Jumat, 31 Agustus 2012

“Lima di antaranya bodoh dan lima bijaksana.”

(1Kor 1:17-25; Mat 25:1-15) "Pada waktu itu hal Kerajaan Sorga seumpama sepuluh gadis, yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki. Lima di antaranya bodoh dan lima bijaksana. Gadis-gadis yang bodoh itu membawa pelitanya, tetapi tidak membawa minyak, sedangkan gadis-gadis yang bijaksana itu membawa pelitanya dan juga minyak dalam buli-buli mereka. Tetapi karena mempelai itu lama tidak datang-datang juga, mengantuklah mereka semua lalu tertidur. Waktu tengah malam terdengarlah suara orang berseru: Mempelai datang! Songsonglah dia! Gadis-gadis itu pun bangun semuanya lalu membereskan pelita mereka. Gadis-gadis yang bodoh berkata kepada gadis-gadis yang bijaksana: Berikanlah kami sedikit dari minyakmu itu, sebab pelita kami hampir padam. Tetapi jawab gadis-gadis yang bijaksana itu: Tidak, nanti tidak cukup untuk kami dan untuk kamu. Lebih baik kamu pergi kepada penjual minyak dan beli di situ. Akan tetapi, waktu mereka sedang pergi untuk membelinya, datanglah mempelai itu dan mereka yang telah siap sedia masuk bersama-sama dengan dia ke ruang perjamuan kawin, lalu pintu ditutup. Kemudian datang juga gadis-gadis yang lain itu dan berkata: Tuan, tuan, bukakanlah kami pintu! Tetapi ia menjawab: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya aku tidak mengenal kamu. Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya." "Sebab hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang yang mau bepergian ke luar negeri, yang memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka.Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat.” (Mat 25:1-15), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Bodoh dan bijaksana dalam hal hidup beriman atau beragama hemat saya lebih erat kaitannya dengan hati daripada otak, dengan kata lain bijaksana merupakan cirikhas hidup orang baik, berbudi pekerti luhur atau bermoral. Kita semua kiranya mendambakan diri tumbuh berkembang menjadi pribadi yang bijaksana, maka marilah kita perhatikan pembinaan atau pendampingan hati, jiwa dan akal budi kita. Memang kesehatan dan kebugaran fisik juga penting, karena ketika tubuh kita sehat dan bugar kiranya kita akan mendapat kemudahan untuk mengembangkan dan memperdalam hati, jiwa dan akal budi. Maka marilah pertama-tama kita berusaha menjaga kesehatan dan kebugaran fisik kita, yang memang di dalamnya secara inklusif kita juga memperhatikan jiwa, hati dan akal budi kita. Tumbuh-berkembang menjadi bijaksana juga erat kaitannya dengan ‘talenta’ yang dianugerahkan Tuhan kepada kita, entah itu berupa kesehatan, keterampilan, kebugaran, kecerdasan dst.., maka jika kita mendambakan diri kita tumbuh berkembang menjadi pribadi yang bijaksana hendaknya mengembangkan dan memperdalam talenta yang telah dianugerahkan oleh Tuhan kepada kita. Segala macam dan bentuk talenta ketika dikembangkan serta disumbangkan kepada orang lain tidak akan berkurang, melainkan akan bertambah dan semakin mendalam dan handal. Usaha untuk bijaksana juga perlu disertai dengan doa atau kehidupan rohani yang baik dan memadai, maka hendaknya jangan melupakan hidup doa atau hidup rohani sehari-hari. · “Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani mencari hikmat, tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan, tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah.” (1Kor 1:22-24). Orang-orang Yahudi lebih menekankan adat-istiadat dan orang-orang Yunani lebih menekankan logika atau pikiran, yang pada hemat saya keduanya sungguh sangat terbatas untuk memahami kebijaksanaan dan kekuatan serta rahmat atau hikmat Allah. Kekuatan dan hikmat Allah bagi orang yang beriman pada Yesus Kristus adalah ‘Salib’. Ingatlah dan sadari bahwa kita sering membuat tanda salib, tanda salib kita buat dalam mengawali dan mengakhiri doa atau pekerjaan, dengan harapan kita akan melakukan segala sesuatu dengan semangat Yang Tersalib, yaitu dengan membaktikan diri seutuhnya pada apa yang ditugaskan atau diwajibkan bagi kita sebagai umat beriman atau beragama. Maka marilah kita bekerjasama, saling membantu dalam membaktikan diri dalam tugas, pekerjaan dan tugas pengutusan. Untuk itu jelas tak akan terlepas dari aneka penderitaan dan perjuangan, sebagai konsewensi dari kesetiaan dan ketaatan pada tugas, pekerjaan dan tugas pengutusan. Marilah kita tinggalkan adat-istiadat yang tidak sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan zaman maupun cara berpikir yang tidak sesuai dengan kehendak dan perintah Tuhan. Jauhkan juga cara berpikir yang hanya mengikuti selera atau keinginan pribadi. “ (Berbantahlah, TUHAN, melawan orang yang berbantah dengan aku, berperanglah melawan orang yang berperang melawan aku! Peganglah perisai dan utar-utar, bangunlah menolong aku, Biarlah mendapat malu dan kena noda, orang-orang yang ingin mencabut nyawaku; biarlah mundur dan tersipu-sipu orang-orang yang merancang kecelakaanku! Biarlah mereka seperti sekam dibawa angin, didorong Malaikat TUHAN” (Mzm 35:1-2.4-5) Ign 31 Agustus 2012 *) Sumber Millis KD

“Siapakah hamba yang setia dan bijaksana”

(1Kor 1:1-9; Mat 24:42-51) “ Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang. Tetapi ketahuilah ini: Jika tuan rumah tahu pada waktu mana pada malam hari pencuri akan datang, sudahlah pasti ia berjaga-jaga, dan tidak akan membiarkan rumahnya dibongkar. Sebab itu, hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga." "Siapakah hamba yang setia dan bijaksana, yang diangkat oleh tuannya atas orang-orangnya untuk memberikan mereka makanan pada waktunya?Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya tuannya itu akan mengangkat dia menjadi pengawas segala miliknya.Akan tetapi apabila hamba itu jahat dan berkata di dalam hatinya: Tuanku tidak datang-datang, lalu ia mulai memukul hamba-hamba lain, dan makan minum bersama-sama pemabuk-pemabuk, maka tuan hamba itu akan datang pada hari yang tidak disangkakannya, dan pada saat yang tidak diketahuinya, dan akan membunuh dia dan membuat dia senasib dengan orang-orang munafik. Di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi.” (Mat 24:42-51), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Sabda hari ini kiranya mengingatkan kita semua bahwa sewaktu-waktu, kapan saja, kita dapat dipanggil Tuhan alias meninggal dunia, dan kita diharapkan senantiasa siap sedia dipanggil Tuhan. Tentu saja kita semua mendambakan ketika dipanggil Tuhan langsung menikmati hidup bahagia dan mulia selamanya di sorga, maka marilah kita hidup dan bertindak menunjukkan bahwa kita sungguh siap sedia dipanggil Tuhan. Untuk itu kita hendaknya setia melaksanakan tugas pengutusan dan kewajiban atau menghayati panggilan. “Setia adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas perjanjian yang telah diikat. Ini diwujudkan dalam perilaku tetap memilih dan mempertahankan perjanjian yang telah dibuat dari godaan-godaan lain yang lebih menguntungkan” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24-25). Tak bosan-bosannya saya mengangkat makna setia ini, mengingat dan memperhatikan cukup banyak orang tidak atau kurang setia pada janji yang telah dibuat atau diikrarkan. Perkenankan pertama-tama saya mengingatkan mereka yang hidup berkeluarga sebagai suami-isteri: hendaknya suami-isteri setia sampai mati saling mengasihi, karena pengalaman anda sebagai suami-isteri akan terwariskan pada anak-anak yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada anda berdua, dan pada gilirannya anak-anak kelak ketika tumbuh berkembang menjadi dewasa dan terpanggil dalam cara hidup apapun pasti akan setia menghayati panggilannya maupun melaksanakan tugas pengutusannya. · “Aku senantiasa mengucap syukur kepada Allahku karena kamu atas kasih karunia Allah yang dianugerahkan-Nya kepada kamu dalam Kristus Yesus. Sebab di dalam Dia kamu telah menjadi kaya dalam segala hal: dalam segala macam perkataan dan segala macam pengetahuan, sesuai dengan kesaksian tentang Kristus, yang telah diteguhkan di antara kamu. Demikianlah kamu tidak kekurangan dalam suatu karunia pun sementara kamu menantikan penyataan Tuhan kita Yesus Kristus” (1Kor 1:4-7). Apa yang dikatakan oleh Paulus di atas ini kiranya baik untuk kita renungkan atau refleksikan. Baiklah kita sadari dan hayati bahwa kita semua telah menerima aneka macam nasihat, saran, tuntunan, pengetahuan, dst..yang berguna bagi pertumbuhan dan perkembangan kita sebagai umat beriman atau beragama. Hendaknya segala macam yang telah kita terima tersebut tidak disia-siakan, melainkan hendaknya difungsikan dan diperkembangkan sesuai dengan kemungkinan dan kesempatan yang ada pada diri kita masing-masing. Marilah kita tunjukkan bahwa cara hidup dan cara bertindak kita sungguh menunjukkan sebagai orang yang menantikan saat dipanggil Tuhan. Dengan kata lain hidup kita ini merupakan persiapan untuk dipanggil Tuhan atau meninggal dunia. Cirikhas orang yang hidup dalam persiapan pada umumnya bergairah, gembira, tekun, teliti dan rajin dalam melakukan segala sesuatu, maka baiklah apapun yang sedang kita kerjakan atau dimanapun kita berada hendaknya kita tetap bergairah, gembira, tekun, teliti dan rajin. Hendaknya jangan menyia-nyiakan waktu yang ada untuk bermalas-malas, dan juga tidak perlu bersandiwara atau bekerja dan bertindak diluar kemampuan kita, melainkan tugas dan pekerjaan biasa setiap hari hendaknya dikerjakan sebaik mungkin. Kerjakan tugas dan pekerjaan sekecil apapun dengan cinta yang besar. Yang penting bukan besarnya tugas dan pekerjaan, melainkan cinta yang besar dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan. Segala sesuatu dilakukan dengan cinta yang besar pasti akan menarik, mempesona dan menawan. “Setiap hari aku hendak memuji Engkau, dan hendak memuliakan nama-Mu untuk seterusnya dan selamanya. Besarlah TUHAN dan sangat terpuji, dan kebesaran-Nya tidak terduga.Angkatan demi angkatan akan memegahkan pekerjaan-pekerjaan-Mu dan akan memberitakan keperkasaan-Mu. Semarak kemuliaan-Mu yang agung dan perbuatan-perbuatan-Mu yang ajaib akan kunyanyikan” (Mzm 145:2-5) Ign 30 Agustus 2012 *) Sumber Millis KD

Rabu, 29 Agustus 2012

“Tidak halal engkau mengambil isteri saudaramu!"

