Senin, 31 Desember 2012

“Ia diberi nama Yesus, yaitu nama yang disebut oleh malaikat sebelum Ia dikandung ibu-Nya”

Setiap hal baru senantiasa diberi nama atau identitas baru, dan kita hari ini memasuki Tahun Baru, yang disebut sebagai Tahun Ular Air. Ciri-ciri ular antara lain cerdas, sabar, bijak dan cermat, yang dapat dilihat ketika ular akan menangkap mangsanya. Hari ini bagi kami warga Serikat Yesus juga mengenangkan pesta nama Ordo; St.Ignatius Loyola menamakan kelompok atau ordo yang didirikannya dengan ditandai nama Yesus, dengan harapan para pengikutnya senantiasa berusaha untuk menjadi sahabat-sahabat Yesus, taat dan setia meneladan cara hidup dan cara bertindak Yesus maupun mentaati dan melaksanakan sabda-sabdaNya. Hari ini juga merupakan Hari Perdamaian Sedunia, dengan harapan dalam mengarungi tahun-tahun yang akan kita lewati hendaknya senantiasa mengusahakan dan memperdalam hidup damai, bersahabat atau bersaudara dengan siapapun tanpa pandang bulu. Warta Gembira hari ini juga mengkisahkan pemberian nama Penyelamat Dunia yang baru saja dilahirkan dan diberi nama Yesus, sebagaimana diwartakan oleh malaikat kepada SP Maria, maka hari ini juga menjadi Pesta SP Maria Bunda Allah, Bunda Penyelamat Dunia. Angka 13 (tiga belas) sering dikatakan sebagai angka sial, maka di dalam pesawat atau tempat-tempat tertentu tidak ada kursi nomor 13, angka tersebut dihindari. Mungkinkah tahun 2013 yang mulai kita tapaki hari ini juga banyak masalah, tantangan dan hambatan yang membuat sial hidup kita? Marilah kita hadapi tahun 2013 ini dengan semangat ular yang mau menangkap mangsanya. Maka dengan ini kami mengajak anda sekalian untuk menelusuri tahun 2013 dengan semangat yang menandai nama kita masing-masing, mengingat dan memperhatikan bahwa nama yang kita kenakan atau diberikan kepada kita kiranya memiliki harapan atau dambaan tertentu pada kita. ”Ketika genap delapan hari dan Ia harus disunatkan, Ia diberi nama Yesus, yaitu nama yang disebut oleh malaikat sebelum Ia dikandung ibu-Nya.” (Luk 2:21) “Sunat adalah tanda fisik ‘perjanjian dengan Yahweh dan melambangkan integrasi dalam hidup keagamaan bangsa Yahudi. Maka kiasan berupa ‘sunat hati’ mengungkapkan kesetiaan terhadap Yahweh. Ungkapan ‘tak bersunat’ adalah sinonim orang kafir” (Xavier Leon-Dufour: Ensiklopedi Perjanjian Baru, Penerbit Kanisius – Yogyakarta 1990, hal 523). Menurut tradisi Yahudi anak laki-laki pada usia delapan hari harus disunat, dengan kata lain ada harapan agar anak yang bersangkutan senantiasa setia pada kehendak dan perintah Tuhan sampai mati. Secara medis sunat merupakan salah satu cara untuk menjaga kebersihan alat kelamin laki-laki atau penis. Maka dalam rangka mengenangkan pemberian nama Yesus kepada Penyelamat Dunia serta penyunatanNya hari kita, kita semua diingatkan dan diajak untuk senantiasa mengusahakan kebersihan atau kesucian diri kita masing-masing, dan antara lain dengan senantiasa setia pada perintah dan kehendak Allah dalam dan melalui cara hidup dan cara bertindak setiap hari dimanapun dan kapan pun. Kami percaya bahwa nama apapun yang diberikan kepada kita atau kita pilih sendiri untuk menandai diri kita pasti ada harapan agar kita senantiasa tumbuh berkembang sebagai orang yang cerdas beriman sampai mati, baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur. Maka dengan ini kami mengajak anda sekalian untuk senantiasa bekerjasama tumbuh berkembang sebagai pribadi yang cerdas spiritual, sehingga hidup bersama dimana pun dan kapan pun dalam keadaan damai sejahtera, aman tenteram. Sebagai orang yang beriman kepada Bunda Maria kita juga dapat meneladan Bunda Maria, Bunda Allah, sehingga kita semua juga layak disebut sebagai sahabat-sahabat Yesus. Tentu saja secara khusus kami mengingatkan dan mengajak rekan-rekan Yesuit untuk setia menjadi sahabat-sahabat Yesus, sehingga semakin lama kita semakin dikasihi oleh Allah dan sesama manusia, dan dengan demikian juga semakin banyak generasi muda untuk bergabung ke dalam Serikat Yesus. Kami mengajak segenap anggota Lembaga Hidup Bakti, para biarawan dan biarawati untuk setia pada semangat atau spiritualitas pendiri, yang singkatan namanya juga anda kenakan di belakang nama anda masing-masing. Kemerosotan moral hemat saya juga mengena pada para imam, bruder maupun suster, sehingga dalam berkarya mereka sering hanya mengikuti selera pribadi saja, tidak mengikuti tata tertib atau peraturan sebagaimana tertulis di dalam Kitab Hukum Kanonik maupun Konstitusi Tarekat masing-masing. Dalam berkarya kiranya kita juga dapat meneladan Penyelamat Dunia, yang ‘melepaskan ke Allah-an atau kebesaran-Nya’ dengan menjadi sama seperti kita manusia kecuali dalam hal dosa, dengan kata lain hendaknya dalam berkarya dijiwai oleh misteri Inkarnasi. “Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak.Dan karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru: "ya Abba, ya Bapa!"Jadi kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah” (Gal 4:5-7) Hukum atau aneka peraturan dan tata tertib dibuat dan diberlakukan agar mereka yang berada di wilayah hukum tersebut hidup saling mengasihi, sebagaimana dikehendaki oleh Tuhan. Jika diperhatikan bahwa banyak orang untuk mentaati hukum atau peraturan saja masih sulit, maka untuk hidup dan bertindak saling mengasihi kiranya masih jauh dari kenyataan dan masih dalam harapan atau impian. Dalam tataran nilai ada tiga macam tingkat, yaitu nilai sopan santun, nilai hukum dan nilai moral. Nilai sopan santun pada umumnya berlaku untuk kalangan atau kelompok terbatas pada suku-suku tertentu, dan ada perbedaan di antara suku-suku yang ada, nilai hukum berlaku di wilayah yang lebih luas, sedangkan nilai moral berlaku dimana saja dan kapan saja, tidak terikat oleh ruang dan waktu. Sebagai orang beriman, yang percaya kepada Tuhan, kita diharapkan hidup dan bertindak berpedoman atau berpegang pada nilai-nilai moral. Nilai moral yang paling mendasar atau tertinggi adalah cintakasih, dan jika orang sungguh hidup dan bertindak saling mengasihi maka hidup bersama dalam keadaan damai sejahtera atau baik. Apa yang disebut baik senantiasa berlaku secara universal, kapan saja dan dimana saja. Tanda bahwa kita semua saling mengasihi atau baik adalah jiwa kita dalam keadaan selamat semuanya, maka keselamatan jiwa manusia hendaknya senantiasa menjadi barometer atau patokan keberhasilan hidup dan karya kita dimana pun dan apapun. “TUHAN memberkati engkau dan melindungi engkau;TUHAN menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia; TUHAN menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera” (Bil 6:24-26). Kutipan ini kiranya membesarkan dan meneguhkan harapan dan usaha kita bersama untuk mengusahakan hidup baik dan damai sejahtera. Maka jika dalam hidup sehari-hari harus menghadapi aneka tantangan, masalah dan hambatan, arahkan hati, jiwa, akal budi dan tubuh anda kepada Tuhan, karena berkat atau rahmatNya akan membekali atau mempersenjatai kita. Bersama dan bersatu dengan Tuhan kita akan mampu mengatasi aneka hambatan, tantangan dan masalah. Maka ingatlah, sadari dan hayati bahwa kita semua adalah ciptaan Tuhan, yang diciptakan untuk memuji, memuliakan, menghormati dan mengabdi Tuhan demi keselamatan jiwa kita. Maka hendaknya aneka kekayaan, harta benda atau keterampilan dan kecakapan difungsikan untuk mengejar tujuan kita diciptakan, yaitu demi keselamatan jiwa manusia. “Kiranya Allah mengasihani kita dan memberkati kita, kiranya Ia menyinari kita dengan wajah-Nya, supaya jalan-Mu dikenal di bumi, dan keselamatan-Mu di antara segala bangsa. Kiranya suku-suku bangsa bersukacita dan bersorak-sorai, sebab Engkau memerintah bangsa-bangsa dengan adil, dan menuntun suku-suku bangsa di atas bumi. Kiranya bangsa-bangsa bersyukur kepada-Mu, ya Allah, kiranya bangsa-bangsa semuanya bersyukur kepada-Mu.” (Mzm 67:2-3.5-6) “Selamat natal 2012 dan tahun baru 2013” Ign 1 Januari 2013 *) Sumber Millis KD

“Orang kepunyaanNya tidak menerimanNya”

