan maupu peringatan atau tegoran harian. Pemihakan dan kemunafikan yang ada, baik dalam diri orangtua maupun guru/pendidik akan menular pada anak-anak atau peserta didik. “Kacang mongso tinggalo lanjaran”, yang berarti anak-anak pasti akan mengikuti apa yang dilakukan orangtua, para peserta didik akan mengikuti apa yang dilakukan pendidik/guru. “Ya Allah, selamatkanlah aku karena nama-Mu, berilah keadilan kepadaku karena keperkasaan-Mu! Ya Allah, dengarkanlah doaku, berilah telinga kepada ucapan mulutku!Sebab orang-orang yang angkuh bangkit menyerang aku, orang-orang yang sombong ingin mencabut nyawaku; mereka tidak mempedulikan Allah.” (Mzm 54:3-5) Ign 23 September 2012 *) Sumber Millis KD

Selasa, 18 September 2012

"Allah telah melawat umat-Nya."

(1Kor 12:12-14.27-31a; Luk 7:11-17) “Kemudian Yesus pergi ke suatu kota yang bernama Nain. Murid-murid-Nya pergi bersama-sama dengan Dia, dan juga orang banyak menyertai-Nya berbondong-bondong. Setelah Ia dekat pintu gerbang kota, ada orang mati diusung ke luar, anak laki-laki, anak tunggal ibunya yang sudah janda, dan banyak orang dari kota itu menyertai janda itu. Dan ketika Tuhan melihat janda itu, tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia berkata kepadanya: "Jangan menangis!" Sambil menghampiri usungan itu Ia menyentuhnya, dan sedang para pengusung berhenti, Ia berkata: "Hai anak muda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah!" Maka bangunlah orang itu dan duduk dan mulai berkata-kata, dan Yesus menyerahkannya kepada ibunya. Semua orang itu ketakutan dan mereka memuliakan Allah, sambil berkata: "Seorang nabi besar telah muncul di tengah-tengah kita," dan "Allah telah melawat umat-Nya." Maka tersiarlah kabar tentang Yesus di seluruh Yudea dan di seluruh daerah sekitarnya” Luk 7:11-17), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Allah hadir dan berkarya dimana saja dan kapan saja, tak terikat oleh ruang dan waktu, itulah salah satu pelajaran agama yang pernah saya terima ketika saya masih kecil. Memang hanya orang yang memiliki kepekaan hati yang tajam dan rendah hati akan mampu melihat dan mengimani kehadiran dan karya Allah tersebut, dengan kata lain memiliki hati seperti Hati Yesus, yang HatiNya tergerak oleh belas kasihan terhadap orang yang dengan rendah hati menghadapNya, lebih-lebih orang yang sungguh membutuhkan bantuan atau pertolongan. Maka marilah kita usahakan agar kita memiliki hati yang berbelas kasih kepada siapapun tanpa pandang bulu. Dengan kata lain marilah kita hayati rahmat kenabian yang dianugerahkan Tuhan kepada kita sebagai umat beriman. Tugas utama seorang nabi adalah meneruskan kehendak dan rahmat Tuhan, maka sebagai umat beriman marilah kita saling berbelas kasih alias menyalurkan atau meneruskan rahmat dan kehendak Tuhan. Kita dipanggil untuk menghibur saudara-saudari kita yang sedang menderita atau mengalami kesusahan, sebagaimana dilakukan oleh Yesus yang telah menghibur janda miskin dimana anak tunggalnya meninggal dunia. Mungkin kita tidak akan melakukan identik seperti dilakukan oleh Yesus, melainkan menghibur orang lain dengan membangkitkan kelesuan atau ketidak-gairahan mereka dalam hidup dan tugas pengutusan. Ada kemungkinan mereka lesu dan tak bergairah karena kurang diperhatikan, maka marilah kita sapa dan perhatikan dengan hati yang berbelas kasih serta kerendahan hati. Marilah kita saling menghibur dan menggairahkan satu sama lain dalam dan melalui cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari dimana pun dan kapan pun · “Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus. Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh. Karena tubuh juga tidak terdiri dari satu anggota, tetapi atas banyak anggota” (1Kor 12:12-14), demikian peringatan Paulus kepada umat di Korintus, kepada kita semua umat beriman, khususnya yang beriman kepada Yesus Kristus. Jika kita sungguh saling menghibur dan berbelas kasih, maka akan terjadilan kesatuan atau persaudaraan sejati. Paulus mengingatkan kita semua agar kita hidup bersatu dan bekejasama satu sama lain sebagaimana anggota-anggota tubuh kita yang berbeda satu sama lain bekerjasama demi kesehatan, kebugaran dan kesejahteraan tubuh. Perhatikan bagaimana kita kita sedang makan: mata melihat, tangan mengambil dan mengantarkannya ke mulut, mulut mengunyah seperlunya dan kemudian disalurkan ke usus/ perut melalui leher. Tidak ada komandan dan perintah jelas, namun masing-masing anggota berfungsi dan bekerja secara total. Tidak ada iri hati sedikitpun antar anggota tubuh, dan masing-masing anggota tubuh sungguh fungsional di tempatnya masing-masing. Maka marilah kita yang sungguh berbeda satu sama lain: jenis kelamin, usia, pekerjaan, keterampilan dst.. saling bekerjasama. Marilah kita sadari dan hayati bahwa masing-masing dari kita adalah buah atau korban kerjasama cintakasih dari bapak-ibu kita masing-masing, maka jika kita tidak bekerjasama berarti ingkar diri. Kita juga dapat bercermin pada warga masyarakat desa yang sedang bergotong-royong atau semut-semut yang bekerjasama ‘membawa’ bangkai binatang tertentu, dalam hal bekerjasama. “Bersorak-soraklah bagi TUHAN, hai seluruh bumi! Beribadahlah kepada TUHAN dengan sukacita, datanglah ke hadapan-Nya dengan sorak-sorai! Ketahuilah, bahwa TUHANlah Allah; Dialah yang menjadikan kita dan punya Dialah kita, umat-Nya dan kawanan domba gembalaan-Nya.Masuklah melalui pintu gerbang-Nya dengan nyanyian syukur, ke dalam pelataran-Nya dengan puji-pujian, bersyukurlah kepada-Nya dan pujilah nama-Nya! Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun.” (Mzm 100) Ign 18 September 2012 *) Sumber Millis KD

Senin, 17 September 2012

“Keluarkanlah dahulu balok dari matamu”