(Yer 1:17-19; Mrk 6:17-29) “ Sebab memang Herodeslah yang menyuruh orang menangkap Yohanes dan membelenggunya di penjara berhubung dengan peristiwa Herodias, isteri Filipus saudaranya, karena Herodes telah mengambilnya sebagai isteri. Karena Yohanes pernah menegor Herodes: "Tidak halal engkau mengambil isteri saudaramu!" Karena itu Herodias menaruh dendam pada Yohanes dan bermaksud untuk membunuh dia, tetapi tidak dapat, sebab Herodes segan akan Yohanes karena ia tahu, bahwa Yohanes adalah orang yang benar dan suci, jadi ia melindunginya. Tetapi apabila ia mendengarkan Yohanes, hatinya selalu terombang-ambing, namun ia merasa senang juga mendengarkan dia. Akhirnya tiba juga kesempatan yang baik bagi Herodias, ketika Herodes pada hari ulang tahunnya mengadakan perjamuan untuk pembesar-pembesarnya, perwira-perwiranya dan orang-orang terkemuka di Galilea. Pada waktu itu anak perempuan Herodias tampil lalu menari, dan ia menyukakan hati Herodes dan tamu-tamunya. Raja berkata kepada gadis itu: "Minta dari padaku apa saja yang kauingini, maka akan kuberikan kepadamu!", lalu bersumpah kepadanya: "Apa saja yang kauminta akan kuberikan kepadamu, sekalipun setengah dari kerajaanku!" Anak itu pergi dan menanyakan ibunya: "Apa yang harus kuminta?" Jawabnya: "Kepala Yohanes Pembaptis!" Maka cepat-cepat ia pergi kepada raja dan meminta: "Aku mau, supaya sekarang juga engkau berikan kepadaku kepala Yohanes Pembaptis di sebuah talam!" Lalu sangat sedihlah hati raja, tetapi karena sumpahnya dan karena tamu-tamunya ia tidak mau menolaknya. Raja segera menyuruh seorang pengawal dengan perintah supaya mengambil kepala Yohanes. Orang itu pergi dan memenggal kepala Yohanes di penjara. Ia membawa kepala itu di sebuah talam dan memberikannya kepada gadis itu dan gadis itu memberikannya pula kepada ibunya. Ketika murid-murid Yohanes mendengar hal itu mereka datang dan mengambil mayatnya, lalu membaringkannya dalam kuburan.” (Mrk 6:17-29), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta Wafatnya St.Yohanes Pembaptis hari ini, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Yohanes Pembaptis wafat karena dibunuh sebagai korban keserakahan Herodes, seorang raja, yang gila akan jabatan/kedudukan, kehormatan duniawi serta perempuan cantik. Dengan kuasa dan kedudukan-nya ia merebut isteri saudaranya untuk dijadikan permaisuri, maka dengan tegas dan berani Yohanes Pembaptis menegornya:” Tidak halal engkau mengambil isteri saudaramu!". Yang paling tersinggung oleh tegoran Yohanes ini adalah sang permaisuri, maka ketika ada kesempatan ia membalasnya, yaitu minta kepada sang raja ‘kepala Yohanes Pembaptis’, yang berarti kematian Yohanes Pembaptis. Karena tidak ingin dipermalukan di muka umum, maka sang raja pun mengabulkan permintaan isterinya. Entah sang permaisuri atau sang raja yang sungguh tersinggung oleh tegoran Yohanes: sang raja sendiri sudah memenjarakannya dan sang permaisuri meminta kematiannya. Dalam rangka mengenangkan wafat St.Yohanes Pembaptis ini kami mengajak kita semua, umat beriman atau beragama, untuk tidak takut dan tidak gentar menegor atau mengingatkan orang lain yang dengan sewenang-wenang mengambil hak orang lain, apa lagi mengambil ‘yang terkasih’. Marilah kita hayati rahmat kemartiran kita dengan meluruskan aneka bentuk penyelewengan atau komersialisasi jabatan, yang kiranya juga masih marak dalam kehidupan bersama kita masa kini. · “Tetapi engkau ini, baiklah engkau bersiap, bangkitlah dan sampaikanlah kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadamu. Janganlah gentar terhadap mereka, supaya jangan Aku menggentarkan engkau di depan mereka!” (Yer 1:17), demikian firman Allah kepada nabi Yeremia. Sebagai orang beriman atau beragama kita semua dipanggil juga untuk “menyampaikan kepada saudara-saudari kita segala yang diperintahkan oleh Allah”, alias menyebarluaskan perintah Allah. Hemat saya semua perintah Allah dapat dipadatkan atau disimpulkan kepada perintahNya yang paling utama, yaitu ‘saling mengasihi satu sama lain’. Salah satu bentuk penghayatan perintah ini adalah menghormati hak-hak azasi manusia atau harkat martabat manusia maupun segala sesuatu yang dimiliki orang atau sesama manusia. Memang pertama-tama dan terutama hendaknya kita menghormati hak milik orang lain, dan jangan merampasnya atau ketika kita meminjamnya hendaknya segera dikembalikan setelah selesai menggunakannya. Namun akan terasa aneh jika meminjamkan isteri alias ‘yang terkasih’, karena dengan demikian berarti melecehkan orang lain. Ketika ada orang yang melanggar hak-hak azasi manusia maupun mengambil hak milik orang lain, hendaknya kita tidak takut dan tidak gentar menegor dan mengingatkannya, meskipun untuk itu ada ancaman bagi kita untuk disingkirkan atau dibunuh. Secara khusus kami ingatkan kepada rekan-rekan lelaki untuk tidak dengan mudah merebut isteri orang, entah secara diam-diam atau terang-terangan; secara diam-diam yang saya maksudkan adalah bermain serong dengan isteri orang lain. “Pada-Mu, ya TUHAN, aku berlindung, janganlah sekali-kali aku mendapat malu.Lepaskanlah aku dan luputkanlah aku oleh karena keadilan-Mu, sendengkanlah telinga-Mu kepadaku dan selamatkanlah aku! Jadilah bagiku gunung batu, tempat berteduh, kubu pertahanan untuk menyelamatkan aku; sebab Engkaulah bukit batuku dan pertahananku.Ya Allahku, luputkanlah aku dari tangan orang fasik, dari cengkeraman orang-orang lalim dan kejam.” (Mzm 71:1-4) Ign 29 Agustus 2012 *) Sumber Millis KD

Selasa, 28 Agustus 2012

“Siapa yang mempunyai kepadanya akan diberi sehingga ia berkelimpahan”

(1Yoh 4:7-16; Mat 13:8-12) “Sebagian jatuh di tanah yang baik lalu berbuah: ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat. Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!" Maka datanglah murid-murid-Nya dan bertanya kepada-Nya: "Mengapa Engkau berkata-kata kepada mereka dalam perumpamaan?" Jawab Yesus: "Kepadamu diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Sorga, tetapi kepada mereka tidak. Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan; tetapi siapa yang tidak mempunyai, apa pun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya.” (Mat 13:8-12), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Agustinus, Uskup dan Pujangga Gereja, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Agustinus adalah orang yang sungguh cerdas, dan berkat didikan dan bimbingan ibunya, Monika, yang tekun dan sungguh-sungguh, maka Agustinus tidak menyia-nyiakan kecerdasannya. Ia mendalami filsafat dan juga wahyu ilahi sebagaimana tertulis di dalam Kitab Suci. Sebagai Uskup ia tetap terus memperdalam Kitab Suci dengan filsafatnya, maka akhirnya oleh Gereja Agustinus juga diangkat sebagai pujangga Gereja. “Kepadamu diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Sorga, tetapi kepada mereka tidak. Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan; tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya”, demikian sabda Yesus, yang hemat saya sungguh menjiwai Agustinus. Sabda ini kiranya juga terarah bagi kita semua yang beriman kepada Yesus Kristus, maka marilah kita renungkan dan hayati. Marilah kita kembangkan dan perdalam aneka anugerah Allah kepada kita, entah itu berupa keterampilan, bakat, kecerdasan dst.. serta kemudian kita baktikan atau sumbangkan kepada orang lain melalui hidup dan kerja kita setiap hari dimana pun dan kapan pun. Ingatlah dan hayati bahwa keterampilan, bakat, kecerdasan dst..ketika kita sumbangkan atau berikan kepada orang lain tidak akan berkurang, melainkan semakin bertambah, mendalam dan handal. Maka hendaknya kita jangan menjadi orang egois, melainkan sosial, karena jati diri manusia adalah sosial, sebagaimana manusia pertama Adam dianugerahi teman hidup, Hawa, untuk hidup bersama demi kebahagiaan dan kesejahteraan bersama. Pendek kata sekecil atau sederhana apapun keterampilan, bakat dan kecerdasan kita hendaknya kita baktikan atau sumbangkan bagi kehidupan bersama. · “Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih.” (1Yoh 4:7-8). Sebagai manusia, kita semua berasal dari Allah, diciptakan oleh Allah karena kasihNya serta bekerjasama dengan orangtua kita masing-masing yang saling mengasihi dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap kekuatan atau tubuh. Tapa kasih kita tidak dapat hidup dan ada sebagaimana adanya pada saat ini, hanya dalam dan oleh kasih kita dapat hidup, tumbuh-berkembang sampai kini. Masing-masing dari kita adalah buah kasih atau yang terkasih, maka selayaknya setiap bertemu dengan orang lain kita senantiasa hidup saling mengasihi. “Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih”, demikian peringatan Yohanes dalam suratnya, sebagaimana saya kutip di atas. Kami percaya bahwa kita semua mengakui diri sebagai orang yang beriman, yang berarti senantiasa berusaha membaktikan diri sepenuhnya kepada Allah, dan dengan demikian mengenal Allah sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan masing-masing, maka marilah kita tunjukkan bahwa diri kita sungguh mengenal Allah dengan hidup saling mengasihi dengan siapapun, tanpa kenal batas SARA, Suku, Ras dan Agama. Salah satu usaha atau bentuk menghayati panggilan untuk saling mengasihi adalah berusaha bersama-sama menghayati apa yang sama di antara kita, misalnya sama-sama manusia ciptaan Allah, yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citra Allah. Masing-masing dari kita adalah gambar atau citra Allah dan karya Allah dalam diri kita yang lemah dan rapuh ini antara lain menggejala dalam apa yang baik, mulia, indah dan luhur dalam diri kita masing-masing. Marilah kita angkat dan wujudkan apa yang baik, mulia, indah dan luhur dalam diri kita masing-masing. Kita juga dipanggil untuk senantiasa berpikiran positif terhadap orang lain atau saudara-saudari kita dimana pun dan kapan pun. “Orang bebal berkata dalam hatinya: "Tidak ada Allah." Busuk dan jijik perbuatan mereka, tidak ada yang berbuat baik. TUHAN memandang ke bawah dari sorga kepada anak-anak manusia untuk melihat, apakah ada yang berakal budi dan yang mencari Allah. Mereka semua telah menyeleweng, semuanya telah bejat; tidak ada yang berbuat baik, seorang pun tidak. Tidak sadarkah semua orang yang melakukan kejahatan, yang memakan habis umat-Ku seperti memakan roti, dan yang tidak berseru kepada TUHAN?” (Mzm 14:1-4) Ign 28 Agustus 2012 *) Sumber Millis KD

"Jangan menangis!"