(1Yoh 2:18-21; Yoh 1:1-18) “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya. Datanglah seorang yang diutus Allah, namanya Yohanes; ia datang sebagai saksi untuk memberi kesaksian tentang terang itu, supaya oleh dia semua orang menjadi percaya. Ia bukan terang itu, tetapi ia harus memberi kesaksian tentang terang itu.Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia. Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya. Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya. Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya; orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah. Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran. Yohanes memberi kesaksian tentang Dia dan berseru, katanya: "Inilah Dia, yang kumaksudkan ketika aku berkata: Kemudian dari padaku akan datang Dia yang telah mendahului aku, sebab Dia telah ada sebelum aku." Karena dari kepenuhan-Nya kita semua telah menerima kasih karunia demi kasih karunia; sebab hukum Taurat diberikan oleh Musa, tetapi kasih karunia dan kebenaran datang oleh Yesus Kristus. Tidak seorang pun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya.” (Yoh 1:1-18), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Melihat dan percaya merupakan cirikhas Injil Yohanes, murid terkasih Yesus Kristus. Melihat merupakan salah satu indra dari pancaindra kita yang penting, dan banyak orang melihat sesuatu pada umumnya tergerak untuk melakukan sesuatu juga, misalnya melihat makanan enak langsung percaya bahwa makanan itu enak dan kemudian dilahapnya sampai habis. Maka dengan ini kami mengajak anda sekalian untuk memfungsikan mata atau indra penglihatan sebaik mungkin seraya membuka hati sepenuhnya untuk melihat karya penyelenggaraan Ilahi/Allah dalam ciptaan-ciptaanNya di bumi ini. Allah hadir dan berkarya kapan saja dan dimana saja melalui ciptaan-ciptaanNya, yang antara lain menganugerahi pertumbuhan serta perkembangan kepada ciptaan-ciptaanNya untuk tumbuh berkembang sesuai dengan kehendakNya. Warta Gembira hari ini secara implicit menceriterakan perihal Sabda yang telah hadir sebagai Manusia, Allah yang menjadi Manusia hina seperti kita kecuali dalam hal dosa. Ia telah ‘melepaskan kebesaran atau ke Allah-anNya’ dan menjadi sama seperti kita kecuali dalam hal dosa, maka hanya orang-orang yang juga bertindak demikian akan mampu menangkap dan mengimani kehadiranNya. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan anda sekalian untuk senantiasa hidup dan bertindak dengan rendah hati. Kita kiranya dapat bercermin pada para gembala domba yang menjadi saksi pertama kelahiran atau kehadiranNya di dunia ini. · “Anak-anakku, waktu ini adalah waktu yang terakhir, dan seperti yang telah kamu dengar, seorang antikristus akan datang, sekarang telah bangkit banyak antikristus. Itulah tandanya, bahwa waktu ini benar-benar adalah waktu yang terakhir.” (1Yoh 2:18). Hari ini adalah hari terakhir tahun 2012 dan besok kita memasuki hari pertama Tahun Baru 2013. Kutipan di atas ini mengatakan bahwa ‘antikristus akan datang”, yang dimaksudkan kiranya bahwa pada tahun 2013 yang akan datang kita akan menghadapi banyak masalah, tantangan dan hambatan. Masalah kemiskinan, persaudaraan sejati dan lingkungan hidup yang menjadi keprihatinan kita dan telah dicoba dibicarakan dan diperjuangkan untuk diatasi, kiranya malah semakin marak saja. Tawuran antar kelompok atau desa semakin marak, pembabatan hutan semakin tak terkendali dan kemiskinan juga semakin memprihatinkan. Tak ketinggalan juga aneka bencana alam terjadi silih berganti, bertubi-tubi , tiada henti. Semoga pengalaman selama tahun 2012 menjadi pembelajaran kita bersama untuk memasuki Tahun Baru 2013, dan semoga kita semua semakin cermat, cerdas, tertib, tekun dst.. dalam melaksanakan segala sesuatu, terutama dalam menghadapi semangat materialistis atau penyembahan berhala modern, antara lain berupa aneka macam sarana-prasarana canggih masa kini seperti Ipat, HP dll… Sadar dan tidak jika kita tak terkendali dalam menggunakan sarana-prasarana canggih masa kini, kehancuran hidup bersama akan segera tiba dan mungkin juga bagi sementara orang juga merupakan akhir hidupnya di dunia ini. “Biarlah langit bersukacita dan bumi bersorak-sorak, biarlah gemuruh laut serta isinya, biarlah beria-ria padang dan segala yang di atasnya, maka segala pohon di hutan bersorak-sorai di hadapan TUHAN, sebab Ia datang, sebab Ia datang untuk menghakimi bumi. Ia akan menghakimi dunia dengan keadilan, dan bangsa-bangsa dengan kesetiaan-Nya” (Mzm 96:11-13) Ign 31 Desember 2012 *) Sumber Millis KD

Sabtu, 29 Desember 2012

“Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia”

Pesta Keluarga Kudus: 1Sam 1:20-22.24-28; 1Yoh 3:1-2.21-24; Luk 2:41-52 “Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia” Keluarga merupakan dasar hidup menggereja, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, maka jika semua keluarga baik adanya secara otomatis hidup menggereja, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara akan dalam keadaan damai sejahtera dan aman-tenteram. Namun sungguh memprihatinkan bahwa tidak semua keluarga baik adanya atau bahkan mayoritas keluarga mengalami erosi atau kemerosotan moral, sehingga hidup bersama kacau balau sebagaimana dapat kita saksikan pada masa kini. Perceraian antar suami-isteri semakin marak, anak-anak yang kurang kasih sayang dari orangtua semakin banyak, demikian pula tindak kejahatan semakin membengkak. Maka pada hari raya “Pesta Keluarga Kudus” dari Nasaret, Yusuf, Maria dan Kanak-kanak Yesus hari ini, perkenankan saya mengajak mereka yang hidup berkeluarga atau akan hidup berkeluarga sebagai suami-isteri untuk mawas diri dengan cermin Keluarga Kudus dari Nasaret “Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.” (Luk 2:52) Kita semua sebagai manusia adalah ciptaan Allah, yang diciptakan dalam dan oleh kasihNya bekerjasama dengan orangtua, bapak-ibu kita masing-masing yang saling mengasihi, maka masing-masing dari kita adalah ‘buah kasih’ atau yang terkasih dan dapat tumbuh berkembang sebagaimana adanya pada saat ini hanya karena dan oleh kasih. Ikatan laki-laki dan perempuan menjadi suami-isteri juga karena dan oleh kasih, dan kasih antar-suami isteri akan terjadi sampai mati jika mereka berdua dengan sungguh-sungguh saling mengasihi. Cintakasih itu bebas, alias tak terbatas, dan kebebasan hanya dapat dibatasi oleh cintakasih. Dalam dan oleh cintakasih orang dapat berbuat apapun asal tidak pernah melecehkan sedikitpun harkat martabat manusia, dirinya sendiri maupun orang lain. Anak-anak yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada suami-isteri hendaknya juga dididik dan dibesarkan dalam dan oleh cintakasih. Maka dalam mendidik dan membina anak-anak jauhkan dari aneka macam pemanjaan maupun paksaan. Ingatlah dan sadari bahwa anda berdua tergerak untuk menjadi suami-isteri juga dilandasi atau didasari oleh cintakasih dan kebebasan, dan hendaknya cintakasih dan kebebasan anda berdua semakin mendalam dan mantap, sehingga mampu mendidik dan mendampingi anak-anak yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada anda berdua dalam dan dengan cintakasih dan kebebasan. Kita semua kiranya mendambakan diri kita semakin dikasihi oleh Tuhan dan sesama atau saudara-saudari kita, maka hendaknya kita juga senantiasa berusaha dengan sungguh-sungguh mengasihi Tuhan dan sesama kita dimana pun dan kapan pun. Jika anda memiliki beberapa anak hendaknya mendampingi dan mendidik anak-anaknya dengan jiwa ‘cura personalis’, masing-masing diberi perhatian sesuai dengan perkembangan, bakat dan kemungkinannya, tidak digeneralisir. Hendaknya anak-anak juga jangan merasa kurang dikasihi atau diperhatikan oleh orangtuanya, dan tentu saja antar kakak-adik juga dididik dan dibina untuk saling mengasihi dan memperhatikan. Salah satu keprihatinan saya masa kini adalah perihal kepekaan sosial, peka terhadap orang lain atau dalam bahasa asing “to be man/woman for/with others” (menjadi laki-laki/perempuan bagi atau bersama dengan yang lain). Pengalaman relasi antar orangtua dan anak, kakak dan adik, anggota keluarga dengan pembantu rumah tangga merupakan modal untuk kelak kemudian ketika menjadi orang dewasa dalam berrelasi dengan atas, rekan kerja/teman/sahabat dan para pembantu yang lain atau mereka yang miskin dan berkekurangan. Maka binalah anak-anak anda dalam berrelasi dengan anda sebagai orangtua, antar kakak-adik, dengan pembantu rumah tangga dalam hal kepekaan terhadap kebutuhan yang lain. Kami juga berharap bahwa di antara anak-anak anda ada yang tergerak untuk menjadi imam, bruder atau suster, maka jadikanlah keluarga anda sebagai tempat ‘penyemaian benih-benih panggilan’. Gereja Katolik masa kini membutuhkan imam, bruder dan suster yang handal dan kompeten dalam menghadapi perkembangan dan pertumbuhan zaman yang begitu cepat berubah. “Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau hati kita tidak menuduh kita, maka kita mempunyai keberanian percaya untuk mendekati Allah, dan apa saja yang kita minta, kita memperolehnya dari pada-Nya, karena kita menuruti segala perintah-Nya dan berbuat apa yang berkenan kepada-Nya. Dan inilah perintah-Nya itu: supaya kita percaya akan nama Yesus Kristus, Anak-Nya, dan supaya kita saling mengasihi sesuai dengan perintah yang diberikan Kristus kepada kita. Barangsiapa menuruti segala perintah-Nya, ia diam di dalam Allah dan Allah di dalam dia. Dan demikianlah kita ketahui, bahwa Allah ada di dalam kita, yaitu Roh yang telah Ia karuniakan kepada kita” (1Yoh 3:21-24) Kutipan di atas ini mengingatkan dan mengajak kita agar sebagai umat beriman atau beragama senantiasa hidup dan bertindak saling mengasihi dengan siapapun, dimanapun dan kapanpun. Ajaran hidup dan bertindak saling mengasihi hemat saya merupakan ajaran semua agama atau keyakinan kepercayaan apapun. Barangsiapa hidup saling mengasihi atau melaksanakan perintah Allah berarti “ia diam di dalam Allah dan Allah di dalam dia”, dengan demikian orang akan semakin setia dalam melaksanakan atau menghayati perintah dan sabdaNya atau kehendakNya. Orang yang diam di dalam Allah juga dapat menemukan Allah dalam segala sesuatu atau menghayati segala sesuatu dalam Allah. Kami harapkan keluarga-keluarga kristiani khususnya maupun keluarga-keluarga pada umumnya sungguh menghayati kehadiran Allah di dalam keluarga, dan semua anggota keluarga senantiasa hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak dan perintah Allah. Kami percaya bahwa para suami-isteri pun menghayati diri bahwa yang mempertemukan mereka untuk hidup bersama sampai mati juga Allah sendiri, maka diawali oleh Allah hendaknya juga diakhiri oleh Allah. Hendaknya semua gairah, cita-cita, harapan dan dambaan seluruh anggota keluarga ada dalam Allah, yang tidak lain adalah keselamatan jiwa manusia. Karena Allah hadir di dalam keluarga, maka hendaknya keluarga menyediakan waktu khusus untuk menghadap Allah bersama-sama, berdoa bersama serta bercurhat bersama, dan kiranya baik juga dibacakan dan direnungkan sabda-sabda Allah sebagaimana tertulis di dalam Kitab Suci. Sekali lagi kami katakan bahwa sekiranya apa yang kami kirimkan via email setiap hari boleh dibacakan dan didengarkan serta dicecap bersama-sama. Tak lupa dengan rendah hati kami mohon doakan juga para imam, bruder dan suster agar setia dalam panggilan mereka, Dengan sering mendoakan para imam, bruder maupun suster kami berharap bahwa di antara anak-anak anda ada yang tergerak untuk menjadi imam, bruder atau suster. Secara khusus dengan rendah hati kami mohon doa bagi kami yang lemah dan rapuh ini, karena pada hari ini kami merayakan 29 tahun tahbisan imamat kami. Saya pribadi ketika ditabiskan menjadi imam mengambil motto ini sebagai pegangan perjalanan imamat saya, yaitu “ Di dalam Dia kita beroleh keberanian dan jalan masuk kepada Allah dengan penuh kepercayaan oleh iman kita kepada-Nya.” (Ef 3:12). Semoga kami setia menghayati panggilan imamat dalam melayani umat Allah yang diserahkan kepada kami. “Betapa disenangi tempat kediaman-Mu, ya TUHAN semesta alam! Jiwaku hancur karena merindukan pelataran-pelataran TUHAN; hatiku dan dagingku bersorak-sorai kepada Allah yang hidup. Berbahagialah orang-orang yang diam di rumah-Mu, yang terus-menerus memuji-muji Engkau.Berbahagialah manusia yang kekuatannya di dalam Engkau, yang berhasrat mengadakan ziarah” (Mzm 84:2-3.5-6) Ign 30 Desember 2012 *) Sumber Millis KD

“Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang”

(1Yoh 2:3-11; Luk 2:22-35) “Dan ketika genap waktu pentahiran, menurut hukum Taurat Musa, mereka membawa Dia ke Yerusalem untuk menyerahkan-Nya kepada Tuhan, seperti ada tertulis dalam hukum Tuhan: "Semua anak laki-laki sulung harus dikuduskan bagi Allah", dan untuk mempersembahkan korban menurut apa yang difirmankan dalam hukum Tuhan, yaitu sepasang burung tekukur atau dua ekor anak burung merpati. Adalah di Yerusalem seorang bernama Simeon. Ia seorang yang benar dan saleh yang menantikan penghiburan bagi Israel. Roh Kudus ada di atasnya, dan kepadanya telah dinyatakan oleh Roh Kudus, bahwa ia tidak akan mati sebelum ia melihat Mesias, yaitu Dia yang diurapi Tuhan. Ia datang ke Bait Allah oleh Roh Kudus. Ketika Yesus, Anak itu, dibawa masuk oleh orang tua-Nya untuk melakukan kepada-Nya apa yang ditentukan hukum Taurat, ia menyambut Anak itu dan menatang-Nya sambil memuji Allah, katanya:"Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu, yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa, yaitu terang yang menjadi penyataan bagi bangsa-bangsa lain dan menjadi kemuliaan bagi umat-Mu, Israel." Dan bapa serta ibu-Nya amat heran akan segala apa yang dikatakan tentang Dia. Lalu Simeon memberkati mereka dan berkata kepada Maria, ibu Anak itu: "Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan -- dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri --, supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang.” (Luk 2:22-35), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Yesus, Penyelamat Dunia, memang datang ke dunia untuk memperbaharui dunia, terutama cara hidup dan cara bertindak manusia. “Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangun-kan banyak orang”, demikian tugas pengutusan Penyelamat Dunia. Maka kita semua yang beriman kepadaNya kami ajak tidak usah menunggu ‘dijatuhkan atau dibangunkan’, melainkan marilah secara proaktif dan kreatif memperbaharui diri. Kita tinggalkan cara hidup dan cara bertindak yang tidak sesuai dengan kehendak dan perintah Tuhan, dan mungkin bagi kita yang telah dibaptis marilah setia kepada janji baptis, sedangkan kepada kita semua kami ajak untuk setia pada janji-janji yang telah kita ikrarkan. Secara konkret kepada para suami-isteri kami ajak untuk saling mengasihi dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap tenaga baik dalam untung maupun malang, sehat maupun sakit sampai mati; kepada para pekerja kami ajak untuk setia pada janji kerja, sedangkan kepada para pelajar atau mahasiswa kami ajak untuk setia pada janji pelajar atau mahasiswa. Pertama-tama dan terutama memang yang perlu kita rubah adalah cara berpikir, mengingat dan mempertimbangkan bahwa apa yang ada dalam pikiran kita adalah yang akan kita lakukan atau kerjakan. Hendaknya yang kita pikirkan adalah apa yang dipikirkan oleh Tuhan yaitu keselamatan jiwa manusia, maka jika yang kita pikirkan macam itu, kiranya sewaktu-waktu kita akan dipanggil Tuhan akan berkata seperti Simeon:”Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu, yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa, yaitu terang yang menjadi penyataan bagi bangsa-bangsa lain dan menjadi kemuliaan bagi umat-Mu”. · “Barangsiapa mengasihi saudaranya, ia tetap berada di dalam terang, dan di dalam dia tidak ada penyesatan.Tetapi barangsiapa membenci saudaranya, ia berada di dalam kegelapan dan hidup di dalam kegelapan. Ia tidak tahu ke mana ia pergi, karena kegelapan itu telah membutakan matanya” (1Yoh 2:10-11). Kutipan ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk hidup saling mengasihi kapan pun dan dimana pun jika kita mendambakan hidup bahagia, sejahtera dan damai sejati. Tugas pengutusan untuk saling mengasihi hemat saya dengan mudah kita hayati jika kita semua menghayati diri sebagai yang terkasih, yang diciptakan oleh Tuhan karena kasihNya bekerjasama dengan orangtua kita masing-masing yang saling mengasihi. Karena masing-masing dari kita adalah yang terkasih, maka bertemu dengan siapapun berarti yang terkasih bertemu dengan yang terkasih dan dengan demikian secara otomatis akan saling mengasihi. Kepada siapapun yang masih membenci saudara-saudarinya kami ajak untuk bertobat atau memperbaharui diri, agar anda tidak berjalan di dalam kegelapan atau kekacauan dan selanjutnya menderita berkepangan sampai mati. Kami berharap segenap anggota keluarga dalam satu rumah tangga sungguh hidup saling mengasihi, sehingga dalam kehidupan bersama yang lebih luas juga akan saling mengasihi. “Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN, menyanyilah bagi TUHAN, hai segenap bumi! Menyanyilah bagi TUHAN, pujilah nama-Nya, kabarkanlah keselamatan yang dari pada-Nya dari hari ke hari. Ceritakanlah kemuliaan-Nya di antara bangsa-bangsa dan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib di antara segala suku bangsa.” (Mzm 96:1-3) Ign 29 Desember 2012 *) Sumber Millis KD

Jumat, 28 Desember 2012

Keluarga Kudus Luk (2:41-52)