(1Kor 11:17-26; Luk 7:1-10) "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu. Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu. Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu." "Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu." "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan. Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, atau memberi ular, jika ia meminta ikan?” (Luk 7:1-10), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Memang pada umumnya orang lebih senang dan mudah melihat kekurangan dan kelemahan orang lain daripada kelemahan dan kekurangannya sendiri. Namun demikian tidak apa-apa asal dapat melihat dengan benar dan tajam serta kemudian menjadikan kelemahan dan kekurangan orang lain tidak untuk disebarluaskan, melainkan dijadikan bahan mawas diri serta pembelajaran. Dengan kata lain jadikanlah kegagalan sebagai kesempatan untuk menyadari dan menghayati bahwa kita adalah manusia yang lemah dan rapuh, sehingga jika ada sesuatu yang baik di dalam diri kita sungguh merupakan karya Tuhan dalam diri kita yang lemah dan rapuh ini. Memang agar kita dapat melihat kelemahan dan kekurangan dengan baik dan benar butuh kejernihan dan ketulusan hati kita, maka apa-apa yang membuat hati kita tidak jernih dan tidak tulus hendaknya disingkirkan atau dibuang. “Keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu”, demikian sabda Yesus. “Aku ini adalah orang berdosa yang dipanggil oleh Tuhan untuk berpartisipasi dalam karya penyelamatanNya”, itulah kebenaran iman. Marilah kita sadari dan hayati rahmat dan anugerah Tuhan yang melimpah ruah dalam diri kita yang lemah dan rapuh ini, dan dengan rahmat Tuhan kita tolong saudara-saudari kita membebaskan diri dari aneka macam belenggu dosa. Dengan kata lain kita dipanggil untuk bermurah hati kepada saudara-saudari kita dimana pun dan kapan pun tanpa pandang bulu. · “Apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil roti dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya dan berkata: "Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!" Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata: "Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!” (1Kor 11:23-25). Paulus mengingatkan kita semua akan makna setiap kali kita berpartisipasi di dalam Perayaan Ekaristi, dimana kita menerima Tubuh Kristus, komuni kudus. Kita sama-sama menerima Tubuh yang sama, maka kita dipanggil untuk membangun dan memperdalam persaudaraan atau persahabatan sejati. Hendaknya dijauhkan aneka bentuk permusuhan dan perpecahan. Untuk membangun dan memperdalam persaudaraan atau persahabatan sejati pertama-tama dan terutama adalah berusaha dengan sepenuhnya apa yang sama di antara kita, misalnya sama-sama manusia ciptaan Allah, sama-sama beriman dst.. Sekali lagi saya angkat bahwa jika kita mampu menghayati apa yang sama di antara kita secara mendalam dan handal, maka apa yang berbeda antar kita akan fungsional membangun dan memperdalam persaudaraan atau persahabatan. Jadikanlah apa yang berbeda antar kita sebagai wahana pembelajaran, dengan kata lain marilah kita saling belajar satu sama lain, karena masing-masing dari kita memiliki bakat dan keterampilan yang berbeda. Marilah kita tingkatkan dan perdalam terus-menerus sikap mental belajar: hidup maupun bekerja merupakan kesempatan untuk belajar. Kita juga dapat belajar dari pengalaman kita masing-masing maupun dari orang lain, dan juga belajar melalui atau dari aneka macam peristiwa yang terjadi di lingkungan hidup maupun kerja kita. “Engkau tidak berkenan kepada korban sembelihan dan korban sajian, tetapi Engkau telah membuka telingaku; korban bakaran dan korban penghapus dosa tidak Engkau tuntut. Lalu aku berkata: "Sungguh, aku datang; dalam gulungan kitab ada tertulis tentang aku;aku suka melakukan kehendak-Mu, ya Allahku; Taurat-Mu ada dalam dadaku.” (Mzm 40:7-9) Ign 17 September 2012 *) Sumber Millis KD

"Inilah ibumu!"

(1Kor 10:14-22; Yoh 19:25-27) “Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena. Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: "Ibu, inilah, anakmu!" Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: "Inilah ibumu!" Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya” (Yoh 19:25-27), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta SP Maria Berdukacita hari ini, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Setelah mengenangkan Salib Suci Yesus kita diajak untuk mengenangkan BundaNya, SP Maria Berdukacita, Bunda Maria yang berpartisipasi dalam penderitaan dan salib Yesus. Seorang ibu pada umumnya memang sangat dekat dengan anaknya. Di dalam hidup sehari-hari seorang ibu pada umumnya lebih tahan menderita daripada seorang bapak, dan kasih seorang ibu kepada anak-anaknya juga lebih besar, sebagaimana tercermin dalam sebuah lagu “Kasih ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia”. Dan juga ada motto “sorga ada di bawah telapak kaki ibu”. Maka pertama-tama kami mengajak kita semua yang beriman kepada Yesus Kristus untuk meningkatkan dan memperdalam devosi kepada SP Maria, entah dengan berdoa rosario atau berziarah ke tempat-tempat perziarahan SP Maria. Tentu saja juga tak boleh dilupakan untuk meneladan SP Maria yang rendah hati, hidup sederhana, taat kepada kehendak dan perintah Tuhan. Marilah kita kenangkan dan hayati juga kasih ibu kita masing-masing yang telah mengandung, melahirkan, menyusui dan mendidik kita dengan penuh pengorbanan. Tidak mengakui dan menghayati kasih ibu berarti menjadi orang yang tak tahu kasih, dan pada umumnya juga menjadi orang kurangajar, suka membuat orang lain menderita dan sengsara. Sebagai anak, dan kiranya kita semua pernah atau sedang berposisi sebagai anak, hendaknya menghayati sikap mental ‘kemuridan’, yaitu sikap mental rendah hati dan belajar terus menerus sampai mati. Kita dapat belajar dalam dan melalui aneka peristiwa atau kejadian sehari-hari, dan untuk itu perlu memperdalam keutamaan melihat dan mendengarkan. Sekali lagi semoga kita tidak melupakan ibu kita masing-masing kapan pun juga. · “Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, jauhilah penyembahan berhala! Aku berbicara kepadamu sebagai orang-orang yang bijaksana. Pertimbangkanlah sendiri apa yang aku katakan! Bukankah cawan pengucapan syukur, yang atasnya kita ucapkan syukur, adalah persekutuan dengan darah Kristus? Bukankah roti yang kita pecah-pecahkan adalah persekutuan dengan tubuh Kristus? Karena roti adalah satu, maka kita, sekalipun banyak, adalah satu tubuh, karena kita semua mendapat bagian dalam roti yang satu itu.” (1Kor 10:14-17). Sebagai orang yang percaya kepada Yesus Kristus berarti juga menjadi putera-puteri SP Maria, dengan kata lain kita semua adalah saudara. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan anda semua untuk membangun, memperkembangkan dan memperdalam hidup persaudaraan sejati. Ingatlah dan sadari bahwa SP Maria juga dihormati oleh penganut agama lain, misalnya Islam. Persaudaraan sejati pada masa kini hemat saya sungguh mendesak dan up to date untuk kita hayati dan sebarluaskan, mengingat dan memperhatikan aneka bentuk permusuhan, kebencian dan ketegangan masih marak di sana-sini di dalam kehidupan sehari-hari. Kami berharap kepada para pemimpin dalam hidup bersama dimana pun dan kapan pun untuk memperhatikan masalah persaudaraan sejati ini, tanpa membedakan SARA, Suku, Ras dan Agama. Untuk itu pertama-tama dan terutama marilah kita hayati apa yang sama di antara kita secara mendalam dan handal, agar dengan demikian apa yang berbeda antar kita fungsional memperdalam dan meneguhkan persaudaraan. Marilah kita cermati bahwa laki-laki dan perempuan yang berbeda satu sama lain saling tarik menarik, tergerak untuk mendekat, mengenal dan bersahabat, dan bahkan ada yang akhirnya bersatu menjadi suami-isteri. Hendaknya aneka perbedaan yang ada pada kita menjadi bahan pembelajaran, dan dengan demikian kita saling belajar. Marilah kita hayati motto bangsa kita “Bineka Tunggal Ika”, satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa. “Pada-Mu, TUHAN, aku berlindung, janganlah sekali-kali aku mendapat malu. Luputkanlah aku oleh karena keadilan-Mu, sendengkanlah telinga-Mu kepadaku, bersegeralah melepaskan aku! Jadilah bagiku gunung batu tempat perlindungan, kubu pertahanan untuk menyelamatkan aku!Sebab Engkau bukit batuku dan pertahananku, dan oleh karena nama-Mu Engkau akan menuntun dan membimbing aku. Engkau akan mengeluarkan aku dari jaring yang dipasang orang terhadap aku, sebab Engkaulah tempat perlindunganku. Ke dalam tangan-Mulah kuserahkan nyawaku; Engkau membebaskan aku, ya TUHAN, Allah yang setia” (Mzm 31:2-6) Ign 15 September 2012 *) Sumber Millis KD

“Orang yang percaya kepadaNya beroleh hidup yang kekal.”