(Sir 28:1-4.16-21; Luk 7:10-17) “Dan setelah orang-orang yang disuruh itu kembali ke rumah, didapatinyalah hamba itu telah sehat kembali. Kemudian Yesus pergi ke suatu kota yang bernama Nain. Murid-murid-Nya pergi bersama-sama dengan Dia, dan juga orang banyak menyertai-Nya berbondong-bondong. Setelah Ia dekat pintu gerbang kota, ada orang mati diusung ke luar, anak laki-laki, anak tunggal ibunya yang sudah janda, dan banyak orang dari kota itu menyertai janda itu. Dan ketika Tuhan melihat janda itu, tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia berkata kepadanya: "Jangan menangis!" Sambil menghampiri usungan itu Ia menyentuhnya, dan sedang para pengusung berhenti, Ia berkata: "Hai anak muda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah!" Maka bangunlah orang itu dan duduk dan mulai berkata-kata, dan Yesus menyerahkannya kepada ibunya. Semua orang itu ketakutan dan mereka memuliakan Allah, sambil berkata: "Seorang nabi besar telah muncul di tengah-tengah kita," dan "Allah telah melawat umat-Nya." Maka tersiarlah kabar tentang Yesus di seluruh Yudea dan di seluruh daerah sekitarnya” (Luk 7:10-17), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Monika hari ini, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Monika sebagai isteri maupun ibu sungguh harus mengalami banyak penderitaan dan tantangan, yang berasal dari suaminya, Patricius, maupun anaknya, Agustinus. Suaminya menentang dan mengejeknya ketika Monika mendidik Agustinus agar menjadi anak Kristen yang baik, demikian pula Agustinus muda juga membuat tindakan yang membuatnya menderita karena kenakalannya. Namun karena ketekunannya serta penyerahannya kepada Tuhan, akhirnya Monika berhasil mendidik Agustinus, bahkan Agustinus yang cerdas itu akhirnya juga menjadi tokoh penting dalam Gereja Katolik. Monika kiranya seperti seorang ibu yang dihibur oleh Yesus sebagaimana diwartakan dalam Warta Gembira hari ini, dimana karena kekuatan dari Yesus ia tidak mengeluh dan menangis meskipun harus menderita serta menghadapi tantangan berat. St. Monika menjadi pelindung para janda katolik, yang kiranya harus menghadapi tugas dan tantangan berat sebagai janda. Pada masa kini selain harus mendidik dan membesarkan anak-anaknya, para janda juga sering menerima cemoohan atau sindiran dari warga masyarakat, antara lain sering dicurigai ‘menjual diri’ atau ‘melacurkan diri’, apalagi ketika sebagai janda masih tergolong muda serta cantik. Maka dengan ini kami berharap secara khusus kepada para janda untuk tetap tabah dan ceria menghayati kejandaannya, dan kepada para ibu hendaknya meneladan St.Monika yang dengan tekun dan setia mendidik anak-anaknya. Kepada kita semua kami harapkan tidak dengan mudah mencurigai para janda melakukan hal-hal yang tak terpuji, melainkan marilah kita belajar dari ketabahannya serta mendoakan agar para janda sungguh meneladan St.Monika yang menjadi pelindungnya. · “Barangsiapa membalas dendam akan dibalas oleh Tuhan. Tuhan dengan saksama mengindahkan segala dosanya. Ampunilah kesalahan kepada sesama orang, niscaya dosa-dosamupun akan dihapus juga, jika engkau berdoa.Bagaimana gerangan orang dapat memohon penyembuhan pada Tuhan, jika ia menyimpan amarah kepada sesama manusia?Bolehkah ia berdoa karena dosa-dosanya, kalau tidak menaruh belas kasihan terhadap seorang manusia yang sama dengannya?” (Sir 28:1-4). Kutipan ini kiranya baik menjadi pegangan hidup para janda atau kita semua umat beriman. Kita semua dipanggil untuk tidak melakukan balas dendam dalam bentuk apapun ketika diperlakukan tidak baik oleh orang lain, melainkan hendaknya mengampuni dan mendoakan siapapun yang menyakiti atau melukai diri kita. Doa dan kasih pengampunan hemat saya merupakan cirikhas hidup beriman atau beragama, maka jika kita dengan mudah melakukan balas dendam berarti kita tidak setia pada iman atau ajaran agama kita. Sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, marilah kita hayati isi doa Bapa Kami yang diajarkan oleh Yesus Kristus, yaitu “Ampunilah kami seperti kami pun senantiasa mengampuni orang yang bersalah kepada kami”. Marilah kita sadari dan hayati bahwa masing-masing dari kita dapat tumbuh-berkembang sebagaimana adanya pada saat ini karena kasih pengampunan yang telah kita terima dari Tuhan melalui orangtua, saudara-saudari kita sejak kita dilahirkan di dunia ini. Ajakan dan panggilan untuk mengampuni hemat saya dengan mudah dapat kita lakukan jika kita menghayati diri sebagai orang yang terkasih serta telah menerima kasih pengampunan secara melimpah ruah. Mereka yang berpengaruh dalam hidup dan kerja bersama kami harapkan dapat menjadi teladan dalam hidup saling mengasihi dan mengampuni. “Dari jurang yang dalam aku berseru kepada-Mu, ya TUHAN! Tuhan, dengarkanlah suaraku! Biarlah telinga-Mu menaruh perhatian kepada suara permohonanku. Jika Engkau, ya TUHAN, mengingat-ingat kesalahan-kesalahan, Tuhan, siapakah yang dapat tahan?” (Mzm 130:1-3) Ign 27 Agustus 2012 *) Sumber Millis KD

Rabu, 15 Agustus 2012

“Sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku?”

(Yeh 12:1-12; Mat 18:21-19:1) “Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali. Sebab hal Kerajaan Sorga seumpama seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. Setelah ia mulai mengadakan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta. Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak isterinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya. Maka sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunaskan. Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya. Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu! Maka sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunaskan.Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai dilunaskannya hutangnya.Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka.Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. Bukankah engkau pun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya.Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.”(Mat 18:21-35), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Kasih pengampunan merupakan akar atau dasar untuk membangun dan memperdalam perdamaian dunia, sebagaimana pernah dicanangkan oleh Paus Yohanes Paulus II dalam rangka memasuki Millenium Ketiga dengan motto “There is no peace without justice, there is no justice without forgiveness” (=Tiada perdamaian tanpa keadilan, tiada keadilan tanpa kasih pengampunan). Maka melanjutkan refleksi kemarin, suatu ajakan untuk senantiasa berpikir positif terhadap orang lain, marilah hal itu kita perdalam dan perkembangan dengan hidup saling mengampuni satu sama lain dimana pun dan kapanpun serta dengan siapapun. Jika Yesus bersabda bahwa harus mengampuni tujuh kali tujuh puluh kali berarti merupakan ajakan agar kita senantiasa hidup dan bertindak saling mengasihi dan mengampuni. Kepada kita semua yang beriman kepada Yesus Kristus kiranya hafal doa Bapa Kami yang diajarkanNya, maka marilah kita hayati kata-kata dalam doa Bapa Kami “ampunilah kami seperti kamipun mengampuni mereka yang bersalah kepada kami”. Doa Bapa Kami kiranya kita hafal semua dan setiap hari mendoakannya, maka semoga kata-kata di atas tidak hanya manis dimulut atau dibibir saja, tetapi menjadi nyata atau terwujud dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari dimana pun dan kapan pun. Kami berharap kepada umat Katolik dan Kristen dapat menjadi teladan hidup dan bertindak saling mengampuni. · "Katakanlah: Aku menjadi lambang bagimu; seperti yang kulakukan ini begitulah akan berlaku kepada mereka: sebagai orang buangan mereka akan pergi ke pembuangan. Dan raja yang di tengah-tengah mereka akan menaruh barang-barangnya ke atas bahunya pada malam gelap dan akan pergi ke luar; orang akan membuat sebuah lobang di tembok supaya ada baginya jalan keluar; ia akan menutupi mukanya supaya ia tidak akan melihat tanah itu” (Yeh 12:11-12). Kutipan ini merupakan ajaran bagi kita semua bahwa jika diperlakukan apapun hendaknya tidak marah atau menggerutu atau mengeluh, melainkan hayati dengan penuh ketaatan dan penyerahan diri secara total. Kita diharapkan bagaikan orang-orang buangan yang senantiasa siap sedia diperintah atau diperlakukan apa saja , tanpa membantah dan mengeluh. Raja yang dimaksudkan dalam kutipan di atas ini kiranya Tuhan sendiri, maka marilah ketika kita menerima perintah Tuhan kita sikapi dengan ketaatan buta, karena perintahNya pasti menyelamatkan dan membahagiakan kita. Perintah Tuhan antara lain dapat menggejala dalam diri saudara-saudari kita yang berkehendak baik, misalnya orangtua atau para guru. Kita dipanggil untuk menghayati sikap mental kemuridan, yang memiliki siap belajar dengan rendah hati serta senantiasa siap sedia untuk dituntun dan dididik. Atau juga kita dapat bersikap mental bagaikan anak kecil/bayi yang berada di pangkuan sang ibu, diperlakukan apapun ikut saja, karena percaya bahwa sang ibu pasti akan membuatnya bahagia dan baik adanya. “Mereka mencobai dan memberontak terhadap Allah, Yang Mahatinggi, dan tidak berpegang pada peringatan-peringatan-Nya; mereka murtad dan berkhianat seperti nenek moyang mereka, berubah seperti busur yang memperdaya; mereka menyakiti hati-Nya dengan bukit-bukit pengorbanan mereka, membuat Dia cemburu dengan patung-patung mereka.Ketika Allah mendengarnya, Ia menjadi gemas, Ia menolak Israel sama sekali” (Mzm 78:56-59) Ign 16 Agustus 2012 *) Sumber Millis KD

“Di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam namaKu”

(Yeh 9:1-7;10:18-22; Mat 18:15-20) "Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali. Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan. Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat. Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga. Dan lagi Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apa pun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.” (Mat 18:15-20), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Ketika orang sedang berduaan, entah sejenis atau antar jenis, pada umumnya akan omong-omong dengan mesra atau curhat. Dua orang yang sedang saling mengasihi pasti akan lebih melihat kebaikan dan keunggulan masing-masing, tetapi juga ada kemungkinan mereka sedang ngrumpi atau ngrasani orang lain, yang pada umumnya membicarakan kesalahan dan kekurangan orang lain. Ketika semua kiranya memiliki kecenderungan mudah untuk membicarakan kesalahan atau kekurangan orang yang tidak ada di hadapan kita. Sabda hari ini mengajak dan mengingatkan kita semua untuk tidak dengan mudah membicarakan kekurangan atau kelemahan orang lain, apalagi menjadikannya bahan rekreasi. Jika kita melihat kekurangan atau kelemahan orang lain serta berminat untuk memperingatkannya, diharapkan ‘menegor di bawah empat mata’, artinya secara langsung disampaikan kepada orang yang bersangkutan. Membicarakan kekurangan atau kelemahan orang yang tidak ada di hadapan kita hemat saya merupakan pelanggaran hak asasi manusia alias melecehkan harkat martabat manusia. Yang sering terjadi adalah entah suami atau isteri sering menceriterakan kekurangan pasangan hidupnya dengan rekan sekantor yang berbeda jenis kelamin, dan rekan yang bersangkutan mendengarkan dengan baik serta kemudian dirasakan dapat menerima keluh kesahnya. Maka dampak berikutnya dapat terjadi perselingkuhan. Memang secara khusus saya ingin mengingatkan rekan-rekan yang ada daalm satu komunitas atau suami-isteri: hendaknya jangan membicarakan kekurangan atau kelemahan rekan sekomunitas atau pasangan hidup kepada orang lain. · “Lalu kemuliaan TUHAN pergi dari ambang pintu Bait Suci dan hinggap di atas kerub-kerub. Dan kerub-kerub itu mengangkat sayap mereka, dan waktu mereka pergi, aku lihat, mereka naik dari tanah dan roda-rodanya bersama-sama dengan mereka. Lalu mereka berhenti dekat pintu gerbang rumah TUHAN yang di sebelah timur, sedang kemuliaan Allah Israel berada di atas mereka. Itulah makhluk-makhluk hidup yang dahulu kulihat di bawah Allah Israel di tepi sungai Kebar. Dan aku mengerti, bahwa mereka adalah kerub-kerub” (Yeh 10:18-20). Yang dimaksudkan dengan kerub-kerub adalah makhluk-makhuk sorgawi yang misterius dan menggambarkan kemuliaan Allah, maka kutipan di atas ini kiranya mengajak dan mengingatkan kita semua agar kita senantiasa melihat kemuliaan Allah, baik yang ada di dalam diri kita masing-masing maupun saudara-saudari kita atau orang lain. Dengan kata lain hendaknya kita senantiasa berpikiran positif terhadap diri kita maupun orang lain. Marilah kita ingat dan sadari bahwa kita adalah manusia yang diciptakan sebagai gambar atau citra Allah, maka hendaknya senantiasa dilihat dan diimani karya Allah dalam tiap diri manusia. Karya Allah dalam diri kita, manusia, antara lain menjadi nyata dalam kehendak baik kita, dan kami percaya bahwa masing-masing dari kita memiliki kehendak baik. Marilah kita saling membagikan kehendak baik kita serta kemudian kita sinerjikan sehingga menjadi kehendak baik bersama, serta kemudian kita wujudkan bersama-sama. Marilah kita saling mengabdi, saling melayani, saling menghormat dan saling memuliakan serta memuji, sehingga kehidupan bersama sungguh menarik, mempesona dan memikat, karya Allah tinggal dan berkarya dalam kebersamaan kita. Semoga sabda Yesus bahwa ‘dimana ada dua atau tiga orang berkumpul dalam namaKu’ dapat menjadi nyata dalam kebersamaan kita dengan orang lain, siapapun dan dimana pun. “Haleluya! Pujilah, hai hamba-hamba TUHAN, pujilah nama TUHAN! Kiranya nama TUHAN dimasyhurkan, sekarang ini dan selama-lamanya.Dari terbitnya sampai kepada terbenamnya matahari terpujilah nama TUHAN. TUHAN tinggi mengatasi segala bangsa, kemuliaan-Nya mengatasi langit. Siapakah seperti TUHAN, Allah kita, yang diam di tempat yang tinggi,yang merendahkan diri untuk melihat ke langit dan ke bumi?” (Mzm 113:1-6) Ign 15 Agustus 2012 *) Sumber Millis KD

Senin, 13 Agustus 2012

“Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam namaKu ia menyambut Aku."