Injil bagi Pesta Keluarga Kudus kali ini ialah Luk 2:41-52. Dikisahkan bagaimana Yesus yang sudah berumur 12 tahun diajak orang tuanya ke Yerusalem untuk merayakan Paskah. Ketika mereka kembali ke Nazaret, Yesus tertinggal. Mereka kembali ke Yerusalem mencarinya. Pada hari ketiga mereka menemukannya sedang duduk di tengah-tengah para ahli agama di Bait Allah. MENGAPA YESUS TINGGAL DI BAIT ALLAH? GUS: Apa maksud Yusuf dan Maria membawa Yesus ke Bait Allah? Supaya ia ikut Paskah? JON: Mulai umur 12 tahun semua anak Yahudi wajib mengikuti upacara agama. Pada usia itu mereka diresmikan masuk dunia orang dewasa dalam sebuah upacara inisiasi. Dapat diperkirakan bahwa Yesus menerima upacara ini di Bait Allah di Yerusalem sebelum perayaan Paskah. Baru setelah ikut upacara itu, seorang anak dapat ikut serta penuh dalam perayaan Paskah. Ia juga boleh diterima dalam sekolah Taurat. GUS: Penjelasannya? JON: Orang Yahudi beranggapan bahwa tiap anak mem­punyai tiga guru utama. Yang pertama ialah ibunya sendiri. Dialah yang membesarkannya dari lahir hingga disapih. Setelah itu peran pendidik diambil alih ayahnya hingga anak itu memasuki masa pubertas pada umur 12-13 tahun. Pada usia itu seorang anak mulai masuk dunia orang dewasa dan wajib belajar hidup mengikuti ajaran Taurat. Kini gurunya ialah Taurat sendiri. Maka itu, pada umur-umur itu seorang anak diinisiasi dengan upacara sebagai "Bar Mitzvah", ungkapan Aram ini artinya "anak ajaran Taurat", maksudnya hidup yang diarahkan untuk menghayati Taurat. Hingga hari ini di kalangan orang Yahudi, "Bar Mitzvah" adalah pesta terbesar bagi anak-anak dan orang tua mereka. Meriahnya dan maknanya dirasa seperti pesta khitanan di Jawa pentingnya. GUS: Tapi pada khitanan dijalankan sunat juga - apa begitu pula di kalangan orang Yahudi? JON: Lain. Dalam "Bar Mitzvah" tidak diadakan sunatan karena sunat di kalangan Yahudi dilakukan ketika masih bayi, lihat Luk 2:21. GUS: Setelah dinyatakan sebagai Bar Mitzvah, Yesus dapat ikut mendalami Taurat dan karena itu ia tinggal di Bait Allah bertanya jawab dengan para ahli agama? JON: Betul! Di Bait Allah ada kelompok-kelompok sekolah Taurat. Kita bayangkan Yesus berpindah-pindah mengikuti pelajaran dari kelompok satu ke kelompok berikutnya sehingga terpisah dari orang tuanya. Yusuf dan Maria sendiri kiranya juga sibuk berbicara dengan para orang tua lain dan kenalan di situ. GUS: Belum puas tanyanya nih. Apa maksudnya kisah Yesus diketemukan sesudah tiga hari (ay. 46)? Apakah ini menunjuk ke arah kebangkitan nanti? JON: Begini penjelasannya. Orang tua Yesus sudah jauh meninggalkan Yerusalem pulang menuju Nazaret yang letaknya 150-an km di utara. Ketika menyadari Yesus tidak ada dalam rombongan, mereka terpaksa kembali ke Yerusalem. Perjalanan berangkat dari Yerusalem dan balik ke sana ini katakan saja memakan waktu dua siang hari. Hari berikutnya, yakni hari ketiga, mereka menemukannya di Bait Allah. Dengan penjelasan ini maka "hari ketiga" ini tidak perlu dihubung-hubungkan dengan peristiwa kebangkitan. GUS: Kata-kata Yesus yang ditujukan kepada ibunya dalam ayat 49 menegaskan bahwa semestinyalah ia "terserap dalam urusan-urusan Bapaku" (Yunaninya "en tois tou patros mou"). Dalam konteks ini memang berarti tinggal di rumah Bait Allah seperti lazim diungkapkan dalam terjemahan. Betulkah? JON: Setuju. Eh, omong-omong, di situ juga pertama kalinya dalam Injil Lukas ditampilkan Yesus berbicara. Perkataannya menjadi titik tolak untuk mulai mengenali siapa dia itu. Ia merasa wajib menyibukkan diri dengan perkara-perkara Bapanya. Dan mulai saat itu kehidupannya memang terpusat ke sana. Kita ingat kata-katanya yang terakhir ketika menghembuskan napas terakhir di salib. Dalam Luk 23:46, ia berseru kepada Bapanya dan menyerahkan nyawanya kepada-Nya. Kemudian dalam Luk 24:49, sebelum naik ke surga, ia masih meneguhkan hal yang dijanjikan Bapanya. GUS: Jadi ini semacam ikhtisar kristologi Lukas ya? Yesus ditampilkan sebagai orang yang mulai dewasa dengan menyadari bahwa hidupnya itu demi urusan-urusan Bapanya. Dan komitmen ini dijalaninya terus sampai akhir, sampai di kayu salib nanti. JON: Jitu! GUS: Tanya lagi. Lukas juga menyebutkan pada akhir petikan ini bahwa Yesus makin dewasa, bertambah bijaksana, dan makin dikasihi Allah dan manusia. Apa maksudnya? JON: Ini cara menggambarkan orang yang hidup bagi kepentingan Tuhan dan manusia. Mirip dengan yang dikatakan mengenai Samuel dalam 1 Sam 2:26. Akan tetapi, Lukas menambah satu unsur lain, yakni "hikmat". Gagasan ini menunjuk pada pengalaman hidup yang mengajar orang makin peka memahami kebutuhan orang. Yang membuat orang solider dengan sesama. Dia yang sudah jadi "anaknya ajaran Taurat" dapat menghayatinya dengan hikmat. Ajaran agama menjadi hidup, tak mandek sebatas kewajiban dan larangan melulu. Dia itu Taurat hidup yang dikirim Bapa kepada umat manusia. MENYIMPAN DALAM HATI Dua kali Lukas mengatakan bahwa Maria menyimpan perkara yang dialaminya dalam hatinya. Pertama kali ketika mendengar para gembala mengisahkan pemberitahuan malaikat mengenai anak yang baru lahir di Betlehem (Luk 2:19) dan kedua kalinya di sini (Luk 2:51). Dalam gaya bahasa Semit, menyimpan dalam hati berarti memikirkannya berulang-ulang dan tiap kali menemukan arti yang makin dalam. Ungkapan "menyimpan dalam hati" juga dipakai menggambarkan sikap Yakub ketika mendengarkan kisah mimpi anaknya, Yusuf (Kej 37:11). Sebenarnya Yakub menganggap Yusuf ini aneh-aneh saja. Namun demikian, Yakub menyadari bahwa ia sedang berhadapan dengan Yang Ilahi yang menyampaikan sesuatu dengan cara yang belum begitu dimengertinya. Bukan seperti saudara-saudara Yusuf yang menurut ayat itu "iri hati", atau dengki, njotak, menolak. Contoh lain: Daniel mendapat penglihatan yang menggetarkan dan mendengar penjelasannya dari seorang makhluk ilahi. Dalam Dan 7:28, dikatakan bahwa ia amat gelisah dan ketakutan, tetapi di situ juga ditegaskan bahwa Daniel "menyimpan dalam hati", maksudnya semakin meresapi makna penglihatan mengenai merajalelanya kejahatan dan diakhirinya kejahatan itu oleh kuasa ilahi. Maria lain lagi. Ia bukannya setengah percaya seperti Yakub atau tergetar seperti Daniel. Ia tahu siapa yang baru lahir darinya. Ia telah mendengarnya sendiri dari Gabriel (Luk 1:28-36). Akan tetapi, dalam peristiwa menemukan Yesus di Bait Allah, Maria memang belum sepenuhnya memahami yang dilakukan Yesus. Dalam keempat pemakaian ungkapan "menyimpan dalam hati" itu, perasaan orang yang bersangkutan tidak sama. Itulah yang terjadi pada Maria. Pertama kali ia memahami sepenuhnya, yang kedua kalinya belum, Yakub malah rada skeptik, Daniel gelisah dan pucat ketakutan setengah mati. Namun demikian, ketiga orang ini tetap mau dan berusaha mengerti lebih jauh apa yang sedang terjadi. Mereka tidak berhenti dan menutup diri, puas dengan sikap sudah tahu, merasa lebih aman bila tidak begitu saja menerima, atau gemetar ketakutan melulu, atau pasrah asal percaya begitu saja. Tidak berlebihan bila dikatakan bahwa "menyimpan dalam hati" itu ialah sikap yang membuat orang makin memahami misteri. Dan sikap ini tidak ditentukan oleh suasana batin atau perasaan-perasaan yang mengitarinya seperti jelas dalam contoh-contoh di atas. Satu tambahan. Ungkapan "menyimpan dalam hati" tidak berarti merahasiakan. Daniel malah membagikan yang dialaminya. Yakub tak memiliki alasan merahasiakannya karena Yusuf sendiri latah bercerita mengenai mimpinya kepada semua orang. Maria tentu berkali-kali menceritakannya ke orang-orang yang dekat kepadanya dan karena itulah Lukas mendapat bahan-bahan bagi Injil mengenai masa kanak-kanak Yesus. Boleh jadi "menyimpan dalam hati" itu prinsip tafsir yang paling memungkinkan Sabda Tuhan betul-betul menyapa orang tanpa terikat pada keadaan dan suasana yang sering mengeruhkan kehadiran-Nya. Inilah yang menjadi kekuatan bagi yang bertugas menafsirkan Sabda Tuhan. Dia tetap bisa berbicara kepada orang banyak kendati kemampuan dan keadaan penafsir berbeda-beda. Satu syaratnya: mau "menyimpannya dalam hati" seperti Maria, seperti Daniel, seperti Yakub. Salam hangat, A. Gianto (ROMA) *) Sumber Millis KD

“Ia menyuruh membunuh semua anak di Betlehem dan sekitarnya”