(Fil 2:6-11; Yoh 3:13-17) “Tidak ada seorang pun yang telah naik ke sorga, selain dari pada Dia yang telah turun dari sorga, yaitu Anak Manusia. Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal. Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia” (Yoh 3:13-17), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan Pesta Salib Suci hari ini , saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, khususnya yang beragama Katolik, setiap kali berdoa atau mengawali suatu acara atau tugas pekerjaan kita membuat tanda salib seraya berkata “Dalam Nama Bapa, Putera dan Roh Kudus”. Entah sudah berapa kali kita membuat tanda salib mungkin tak sempat menghitung, dan mungkin kita juga tidak sadar lagi apalagi menghayatinya. Maka dalam rangka mengenangkan Pesta Salib Suci hari ini saya mengingatkan dan mengajak anda sekalian untuk mawas diri apa arti membuat tanda salib. Membuat tanda salib hemat saya berarti kita akan hidup dan melakukan segala sesuatu sesuai dengan kehendak dan perintah Tuhan, tidak mengikuti atau menurut selera dan keinginan pribadi. Dengan kata lain kita hidup dan bertindak meneladan Yang Tersalib, yaitu senantiasa membaktikan diri sepenuhnya demi keselamatan atau kebahagiaan orang lain, terutama keselamatan atau kebahagiaan jiwa. Untuk itu orang dengan jiwa besar dan hati rela berkorban siap sedia untuk menderita demi keselamatan atau kebahagiaan orang lain. Cara hidup dan cara bertindaknya dimana pun dan kapanpun senantiasa merupakan perwujudan iman pada Yang Tersalib, memiliki cara melihat, cara berpikir, cara merasa, cara bersikap dan cara bertindak sesuai dengan Yang Tersalib, yaitu melayani sesamanya dengan rendah hati. Kita semua kiranya mendambakan hidup kekal, bahagia dan damai sejahtera selamanya di sorga, setelah meninggal dunia atau dipanggil Tuhan, maka marilah cara hidup dan cara bertindak kita sungguh menunjukkan diri sebagai orang yang memiliki dambaan hidup kekal, bahagia dan damai sejahtera selamanya. Dengan kata lain selama hidup di dunia ini dalam situasi dan kondisi apapun senantiasa bergembira, bergairah dan ceria, karena Tuhan hidup dan berkarya dalam diri kita yang lemah dan rapuh ini. Kita bagaikan orang gila/sinthing yang terus tersenyum dan tidak pernah menyakiti orang lain sedikitpun. · “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Fil 2:5-8), demikian peringatan Paulus kepada umat di Filipi, kepada kita semua yang beriman kepada Yesus Kristus. Peringatan ini kiranya mengajak kita semua untuk senantiasa hidup dan bertindak dengan rendah hati. Salah satu bentuk penghayatan rendah hati pada masa kini yang mendesak dan up to date adalah tidak mengeluh atau tidak menggerutu dalam situasi dan kondisi apapun, termasuk dalam situasi dan kondisi yang sulit dan berat, yang sarat dengan aneka tantangan, masalah dan hambatan. Secara konkret dalam hal-hal biasa setiap hari, misalnya dalam hal makan, minum dan tidur. Makanan dan minuman yang tidak enak namun sehat tetap dinikmati dengan ceria, demikian juga tidur dimana pun tak ada masalah. Ketika orang memiliki masalah dalam hal makanan, minuman dan tidur yang sehat berarti yang bersangkutan sedang menderita sakit, sebagaimana terjadi di rumah sakit. Sebaliknya jika orang tak memiliki masalah dalam hal makanan, minuman dan tidur pada umumnya yang bersangkutan juga tidak akan mengeluh atau menggerutu ketika harus melakukan tugas pekarjaan berat, yang sarat dengan tantangan, masalah maupun hambatan. Maka dengan ini kami berharap kepada para orangtua untuk membiasakan dan mendidik anak-anak sedini mungkin dalam hal makan, minum dan tidur yang sehat, jangan hanya mengikuti selera atau keinginan pribadi. Tentu saja orangtua dapat menjadi teladan bagi anak-anaknya dalam hal makan, minum dan tidur yang sehat. “Apabila Ia membunuh mereka, maka mereka mencari Dia, mereka berbalik dan mengingini Allah; mereka teringat bahwa Allah adalah gunung batu mereka, dan bahwa Allah Yang Mahatinggi adalah Penebus mereka.Tetapi mereka memperdaya Dia dengan mulut mereka, dan dengan lidahnya mereka membohongi Dia.Hati mereka tidak tetap pada Dia, dan mereka tidak setia pada perjanjian-Nya” (Mzm 78:34-37) Ign 14 September 2012 *) Sumber Millis KD

“Kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu”

(1Kor 8:1b-7.11-13; Luk 6:27-38) "Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu. Barangsiapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain, dan barangsiapa yang mengambil jubahmu, biarkan juga ia mengambil bajumu. Berilah kepada setiap orang yang meminta kepadamu; dan janganlah meminta kembali kepada orang yang mengambil kepunyaanmu. Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka. Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosa pun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun berbuat demikian. Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu dari padanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun meminjamkan kepada orang-orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak. Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat. Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati." "Janganlah kamu menghakimi, maka kamu pun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamu pun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni. Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.” (Luk 6:27-38), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Yohanes Krisostomus, Uskup dan Pujangga Gereja, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Sabda hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk senantiasa hidup dengan dan dalam kasih pengampunan dan murah hati, menolak aneka macam bentuk balas dendam maupun kebencian. Kepada yang memusuhi kita diharapkan mengasihinya, sedangkan kepada yang membeci kita diharapkan berbuat baik kepadanya. Hendaknya disadari dan dihayati bahwa orang tidak akan memusuhi dan membenci kita jika mereka tidak memboroskan waktu dan tenaga bagi kita, dan hemat saja pemborosan waktu dan tenaga merupakan wujud kasih yang konkret. Sikapi dan tanggapi mereka yang memusuhi dan membenci kita dengan ‘terima kasih’. Kebetulan hari ini kita juga mengenangkan St.Yohanes Krisostomus, uskup dan pujangga Gereja, yang dikenal dengan berani mencela yang salah dan memuji yang baik. Tentu saja kepada yang salah dengan rendah hati dibetulkan, tidak hanya berhenti dalam mencela saja. Jika secara tatap muka atau fisik kita belum berani mengampuni mereka yang memusuhi dan membenci kita, baiklah kita doakan; biarlah Tuhan sendiri yang mengampuni dan menegornya untuk tidak lagi memusuhi dan membenci. · “ Karena itu apabila makanan menjadi batu sandungan bagi saudaraku, aku untuk selama-lamanya tidak akan mau makan daging lagi, supaya aku jangan menjadi batu sandungan bagi saudaraku” (1Kor 8:13), demikian kesaksian iman Paulus. Dari kutipan ini kiranya yang baik untuk kita renungkan dan refleksikan adalah ‘jangan menjadi batu sandungan bagi saudaraku’. Cara hidup dan cara bertindak kita dimana pun dan kapan pun hendaknya jangan menjadi batu sandungan bagi orang lain untuk berbuat dosa atau melakukan kejahatan. Misalnya dalam hal cara berpakaian atau menempatkan harta kekayaan yang kita miliki. Dalam cara berpakaian hendaknya sungguh sopan, tidak merangsang orang lain untuk berpikiran dan melakukan apa yang jahat atau berdosa. Maaf secara khusus hal ini kami ingatkan kepada rekan wanita atau perempuan: hendaknya jangan menghadirkan diri sedemikian rupa sehingga merangsang kaum laki-laki berpikiran jahat dan melakukan dosa. Kepada kita semua kami harapkan dalam omongan atau pembicaraan juga tidak menjadi batu sandungan, misalnya omong masalah seks atau berbicara keras. Dalam hal makan dan minum hendaknya sederhana saja, tidak berfoya-foya agar tidak menimbulkan pikiran jahat orang lain atau kecurigaan yang tidak perlu. Tak kalah penting adalah menempatkan uang atau barang-barang berharga: tempatkan di tempat yang tidak merangsang orang lain untuk berbuat jahat. Marilah kita saling menjaga dan mengingatkan agar kita tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain. “TUHAN, Engkau menyelidiki dan mengenal aku; Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh. Engkau memeriksa aku, kalau aku berjalan dan berbaring, segala jalanku Kaumaklumi.” (Mzm 139:1-3) Ign 13 September 2012 *) Sumber Millis KD

Rabu, 12 September 2012

"Berbahagialah hai kamu yang miskin karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah.”