(Yeh 2:8-3:4; Mat 18:1-5.10.12-14) “Pada waktu itu datanglah murid-murid itu kepada Yesus dan bertanya: "Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga?" Maka Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka, lalu berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga. Dan barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku." Ingatlah, jangan menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil ini. Karena Aku berkata kepadamu: Ada malaikat mereka di sorga yang selalu memandang wajah Bapa-Ku yang di sorga. "Bagaimana pendapatmu? Jika seorang mempunyai seratus ekor domba, dan seekor di antaranya sesat, tidakkah ia akan meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di pegunungan dan pergi mencari yang sesat itu? Dan Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jika ia berhasil menemukannya, lebih besar kegembiraannya atas yang seekor itu dari pada atas yang kesembilan puluh sembilan ekor yang tidak sesat.Demikian juga Bapamu yang di sorga tidak menghendaki supaya seorang pun dari anak-anak ini hilang."(Mat 18:1-5.10.12-14), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St Maksimilianus Maria Kolbe, martir, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Mengurus, mendidik dan merawat anak-anak kecil memang tidak mudah, membutuhkan waktu dan tenaga yang banyak serta pengorbanan. Cukup banyak keluarga muda masa kini kurang perhatian dalam mendidik atau mengurus anak-anaknya, dan pada umumnya anak-anaknya diserahkan kepada pembantu atau perawat khusus bayi atau neneknya. Dengan kata lain orang suka menanam, namun enggan atau tak dapat merawatnya dengan baik dan memadai. Jika Yesus bersabda bahwa “Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku.", kiranya merupakan ajakan atau peringatan bagi kita semua untuk senantiasa memperhatikan pendidikan atau pembinaan anak-anak sccara memadai. Kita juga dapat meneladan kemartiran St.Maksimilianus Maria Kolbe, yang telah merelakan diri untuk bersama dengan orang-orang tahanan, yang akhirnya meninggal dunia karena diracun; ia telah mengorbankan diri demi keselamatan dan kebahagiaan orang lain. Kami berharap para orangtua untuk dengan sungguh-sungguh berani memboroskan waktu dan tenaga guna merawat dan mendidik anak-anaknya, agar anak-anak kelak kemudian hari ketika tumbuh berkembang menjadi pribadi dewasa ‘tidak hilang’ alias tetap tumbuh berkembang sebagai pribadi yang cerdas beriman. Maklum masa kini kiranya cukup banyak anak-anak lebih taat pada para guru di sekolah daripada kepada orangtua atau bapak-ibunya, dan hal ini menunjukkan bahwa orangtua kurang memadai dalam mendidik dan mengasihi anaknya. Marilah kita sikapi anak-anak kita sebagai anak Tuhan, yang berarti harus kita sembah-sujud kepadanya alias membaktikan diri sepenuhnya demi perkembangan dan pertumbuhan anak. Tidak memperhatikan dan mendidik anak-anak dengan baik dan benar berarti mencelakakan diri sendiri maupun anak-anak di masa depan. · "Hai anak manusia, makanlah gulungan kitab yang Kuberikan ini kepadamu dan isilah perutmu dengan itu." (Yeh 3:3). Kutipan ini kiranya mengingatkan dan mengajak kita semua, umat beriman atau beragama untuk senantiasa membaca dan merenungkan apa yang tertulis di dalam Kitab Suci, sehingga hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak dan perintah Tuhan. Dengan rendah hati setiap hari saya berusaha membaca dan merenungkan apa yang tertulis di dalam Kitab Suci serta kemudian menulis refleksi sederhana serta meneruskannya kepada anda sekalian. Semoga apa yang saya sampaikan kepada anda membantu untuk menghayati kutipan di atas. Makan ‘gulungan Kitab’ berarti melaksanakan atau menghayati apa yang tertulis dalam kitab tersebut. Maka baiklah saya ingatkan kepada kita semua: hendaknya aneka tata tertib dan aturan yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing kita ‘makan sampai habis’ alias kita laksanakan sebaik-baiknya. Biarlah tata tertib atau aturan sungguh mengusai atau merajai cara hidup dan cara bertindak kita. Sekali lagi kami ingatkan bahwa keunggulan hidup beriman atau beragama ada dalam pelaksanaan atau penghayatan, bukan wacana atau omongan. Semoga menyikapi dan melaksanakan aturan atau tata tertib tidak pilih-pilih apa yang menguntungkan dirinya sendiri saja, melainkan secara utuh dan total dilaksanakan atau diihayati. Sikapi dan hayati aneka tata tertib dan aturan dalam dan oleh kasih, maka akan terasa nikmat adanya. “Atas petunjuk peringatan-peringatan-Mu aku bergembira, seperti atas segala harta. Ya, peringatan-peringatan-Mu menjadi kegemaranku, menjadi penasihat-penasihatku” (Mzm 119:14.24) Ign 14 Agustus 2012 *) Sumber Millis KD

“Jangan kita menjadi batu sandungan bagi mereka”

(Yeh 1:2-5.24-2:1a; Mat 17:22-27) “Pada waktu Yesus dan murid-murid-Nya bersama-sama di Galilea, Ia berkata kepada mereka: "Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia dan mereka akan membunuh Dia dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan." Maka hati murid-murid-Nya itu pun sedih sekali. Ketika Yesus dan murid-murid-Nya tiba di Kapernaum datanglah pemungut bea Bait Allah kepada Petrus dan berkata: "Apakah gurumu tidak membayar bea dua dirham itu?" Jawabnya: "Memang membayar." Dan ketika Petrus masuk rumah, Yesus mendahuluinya dengan pertanyaan: "Apakah pendapatmu, Simon? Dari siapakah raja-raja dunia ini memungut bea dan pajak? Dari rakyatnya atau dari orang asing?" Jawab Petrus: "Dari orang asing!" Maka kata Yesus kepadanya: "Jadi bebaslah rakyatnya. Tetapi supaya jangan kita menjadi batu sandungan bagi mereka, pergilah memancing ke danau. Dan ikan pertama yang kaupancing, tangkaplah dan bukalah mulutnya, maka engkau akan menemukan mata uang empat dirham di dalamnya. Ambillah itu dan bayarkanlah kepada mereka, bagi-Ku dan bagimu juga.” (Mat 17:22-27), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Hidup sebagai warganegara memang terikat oleh aneka tata tertib dan aturan serta harus melaksanakan-nya sebaik dan seoptimal mungkin. Salah satu tata tertib atau aturan yang secara umum berlaku di seluruh dunia adalah ‘kewajiban membayar pajak’. Salah satu yang menjadi dukungan kemajuan dan perkembangan hidup warganegara adalah ketertiban dan kedisiplinan pembayaran dan pengelolaan pajak. Mayoritas pemasukan anggaran pendapatan suatu Negara berasal dari pembayaran pajak, dan jumlah dana pajak yang masuk difungsikan untuk aneka pelayanan bagi warganegara. Dalam Warta Gembira hari ini dikisahkan bahwa Yesus bersama para rasul setia membayar pajak agar tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain. Maka kami berharap kepada segenap umat beriman atau beragama untuk setia membayar pajak, dan tentu saja para pengurus dan pengelola pajak juga melaksanakan tugas dan fungsinya sebaik dan sejujur mungkin, tidak melakukan korupsi sedikitpun. Maklum jika dicermati para pengurus dan pengelola pajak di negeri kita tercinta ini tidak jujur dan dampaknya para wajib pajak pun juga mangkir untuk membayar pajak atau kong-kalingkong dengan petugas pajak. Kami berharap kepada mereka yang berpengaruh dalam hidup bersama dapat menjadi teladan dalam kewajiban membayar pajak, dan para petugas, pegawai dan pengurus jujur dalam menjalankan tugasnya. Ingatlah dan sadari bahwa tindakan korupsi para petugas dan pengelola pajak telah menjadi batu sandungan banyak warganegara untuk membayar pajak seenaknya. Para pegawai negeri atau pemerintahan kami harapkan juga dapat menjadi teladan dalam hal kejujuran, karana imbal jasa atau gaji bagi anda sekalian berasal dari rakyat, dan hendaknya sungguh berusaha untuk melayani dan mensejahterakan rakyat. Pajak berasal dari rakyat dan harus kembali kepada rakyat dalam aneka bentuk pelayanan bagi rakyat. · “Seperti busur pelangi, yang terlihat pada musim hujan di awan-awan, demikianlah kelihatan sinar yang mengelilinginya. Begitulah kelihatan gambar kemuliaan TUHAN. Tatkala aku melihatnya aku sembah sujud, lalu kudengar suara Dia yang berfirman” (Yeh 1:28). “Busir pelangi, yang terlihat pada musim hujan di awan-awan” memang begitu indah, mempesona dan menarik. Sebagai orang beriman atau beragama kita semua dipanggil untuk hidup dan bertindak bagaikan ‘busur pelangi’ tersebut, dengan kata lain dimanapun dan kapanpun cara hidup dan cara bertindak kita senantiasa indah, mempesona, menarik dan memikat orang lain serta tidak pernah menjadi batu sandungan bagi orang lain untuk berbuat dosa atau melakukan kejahatan. Para gadis atau perempuan, terutama yang belum menikah dan berusaha mencari jodoh atau pasangan hidup, pada umumnya berusaha menghadirkan sedemikian rupa sehingga menarik, mempesona dan memikat laki-laki yang didambakan menjadi jodoh atau pasangan hidupnya. Semoga hal itu tidak menjadi batu sandungan bagi rekan-rekan laki-laki untuk berpikiran serta melakukan yang jahat atau berdosa. Kami berharap apa yang menjadi daya pesona, daya tarik dan daya pikat buka hanya penampilan hal duniawi atau fisik belaka, tetapi terutama dan pertama-tama adalah yang terkait dengan hal rohani atau spiritual, dengan kata lain tunjukkan bahwa anda adalah pribadi yang baik, suci dan berbudi pekerti luhur, sehingga orang yang terpesona, tertarik dan terpikat pada diri anda menjadi semakin membaktikan diri sepenuhnya kepada Tuhan alias semakin hidup baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur. Biarlah apa yang mempesona, menarik dan memikat dalam diri kita adalah sesuatu yang menunjukkan kemuliaan Tuhan. “Haleluya! Pujilah TUHAN di sorga, pujilah Dia di tempat tinggi! Pujilah Dia, hai segala malaikat-Nya, pujilah Dia, hai segala tentara-Nya!”(Mzm 148:1-2) Ign 13 Agustus 2012 *) Sumber Millis KD

"Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu”

"Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu” “Akhirnya Perawan tak bernoda, yang tidak pernah terkena oleh segala cemar dosa asal, sesudah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia, telah diangkat memasuki kemuliaan di sorga beserta badan dan jiwanya. Ia telah ditinggikan oleh Tuhan sebagai Ratu alam semesta, supaya secara lebih penuh menyerupai Puteranya, Tuan di atas segala tuan, yang telah mengalahkan dosa dan maut(LG 59). Terangkatnya Perawan tersuci adalah satu keikutsertaan yang istimewa pada kebangkitan Puteranya dan satu antisipasi dari kebangkitan warga-warga Kristen yang lain” (Katekismus Gereja Katolik no 966). Katekismus Gereja Katolik merupakan ajaran-ajaran perihal iman Katolik, dan mulai bulan Oktober 2012 ini selama setahun ke depan dinyatakan sebagai Tahun Iman, ajakan Pimpinan Gereja Katolik agar segenap umat Katolik mempelajari dan mendalami kembali aneka dokumen resmi Gereja Katolik. SP Maria Diangkat ke sorga merupakan salah satu iman Katolik, maka dalam rangka mengenangkan pesta SP Maria Diangkat ke sorga hari ini saya kutipkan dari Katekismus Gereja Katolik, dan marilah kita renungkan atau refleksikan bersama. “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan.Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana.” (Luk 1:42-45) Kutipan di atas ini merupakan pujian Elisabeth, yang karena Roh Kudus dalam usia tuanya sedang mengandung anaknya yang pertama, kepada SP Maria yang juga sedang mulai mengandung karena Roh Kudus, mengandung dan akan melahirkan Penyelamat Dunia, yang kedatangan atau kelahiranNya sangat dinantikan oleh umat manusia yang mendambakan keselamatan abadi. Hemat saya rekan-rekan perempuan memang lebih menentukan nasib bangsa manusia, karena mereka yang mengandung anak-anak, generasi mendatang. Pribadi seorang ibu dengan segala cirikhas fisik, spiritual, emosional maupun sosialnya akan sangat mempengaruhi anak yang dikandung dan dilahirkannya. Maka kata-kata Elisabeth terhadap SP Maria “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu”, kiranya layak menjadi permenungan rekan-rekan perempuan khususnya dan laki-laki pada umumnya. Di dalam rahim perempuanlah tumbuh dan berkembang berkat Tuhan, dan dari rahim perempuan lahirlah berkat Tuhan yang membahagiakan, anak manusia, yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citra Tuhan. Karena SP Maria diimani sebagai teladan hidup beriman, maka kami mengharapkan segenap umat beriman dapat meneladannya, antara lain dari cara hidup dan cara bertindaknya senantiasa menjadi berkat atau kasih karunia bagi orang lain atau sesama manusia dimana pun dan kapan pun. Menjadi berkat atau kasih karunia antara lain kehadiran dan sepak terjangnya senantiasa mengundang dan memotivasi orang lain tergerak untuk memuji dan memuliakan Tuhan alias semakin beriman atau semakin suci, semakin membaktikan diri sepenuhnya kepada Tuhan dalam dan melalui cara hidup dan cara bertindak setiap hari. Dalam kutipan Katekismus di atas dikatakan bahwa SP Maria “sesudah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia, telah diangkat memasuki kemuliaan di sorga beserta badan dan jiwanya.”. Kiranya kita semua mendambakan bahwa sesudah menyelesaikan perjalanan hidup kita di dunia ini alias setelah meninggal dunia kita juga segera hidup mulia dan berbahagia selamanya di sorga, maka marilah kita sungguh-sungguh hidup dan bertindak sebagai orang yang memiliki dambaan atau kerinduan mulia tersebut. Untuk itu hendaknya cara hidup dan cara bertindak kita senantiasa berusaha untuk tumbuh berkembang menjadi pribadi yang baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur, tidak melakukan tindakan jahat atau amoral sekecil apapun. Marilah kita sadari dan hayati bahwa ketika baru saja dilahirkan dari rahim ibu, di dunia ini, kita dalam keadaan baik dan suci, maka hendaknya kita sungguh-sungguh mempertahankan dan memperteguh serta memperkembangkan kesucian hidup tersebut. Maka selanjutnya marilah kita renungkan sapaan atau kesaksian iman Paulus di bawah ini. “Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus.Tetapi tiap-tiap orang menurut urutannya: Kristus sebagai buah sulung; sesudah itu mereka yang menjadi milik-Nya pada waktu kedatangan-Nya. Kemudian tiba kesudahannya, yaitu bilamana Ia menyerahkan Kerajaan kepada Allah Bapa, sesudah Ia membinasakan segala pemerintahan, kekuasaan dan kekuatan” (1Kor 15:22-24) Sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus kita telah “dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus”, maka marilah kita mawas diri sejauh mana cara hidup dan cara bertindak kita sungguh menunjukkan bahwa kita berada dalam persekutuan dengan Yesus Kristus. Bersekutu dengan Yesus Kristus berarti menjadi ‘alter Christi’, karena kita sungguh meneladan cara hidup dan cara bertindak Yesus maupun melaksanakan sabda-sabdaNya. Marilah kita tunjukkan persekutuan tersebut dengan hidup bersaudara atau bersahabat dengan siapapun serta senantiasa mengusahakan persaudaraan atau persahabatan sejati di antara umat manusia di bumi ini. Persaudaraan atau persahabatan sejati pada masa kini sungguh mendesak dan up to date untuk kita hayati dan sebarluaskan. Pada masa kini masih banyak orang yang menyombongkan kekuasaan dan kekuatannya dalam pemerintahan, serta menggunakan kuasa dan kekuatannya hanya untuk mencari keuntungan pribadi atau kelompoknya, sehingga menimbulkan ketegangan dan percekcokan di sana-sini. Marilah kita binasakan bersama Tuhan orang-orang yang demikian itu, karena mereka sungguh menjadi pemecah belah dan penghancur hidup bersama. Sikap mental bisnis atau materialistis memang masih begitu mendominasi hidup bersama di mana-mana, dan marilah kita hancurkan. “Maka tampaklah suatu tanda yang lain di langit; dan lihatlah, seekor naga merah padam yang besar, berkepala tujuh dan bertanduk sepuluh, dan di atas kepalanya ada tujuh mahkota. Dan ekornya menyeret sepertiga dari bintang-bintang di langit dan melemparkannya ke atas bumi. Dan naga itu berdiri di hadapan perempuan yang hendak melahirkan itu, untuk menelan Anaknya, segera sesudah perempuan itu melahirkan-Nya. aka ia melahirkan seorang Anak laki-laki, yang akan menggembalakan semua bangsa dengan gada besi; tiba-tiba Anaknya itu dirampas dan dibawa lari kepada Allah dan ke takhta-Nya.” (Why 12:3-5). Penglihatan yang dilukiskan oleh penulis Kitab Wahyu di atas ini kiranya mengingatkan kita akan pepatah yang berbunyi “sorga ada di telapak kaki ibu”. Dengan kata lain jika kita mendambakan hidup bahagia dan damai sejahtera hendaknya jangan pernah melupakan kasih ibu yang luar biasa kepada kita, sebagaimana sebuah nyanyian mengenangkannya :”Kasih ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia” “Di antara mereka yang disayangi terdapat puteri-puteri raja, di sebelah kananmu berdiri permaisuri berpakaian emas dari Ofir. Dengarlah, hai puteri, lihatlah, dan sendengkanlah telingamu, lupakanlah bangsamu dan seisi rumah ayahmu! Biarlah raja menjadi gairah karena keelokanmu, sebab dialah tuanmu! Sujudlah kepadanya!” (Mzm 45:10-12) Ign 12 Agustus 2012 *) Sumber Millis KD

Jumat, 10 Agustus 2012

“Jika ia mati akan menghasilkan banyak buah”

(2Kor 9:6-10; Yoh 12:24-26) “ Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal. Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situ pun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa” (Yoh 12:24-26), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Laurensius, diakon dan martir, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Terpanggil menjadi diakon berarti membantu tugas para rasul untuk melayani ‘meja’, artinya memperhatikan kebutuhan hidup sehari-hari umat Allah, dengan kata lain merasul dalam hal pelayanan harta benda atau seluk-beluk duniawi. Memang untuk masa kini terlibat atau mengelola harta benda duniawi sungguh butuh orang yang beriman, karena tanpa iman terlibat dalam harta benda/uang atau mengelolanya pasti akan cenderung untuk berkorupsi. Dengan kata lain semakin mendunia, berpartisipasi dalam seluk beluk duniawi harus semakin beriman. Maka dalam rangka mengenangkan St.Laurensius, diakon dan martir, hari ini saya mengajak anda sekalian untuk mawas diri dalam hal penghayatan rahmat kemartiran kita. Hemat saya mengelola atau mengurus harta benda duniawi atau seluk-beluk duniawi dengan baik dan benar pada masa kini merupakan salah satu bentuk penghayatan kemartiran yang mendesak dan up to date kita hayati dan sebarluakan pada masa kini. Mereka yang bertugas mengelola atau mengurus harta benda dan uang dengan jujur dan disiplin memang ‘harus berani mati’ artinya ada kemungkinan dibenci dan diamat-amati terus-menerus dengan tujuan jahat atau jelek. Di jajaran pemerintahan Indonesia masa lalu sampai kini rasanya orang jujur dan benar maupun pejuang kebenaran dan kejujuran senantiasa harus siap sedia disingkirkan, bahkan siap sedia mati. Dalam hal ini saya teringat pada tokoh Munir, dari Kontras, yang penyebab kematiannya sampai kini masih dijadikan misteri. Kasus kerusuhan bermotif agama di Pandeglang maupun Temanggung tahun lalu hemat saya merupakan usaha mematikan pejuang kebenaran dan kejujuran dalam rangka membongkar korupsi di negeri ini, dengan kata lain bukan kerusuhan agama, melainkan pembelokan perhatian rakyat dari masalah korupsi alias bermotif ekonomi atau duniawi. Begitulah sikap mental orang-orang duniawi yang seenaknya menghabisi kebenaran dan kejujuran. · “Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga.Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan” (2Kor 9:6-8). Kutipan di atas ini kiranya megingatkan kita semua bahwa manusia maupun harta benda pada dirinya sendiri sebenarnya bersifat sosial, maka jika kita sungguh beriman diharapkan senantiasa hidup dan bertindak sosial dimana pun dan kapan pun. Marilah kita sadari dan hayati bahwa masing-masing dari kita adalah buah atau korban gotong-royong, antara Tuhan dan orangtua, dan bapak serta ibu kita masing-masing. Ada dan pertumbuhan serta perkembangan diri kita sampai kini karena dan oleh gotong-royong, maka jika kita tidak hidup bergotong-royong atau sosial berarti kita mengingkari jati diri kita masing-masing. Karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, maka segala jenis dan bentuk harta benda yang tercipta oleh manusia juga bersifat sosial. Maka dengan ini kami berharap kepada mereka yang kaya akan harta benda atau uang untuk hidup sosial, hendaknya jangan hanya berkelebihan dalam hal harta benda atau uang saja, tetapi juga berkelebihan dalam hal kebajikan-kebajikan. Semakin kaya akan harta benda atau uang kami harapkan juga semakin kaya akan kebajikan-kebajikan. Maklum cukup banyak orang yang kaya akan harta benda atau uang di Indonesia saat ini sering begitu teliti dan penuh dengan hitung-hitungan sehingga tumbuh berkembang ke bersikap mental bisnis alias materialistis, kurang atau tidak sosial. “Mujur orang yang menaruh belas kasihan dan yang memberi pinjaman, yang melakukan urusannya dengan sewajarnya. Sebab ia takkan goyah untuk selama-lamanya; orang benar itu akan diingat selama-lamanya.Ia tidak takut kepada kabar celaka, hatinya tetap, penuh kepercayaan kepada TUHAN. Hatinya teguh, ia tidak takut, sehingga ia memandang rendah para lawannya.” (Mzm 112:5-8) Ign 10 Agustus 2012 *) Sumber Millis KD

Kamis, 09 Agustus 2012

“Engkau bukan memikirkan apa yg dipikirkan Allah melainkan apa yg dipikirkan manusia.”