(1Yoh 1:5-2:2; Mat 2:13-18) “Setelah orang-orang majus itu berangkat, nampaklah malaikat Tuhan kepada Yusuf dalam mimpi dan berkata: "Bangunlah, ambillah Anak itu serta ibu-Nya, larilah ke Mesir dan tinggallah di sana sampai Aku berfirman kepadamu, karena Herodes akan mencari Anak itu untuk membunuh Dia." Maka Yusuf pun bangunlah, diambilnya Anak itu serta ibu-Nya malam itu juga, lalu menyingkir ke Mesir, dan tinggal di sana hingga Herodes mati. Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi: "Dari Mesir Kupanggil Anak-Ku." Ketika Herodes tahu, bahwa ia telah diperdayakan oleh orang-orang majus itu, ia sangat marah. Lalu ia menyuruh membunuh semua anak di Betlehem dan sekitarnya, yaitu anak-anak yang berumur dua tahun ke bawah, sesuai dengan waktu yang dapat diketahuinya dari orang-orang majus itu. Dengan demikian genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yeremia: "Terdengarlah suara di Rama, tangis dan ratap yang amat sedih; Rahel menangisi anak-anaknya dan ia tidak mau dihibur, sebab mereka tidak ada lagi.” (Mat 2:13-18), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta Kanak-kanak Suci hari ini, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Orang yang gila akan kuasa, harta benda dan kehormatan duniawi serta sedang berkuasa memang membahayakan hidup orang lain. Dalam Warta Gembira hari ini dikisahkan raja Herodes, yang takut kedudukan dan kekuasaannya tersingkir karena kelahiran Yesus, Penyelamat Dunia, yang disebut oleh orang-orang majus itu sebagai raja, memerintahkan untuk membunuh anak-anak di Betlekem dan sekitarnya. Anak-anak ini kiranya masih suci dan belum berdosa sedikitpun, namun demikian telah menjadi korban persembahan suci dan murni kepada Allah juga sebagai martir-martir. Kisah ini kiranya mengingatkan kita semua untuk senantiasa memperhatikan anak-anak sesuai dengan kehendak Allah: ingatlah dan sadari bahwa anak-anak lebih suci daripada orangtua atau orang dewasa. Sebagai umat beriman kami ajak anda sekalian untuk ‘berbakti’ kepada anak-anak, dan hal ini secara konkret dapat dilakukan dengan memperhatikan anak-anak balita secara mamadai. Masa balita adalah masa yang rentan dan receptif bagi anak-anak. Kami berharap kepada orangtua untuk ‘memboroskan waktu dan tenaga’ bagi anak-anak balita, dan jangan terlalu mudah menyerahkan anak-anak balita kepada pembantu rumah tangga maupun neneknya. Pengalaman menunjukkan bahwa nenek tentu akan memanjakan cucunya, dan pembantu rumah tangga melayani anak-anak balita seenaknya. Jika masa balita anak-anak kurang perhatian atau kasih-sayang dari ibunya atau orangtuanya, maka ada kemungkinan anak-anak akan tumbuh berkembang sebagai pribadi yang suka mencari perhatian dari orang lain alias nakal tak terkendali atau ‘kurang-ajar’. · “Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita. Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan. Jika kita berkata, bahwa kita tidak ada berbuat dosa, maka kita membuat Dia menjadi pendusta dan firman-Nya tidak ada di dalam kita.” (Yoh 1:8-10). Kutipan ini kiranya lebih terarah bagi para orangtua atau orang dewasa. Tambah usia dan pengalaman pada umumnya orang juga bertambah dosa dan kekurangannya, maka hendaknya semakin tambah usia dan pengalaman juga semakin hidup dan bertindak dengan rendah hati. Jika anda bertambah usia dan pengalaman tidak bertambah dosanya berarti anda bohong atau menipu diri. Wujudkan kerendahan hati anda kepada anak-anak anda, dan memang secara konkret sebagaimana telah kami katakan diatas hendaknya ‘memboroskan waktu dan tenaga’ bagi anak-anak. Kami juga berharap agar anggaran untuk pendidikan anak-anak, entah di tingkat keluarga, organisasi maupun pemerintahan sungguh memadai serta tidak dikorupsi, sebagaimana terjadi di negeri kita tercinta ini. Kami berseru kepada segenap jajaran Departemen Pendidikan maupun Departemen Agama tidak melakukan korupsi sedikitpun. Sungguh memprihatinkan bahwa tindakan korupsi di negeri kita ini mayoritas terjadi di dua departemen di atas. Gerakan preventif melawan korupsi kiranya dapat dilaksanakan di sekolah-sekolah, yaitu diberlakukan ‘dilarang menyontek dalam ulangan maupun ujian’, karena menyontek merupakan latihan korupsi. Jika mereka yang harus mendidik dan membina saja melakukan korupsi, apalagi yang masih dapat diharapkan di negeri kita ini. Korupsi berarti pembusukan, maka para koruptor berarti membuat busuk hidup bersama, sehingga hidup bersama tidak sedap dan tidak nikmat lagi. “Jikalau bukan TUHAN yang memihak kepada kita, ketika manusia bangkit melawan kita, maka mereka telah menelan kita hidup-hidup, ketika amarah mereka menyala-nyala terhadap kita; maka air telah menghanyutkan kita, dan sungai telah mengalir melingkupi diri kita, maka telah mengalir melingkupi diri kita air yang meluap-luap itu” (Mzm 124:2-5) Ign 28 Desember 2012 *) Sumber Millis KD

“Murid yang lain itu berlari lebih cepat dari pada Petrus”

(1Yoh 1;1-4; Yoh 20:2-8) “Ia berlari-lari mendapatkan Simon Petrus dan murid yang lain yang dikasihi Yesus, dan berkata kepada mereka: "Tuhan telah diambil orang dari kuburnya dan kami tidak tahu di mana Ia diletakkan." Maka berangkatlah Petrus dan murid yang lain itu ke kubur. Keduanya berlari bersama-sama, tetapi murid yang lain itu berlari lebih cepat dari pada Petrus sehingga lebih dahulu sampai di kubur.Ia menjenguk ke dalam, dan melihat kain kapan terletak di tanah; akan tetapi ia tidak masuk ke dalam. Maka datanglah Simon Petrus juga menyusul dia dan masuk ke dalam kubur itu. Ia melihat kain kapan terletak di tanah, sedang kain peluh yang tadinya ada di kepala Yesus tidak terletak dekat kain kapan itu, tetapi agak di samping di tempat yang lain dan sudah tergulung. Maka masuklah juga murid yang lain, yang lebih dahulu sampai di kubur itu dan ia melihatnya dan percaya.” (Yoh 20:2-8), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan St.Yohanes, rasul dan pengarang Injil, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Cintakasih merupakan keutamaan hidup luar biasa; orang yang saling mencintai pada umumnya dalam keadaan gembira, ceria dan dinamis serta cekatan dalam melakukan segala sesuatu. Yohanes dikenal sebagai murid terkasih Yesus, maka ketika mendengar ada sesuatu yang terjadi dalam diri Yesus ia dengan cepat dan cekatan berusaha untuk mencari tahu. Dalam Warta Gembira ini dikisahkan bahwa Yesus yang telah wafat dan dimakamkan tidak ada lagi berada di makam, sebagaimana diceriterakan oleh para wanita kepada mereka. Dua rasul, Petrus dan Yohanes tergerak untuk mencari tahu dan pergi ke makam, dan ternyata Yohanes lebih cepat sampai ke makam. Kita semua ada dan tumbuh berkembang sebagaimana adanya pada saat ini tidak lain karena cintakasih, yang telah kita terima secara melimpah ruah, maka marilah kita sadari dan hayati cintakasih yang telah kita terima tersebut. Kami berharap anak-anak di dalam keluarga sedini mungkin dididik atau dibiasakan perihal dirinya yang senantiasa dikasihi, sehingga kelak kemudian hari ketika menjadi dewasa mereka sungguh hidup dan bertindak berdasarkan cintakasih, dijiwai oleh cintakasih dan dengan demikian cepat dan cekatan menanggapi segala sesuatu yang sedang terjadi. Anak-anak kiranya dapat dilatih atau dibiasakan dalam hidup sehari-hari untuk membereskan atau memperbaiki apa yang tidak beres atau tidak baik dengan segera, dan tentu saja dengan teladan konkret dari orangtua. Kami berharap relasi antara suami-isteri atau bapak-ibu juga cepat dan cekatan dalam menanggapi apa yang terjadi dalam atau dialami oleh pasangan hidupnya. · “Hidup itu telah dinyatakan, dan kami telah melihatnya dan sekarang kami bersaksi dan memberitakan kepada kamu tentang hidup kekal, yang ada bersama-sama dengan Bapa dan yang telah dinyatakan kepada kami. Apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar itu, kami beritakan kepada kamu juga, supaya kamu pun beroleh persekutuan dengan kami. Dan persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan Anak-Nya, Yesus Kristus.Dan semuanya ini kami tuliskan kepada kamu, supaya sukacita kami menjadi sempurna” (1Yoh 1:2-4). Apa yang dikatakan di atas ini kiranya dapat menjadi acuan atau pedoman hidup kita, lebih-lebih kalimat ini, yaitu:”Apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar itu, kami beritakan kepada kamu juga, supaya kamu pun beroleh persekutuan dengan kami”. Marilah kita saling membagikan (sharing atau curhat) pengalaman iman untuk mempererat dan memperdalam persahabatan atau persaudaraan di antara kita. Pengalaman iman berarti aneka pengalaman yang terkait dengan Penyelenggaraan Ilahi, yang tidak lain adalah apa-apa yang baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur. Kami percaya masing-masing dari kita lebih mengalami apa yang baik daripada apa yang jahat, maka jangan pelit untuk memberitakan apa yang baik kepada saudara-saudari kita. Ingatlah, sadari dan hayati bahwa sebagai orang beriman kita memiliki tugas pengutusan untuk mewartakan kabar baik, menyebarluaskan apa-apa yang baik, menyelamatkan dan membahagiakan, terutama keselamatan atau kebahagiaan jiwa manusia. Kami percaya bahwa masing-masing dari kita senantiasa berkehendak untuk menyampaikan apa yang baik kepada saudara-saudari kita, dan ada kemungkinan terjadi salah faham karena kita kurang saling mendengarkan. Maka marilah kita perdalam keutamaan ‘mendengarkan’ dalam hidup dan kerja kita, agar kemudian kita mampu memahami dan menangkap kehendak baik saudara-saudari kita. Semoga dengan demikian akan terjadi sukacita yang sempurna dalam kebersamaan hidup dan kerja kita. “TUHAN adalah Raja! Biarlah bumi bersorak-sorak, biarlah banyak pulau bersukacita! Awan dan kekelaman ada sekeliling Dia, keadilan dan hukum adalah tumpuan takhta-Nya. Gunung-gunung luluh seperti lilin di hadapan TUHAN, di hadapan Tuhan seluruh bumi. Langit memberitakan keadilan-Nya, dan segala bangsa melihat kemuliaan-Nya” (Mzm 97:1-2.5-6) Ign 27 Desember 2012 *) Sumber Millis KD

“Orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat”