(1Kor 7:25-31; Luk 6:20-26) “ Lalu Yesus memandang murid-murid-Nya dan berkata: "Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini lapar, karena kamu akan dipuaskan. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini menangis, karena kamu akan tertawa. Berbahagialah kamu, jika karena Anak Manusia orang membenci kamu, dan jika mereka mengucilkan kamu, dan mencela kamu serta menolak namamu sebagai sesuatu yang jahat. Bersukacitalah pada waktu itu dan bergembiralah, sebab sesungguhnya, upahmu besar di sorga; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan para nabi. Tetapi celakalah kamu, hai kamu yang kaya, karena dalam kekayaanmu kamu telah memperoleh penghiburanmu. Celakalah kamu, yang sekarang ini kenyang, karena kamu akan lapar. Celakalah kamu, yang sekarang ini tertawa, karena kamu akan berdukacita dan menangis. Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu.” (Luk 6:20-26), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Orang miskin yang baik, bermoral atau berbudi pekerti luhur pada umumnya memiliki keterbukaan yang baik terhadap segala kemungkinan dan kesempatan untuk melakukan apa yang baik, menyelamat-kan dan membahagiakan, terutama kebahagiaan dan keselamatan jiwa manusia. Sikap mental macam itulah kiranya yang dimaksudkan oleh Yesus dalam sabda-sabdaNya di atas ini. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan segenap umat beriman atau beragama untuk sungguh ‘berjiwa miskin’, senantiasa memiliki keterbukaan terhadap aneka sentuhan dan kasih Allah melalui ciptaan-ciptaanNya, terutama melalui sesama manusia. Orang yang berjiwa miskin juga rendah hati dan rendah hati merupakan keutamaan yang terutama dan dasar di antara keutamaan-keutamaan lainnya. Keterbukaan atau kerendahan hati pada umumnya juga dimiliki oleh anak-anak kecil atau bayi-bayi, maka dengan ini kami berharap kepada para orangtua atau bapak itu yang memiliki anak kecil atau bayi untuk mengisi keterbukaan anak atau bayinya dengan apa-apa yang baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur, lebih -lebih pada masa balita anak-anak. Suarakan dan perilhatkan apa-apa yang baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur dihadapan anak-anak balita, sehingga anak-anak kemudian juga akan tumbuh berkembang menjadi pribadi yang baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur. Tentu saja kami juga berharap kepada para orangtua maupun para guru atau pendidik juga memiliki kerendahan hati dan keterbukaan: mendengarkan dengan rendah hati suka-duka anak-anak atau peserta didik untuk selanjutnya ditanggapi sesuai dengan kehendak Allah. Marilah kita semua, umat beriman dan beragama, berlomba untuk berjiwa miskin dan rendah hati dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari dimana pun dan kapan pun. · “Saudara-saudara, inilah yang kumaksudkan, yaitu: waktu telah singkat! Karena itu dalam waktu yang masih sisa ini orang-orang yang beristeri harus berlaku seolah-olah mereka tidak beristeri; dan orang-orang yang menangis seolah-olah tidak menangis; dan orang-orang yang bergembira seolah-olah tidak bergembira; dan orang-orang yang membeli seolah-olah tidak memiliki apa yang mereka beli; pendeknya orang-orang yang mempergunakan barang-barang duniawi seolah-olah sama sekali tidak mempergunakannya. Sebab dunia seperti yang kita kenal sekarang akan berlalu.” (1Kor 7:29-31). Masa hidup kita semua memang singkat, dan kapan saja serta dimana saja masa hidup kita dapat berakhir alias sewaktu-waktu kita dapat meninggal dunia atau dipanggil Tuhan. Paulus mengingatkan kita semua untuk menghayati dan menyikapi segala sesuatu yang kita miliki dan kuasai sebagai anugerah Tuhan yang harus digunakan atau difungsikan sesuai dengan kehendak Tuhan. Suami maupun isteri adalah anugerah Tuhan, maka para suami-isteri hendaknya setia pada kehendak Tuhan alias setia pada janji yang telah diikrarkan untuk saling mengasihi baik dalam untung maupun malang, sehat maupun sakit sampai mati. Hendaknya kita semua memfungsikan anggota-anggota tubuh kita sedemikian rupa sehingga kita semakin dikasihi oleh Tuhan maupun saudara-saudari kita, demikian juga menggunakan aneka kekayaan dan sarana-prasarana untuk semakin memuliakan, memuji, menghormati dan mengabdi Tuhan. Semakin tua, semakin kaya, semakin pandai, semakin terampil, dst.. hendaknya juga semakin rendah hati dan suci. Marilah kita sadari dan hayati bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini akan berlalu dengan cepat, termasuk tubuh kita yang kekar, sexy, mempesona dan menawan karena tampan atau cantik. “Dengarlah, hai puteri, lihatlah, dan sendengkanlah telingamu, lupakanlah bangsamu dan seisi rumah ayahmu! Biarlah raja menjadi gairah karena keelokanmu, sebab dialah tuanmu! Sujudlah kepadanya! Keindahan belaka puteri raja itu di dalam, pakaiannya berpakankan emas. Dengan pakaian bersulam berwarna-warna ia dibawa kepada raja; anak-anak dara mengikutinya, yakni teman-temannya, yang didatangkan untuk dia” (Mzm 45:11-12.13-15) Ign 12 September 2012 *) Sumber Millis KD

“Pergilah Yesus ke bukit untuk berdoa dan semalam-malaman”