(Yer 31:31-34; Mat 16:13-23) “Setelah Yesus tiba di daerah Kaisarea Filipi, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: "Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?" Jawab mereka: "Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia dan ada pula yang mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para nabi." Lalu Yesus bertanya kepada mereka: "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?" Maka jawab Simon Petrus: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" Kata Yesus kepadanya: "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga. Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga." Lalu Yesus melarang murid-murid-Nya supaya jangan memberitahukan kepada siapa pun bahwa Ia Mesias. Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga. Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia, katanya: "Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau." Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: "Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.” (Mat 16:13-23), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Sikap mental materialistis sudah begitu menjiwai banyak orang, sehingga pikirannya senantiasa terarah atau terkonsentrasikan pada hal-hal dunia atau mungkin manusiawi, namun tidak sampai pada Yang Ilahi. Sabda hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua, umat beriman, untuk senantiasa mengarahkan pikiran kepada Yang Ilahi atau Allah. Ingatlah dan sadari bahwa apa yang akan kita lakukan pada umumnya sangat tergantung pada apa yang kita pikirkan: begitu bangun pagi hari kita memikirkan apa, itulah yang akan kita lakukan sepanjang hari atau menjiwai cara hidup dan cara bertindak kita sepanjang hari. Kami berharap begitu bangun pagi pikiran diarahkan kepada Yang Ilahi atau Allah, antara lain begitu bangun segera berdoa singkat untuk berterima kasih dan bersyukur kepada Allah bahwa masih dianugerahi hidup dan kesehatan, dan dengan rendah hati mohon rahmat dan bantuan Allah agar sepanjang hari yang akan dilalui atau dijalani senantiasa hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak atau perintah Allah. Mengarahkan pikiran kepada Allah berarti senantiasa memikirkan apa yang baik, menyelamatkan dan membahagiakan, terutama keselamatan atau kebahagiaan jiwa manusia. Jika kita senantiasa memikirkan yang demikian itu, maka sepanjang hari kita pasti senantiasa melakukan apa yang baik, dan tidak pernah mengecewakan orang lain. Semoga cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari tidak menjadi batu sandungan bagi saudara-saudari kita untuk berbuat jahat. · “ Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku” (Yer 31:33), demikian firman Tuhan melalui nabi Yeremia. Marilah firman Tuhan ini kita tanggapi dengan rendah hati dan keterbukaan. Apa yang ada dalam hati dan batin memang mempengaruhi atau menjiwai cara berpikir atau pikiran kita. Apa yang ada di dalam batin dan hati bagaikan ‘akar’ dalam sebuah tanaman, tidak kelihatan di permukaan, namun sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang bersangkutan. Kami berharap agar batin dan hati senantiasa memperoleh perhatian yang memadai dalam aneka bentuk pendidikan atau pembinaan, entah di dalam keluarga, sekolah atau masyarakat. Salah satu usaha untuk itu antara lain rajin untuk membaca dan merenungkan apa yang tertulis di dalam Kitab Suci atau aneka tata tertib dan aturan yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing. Atau mungkin anda mempunyai rumusan singkat visi atau spiritualitas, baiklah jika rumusan kata-kata singkat tersebut ditulis dengan baik dan kemudian ditaruh di atas meja atau ditempel di pintu-pintu kamar kita, sehingga setiap hari dapat melihat dengan harapan juga dapat mencecap dalam-dalam visi atau spiritualitas tersebut dan kemudian menjiwai cara hidup dan cara bertindak kita. Kami percaya bahwa anda semua masing-masing memiliki motto hidup pribadi atau bersama, baiklah motto tersebut dicecap dalam-dalam. “Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh! Janganlah membuang aku dari hadapan-Mu, dan janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari padaku! Bangkitkanlah kembali padaku kegirangan karena selamat yang dari pada-Mu, dan lengkapilah aku dengan roh yang rela! Maka aku akan mengajarkan jalan-Mu kepada orang-orang yang melakukan pelanggaran, supaya orang-orang berdosa berbalik kepada-Mu” (Mzm 51:12-15) Ign 9 Agustus 2012 *) Sumber Millis KD

Rabu, 08 Agustus 2012

“Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalaNya."

(1Kor 2:1-10a; Luk 9:57-62) “Ketika Yesus dan murid-murid-Nya melanjutkan perjalanan mereka, berkatalah seorang di tengah jalan kepada Yesus: "Aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi." Yesus berkata kepadanya: "Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya." Lalu Ia berkata kepada seorang lain: "Ikutlah Aku!" Tetapi orang itu berkata: "Izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapaku." Tetapi Yesus berkata kepadanya: "Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana-mana." Dan seorang lain lagi berkata: "Aku akan mengikut Engkau, Tuhan, tetapi izinkanlah aku pamitan dahulu dengan keluargaku." Tetapi Yesus berkata: "Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah.” (Luk 9:57-62), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Dominikus, imam, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · St Dominikus dikenal sebagai pengkotbah ulung dan mendirikan Ordo Pengkotbah. Sebagai imam pengkotbah ia tak kenal lelah keliling ke mana-mana guna mewartakan Kabar Baik, Injil, dan ia menjadi pembaharu dalam kotbah, mengingat dan memperhatikan para imam pada masanya pada umumnya berkotbah seenaknya, tidak bersumber pada Kitab Suci atau Injil. Maka dengan ini kami mengingatkan dan mengajak siapa saja yang berkotbah untuk mempersiapkan diri sebaik mungkin, antara lain membaca dan merenungkan bacaan-bacaan dari Kitab Suci yang akan dibacakan serta dijadikan bahan utama dalam kotbah. Dalam berkotbah atau mewartakan Kabar Baik kita dapat meneladan atau bercermin pada Yesus sendiri, yang senantiasa menyampaikan ajaran-ajaran atau kotbah-kotbahNya dengan sederhana, antara lain dengan mengangkat pengalaman hidup sehari-hari sebagai bahana penyampaian ajaran atau kotbah-kotbahNya. Ada pepatah bahwa “orang pandai sejati dapat menyederhanakan apa yang sulir berbelit-belit sehingga dapat diketahui dan dfahami oleh semua orang, sebaliknya orang bodoh membuat apa yang sederhana dan mudah menjadi sulit berbelit-belit”. Sebagai contoh: panas terjadi karena gesekan benda-benda atau zat-zat tertentu, maka ketika anggota badan kita saling bergesekan menjadi hangat (ingat orang berpelukan!). Memang dalam berkotba atau mewartakan Kabar Baik kita harus dengan jiwa besar dan hati rela berkorban untuk meninggalkan cara-caranya sendiri atau cara-cara masa lalu, sebagai warisan yang harus diperbaharui. Dengan kata lain marilah kita hidup dan bertindak sesuai dengan charisma atau spiritualitas yang telah kita peluk dan geluti. · “Ketika aku datang kepadamu, saudara-saudara, aku tidak datang dengan kata-kata yang indah atau dengan hikmat untuk menyampaikan kesaksian Allah kepada kamu. Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan.Aku juga telah datang kepadamu dalam kelemahan dan dengan sangat takut dan gentar.Baik perkataanku maupun pemberitaanku tidak kusampaikan dengan kata-kata hikmat yang meyakinkan, tetapi dengan keyakinan akan kekuatan Roh”(1Kor 2:1-4). Sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus kita dipanggil untuk terus-menerus memahami dan mengenal Yesus Kristus, dan usaha untuk ini tidak lain adalah dengan membaca dan merenungkan apa yang tertulis di dalam Kitab Suci atau Injil. Memang agar kita dapat memahami dan mengimani dengan baik apa yang tertulis di dalam Kitab Suci atau Injil kita harus berusaha hidup dan bertindak dalam dan oleh Roh, karena apa yang ada di dalam Kitab Suci ditulis dalam dan oleh ilham Roh, Allah. Dan apa yang ditulis dalam ilham Roh atau Allah “memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.” (2Tim 3:16). Hidup dan bertindak dalam dan oleh Roh hemat saya berarti senantiasa hidup dan bertindak dengan rendah hati dan terbuka terhadap aneka kemungkinan, kesempatan atau perubahan. Orang senantiasa siap sedia untuk berubah, dan tentu saja berubah semakin baik, semakin suci, semakin menyerupai cara hidup dan cara bertindak Yesus Kristus. Hendaknya kita juga senantiasa siap sedia untuk diajar, menerima ajaran-ajaran baru, siap sedia diperbaiki kelakuan dan dididik dalam kebenaran. “Marilah kita bersorak-sorai untuk TUHAN, bersorak-sorak bagi gunung batu keselamatan kita.Biarlah kita menghadap wajah-Nya dengan nyanyian syukur, bersorak-sorak bagi-Nya dengan nyanyian mazmur. Sebab TUHAN adalah Allah yang besar, dan Raja yang besar mengatasi segala allah.” (Mzm 95:1-3) Ign 8 Agustus 2012 *) Sumber Millis KD

"Tenanglah! Aku ini jangan takut!"