(Kis 6:8-10; 7:54-59; Mat 10:17-22) “Tetapi waspadalah terhadap semua orang; karena ada yang akan menyerahkan kamu kepada majelis agama dan mereka akan menyesah kamu di rumah ibadatnya. Dan karena Aku, kamu akan digiring ke muka penguasa-penguasa dan raja-raja sebagai suatu kesaksian bagi mereka dan bagi orang-orang yang tidak mengenal Allah. Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir akan bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga. Karena bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Bapamu; Dia yang akan berkata-kata di dalam kamu. Orang akan menyerahkan saudaranya untuk dibunuh, demikian juga seorang ayah akan anaknya. Dan anak-anak akan memberontak terhadap orang tuanya dan akan membunuh mereka. Dan kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku; tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat” (Mat 10:17-22), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Stefanus, martir pertama, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Hari pertama setelah Pesta Natal, Kelahiran Penyelamat Dunia, kita kenangkan St.Stefanus, martir pertama di dalam Gereja. Beriman kepada Penyelamat Dunia memang harus hidup mendunia atau membumi, yang berarti berpartisipasi dalam seluk-beluk duniawi, dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Memperhatikan dan mencermati masih maraknya kemerosotan moral dalam hidup bermasyarakat, berbanga dan bernegara pada masa kini, maka hidup sungguh beriman kepada Penyelamat Dunia akan menghadapi aneka tantangan, masalah dan hambatan. Korupsi dan kebohongan masih marak di sana-sini, bahkan juga subur di lingkungan jajaran lembaga legislatif, eksekutif maupun yudikatif. Hemat saya tantangan dan hambatan dalam rangka memberantas korupsi sungguh berat, bahkan mereka yang setia memberantas korupsi senantiasa dalam ancaman untuk dihabisi atau dibunuh, disingkirkan dari permukaan bumi ini. “Kamu akan dibenci semua orang oleh karena namaKu; tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat”, demikian sabda Penyelamat Dunia. Kami mengajak dan mengingatkan segenap umat beriman atau beragama, entah keyakinan iman atau agamanya apapun, untuk senantiasa setia dan taat pada iman atau ajaran agamanya. Marilah kita berantas bersama korupsi yang masih marak di negeri tercinta kita ini. Tindakan korupsi merupakan pembusukan hidup bersama, dimana ada koruptor hidup bersama menjadi busuk, tak sedap, tak menarik dan tak mempesona lagi. Marilah meneladan Stenanus maupun Penyelamat Dunia, yang kedatangannya kurang atau tidak diterima oleh saudara-saudarinya yang bersikap mental materialistis dan duniawi. Beriman kepada Penyelamat Dunia berarti dimana ada bagian hidup mendunia, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang tidak selamat, tidak baik, dipanggil untuk menyelamatkan atau memperbaikinya. · "Sungguh, aku melihat langit terbuka dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah." Maka berteriak-teriaklah mereka dan sambil menutup telinga serentak menyerbu dia. Mereka menyeret dia ke luar kota, lalu melemparinya. Dan saksi-saksi meletakkan jubah mereka di depan kaki seorang muda yang bernama Saulus.Sedang mereka melemparinya Stefanus berdoa, katanya: "Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku” (Kis 7:56-59). Kutipan ini merupakan kisah terakhir perihal St Stefanus, martir pertama. “Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku” inilah yang kiranya baik kita hayati juga dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari dimana pun dan kapan pun. Sebagai orang beriman atau beragama kita dipanggil untuk menyerahkan atau mempersembahkan roh kita kepada Tuhan, yang berarti mengarahkan dambaan, cita-cita dan harapan kepada Penyelenggaraan Ilahi, yang secara konkret senantiasa dengan rendah hati dan kerja keras berusaha untuk hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan, senantiasa melakukan apa yang baik, menyelamatkan dan membahagiakan, terutama kebahagiaan atau keselamatan jiwa manusia. Marilah kita arahkan pandangan hati, jiwa dan pikiran kita kepada Tuhan yang telah menciptakan kita dan menganugerahi aneka macam yang kita butuhkan untuk hidup dan kerja kita. Hendaknya kita juga jangan takut mati ketika harus tetap setia pada iman dan kepercayaan kita. Kami berharap semangat kemartiran ini dididikkan atau dibiasakan pada anak-anak di dalam keluarga dan diperdalam serta diperkembangkan di sekolah-sekolah. Di sekolah-sekolah antara lain diberlakukan larangan menyontek dalam ulangan atau ujian, dan jika menyontek berikan sangsi antara lain dikeluarkan dari sekolah. Membiarkan menyontek berarti mendidik dan mempersiapkan koruptor-koruptor, pembusukan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. “Jadilah bagiku gunung batu tempat perlindungan, kubu pertahanan untuk menyelamatkan aku! Sebab Engkau bukit batuku dan pertahananku, dan oleh karena nama-Mu Engkau akan menuntun dan membimbing aku” (Mzm 31:3c-4) Ign 26 Desember 2012 *) Sumber Millis KD

“Ketika nyata kemurahan Allah, Juruselamat kita, dan kasih-Nya kepada manusia”

Ajaran untuk hidup dan bertindak saling mengasihi merupakan ajaran semua agama, dan kiranya semua pemuka atau pengajar agama atau pengkotbah hemat saya senantiasa menyampaikan ajaran atau kotbahnya didasari atau dijiwai oleh cintakasih. Memang karena keterbatasan dan kelemahan masing-masing, sesuai dengan lingkungan hidupnya, ada kemungkinan secara konkret apa yang diajarkan atau dikotbahkan berbeda, dan tentu saja para pendengar juga akan berbeda dalam penghayatan atau pelaksanaan perihal perintah untuk saling mengasihi. Maka dengan ini kami mengajak anda sekalian untuk mawas diri perihal ‘saling mengasihi’ dalam rangka mengenangkan Kelahiran Penyelamat Dunia atau merayakan pesta Natal. Natal berasal dari kata Latin ‘natus’ (kata sifat), yang berarti lahir, diciptakan, menurut kodratnya diperuntukkan bagi, dst.. Maka hemat saya berefleksi perihal ‘saling mengasihi’ kita dapat berpedoman perihal ‘dilahirkan, diciptakan, menurut kodratnya diperuntukkan bagi’. “Allah telah mengasihi kita” (bdk 1Yoh 4:19) Kutipan di atas ini menjadi tema pesan Natal bersama PGI dan KWI pada tahun ini. Kasih Allah kepada manusia kiranya dapat kelihatan dan dinikmati oleh orang yang sungguh saling mengasihi, khusus suami-isteri yang saling mengasihi dengan bebas dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap tenaga atau kekuataan tanpa syarat. Penghayatan ajaran saling mengasihi dalam diri suami-isteri merupakan wujud partisipasi dalam karya penciptaan Allah dalam menciptakan manusia. Buah saling mengasihi antar suami-isteri tidak lain adalah anak yang terkasih, yang kiranya juga boleh disebut sebagai ‘buah kasih’ alias yang terkasih. Bukankah kita semua juga merupakan ‘buah kasih’ atau yang terkasih, yang diciptakan oleh Allah bekerjasama dengan bapak-ibu atau orangtua kita masing-masing yang saling mengasihi? Pesta Natal memang merupakan kenangan kasih Allah kepada manusia yang luar biasa, dimana Ia menjadi manusia seperti kita dalam hal dosa, melepaskan segala kebesaran atau ke-Allah-anNya untuk menjadi manusia sama seperti kita. KedatanganNya ke dunia juga merupakan wujud kasih pengampunan Allah kepada umat manusia yang berdosa. “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud.Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan.” (Luk 2:10-12), demikian Warta Gembira kelahiran atau kedatangan Penyelamat Dunia. Kelahiran senantiasa membahagiakan dan menggembirakan, dan tentu saja bagi kaum beriman, entah itu itu kelahiran manusia atau binatang atau jika tanaman berarti menghasilkan buah. Apalagi jika yang lahir adalah akan menjadi orang penting, misalnya yang akan mewarisi tahta kerajaan. Yang kelahiranNya kita kenangkan hari ini “memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa”, Ia lahir sebagai Penyelamat Dunia, untuk menyelamatkan seluruh dunia seisinya, dan untuk itu Ia sungguh ‘mendunia’ atau ‘membumi’. KasihNya sungguh membumi atau mendunia alias menjadi nyata. Maka jika kita menghayati ajaran saling-mengasihi hendaknya juga sungguh membumi atau mendunia alias menjadi nyata, dan hemat saya salah satu wujud kasih yang hendaknya dihayati adalah ‘boros waktu dan tenaga bagi yang terkasih’ alias bermurah hati kepada yang terkasih, hatinya senantiasa terarah kepada yang terkasih. “Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata. Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini”(Tit 2:11-12). Penyelamat Dunia datang sebagai manusia ke tengah-tengah kita untuk “mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini”. Pertama-tama kita semua diharapkan hidup dan bertindak tidak materialistis, melainkan secara spiritual alias lebih mengutamakan keselamatan jiwa manusia. Untuk itu antara lain kita diharapkan “hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini”. Bertindak bijaksana berarti buah tindakan atau kebijakannya senantiasa membahagiakan dan menyelamatkan dirinya sendiri maupun orang lain yang kena dampak tindakan atau kebijakannya. Saya percaya dalam Malam Natal atau di hari-hari yang bersuasana Natal ini kira semua dalam keadaan berbahagia dan bergembira dan kiranya juga terjadi pembagian hadiah atau makanan dan minuman alias tukar ‘tali asih’. Kami berharap dalam hal ini sungguh adil, dan keadilan yang paling mendasar adalah hormat terhadap harkat martabat manusia alias semakin memanusiakan manusia. Jika kita semua sungguh manusiawi, maka panggilan atau ajakan untuk “beribadah di dalam dunia sekarang ini” dapat kita lakukan atau hayati dengan mudah dan baik. “Maka kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka.” (Luk 2:20) Penerima dan saksi pertama Warta Gembira Natal, kelahiran Penyelamat Dunia adalah para gembala domba. Dalam tata susunan social kemasyarakatan para gembala termasuk ‘orang buangan’ yang kurang diperhatikan, meskipun demikian para gembala tidak kecewa, tidak frustrasi, melainkan tetap bahagia dan gembira. Karena tiada yang diharapkan dari manusia, sesamanya, maka dambaan atau harapan mereka senantiasa terarah kepada Allah, Penyelenggaraan Ilahi. Maka kiranya dapat dimengerti dengan baik bahwa akhirnya mereka yang pertama kali mampu mengimani kelahiran Penyelamat Dunia, yang lahir dalam puncak kemiskinan dan kesederhanaan di palungan kandang domba. Para pemimpin Umat Allah sering juga disebut gembala umat, maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan segenap gembala umat untuk menghayati panggilan penggembalaan dengan baik dan benar. Motto bapak pendidikan kita, Ki Hajar Dewantoro, yaitu “ing arso asung tulodho, ing madyo ambangun karso, tut wuri handayani” (= keteladanan/kesaksian, pemberdayaan, motivasi) kiranya dapat dihayati dalam penggembalaan umat Allah. Kami berharap kepada para gembala umat dapat menjadi teladan dalam hal ‘boros waktu dan tenaga’ terhadap sesamanya, mengasihi umat. Selain itu hendaknya dapat menjadi teladan hidup sederhana dan tidak materialistis, sehingga dambaan atau harapannya ada pada Penyelenggaraan Ilahi. Pemberdayaan juga penting sekali dalam penggembalaan umat, yang antara lain berarti kedatangan atau keberadaan gembala umat dimana pun dan kapan pun senantiasa memberdayakan umat, menggairahkan, mempesona dan menarik umat untuk semakin tumbuh berkembang sebagai umat Allah yang membaktikan diri sepenuhnya kepada Allah. Hendaknya juga mendorong dan meneguhkan umat yang berkehendak baik untuk mewujudkan kehendak baiknya dalam cara hidup dan cara bertindak. Semoga di antara kita setelah saling bertemu, bercakap-cakap dan bercurhat kemudian “memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka.” Dengan kata lain masing-masing dari kita hendaknya berkata-kata atau berceritera perihal kebenaran-kebenaran , bukan kebohongan atau pura-pura. Berkata-kata atau berceriteralah apa adanya, tidak berkurang atau berlebih dari kenyataan atau kebenaran yang ada. Natal adalah Kabar Gembira atau Kabar Baik. Akhirnya marilah kita sadari dan hayati bahwa kelahiran Penyelamat Dunia adalah kabar baik, maka merayakan Natal atau mengenangkan kelahiranNya berarti kita senantiasa dapat menjadi pewarta kabar baik, menyebarluaskan dan melakukan apa yang baik. Apa yang disebut baik senantiasa berlaku secara universal, kapan saja dan dimana saja, tidak terikat oleh ruang dan waktu. Maka baiklah saya kutipkan apa yang dipesankan oleh PGI dan KWI dalam pesan Natal Bersama 2012 sebagai berikut: “Dalam terang kasih itu, kami mengajak saudara-saudari untuk menanggapi kasih Allah dengan bertobat dan sungguh-sungguh mewujudkan kasih dengan memperhatikan beberapa hal penting berikut ini: Pertama, Allah menciptakan alam semesta itu baik adanya dan menyerahkan pemeliharaan serta pemanfaatannya secara bertangungjawab kepada manusia. Perilaku tidak bertanggung-jawab terhadap alam ciptaan akan menyengsarakan bukan hanya kita yang hidup saat ini, tetapi terlebih generasi yang akan datang. Maka kita dipanggil untuk melestarikan dan menjaga keutuhan ciptaanNya dari perilaku sewenang-wenang dalam mengelola alam Kedua, melibatkan diri dalam berbagai usaha baik yang dilakukan untuk mengatasi persoalan-persoalan kemasyarakatan seperti konflik kemanusiaan, menguatnya intoleran dan perilaku serta tindakan yang menjauhkan semangat persaudaraan sebagai sesama warga bangsa. Ketiga, melalui jabatan, pekerjaan dan tempat kita masing-masing dalam masyarakat, kita ikut sepenuhnya dalam semua usaha yang bertujuan memerangi kemiskinan jasmani maupun rohani. Demikian juga kita melibatkan diri dalam berbagai upaya untuk memberantas korupsi. Salah satu caranya adalah mengembangkan semangat hidup sederhana dan berlaku jujur. Keempat, melibatkan diri dalam menjawab keprihatinan bersama terkait dengan lemahnya penegakan hukum. Hal itu bisa kita mulaiu dari diri kita sendiri dengan menjadi warga negara yang taat kepada hukum dan yang menghormati setiap proses hukum seraya terus mendorong ditegakkannya hukum demi keadilan dan kebaikan seluruh warga bangsa”. “SELAMAT NATAL 2012 DAN TAHUN BARU 2013” “Terang sudah terbit bagi orang benar, dan sukacita bagi orang-orang yang tulus hati. Bersukacitalah karena TUHAN, hai orang-orang benar, dan nyanyikanlah syukur bagi nama-Nya yang kudus.” (Mzm 97:11-12) Ign 25 Desember 2012 *) Sumber Millis KD