(1Kor 6:1-11; Luk 6:12-19) “Pada waktu itu pergilah Yesus ke bukit untuk berdoa dan semalam-malaman Ia berdoa kepada Allah. Ketika hari siang, Ia memanggil murid-murid-Nya kepada-Nya, lalu memilih dari antara mereka dua belas orang, yang disebut-Nya rasul: Simon yang juga diberi-Nya nama Petrus, dan Andreas saudara Simon, Yakobus dan Yohanes, Filipus dan Bartolomeus, Matius dan Tomas, Yakobus anak Alfeus, dan Simon yang disebut orang Zelot, Yudas anak Yakobus, dan Yudas Iskariot yang kemudian menjadi pengkhianat. Lalu Ia turun dengan mereka dan berhenti pada suatu tempat yang datar: di situ berkumpul sejumlah besar dari murid-murid-Nya dan banyak orang lain yang datang dari seluruh Yudea dan dari Yerusalem dan dari daerah pantai Tirus dan Sidon. Mereka datang untuk mendengarkan Dia dan untuk disembuhkan dari penyakit mereka; juga mereka yang dirasuk oleh roh-roh jahat beroleh kesembuhan. Dan semua orang banyak itu berusaha menjamah Dia, karena ada kuasa yang keluar dari pada-Nya dan semua orang itu disembuhkan-Nya” (Luk 6:12-19), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Di dalam hidup kita sehari-hari kiranya kita harus menghadapi aneka tawaran dan ajakan yang harus kita pilih dan kerjakan. Demikian juga dalam waktu-waktu tertentu kita dihadapkan suatu pilihan yang sangat menentukan masa depan hidup kita, misalnya memilih jalan hidup untuk berkeluarga atau tidak menikah dengan menjadi imam, bruder atau suster. Untuk hidup berkeluarga juga harus memilih calon suami atau isteri mana yang cocok atau sesuai agar hidup berkeluarga bahagia dan sejahtera sampai mati. Sabda hari ini mengingatkan kita semua bahwa dalam menentukan pilihan hendaknya diawali dengan berdoa lebih dahulu, sebagaimana dilakukan oleh Yesus sebelum memilih dua belas rasul. Sabda hari ini kiranya juga mengingatkan kita semua perihal pemilihan Paus yang disebut ‘konklaf’, dimana para kardinal yang memiliki hak pilih untuk memilih atau dipilih menjadi Paus berkumpul di ruang/kamar tertutup untuk berdoa sebelum menentukan pilihan. Demikian juga pemilihan Uskup dll. Karena kebanyakan dari kita pada umumnya akan hidup berkeluarga, maka dengan ini kami ingatkan rekan muda-mudi untuk sungguh cermat dan teliti serta diiringi dengan doa dalam menentukan calon suami atau isteri. Hendaknya memilih calon yang sungguh dapat menjamin kelangsungan hidup saling mengasihi sebagai suami-isteri sampai mati, dan ingatlah bahwa cintakasih lah yang akan menjadi tali pengikat hidup bersama anda. Maka hendaknya dalam dan dengan cintakasih sejati memilih dan menentukan calon suami atau isteri. Kepada kita semua kami ingatkan: setiap saat kita dihadapkan pada aneka tawaran dan ajakan, maka pilihlah yang lebih menyelamatkan jiwa manusia, baik jiwa anda sendiri maupun jiwa orang lain. · “Tidak tahukah kamu, bahwa orang-orang yang tidak adil tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah? Janganlah sesat! Orang cabul, penyembah berhala, orang berzinah, banci, orang pemburit, pencuri, orang kikir, pemabuk, pemfitnah dan penipu tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah. Dan beberapa orang di antara kamu demikianlah dahulu. Tetapi kamu telah memberi dirimu disucikan, kamu telah dikuduskan, kamu telah dibenarkan dalam nama Tuhan Yesus Kristus dan dalam Roh Allah kita.” (1Kor 6:9-11). Kita semua kiranya mendambakan “mendapat bagian dalam Kerajaan Allah”, artinya mendambakan hidup bahagia dan damai sejahtera jiwa kita. Jika kita sungguh mendambakan hal itu, maka kita diharapkan meninggalkan percabulan, penyembahan berhala, perzinahan, mabuk, fitnah, penipuan dst.. Pada masa kini kiranya yang perlu diperhatikan adalah percabulan, penyembahan berhala dan perzinahan, mengingat dan memperhatikan dampak semangat sikap dan tindakan materialistis yang terjadi. Kemajuan dan perkembangan ekonomi dan tehnologi tanpa sadar telah menggilas sikap mental banyak orang tumbuh berkembang bersikap mental materialistis, yang kemudian berkembang ke dalam aneka bentuk perzinahan dan percabulan. Orang lebih mengutamakan uang atau harta benda di atas segalanya, demikian lebih mengutamakan kenikmatan fisik, entah dalam hal makanan dan minuman maupun seks. Sebagai orang beriman marilah kita bersama-sama memberantas aneka bentuk percabulan, perzinahan maupun penyembahan berhala. Kami berharap mereka yang berpengaruh dalam hidup dan kerja bersama dapat menjadi contoh atau teladan hidup baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur serta tidak bersikap mental materialistis. Para pemuka agama hendaknya terus-menerus memerangi aneka percabulan, perzianahan dan penyembahan berhala, dan tentu saja juga tidak melakukannya dalam bentuk apapun. “Haleluya! Nyanyikanlah bagi TUHAN nyanyian baru! Pujilah Dia dalam jemaah orang-orang saleh. Biarlah Israel bersukacita atas Yang menjadikannya, biarlah bani Sion bersorak-sorak atas raja mereka! Biarlah mereka memuji-muji nama-Nya dengan tari-tarian, biarlah mereka bermazmur kepada-Nya dengan rebana dan kecapi! Sebab TUHAN berkenan kepada umat-Nya, Ia memahkotai orang-orang yang rendah hati dengan keselamatan.” (Mzm 149:1-4) Ign 11 September 2012 *) Sumber Millis KD

“Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat”

(1Kor 5:1-8; Luk 6:6-11) “ Pada suatu hari Sabat lain, Yesus masuk ke rumah ibadat, lalu mengajar. Di situ ada seorang yang mati tangan kanannya.Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi mengamat-amati Yesus, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang pada hari Sabat, supaya mereka dapat alasan untuk mempersalahkan Dia. Tetapi Ia mengetahui pikiran mereka, lalu berkata kepada orang yang mati tangannya itu: "Bangunlah dan berdirilah di tengah!" Maka bangunlah orang itu dan berdiri. Lalu Yesus berkata kepada mereka: "Aku bertanya kepada kamu: Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membinasakannya?" Sesudah itu Ia memandang keliling kepada mereka semua, lalu berkata kepada orang sakit itu: "Ulurkanlah tanganmu!" Orang itu berbuat demikian dan sembuhlah tangannya. Maka meluaplah amarah mereka, lalu mereka berunding, apakah yang akan mereka lakukan terhadap Yesus” (Luk 6:6-11), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Hari Sabat adalah hari yang dikhususkan bagi Allah, namun baiklah kita sadari dan hayati bahwa semua hari diciptakan oleh Allah dan sangat tergantung pada Allah juga. Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat adalah tokoh-tokoh bangsa Yahudi yang begitu mengetengahkan atau mengedepankan aneka tata tertib dan peraturan, buatan manusia, dalam hidup sehari-hari. Dalam Warta Gembira hari ini kita diingatkan bahwa yang penting atau utama adalah perbuatan baik, bukan peraturan atau tata tertib, apalagi hemat saya peraturan atau tata tertib dibuat dan diberlakukan untuk membantu orang melakukan apa yang baik. Maka meskipun hari Sabat atau bagi kita masa kini hari Minggu, yang dikhususkan oleh Tuhan, hendaknya kita tetap berpegang teguh pada tujuan atau maksud aturan dan tata tertib dibuat dan diberlakukan, dengan kata lain hendaknya kita lebih berpedoman pada nilai-nilai moral, tidak berhenti pada nilai-nilai hukum apalagi sopan santun. Dengan kata lain sebagai umat beriman hendaknya kita hidup dan bertindak dijiwai oleh iman, sehingga dalam dan dengan semangat iman hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dan buah dari cara hidup dan cara bertindak kita adalah keselamatan jiwa manusia. Demi keselamatan jiwa manusia hendaknya kita tidak takut jika harus melanggar aturan atau tata tertib, karena nilai atau norma moral lebih tinggi atau mengatasi nilai hukum. Secara khusus kami ingatkan para penegak dan pejuang kebenaran di dalam proses pengadilan hendaknya juga lebih mengutamakan keselamatan jiwa manusia, bukan harta benda atau fisik. · “Buanglah ragi yang lama itu, supaya kamu menjadi adonan yang baru, sebab kamu memang tidak beragi. Sebab anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus. Karena itu marilah kita berpesta, bukan dengan ragi yang lama, bukan pula dengan ragi keburukan dan kejahatan, tetapi dengan roti yang tidak beragi, yaitu kemurnian dan kebenaran” (1Kor 5:7-8), demikian peringatan Paulus kepada umat di Korintus, kepada kita semua umat beriman. Kita diajak dan diingatkan untuk berpesta dengan ragi baru, yaitu “kemurnian dan kebenaran”, maka marilah kita saling bekerjasama mengusahakan hidup murni dan benar, yang berarti tidak pernah melakukan sesuatu yang buruk dan jahat sekecil apapun, sebaliknya dalam hal atau perkara sekecil apapun senantiasa ditanggapi dan dikerjakan dengan cintakasih yang besar. Hendaknya dijauhkan dari kita aneka bentuk kepalsuan dan kebohongan, maklum pada masa kini berkembang begitu pesat aneka bentuk pemalsuan dan kebohongan, antara lain dalam hal makanan, minuman maupun wangi-wangian dst.. Yang mungkin baik kami ingatkan adalah hendaknya kita hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak dan perintah Allah, yang secara konkret dapat kita hayati dengan mengikuti proses kehidupan sesuai dengan karya penciptaan. Hendaknya jangan cepat-cepat kaya atau pandai alias melakukan korupsi, tetapi berproseslah, karena apa-apa yang diperoleh dengan cepat-cepat pada umumnya dengan cepat-cepat pula hilang atau musnah. Kami juga mengingatkan kita semua: jangan terlalu banyak mengkonsumsi aneka makanan dan minuman dalam kemasan atau instant, karena jika anda mengkosumsi terus menerus jenis makanan dan minuman instant atau dalam kemasan tersebut, maka daya tahan tubuh anda lemah dan dengan demikian akan mudah kena penyakit atau cepat mati, tidak umur panjang. Cukup banyak contoh di dalam kehidupan bersama kita dimana orang yang terbiasa mengkonsumsi makanan atau minuman instant mudah jatuh sakit dan cepat mati. “Sebab Engkau bukanlah Allah yang berkenan kepada kefasikan; orang jahat takkan menumpang pada-Mu.Pembual tidak akan tahan di depan mata-Mu; Engkau membenci semua orang yang melakukan kejahatan.Engkau membinasakan orang-orang yang berkata bohong, TUHAN jijik melihat penumpah darah dan penipu.” (Mzm 5:5-7) Ign 10 September 2012 *) Sumber Millis KD