(Yer 30:1-2.12-15.18-22; Mat 14:22-36) “ Sesudah itu Yesus segera memerintahkan murid-murid-Nya naik ke perahu dan mendahului-Nya ke seberang, sementara itu Ia menyuruh orang banyak pulang. Dan setelah orang banyak itu disuruh-Nya pulang, Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri. Ketika hari sudah malam, Ia sendirian di situ. Perahu murid-murid-Nya sudah beberapa mil jauhnya dari pantai dan diombang-ambingkan gelombang, karena angin sakal. Kira-kira jam tiga malam datanglah Yesus kepada mereka berjalan di atas air. Ketika murid-murid-Nya melihat Dia berjalan di atas air, mereka terkejut dan berseru: "Itu hantu!", lalu berteriak-teriak karena takut. Tetapi segera Yesus berkata kepada mereka: "Tenanglah! Aku ini, jangan takut!" Lalu Petrus berseru dan menjawab Dia: "Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air." Kata Yesus: "Datanglah!" Maka Petrus turun dari perahu dan berjalan di atas air mendapatkan Yesus.Tetapi ketika dirasanya tiupan angin, takutlah ia dan mulai tenggelam lalu berteriak: "Tuhan, tolonglah aku!" Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang dia dan berkata: "Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?"Lalu mereka naik ke perahu dan angin pun redalah. Dan orang-orang yang ada di perahu menyembah Dia, katanya: "Sesungguhnya Engkau Anak Allah." Setibanya di seberang mereka mendarat di Genesaret. Ketika Yesus dikenal oleh orang-orang di tempat itu, mereka memberitahukannya ke seluruh daerah itu. Maka semua orang yang sakit dibawa kepada-Nya. Mereka memohon supaya diperkenankan menjamah jumbai jubah-Nya. Dan semua orang yang menjamah-Nya menjadi sembuh” (Mat 14:22-36), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · “Jangan takut” merupakan sabda Tuhan yang terarah kepada orang-orang yang terpilih untuk berpartisipasi dalam karya penyelamatan. Dalam kisah Warta Gembira hari ini diceriterakan para rasul yang ketakutan karena dalam perjalanan melalaui danau diombang-ambingkan oleh ombak: mereka takut perahu karam dan akhirnya semuanya tenggelam. Karena ketakutan mereka, Yesus yang datang untuk menyertai mereka pun disikapi sebagi hantu yang menakutkan. Kisah ini kiranya dapat menjadi bahan mawas diri atau permenungan kita, dimana dalam perjalanan penghayatan panggilan serta pelaksanaan tugas pengutusan kita sering menghadapi masalah, tantangan, godaan dan jebakan, yang menakutkan dan dapat menenggelamkan kita ke dalam arus kejahatan. Sebagai orang beriman, marilah kita sadari dan hayati bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan kita, melainkan Dia terus-menerus menyertai dan mendampingi perjalanan hidup, tugas dan panggilan kita. Maka marilah kita lihat dan hayati kehadiran dan karyaNya dalam apa yang baik, indah, luhur dan mulia di tengah-tengah kita, yang antara lain menjadi nyata dalam diri orang yang berkehendak baik. Kami percaya bahwa kita semua berkehendak baik, maka marilah saling mengkomunikasikan kehendak baik kita serta kemudian kita sinerjikan guna menghadapi aneka masalah, tantangan, hambatan dan godaan. Dalam kebersamaan dengan Tuhan maupun saudara-saudari kita yang berkehendak baik tidak ada ketakutan sedikitpun. Penakut berarti kalah sebelum perang atau berjuang, marilah kita menjadi pemberani karena Tuhan senantiasa menyertai. · “Sesungguhnya, Aku akan memulihkan keadaan kemah-kemah Yakub, dan akan mengasihani tempat-tempat tinggalnya, kota itu akan dibangun kembali di atas reruntuhannya, dan puri itu akan berdiri di tempatnya yang asli.” (Yer 30:18), demikian Firman Tuhan melalui nabi Yeremia terhadap bangsa terpilih yang sedang berada dalam masa pembuangan. Kutipan ini kiranya baik menjadi permenungan atau refleksi kita, khususnya yang sedang dalam mengalami krisis, frustrasi atau takut karena penderitaan akibat dari kelalaian para pendahulu kita. Karena kelalaian para pendahulu kita maka ada kemungkinan hidup bersama amburadul, tak nyaman dan tak sejahtera dan tak damai-tenteram. Sekali lagi marilah kita lihat dan akui saudara-saudari kita yang berkehendak baik untuk memperbaiki situasi dan kondisi kehidupan bersama, kita dengarkan kehendak baik dan niatnya serta kemudian kita menyatukan diri dengannya. Di tengah-tengah kehidupan kita bersama pasti ada orang-orang yang menghayati rahmat kenabian, sehingga dengan rendah hati dan tekun menyuarakan aneka kebenaran dan ajakan guna memperbaiki situasi dan kondisi hidup bersama. Fungsi macam itu antara lain ada dalam diri para pemuka-pemuka agama: kyai, pendeta, pastor, biksu dst.., maka marilah kita dengarkan ajaran, nasihat, petuah, kotbah dan saran mereka , serta kemudian kita hayati bersama-sama guna memperbaiki hidup bersama di tengah-tengah masyarakat. Kepada para pemuka agama kami berharap tidak jemu-jemu dan terus-menerus mengingatkan dan mengajak umatnya untuk senantiasa hidup dan bertindak baik, sesuai dengan kehendak Tuhan. Sekali lagi kami ingatkan bahwa saat ini kita berada dalam masa puasa saudara-saudari kita, umat Islam, maka marilah menyatukan diri pada mereka dalam rangka usaha memperbaiki diri, maupun situasi dan kondisi lingkungan hidup bersama. “Biarlah hal ini dituliskan bagi angkatan yang kemudian, dan bangsa yang diciptakan nanti akan memuji-muji TUHAN, sebab Ia telah memandang dari ketinggian-Nya yang kudus, TUHAN memandang dari sorga ke bumi, untuk mendengar keluhan orang tahanan, untuk membebaskan orang-orang yang ditentukan mati dibunuh” (Mzm 102: 19-22) Ign 7 Agustus 2012 *) Sumber Millis KD

Kamis, 02 Agustus 2012

“Cukuplah bagi seorang murid jika ia menjadi sama seperti gurunya”

(1Kor 2:1-5; Mat 10:24-27) “Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya, atau seorang hamba dari pada tuannya. Cukuplah bagi seorang murid jika ia menjadi sama seperti gurunya dan bagi seorang hamba jika ia menjadi sama seperti tuannya. Jika tuan rumah disebut Beelzebul, apalagi seisi rumahnya. Jadi janganlah kamu takut terhadap mereka, karena tidak ada sesuatu pun yang tertutup yang tidak akan dibuka dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi yang tidak akan diketahui. Apa yang Kukatakan kepadamu dalam gelap, katakanlah itu dalam terang; dan apa yang dibisikkan ke telingamu, beritakanlah itu dari atas atap rumah.” (Mat 10:24-27), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Petrus Faber, imam Yesuit, sahabat St.Iignatius Loyola, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Pertama-tama saya minta maaf kalau hari ini saya mengambil bacaan dan tema pesta St.Petrus Faber, imam Yesuit, karena saya juga imam Yesuit. Petrus Faber adalah seorang anak gembala domba, dan baru setelah usia 10 th ia belajar membaca dan menulis. Dalam tugas belajarnya ia akhirnya belajar di Universitas Sorbone-Paris, yang terkenal waktu itu sampai sekarang, dan di universitas ini ia berkenalan dengan Ignatius Loyola serta kemudian berguru kepada Ignatius Loyola perihal Latihan Rohani atau olah kebatinan Kristiani. Dan selanjutnya ia menjadi sahabat Ignatius Loyola, gurunya, sampai mati. Petrus Faber meneladan gurunya, Ignatius Loyola, memberitakan Kabar Baik “dari atas rumah”, yang berarti mengatasi melintasi batas daerah maupun suku dan bangsa alias siap sedia diutus untuk mewartakan Kabar Baik ke seluruh dunia. Semangat merasul para pengikut St.Ignatius Loyola memang siap sedia untuk memasuki daerah-daerah ‘frontier’ , di perbatasan aneka masalah, tantangan, suku dan bangsa, di antara ketegangan-ketegangan kehidupan atau remang-reman kehidupan untuk menanggapi sabda Yesus:”Apa yang Kutakataan kepadamu dalam gelap, katakanlah itu dalam terang”. Yang disabdakan oleh Yesus dalam gelap berarti dalam permenungan, meditasi atau kontemplasi, dimana dalam doa-doa ini orang menerima pencerahan dan pewahyuan baru, yang selanjutnya diteruskan kepada saudara-saudarinya dimana pun dan kapan pun. Kami berharap kepada segenap umat beriman untuk tidak takut dan tidak gentar meneruskan atau mewartakan apa yang baik, benar dan suci yang diterima atau ditemukan dalam doa atau pembelajaran dan pembacaan kepada siapapun dan dimanapun dalam hidup, pekerjaan dan pelayanan sehari-hari. · “Demikianlah pula, ketika aku datang kepadamu, saudara-saudara, aku tidak datang dengan kata-kata yang indah atau dengan hikmat untuk menyampaikan kesaksian Allah kepada kamu. Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan.Aku juga telah datang kepadamu dalam kelemahan dan dengan sangat takut dan gentar.” (1Kor 2:1-3), demikian kesaksian iman Paulus kepada umat di Korintus, kepada kita semua umat beriman, khususnya yang beriman kepada Yesus Kristus. “Aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan”, inilah yang hendaknya kita renungkan atau refleksikan. Beriman kepada Yesus Kristus tanpa mengimani Dia sebagai Yang Tersalib demi keselamatan jiwa seluruh dunia, umat manusia, kiranya tidak berarti apa-apa. Mengimani Yang Tersalib berarti senantiasa siap sedia dengan jiwa besar dan hati rela berkorban untuk menghayati iman, setia pada panggilan dan tugas pengutusan, meskipun untuk itu harus menderita dalam menghadapi aneka tantangan, masalah dan hambatan. “Jer basuki mowo beyo” = Untuk hidup mulia, bahagia dan damai sejahtera orang harus siap sedia untuk menderita dan berkorban, demikian kata pepatah Jawa. Penderitaan dan pengorbanan yang mendatangkan kebahagiaan dan kedamaian, secara manusia kiranya telah dihayati oleh rekan-rekan perempuan yang telah bersuami, yaitu dengan menderita sakit karena mengorbankan keperawanannya dalam relasi kasih dengan suaminya (penderitaan yang sama kiranya juga dihayati ketika sedang melahirkan anaknya). Maka benarlah bahwa dalam kehidupan sehari-hari pada umumnya rekan-rekan perempuan lebih siap sedia dan rela untuk berkorban demi kebahagiaan dan kesejahteraan orang lain. Marilah kita saling berkorban guna mengusahakan hidup bahagia dan damai sejahtera bersama. Kami berharap agar anak-anak sedini mungkin di dalam keluarga dididik dan dibiasakan dalam hal berkorban demi kebahagiaan dan kesejahteraan orang lain, dengan kata lain jauhkan semangat atau sikap mental memanjakan anak-anak, yang pada giliranya akan mencelakakan mereka. "Terpujilah Engkau, Tuhan, Allah nenek moyang kami, yang patut dihormati dan ditinggikan selama-lamanya. terpujilah nama-Mu yang mulia dan kudus, yang patut dihormat dan ditinggikan selama-lamanya. Pujilah Tuhan, hai segala malaekat Tuhan, nyanyikanlah dan tinggikanlah Dia selama-lamanya” (Dan 3:52.58) Ign 2 Agustus 2012 *) Sumber Millis KD

“Ia pun pergi lalu membeli mutiara itu”