Jumat, 21 Desember 2012

“Berangkatlah Maria dan langsung berjalan ke pegunungan menuju sebuah kota di Yehuda.”

(Kid 2:8-14; Luk 1:39-45) “Beberapa waktu kemudian berangkatlah Maria dan langsung berjalan ke pegunungan menuju sebuah kota di Yehuda. Di situ ia masuk ke rumah Zakharia dan memberi salam kepada Elisabet. Dan ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus, lalu berseru dengan suara nyaring: "Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan. Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana."(Luk 1:39-45), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Silaturahmi atau saling mengunjungi dan bercakap-cakap/bercuhat bersama kiranya merupakan salah satu cirikhas bangsa yang sungguh berbudaya dan bermoral. Dalam Warta Gembira hari ini dikisahkan SP Maria yang sedang mengandung atau menerima Warta Gembira segera mengunjungi Elisabeth, saaudarinya, yang pada masa tuanya sedang mengandung anak pertamanya. Mereka berdua dalam keadaan penuh Roh Kudus, artinya kegembiraan yang terjadi di antara mereka sungguh merupakan kasih karunia Roh Kudus. Mereka saling memberi salam dalam awal perjumpaan dan kiranya hal ini juga sering kita lakukan, maka marilah kita mawas diri: sejauh mana salam yang kita sampaikan kepada orang lain sungguh merupakan kasih karunia Roh Kudus/Allah? Bukan sekedar basa-basi belaka? Jika salam itu merupakan karunia Allah, maka baik yang memberi salam maupun yang menerima salam akan berbahagia sepenuhnya, yang menjadikan tubuh segar-bugar dan sehat wal’afiat. Kami percaya bahwa hari-hari ini anda sedang atau akan merencanakan perjalanan, entah dalam rangka merayakan Natal maupun merayakan Tahun Baru, ke suatu tempat dimana anda akan bertemu dan bercakap-cakap dengan handai-taulan, saudari-saudari. Semoga kebersamaan anda dengan handai-taulan, kerabat dekat dan sahabat, semakin memperdalam dan memperteguh persahabatan anda, sehingga kehadiran atau kedatangan anda dimana pun dan kapan pun akan menjadi berkat atau rahmat bagi sesama. Kita semua dipanggil untuk menjadi penyalur-penyalur rahmat atau berkat Allah. Dan yang tak kalah penting adalah bahwa kita semua hendaknya percaya akan Sabda Allah, artinya sabda atau kehendaknya menjadi nyata atau terwujud dalam dan melalui cara hidup maupun cara bertindak kita. · “Dengarlah! Kekasihku! Lihatlah, ia datang, melompat-lompat di atas gunung-gunung, meloncat-loncat di atas bukit-bukit. Kekasihku serupa kijang, atau anak rusa. Lihatlah, ia berdiri di balik dinding kita, sambil menengok-nengok melalui tingkap-tingkap dan melihat dari kisi-kisi. Kekasihku mulai berbicara kepadaku: "Bangunlah manisku, jelitaku, marilah! Karena lihatlah, musim dingin telah lewat, hujan telah berhenti dan sudah lalu. Di ladang telah nampak bunga-bunga, tibalah musim memangkas; bunyi tekukur terdengar di tanah kita. Pohon ara mulai berbuah, dan bunga pohon anggur semerbak baunya. Bangunlah, manisku, jelitaku, marilah” (Kid 2:8-13). Kutipan dari Kidung Agung di atas ini kiranya dapat menjadi contoh atau model dalam saling menyapa dan memuji: gambaran pujian dan rayuan pasangan suami-isteri yang sedang berbulan madu, itulah isi kutipan di atas. Sekiranya anda sebagai suami-isteri dapat saling menyapa seperti hal di atas di hadapan anak-anak, maka anak-anak dapat belajar dari anda serta ada kemungkinan mempraktekkannya dengan kakak atau adik, sehingga kelak kemudian ketika mereka tumbuh berkembang sebagai orang dewasa juga terbiasa untuk saling menyapa dengan penuh kasih, saling memuji dan mengagungkan, dan dengan demikian terjadilah persaudaraan atau persahabatan sejati yang menarik, mempesona dan memikat. Kutipan di atas kiranya juga mengajak dan mengingatkan kita semua agar dalam pergaulan dengan siapapun dan dimana pun senantiasa berpikiran positif, dengan melihat dan mengakui kebaikan atau keunggulan yang ada. Cara hidup dan cara bertindak yang demikian itu hemat saya sungguh merupakan perisiapan yang baik dan benar dalam memperisiapkan Pesta Natal yang akan datang, dimana kita akan mengenangkan perdamaian yang dibawa oleh Emmanuel, Penyelamat Dunia, yang lahir di tengah-tengah kita, sebagai manusia seperti kita, kecuali dalam hal dosa. “Bersyukurlah kepada TUHAN dengan kecapi, bermazmurlah bagi-Nya dengan gambus sepuluh tali! Nyanyikanlah bagi-Nya nyanyian baru; petiklah kecapi baik-baik dengan sorak-sorai.., tetapi rencana TUHAN tetap selama-lamanya, rancangan hati-Nya turun-temurun. Berbahagialah bangsa, yang Allahnya ialah TUHAN, suku bangsa yang dipilih-Nya menjadi milik-Nya sendiri”(Mzm 33:2-3:11-12) Ign 21 Desember 2012 *) Sumber Millis KD

Rabu, 19 Desember 2012

"Jangan takut hai Zakharia sebab doamu telah dikabulkan”