Rabu, 05 September 2012

"Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan."

(1Kor 3:18-23; Luk 5:1`-11) “ Pada suatu kali Yesus berdiri di pantai danau Genesaret, sedang orang banyak mengerumuni Dia hendak mendengarkan firman Allah. Ia melihat dua perahu di tepi pantai. Nelayan-nelayannya telah turun dan sedang membasuh jalanya. Ia naik ke dalam salah satu perahu itu, yaitu perahu Simon, dan menyuruh dia supaya menolakkan perahunya sedikit jauh dari pantai. Lalu Ia duduk dan mengajar orang banyak dari atas perahu. Setelah selesai berbicara, Ia berkata kepada Simon: "Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan." Simon menjawab: "Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga." Dan setelah mereka melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak.Lalu mereka memberi isyarat kepada teman-temannya di perahu yang lain supaya mereka datang membantunya. Dan mereka itu datang, lalu mereka bersama-sama mengisi kedua perahu itu dengan ikan hingga hampir tenggelam. Ketika Simon Petrus melihat hal itu ia pun tersungkur di depan Yesus dan berkata: "Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa." Sebab ia dan semua orang yang bersama-sama dengan dia takjub oleh karena banyaknya ikan yang mereka tangkap; demikian juga Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, yang menjadi teman Simon. Kata Yesus kepada Simon: "Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia." Dan sesudah mereka menghela perahu-perahunya ke darat, mereka pun meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Yesus.” (Luk 5:1-11), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Para rasul memang berasal dari nelayan-nelayan, penjala ikan, yang setiap hari kesibukan atau pekerjaannya mencari atau menjala ikan. Mereka dipanggil oleh Tuhan untuk ditingkatkan atau diperdalam keterampilan sebagai ‘penjala’, dari penjala ikan ke penjala manusia, setelah melaksanakan sabdaNya : "Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan.". Melaksanakan sabda atau perintah Tuhan akhirnya memperoleh hasil yang melimpah ruah. Maka marilah kita sebagai umat beriman setia melaksanakan kehendak dan perintah Tuhan dalam hidup dan kerja kita dan hendaknya lebih mengutamakan keselamatan jiwa manusia. Kita hayati ‘bertolaklah ke tempat yang dalam’ dengan bekerja keras membaktikan diri pada tugas dan kewajiban serentak mengandalkan diri para rahmat atau pendampingan Tuhan. Bekerja keras bersama dan bersatu dengan Tuhan dalam aneka tugas dan kewajiban akan menghasilkan buah yang melimpah ruah, dan dalam kerja atau usaha senantiasa akan lebih mengutamakan keselamatan jiwa manusia. Maka dengan ini kami berharap kepada anda sekalian, lebih-lebih kepada para orangtua maupun pendidik atau guru untuk senantiasa lebih mengutamakan keselamatan atau kebahagiaan jiwa manusia, yang secara konkret berarti senantiasa lebih berusaha agar anak-anak atau para peserta didik tumbuh berkembang menjadi pribadi baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur, bukan cerdas secara intelektual, melainkan cerdas secara spiritual. · “Karena itu janganlah ada orang yang memegahkan dirinya atas manusia, sebab segala sesuatu adalah milikmu: baik Paulus, Apolos, maupun Kefas, baik dunia, hidup, maupun mati, baik waktu sekarang, maupun waktu yang akan datang. Semuanya kamu punya. Tetapi kamu adalah milik Kristus dan Kristus adalah milik Allah”(1Kor 3:21-23). Kita semua adalah ciptaan Allah dan menjadi milik Allah, maka hendaknya menyadari dan menghayati diri dengan konkret sebagai milik Allah. Tentu saja sebagai milik Allah harus hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak dan perintah Allah, tidak mengikuti keinginan atau kemauan pribadi. Apapun yang dikehendaki atau diperintah oleh Allah dalam keadaan atau situasi apapun senantiasa dilaksanakan atau dihayati, tidak pernah melawan atau menghindar dari perintah dan kehendak Allah. Karena kita sama-sama milik Allah, maka selayaknya kita semua, tanpa pandang bulu hidup dalam persaudaraan atau persahabatan sejati, kita adalah sama-sama saudara. Perbedaan yang ada di antara kita lebih bersifat fungsional, agar kehidupan bersama lebih berkualitas dan mendalam. Maka hendaknya jangan ada iri hati di antara kita, dan marilah masing-masing bangga atas apa yang dimiliki, entah itu berupa keterampilan, kepandaian atau kecerdasan. Hendaknya kita senantiasa hidup dalam kerjasama atau gotong-royong, mengingat dan memperhatikan bahwa masing-masing dari kita adalah buah atau korban kerjasama, sehingga tanpa kerjasama kita tak akan tumbuh berkembang sebagaimana adanya pada saat ini. Kita juga diingatkan oleh Paulus untuk tidak memegahkan diri alias sombong, melainkan hendaknya senantiasa rendah hati. “TUHANlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya.Sebab Dialah yang mendasarkannya di atas lautan dan menegakkannya di atas sungai-sungai."Siapakah yang boleh naik ke atas gunung TUHAN? Siapakah yang boleh berdiri di tempat-Nya yang kudus?" "Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu.” (Mzm 24:1-4) Ign 6 September 2012 *) Sumber Millis KD

“Aku harus memberitakan Injil Kerajaan Allah sebab untuk itulah Aku diutus."