(Yer 15:10.16-21; Mat 13:44-46) "Hal Kerajaan Sorga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamkannya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu. Demikian pula hal Kerajaan Sorga itu seumpama seorang pedagang yang mencari mutiara yang indah. Setelah ditemukannya mutiara yang sangat berharga, ia pun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu." (Mat 13:44-46), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Alfonsus Maria de Liguori, Uskup dan Pujangga Gereja, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Mereka yang terpilih menjadi uskup adalah imam yang diamini paling mampu melayani umat serta diterima oleh kebanyakan umat, dengan kata lain adalah yang dinilai yang terbaik dan tersuci di antara umat pada umumnya dan imam khususnya. Mereka dapat menjadi teladan dalam hidup beriman, dalam membaktikan diri seutuhnya kepada Tuhan alias orang yang ‘menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara atau ladang’. Yang dimaksudkan dengan mutiara di sini tidak lain hemat adalah yang paling berharga dalam diri manusia, yaitu jiwanya, sedangkan ladang adalah pekerjaan atau tugas. Maka terpanggil menjadi uskup berarti membaktikan diri sepenuhnya demi tugas pekerjaan penyelamatan jiwa-jiwa manusia. St Alfonsus yang kita kenangkan hari ini dikenal dengan pelayanannya sebagai seorang imam yang pintar, pendoa, terampil berkorbah dan bekerjasama dengan rekan-rekan imam lainnya dalam rangka mewartakan Kabar Baik, maka kemudian diangkat menjadi uskup dan kemudian dianugerahi fungsi sebagai pujangga Gereja. Ia sungguh membaktikan diri sepenuhnya demi keselamatan jiwa umat Allah. Sebagai orang beriman kita semua juga dipanggil untuk senantiasa mengusahakan keselamatan jiwa manusia, berpartisipasi dalam karya penyelamatan jiwa manusia. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan anda semua untuk senantiasa berpedoman demi keselamatan jiwa manusia dalam cara hidup dan cara bertindak dimana pun dan kapan pun. Jiwa manusia adalah mutiara yang terindah dan paling berharga, maka marilah kita usahakan dengan bekerja keras dan bekerjasama, karena pekerjaan ini sungguh berat dan mulia. Marilah kita kerahkan tenaga dan waktu kita untuk berpartisipasi dalam karya penyelamatan jiwa manusia. · “Apabila aku bertemu dengan perkataan-perkataan-Mu, maka aku menikmatinya; firman-Mu itu menjadi kegirangan bagiku, dan menjadi kesukaan hatiku, sebab nama-Mu telah diserukan atasku, ya TUHAN, Allah semesta alam.Tidak pernah aku duduk beria-ria dalam pertemuan orang-orang yang bersenda gurau; karena tekanan tangan-Mu aku duduk sendirian, sebab Engkau telah memenuhi aku dengan geram” (Yer 15:16-17), demikian kesaksian iman nabi Yeremia. Menikmati perkataan atau sabda Tuhan itulah yang hendaknya kita renungkan dan hayati. Maka marilah kita baca, renungkan dan cecap dalam-dalam apa yang tertulis di dalam Kitab Suci, sabda-sabda Tuhan. Jika kita sungguh dapat rmencecap dalam-dalam sabda Tuhan dan karena Tuhan Maha Segalanya, maka mau tak mau kita pasti akan dikuasai atau dirajai oleh Tuhan dan dengan demikian kita sungguh terpenjara oleh sabda-sabdaNya sehingga kapan pun dan dimana pun harus hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak dan perintah Tuhan, kita senantiasa hidup bersama dan bersatu dengan Tuhan. Hidup bersama dan bersatu dengan Tuhan tak akan mungkin hidup seenaknya, bermalas-malasan, melainkan mau tak mau harus bekerja keras dalam melakukan apa yang baik dan menyelamatkan, terutama keselamatan jiwa manusia. Kita tak mudah tergoda atau dirayu oleh orang yang hidup dan bekerja seenaknya untuk diajak bermalas-malasan atau bersendau-gurau tiada guna. Hendaknya setiap hari kita membaca dan merenungkan sabda-sabda Tuhan, sebagaimana yang tertulis di dalam Kitab Suci, yang juga saya usahakan setiap hari. Moga-moga apa yang saya kutipkan dan refleksikan secara sederhana setiap hari dapat membantu anda sekalian untuk menjadi suka membaca dan merenungkan sabda-sabda Tuhan, serta kemudian mencecapNya dalam-dalam dan menghayatinya dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari. Ingatlah, sadari dan hayati bahwa kita perlu dibina dan dididik oleh sabda-sabda Tuhan, agar tumbuh berkembang menjadi pribadi yang cerdas beriman. Semoga kita menjadi geram ketika melihat kejahatan atau kebejatan moral, dan kemudian tergerak untuk memberantasnya. “Lepaskanlah aku dari pada musuhku, ya Allahku; bentengilah aku terhadap orang-orang yang bangkit melawan aku. Lepaskanlah aku dari pada orang-orang yang melakukan kejahatan dan selamatkanlah aku dari pada penumpah-penumpah darah. Sebab sesungguhnya, mereka menghadang nyawaku; orang-orang perkasa menyerbu aku, padahal aku tidak melakukan pelanggaran, aku tidak berdosa, ya TUHAN, aku tidak bersalah, merekalah yang lari dan bersiap-sia” (Mzm 59:2-5a) Ign 1 Agustus 2012 *) Sumber Millis KD

“Barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya”

Pesta St Ignatius Loyola: Ul 30:15-20; Gal 5:16-25; Luk 9:18-26 “Barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya” St Ignatius Loyola terkenal dan diakui sebagai salah satu guru rohani/spiritual dalam Gereja Katolik dengan Latihan Rohaninya. Buku Latihan Rohani merupakan hasil buah permenungan atau refleksi St.Ignatius Loyola dalam perjalanan hidup dan panggilannya bertahun-tahun dengan berinspirasi pada apa yang tertulis dalam Kitab Suci, Injil, khususnya riwayat perutusan Yesus Kristus, Penyelamat Dunia. Buku Latihan Rohani merupakan tuntutan olah rohani, agar mereka yang menjalani Latihan atau Olah Rohani tumbuh berkembang menjadi sahabat Yesus, hidup dan bertindak meneladan cara hidup dan cara bertindak Yesus Kristus, yang datang dan diutus untuk menyelamatkan seluruh dunia. Maka mereka yang telah menjalani Latihan Rohani dalam cara hidup dan cara bertindaknya dalam tugas, panggilan atau pekerjaan apapun senantiasa berusaha untuk berpartisipasi dalam karya penyelamatan dunia. Berparitisipasi dalam karya penyelamatan dunia masa kini hemat saya harus mahir dalam pembedaan roh atau spiritual discernment, maka baiklah dalam rangka mengenangkan pesta St.Ignatius Loyola hari ini kami ajak anda sekalian untuk mawas diri perihal kemahiran pembedaan roh yang oleh St.Ignatius Loyola sungguh menjadi cirikhas sahabat-sahabat Yesus Kristus. "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia membinasakan atau merugikan dirinya sendiri?” (Luk 9:23-25) Mahir dalam pembedaan roh atau spiritual discernment memang ‘harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari’, alias tidak hidup dan bertindak mengikuti selera atau kehendak pribadi. Memikul salibnya setiap hari berarti setia melaksanakan tugas dan pekerjaan atau kewajiban setiap hari alias setia menghayati atau melaksanakan aneka tata tertib atau aturan yang terkait dengan tugas, panggilan dan perutusannya. Pelatihan awal agar terampil atau mahir dalam pembedaan roh adalah membiasakan diri mentaati dan melaksanakan aneka tata tertib atau aturan. Dalam hidup dan kerja kita setiap hari dimana pun dan kapan pun kiranya kita terikat oleh tata tertib atau aturan, maka kami harapkan kita tidak meremehkan aturan atau tata tertib tersebut. Hendaknya selama diperjalanan, entah sebagai pengemudi kendaraan atau pejalan kaki, mentaati dan melaksanakan aneka rambu-rambu lalu lintas, karena tertib dijalanan hemat saya merupakan cermin kwalitas bangsa. Menyangkal diri atau ‘kehilangan nyawa karena Tuhan’ berarti mengarahkan dambaan, kerinduan atau cita-cita kepada Tuhan, dengan harapan dapat melaksanakan aneka perintah dan kehendak Tuhan dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari. Setiap dari kita kiranya memiliki dambaan, kerinduan atau cita-cita yang berbeda satu sama lain, demikian setiap suku dan bangsa memiliki ‘budaya’ (=cara melihat, cara merasa, cara berpikir, cara bersikap dan cara bertindak) yang berbeda satu sama lain. Marilah kita sadari dan hayati bahwa aneka perbedaan yang ada merupakan anugerah Tuhan, yang hendaknya dihayati sebagai wahana untuk saling melengkapi dan mengasihi. Hemat saya di antara perbedaan-perbedaan yang ada pasti ada kesamaan, maka baiklah dalam rangka saling mengasihi pertama-tama kita hayati apa yang sama di antara kita secara mendalam dan handal, sehingga apa yang berbeda fungsional memperteguh dan memperdalam hidup saling mengasihi. Dengan saling menyangkal diri diharapkan dalam kebersamaan hidup dan kerja kita terjadi kesatuan hati dan budi serta jiwa. Tindakan ada kemungkinan berbeda sesuai dengan situasi dan kondisi di mana kita hidup dan bekerja, tetapi tetap dalam kesatuan hati, budi dan jiwa. Jika kita sungguh dalam kesatuan hati, jiwa dan budi maka kebersamaan hidup dan kerja kita menyelamatkan diri kita maupun mereka yang kena dampak hidup dan kinerja kita. “Ingatlah, aku menghadapkan kepadamu pada hari ini kehidupan dan keberuntungan, kematian dan kecelakaan, karena pada hari ini aku memerintahkan kepadamu untuk mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya dan berpegang pada perintah, ketetapan dan peraturan-Nya, supaya engkau hidup dan bertambah banyak dan diberkati oleh TUHAN, Allahmu, di negeri ke mana engkau masuk untuk mendudukinya” (Ul 30:15-16). Kita semua mendambakan kehidupan sejati dan keberuntungan, maka marilah kita bersama-sama, bergotong-royong ‘hidup menurut jalan yang ditunjukkan oleh Tuhan dan berpegang pada perintah, ketetapan dan peraturanNya’. Pada saat ini saudara-saudari kita, umat Islam, sedang menjalani puasa, ibadah guna semakin mendekatan diri pada perintah, ketetapan dan peraturan Tuhan, maka baiklah kita menyatukan diri dengan saudara-saudari kita yang sedang berpuasa, menyangkal diri dan berusaha setia pada aturan dan tata tertib hidup beriman atau beragama. “Buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu. Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya. Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh” (Gal 5:22-25) Hidup dari dan oleh Roh Kudus , ‘dipimpin oleh Roh’, berarti dapat menemukan Tuhan dalam segala sesuatu dan menghayati segala sesuatu dalam Tuhan. Segala sesuatu yang ada di dunia ini ada karena diciptakan oleh Tuhan bekerjasama dengan orang-orang yang sungguh memper-sembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan. Tanpa Tuhan segala sesuatu di dunia ini tidak ada sebagaimana adanya saat ini. Tuhan hidup dan berkarya dalam segala sesuatu dan tentu saja terutama dalam diri manusia, yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citraNya. Karya Tuhan dalam diri manusia menjadi nyata dalam penghayatan keutamaan-keutamaan sebagaui buah Roh, yaitu “kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemah-lembutan, penguasaan diri”. Orang yang mahir atau terampil dalam pembedaan roh senantiasa juga hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Roh dan dengan demikian cara hidup dan cara bertindaknya dijiwai sekaligus menghasilkan keutamaan-keutamaan sebagai buah Roh tersebut di atas. Keutamaan-keutamaan tersebut di atas sungguh perlu dan dibutuhkan oleh siapapun yang mendambakan hidup selamat, damai sejahtera dan bahagia lahir-batin, jasmani-rohani, fisik-spiritual. Hemat saya kita semua mendambakan keselamatan, damai dan kebahagiaan macam itu, maka marilah kita saling membantu atau bekerja sama mengusahakan, memperdalam, memperteguh dan menyebarluaskan keutamaan-keutamaan sebagai buah Roh di atas. Mungkin baik saya angkat perihal keutamaan ‘penguasaan diri’. Menguasai diri berarti dapat mengendalikan diri, sehingga dirinya hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak dan perintah Tuhan. Jika kita dapat mengendalikan atau menguasa diri kita, maka sikap hidup kita terhadap orang lain akan melayani, sedangkan jika kita tak dapat mengendalikan atau menguasai diri maka sikap terhadap orang lain akan menindas. Marilah kita senantiasa berusaha setia dan taat kepada perintah dan kehendak Tuhan, dan untuk itu memang harus dapat mengendalikan diri. Maka mengakhiri refleksi sederhana ini, marilah kita renungkan dan hayati doa St.Ignatius Loyola ini: “Ambillah Tuhan, dan terimalah seluruh kemerdekaanku, ingatanku, pikiranku dan segenap kehendakku, segala kepunyaan dan milikku. Engkaulah yang memberikan, padaMu Tuhan kukembalikan. Semuanya milikMu, pergunakanlah sekehendakMu. Berilah aku cinta dan rahmatMu, cukup itu bagiku” (St.Ignatius Loyola, LR no 234) “Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh,tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil.Bukan demikian orang fasik: mereka seperti sekam yang ditiupkan angin.” (Mzm 1:1-4) Ign 31 Juli 2012 *) Sumber Millis KD