(1Kor 3:1-9; Luk 4:38-44) “Kemudian Ia meninggalkan rumah ibadat itu dan pergi ke rumah Simon. Adapun ibu mertua Simon demam keras dan mereka meminta kepada Yesus supaya menolong dia. Maka Ia berdiri di sisi perempuan itu, lalu menghardik demam itu, dan penyakit itu pun meninggalkan dia. Perempuan itu segera bangun dan melayani mereka. Ketika matahari terbenam, semua orang membawa kepada-Nya orang-orang sakitnya, yang menderita bermacam-macam penyakit. Ia pun meletakkan tangan-Nya atas mereka masing-masing dan menyembuhkan mereka. Dari banyak orang keluar juga setan-setan sambil berteriak: "Engkau adalah Anak Allah." Lalu Ia dengan keras melarang mereka dan tidak memperbolehkan mereka berbicara, karena mereka tahu bahwa Ia adalah Mesias. Ketika hari siang, Yesus berangkat dan pergi ke suatu tempat yang sunyi. Tetapi orang banyak mencari Dia, lalu menemukan-Nya dan berusaha menahan Dia supaya jangan meninggalkan mereka. Tetapi Ia berkata kepada mereka: "Juga di kota-kota lain Aku harus memberitakan Injil Kerajaan Allah sebab untuk itulah Aku diutus." Dan Ia memberitakan Injil dalam rumah-rumah ibadat di Yudea.” (Luk 4:38-44), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Yesus adalah Penyelamat Dunia, datang ke dunia untuk menyelamatkan seluruh dunia, maka tidak terbatas oleh tempat, daerah atau area tertentu. Kerajaan Allah harus menguasai atau merajai dunia seisinya, maka kita semua yang beriman kepadaNya juga dipanggil untuk berpartisipasi dalam karyaNya. Memang tugas panggilan ini sarat dengan tantangan dan hambatan, sebagaimna juga dialami oleh Yesus, dimana Ia akan dikultuskan atau ditahan di suatu tempat. Untuk menghindari hal itu Yesus berusaha menyendiri, menyepi untuk berdoa. Berdoa dengan tujuan untuk menyadari Jati Diri yang sebenarnya. Buahnya adalah Ia harus meninggalkan mereka karena Ia harus ke kota-kota lain untuk memberitakan Kerajaan Allah. Sebagai orang yang beriman kepadaNya kita semua dipanggil untuk meneladanNya, yaitu tidak membatasi diri dalam menjadi saksi iman atau mewartakan Kabar Baik, menyebarluaskan apa yang baik, menyelamatkan dan membahagiakan jiwa manusia. Mungkin secara konkret hal ini dapat kita hayati di tengah masyarakat maupun tempat kerja kita masing-masing dengan menjadi saksi iman dalam hidup dan kerja sehari-hari. Di lingkungan hidup dan kerja kita setiap hari kiranya kita dapat membantu saudara-saudari kita yang sedang menderita sakit, entah sakit hati, sakit jiwa, sakit akal budi maupun sakit fisik, dengan membantu usaha penyembuhan mereka entah secara langsung atau tidak langsung. Pendek kata kita semua dipanggil untuk memberantas aneka jenis penyakit yang merusak hidup pribadi maupun bersama, tanpa pandang bulu. · “Karena itu yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang memberi pertumbuhan. Baik yang menanam maupun yang menyiram adalah sama; dan masing-masing akan menerima upahnya sesuai dengan pekerjaannya sendiri. Karena kami adalah kawan sekerja Allah; kamu adalah ladang Allah, bangunan Allah.” (1Kor 3:7-9), demikian kesaksian iman atau peringatan Paulus kepada kita semua, umat beriman. Kutipan di atas ini bagi para suami dan isteri kiranya dapat dihayati bahwa suami sebagai yang menanam, yaitu menanam benih dalam rahim isteri, dan isteri sebagai yang menyiram, yang sccara konkret mengandung benih yang tumbuh berkembang selama kurang lebih selama sembilan bulan, sampai benih lahir dari rahim atau kandungan sang isteri sebagai anak/bayi yang menarik dan mempesona. Marilah baik sang suami maupun sang isteri kami ajak untuk tetap rendah hati, karena Allah lah yang menganugerahi pertumbuhan dan perkembangan bagi benih atau janin. Sedangkan bagi para orangtua dan guru/pendidik apa yang dikatakan oleh Paulus di atas boleh dihayati bahwa orangtua sebagai yang menanam dan guru/pendidik sebagai yang menyiram para murid atau peserta didik yang diserahkan oleh orangtua kepada sekolah dengan permohonan bantuan untuk membantu pendidikan anak-anaknya. Sebagaimana suami dan isteri saling bekerjasama dalam cintakasih dan kebebasan, demikian pula kami harapkan orangtua dan guru/pendidik bekerjasama dalam proses pendidikan atau pembelajaran para peserta didik di sekolah. Dalam kerjasama ini hendaknya jangan dilupakan peran Allah yang utama dan pertama, maka hendaknya bersama-sama mencari dan menemukan karya atau kehadiran Allah dalam diri anak-anak, dengan menganugerahi pertumbuhan dan perkembangan. Masing-masing dari kita adalah korban kerjasama antar suami-isteri dengan Allah, maka selayaknya kita semua senantiasa hidup dan bertindak dengan kerjasama dimana pun dan kapan pun. “Berbahagialah bangsa, yang Allahnya ialah TUHAN, suku bangsa yang dipilih-Nya menjadi milik-Nya sendiri! TUHAN memandang dari sorga, Ia melihat semua anak manusia; dari tempat kediaman-Nya Ia menilik semua penduduk bumi. Dia yang membentuk hati mereka sekalian, yang memperhatikan segala pekerjaan mereka.” (Mzm 33:12-15) Ign 5 September 2012 *) Sumber Millis KD

Senin, 03 September 2012

“Apa urusanMu dengan kami?”

(1Kor 2:10b-16; Luk 4:31-37) “Kemudian Yesus pergi ke Kapernaum, sebuah kota di Galilea, lalu mengajar di situ pada hari-hari Sabat. Mereka takjub mendengar pengajaran-Nya, sebab perkataan-Nya penuh kuasa. Di dalam rumah ibadat itu ada seorang yang kerasukan setan dan ia berteriak dengan suara keras: "Hai Engkau, Yesus orang Nazaret, apa urusan-Mu dengan kami? Engkau datang hendak membinasakan kami? Aku tahu siapa Engkau: Yang Kudus dari Allah." Tetapi Yesus menghardiknya, kata-Nya: "Diam, keluarlah dari padanya!" Dan setan itu pun menghempaskan orang itu ke tengah-tengah orang banyak, lalu keluar dari padanya dan sama sekali tidak menyakitinya. Dan semua orang takjub, lalu berkata seorang kepada yang lain, katanya: "Alangkah hebatnya perkataan ini! Sebab dengan penuh wibawa dan kuasa Ia memberi perintah kepada roh-roh jahat dan mereka pun keluar." Dan tersebarlah berita tentang Dia ke mana-mana di daerah itu.” (Luk 4:31-37), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Mereka yang berbuat jahat atau para penjahat ketika tertangkap basah pada umumnya dengan keras melawan atau bahkan berusaha untuk membinasakan mereka yang berusaha menangkapnya atau paling tidak menakut-nakuti mereka yang mau menangkapnya. Memang begitulah cirikhas roh jahat atau setan yang pada umumnya menggertak mereka yang memusuhi atau membinasakannya. Sebaliknya roh baik pada umumnya bertindak dengan lembut. Maka marilah kita mawas diri: apakah kita lebih dikuasai oleh roh jahat atau roh baik, setan atau malaikat. Kami berharap kepada segenap umat beriman atau pa beragama senantiasa hidup dan bertindak dijiwai oleh roh baik atau malaikat, dan tanpa takut atau tanpa gentar berusaha mengusir roh jahat yang menguasai saudara-saudari kita. Marilah meneladan Yesus yang dengan tenang dan lembut namun tegas mengusir roh jahat dengan berkata “Diam, keluarlah dari padanya”. Biarlah karena tindakan kita yang lembut mengusir setan akhirnya membuat orang yang menyaksikannya takjub, serta menyebarluaskan perbuatan baik kita. Dengan kata lain kita semua umat beriman dipanggil untuk senantiasa menjadi saksi kebaikan-kebaikan, sehingga dari diri kita senantiasa tersiarkan apa-apa yang baik. Pada masa kini rasanya cukup banyak orang dikuasai dan dijiwai oleh roh jahat, yang menggejala ke dalam tindakan-tindakan amoral serta merusak kehidupan bersama. Marilah kita bina diri kita bersama-sama agar kata-kata yang keluar melalui mulut kita sungguh memiliki kuasa atau kekuatan untuk mengusir dan memberantas aneka tindak jahat atau amoral. · “Manusia rohani menilai segala sesuatu, tetapi ia sendiri tidak dinilai oleh orang lain. Sebab: "Siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan, sehingga ia dapat menasihati Dia?" Tetapi kami memiliki pikiran Kristus” (1Kor 2:15-16). Sebagai orang beriman hemat saya kita termasuk ‘manusia rohani’ artinya orang yang hidup dan bertindak sesuai dengan atau dijiwai oleh roh baik, Roh Kudus. Sebagai manusia rohani dapat menilai segala sesuatu, tetapi tidak dinilai orang lain, artinya manusia rohani senantiasa mampu membaca tanda-tanda zaman maupun aneka macam gerak-gerik sesamanya, tentu saja lebih melihat atau mengutamakan karya roh baik dalam diri sesamanya daripada karya roh jahat, dengan kata lain lebih berpikiran positif daripada berpikiran negatif. Secara khusus kami berharap kepada segenap biarawan dan biarawati yang juga sering disebut sebagai rohaniwan-rohaniwati, yang berarti memang sungguh hidup dan bertindak sesuai dengan dorongan Roh Kudus, karena yang menjadi kesukaan atau kebiasaan hidup adalah senantiasa bergaul dengan Roh Kudus. Hidup dan bertindak dijiwai oleh Roh Kudus berarti cara hidup dan cara bertindaknya berbuah keutamaan-keutamaan atau nilai-nilai kehidupan yang menyelamatkan dan mambahagiakanm yaitu “kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri.” (Gal 5:22-23). Semoga para biarawan-biarawati dapat menjadi teladan dalam penghayatan keutamaan-keutamaan atau nilai-nilai tersebut di atas dalam cara hidup dan cara bertindaknya setiap hari dimana pun dan kapan pun, dan segenap umat beriman senantiasa bekerjasama , saling mendukung dan membantu, juga berusaha menghayati keutamaan-keutamaan atau nilai-nilai tersebut diatas. Pecayalah bahwa jika kita bersama-sama berusaha menghayatinya akan lebih berhasil atau sukses daripada sendirian. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh, demikian kata sebuah pepatah. Kita semua diciptakan dan dididik dalam kerjasama atau merupakan buah kerjasama, maka tidak bekerjasama dalam hidup dan bertindak berarti ingkar diri. “TUHAN itu pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya. TUHAN itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya. Segala yang Kaujadikan itu akan bersyukur kepada-Mu, ya TUHAN, dan orang-orang yang Kaukasihi akan memuji Engkau. Mereka akan mengumumkan kemuliaan kerajaan-Mu, dan akan membicarakan keperkasaan-Mu,” (Mzm 145:8-10) Ign 4 September 2012 *) Sumber Millis KD

“Siapakah yang dapat dianggap terbesar di antara mereka”

(2Kor 4:1-2.5-7; Luk 22:24-30) “ Terjadilah juga pertengkaran di antara murid-murid Yesus, siapakah yang dapat dianggap terbesar di antara mereka. Yesus berkata kepada mereka: "Raja-raja bangsa-bangsa memerintah rakyat mereka dan orang-orang yang menjalankan kuasa atas mereka disebut pelindung-pelindung. Tetapi kamu tidaklah demikian, melainkan yang terbesar di antara kamu hendaklah menjadi sebagai yang paling muda dan pemimpin sebagai pelayan. Sebab siapakah yang lebih besar: yang duduk makan, atau yang melayani? Bukankah dia yang duduk makan? Tetapi Aku ada di tengah-tengah kamu sebagai pelayan. Kamulah yang tetap tinggal bersama-sama dengan Aku dalam segala pencobaan yang Aku alami. Dan Aku menentukan hak-hak Kerajaan bagi kamu, sama seperti Bapa-Ku menentukannya bagi-Ku, bahwa kamu akan makan dan minum semeja dengan Aku di dalam Kerajaan-Ku dan kamu akan duduk di atas takhta untuk menghakimi kedua belas suku Israel” (Luk 22:24-30), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Gregorius Agung, Uskup dan Pujangga Gereja, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Paus adalah yang terbesar di dalam Gereja Katolik, namun sebagai yang terbesar Yang Mulia senantiasa berusaha untuk hidup rendah hati dan sederhana, sebagaimana diucapkan dalam doa Syukur Agung. Maka dengan ini kami mengharapkan siapapun yang merasa terbesar dalam hidup dan kerja bersama untuk senantiasa hidup dan bertindak dengan rendah hati dan sederhana, sebagaimana disabdakan oleh Yesus: “yang terbesar di antara kamu hendaklah menjadi sebagai yang paling muda dan pemimpin sebagai pelayan”. Berkali-kali saya mengangkat dan mengingatkan agar siapapun yang merasa terbesar dalam hidup dan kerja bersama hidup dan bertindak dengan rendah hati dan sederhana. Cirikhas orang rendah hati adalah tidak pernah mengeluh atau menggerutu dalam situasi dan kondisi apapun, termasuk pekerjaan atau tugasa berat, makanan atau minuman dst.. namun tetap ceria, gairah dan dinamis, sebagai wujud atau penghayatan bahwa ALLAH senantiasa menyertai dan hidup di dalam dirinya yang lemah dan rapuh. Dengan kata lain apa yang dikatakan dan dilakukan sungguh merupakan kehendak dan suara Allah sendiri. Kami berharap secara khusus kepada rekan-rekan pastor atau imam untuk sungguh hidup dan bertindak dengan rendah hati dalam menghayati panggilan maupun melaksanakan aneka tugas pengutusan dan kewajiban. Demikian pula kami berharap kepada para orangtua untuk menjadi teladan rendah hati bagi anak-anaknya, dan para guru atau pendidik menjadi teladan rendah hati bagi para murid atau peserta didik. · “Sebab bukan diri kami yang kami beritakan, tetapi Yesus Kristus sebagai Tuhan, dan diri kami sebagai hambamu karena kehendak Yesus. Sebab Allah yang telah berfirman: "Dari dalam gelap akan terbit terang!", Ia juga yang membuat terang-Nya bercahaya di dalam hati kita, supaya kita beroleh terang dari pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus. Tetapi harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami” (2Kor 4:5-7). “Harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami”, inilah yang hendaknya menjadi acuan atau pegangan hidup kita sebagai umat beriman atau beragama. Aneka macam jenis barang yang dibuat dari tanah liat memang dengan mudah hancur atau pecah, kembali menjadi tanah liat kembali, demikian pula diri kita ini berasal dari tanah dan akan kembali menjadi tanah setelah meninggal dunia atau dipanggil Tuhan. Dengan kata lain jati diri kita yang asli sebenarnya adalah tanah, maka benarlah apa yang dikatakan oleh Paulus di atas. Bukankah tanah senantiasa diinjak-injak atau berada di tempat paling bawah, namun di atas tanah aneka macam ciptaan Allah dapat hidup, tumbuh dan berkembang. Marilah kita senantiasa siap sedia untuk diinjak-injak alias direndahkan atau dilecehkan, dan biarlah melalui diri kita yang lemah dan rapuh ini tumbuh berkembang aneka keutamaan atau nilai kehidupan yang dibutuhkan untuk hidup sejahtera dan damai sejahtera di bumi maupun di sorga. Jika ada yang baik, mulia, indah dan terpuji dalam diri kita tidak lain merupakan anugerah Allah, dan segala sesuatu yang kita miliki dan kuasai merupakan anugerah Allah, maka sebagai umat beriman kita senantiasa harus rendah hati, bersyukur dan berterima kasih, serta kemudian mewujudkan syukur dan terima kasih dalam tindakan pelayanan nyata bagi orang lain dimana pun, tanpa pandang bulu. “Marilah kita bersorak-sorai untuk TUHAN, bersorak-sorak bagi gunung batu keselamatan kita. Biarlah kita menghadap wajah-Nya dengan nyanyian syukur, bersorak-sorak bagi-Nya dengan nyanyian mazmur. Sebab TUHAN adalah Allah yang besar, dan Raja yang besar mengatasi segala allah” (Mzm 95:1-3) Ign 3 September 2012 *) Sumber Millis KD