(Hak 13:2-7.24-25a; Luk 1:5-25) “ Maka tampaklah kepada Zakharia seorang malaikat Tuhan berdiri di sebelah kanan mezbah pembakaran ukupan. Melihat hal itu ia terkejut dan menjadi takut. Tetapi malaikat itu berkata kepadanya: "Jangan takut, hai Zakharia, sebab doamu telah dikabulkan dan Elisabet, isterimu, akan melahirkan seorang anak laki-laki bagimu dan haruslah engkau menamai dia Yohanes. Engkau akan bersukacita dan bergembira, bahkan banyak orang akan bersukacita atas kelahirannya itu. Sebab ia akan besar di hadapan Tuhan dan ia tidak akan minum anggur atau minuman keras dan ia akan penuh dengan Roh Kudus mulai dari rahim ibunya; ia akan membuat banyak orang Israel berbalik kepada Tuhan, Allah mereka, dan ia akan berjalan mendahului Tuhan dalam roh dan kuasa Elia untuk membuat hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anaknya dan hati orang-orang durhaka kepada pikiran orang-orang benar dan dengan demikian menyiapkan bagi Tuhan suatu umat yang layak bagi-Nya." Lalu kata Zakharia kepada malaikat itu: "Bagaimanakah aku tahu, bahwa hal ini akan terjadi? Sebab aku sudah tua dan isteriku sudah lanjut umurnya." Jawab malaikat itu kepadanya: "Akulah Gabriel yang melayani Allah dan aku telah diutus untuk berbicara dengan engkau dan untuk menyampaikan kabar baik ini kepadamu. Sesungguhnya engkau akan menjadi bisu dan tidak dapat berkata-kata sampai kepada hari, di mana semuanya ini terjadi, karena engkau tidak percaya akan perkataanku yang akan nyata kebenarannya pada waktunya." Sementara itu orang banyak menanti-nantikan Zakharia. Mereka menjadi heran, bahwa ia begitu lama berada dalam Bait Suci. Ketika ia keluar, ia tidak dapat berkata-kata kepada mereka dan mengertilah mereka, bahwa ia telah melihat suatu penglihatan di dalam Bait Suci. Lalu ia memberi isyarat kepada mereka, sebab ia tetap bisu.Ketika selesai jangka waktu tugas jabatannya, ia pulang ke rumah. Beberapa lama kemudian Elisabet, isterinya, mengandung dan selama lima bulan ia tidak menampakkan diri, katanya: "Inilah suatu perbuatan Tuhan bagiku, dan sekarang Ia berkenan menghapuskan aibku di depan orang."(Luk 1:11-25), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Hari ini ditampilkan tokoh Zakharia, orang yang setia dalam beribadah kepada Tuhan, yang beristerikan Elisabeth. Sebagai suami-isteri kiranya mereka berdua mendambakan anugerah Tuhan berupa anak, namun sampai usia lanjut/lansia mereka tidak dianugerahi anak. Pada suatu hari terjadilah mujizat, yaitu doanya dikabulkan dan Elisabeth dalam usia tuanya mengandung dan akan melahirkan seorang anak. Begitu luar biasa anugerah Tuhan sehingga membuat Zakharia kurang percaya dan menerima ‘hukuman’ menjadi bisu sampai anak yang dikandung oleh Elisabeth lahir dari kandungannya. Berdoa memang tidak mudah, kebanyakan orang berdoa hanya menghafalkan teks doa atau formalistis belaka. Jika kita sungguh berdoa, maka apa yang kita mohon kepada Tuhan melalui doa pasti dikabulkan, dan jangan heran ketika pengabulan doa diluar bayangan atau dugaan kita. Pengabulan doa kita atau anugerah Tuhan pada umumnya menuntut kita untuk berubah, dan tentu saja berubah ke arah yang (lebih) baik, dan untuk itu menuntut perjuangan dan pengorbanan kita. Pada umumnya orang-orang masa kini enggan atau pelit dalam hal perjuangan dan pengorbanan serta lebih cenderung cari enaknya sendiri. Tidak siap sedia untuk berubah pasti akan ketinggalan atau terlindas oleh perkembangan zaman, maka hendaknya kita semua senantiasa siap sedia untuk berubah. Ingat dan sadari bahwa yang abadi di dunia ini adalah perubahan, segala sesuatu berubah begitu cepat. · “Malaikat TUHAN menampakkan diri kepada perempuan itu dan berfirman kepadanya, demikian: "Memang engkau mandul, tidak beranak, tetapi engkau akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki. Oleh sebab itu, peliharalah dirimu, jangan minum anggur atau minuman yang memabukkan dan jangan makan sesuatu yang haram” (Hak 13:3-4) . Kutipan ini kiranya baik untuk menjadi permenungan atau refleksi bagi para ibu yang sedang mengandung. Mereka yang sedang mengandung renungkan dan hayati pesan ini :”Peliharalah dirimu, jangan minum anggur atau minuman yang memabukkan dan jangan makan sesuatu yang haram”. Dengan kata lain para ibu yang sedang mengandung kami harapkan dalam hal makan dan minum mengkonsumsi yang sungguh bergizi, agar tubuh dalam keadaan sehat, segar-bugar, dan yang perlu diperhatikan adalah agar anda mempunyai air susu yang sehat, yang akan menjadi makanan dan minuman utama bagi bayi atau anak yang tidak lama kemudian akan segera lahir dari kandungan anda. Kami sungguh berharap kepada rekan-rekan perempuan, entah yang sedang mengandung atau mereka yang akan hidup berkeluarga, untuk memperhatikan gizi makanan dan minuman yang ada konsumsi. Jika anda tidak sehat dan segar-bugar, maka ketika mengandung akan mengalami masalah dan membahayakan janin yang ada dalam kandungan anda. Kami juga berharap agar anak-anak atau bayi dapat menikmati air susu ibu yang sehat dan memadai waktunya, jauhkan pemberian air susu instant atau susu sapi bagi anak-anaknya anda pada usia balita. “Jadilah bagiku gunung batu, tempat berteduh, kubu pertahanan untuk menyelamatkan aku; sebab Engkaulah bukit batuku dan pertahananku.Ya Allahku, luputkanlah aku dari tangan orang fasik” (Mzm 71:3-4a) Ign 19 Desember 2012 *) Sumber Millis KD

Selasa, 18 Desember 2012

“Seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum”

(Yer 23:5-8; Mat 1:18-24) “ Kelahiran Yesus Kristus adalah seperti berikut: Pada waktu Maria, ibu-Nya, bertunangan dengan Yusuf, ternyata ia mengandung dari Roh Kudus, sebelum mereka hidup sebagai suami isteri. Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam. Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata: "Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka." Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi: "Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel" -- yang berarti: Allah menyertai kita. Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai isterinya” (Mat 1:18-24), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Hari ini dikisahkan seorang tokoh bernama Yusuf, keturunan Daud secara fisik. Ia menerima panggilan dari Allah untuk mengambil Maria sebagai isterinya (Maria bukan keturunan Daud secara fisik), yang sedang hamil karena Roh Kudus. Yusuf tidak takut untuk melaksanakan perintah atau panggilan Allah tersebut, ia “berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya”. Terjadi perkawinan atau integrasi antara fisik dan spiritual itulah yang ada dalam diri Yusuf, maka ia juga dikenal sebagai pribadi yang tidak mencemarkan nama baik orang di muka umum. Hemat saya kita semua, sebagai orang beriman atau beragama, juga dipanggil untuk tidak mencemarkan nama baik orang lain di muka umum, dengan kata lain tidak menceriterakan kekurangan atau kelemahan orang lain tanpa perlu di muka umum. Kita semua diharapkan memiliki hati yang tulus alias suci, sehingga dalam situasi dan kondisi apapun dan dimana pun kita senantiasa diharapkan mengusahakan apa yang suci, menyelamatkan dan membahagiakan, terutama keselamatan atau kebahagiaan jiwa manusia. Secara khusus dengan ini kami mengingatkan, entah para suami-isteri maupun rekan-rekan imam, bruder dan suster: hendaknya jangan menceriterakan kekurangan atau kelemahan pasangan hidupnya atau rekan sekomunitas kepada orang lain tanpa perlu, karena jika kita menceriterakan kekurangan atau kelemahan pasangan hidup atau rekan sekomunitas berarti menghancurkan atau merusak hidup bersama. Jika kita tidak mampu mengasihi mereka yang setiap hari hidup dan bekerja bersama kita, maka sikap kita terhadap orang lain pasti menindas atau mencelakakannya, sebaliknya jika kita mampu mengasihi mereka yang setiap hari hidup dan bekerja dengan kita, maka sikap terhadap orang lain berarti melayani. · “ Sesungguhnya, waktunya akan datang, demikianlah firman TUHAN, bahwa Aku akan menumbuhkan Tunas adil bagi Daud. Ia akan memerintah sebagai raja yang bijaksana dan akan melakukan keadilan dan kebenaran di negeri” (Yer 23:5). Kita semua kiranya mendambakan bahwa keturunan kita atau generasi mendatang menjadi orang-orang “yang bijaksana dan melakukan keadilan dan kebenaran di negeri”. Hal itu akan terwujud atau menjadi kenyataan jika kita sendiri pada masa kini juga menjadi orang-orang yang bijaksana, melakukan keadilan dan kebenaran kapan pun dan dimana pun. Hidup dan bertindak dengan bijaksana, adil dan benar pada masa kini sungguh mendesak dan up to date untuk dihayati. Agar kita hidup dan bertindak dengan bijaksana, adil dan benar, hemat saya kita harus senantiasa mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan alias kapan pun dan dimana pun senantiasa melaksanakan kehendak dan perintah Tuhan tanpa cacat. Maka baiklah setiap hari kita membaca dan merenungkan sabda Tuhan, antara lain sebagaimana tertulis di dalam Kitab Suci. Para anggota Lembaga Hidup Bakti, biarawan dan biarawati, yang setia setiap hari mendoakan Ibadat Harian, hendaknya juga setia melaksanakan dan menghayati apa yang tertulis dalam buku Ibadat Harian, entah itu bacaan singkat maupun mazmur-mazmurnya. Bacaan-bacaan singkat yang ada dalam Ibadat Harian merupakan teks Kitab Suci terpilih, maka hayatilah agar anda dapat tumbuh berkembang sebagai orang yang bijaksana, benar dan adil. Demikian juga kita semua, umat beragama yang setia berdoa setiap hari, hendaknya juga menghayati isi doanya, tidak hanya dikatakan atau manis dalam mulut saja, tetapi indah dan mempesona dalam tindakan atau perilaku. “Kiranya ia mengadili umat-Mu dengan keadilan dan orang-orang-Mu yang tertindas dengan hukum! Sebab ia akan melepaskan orang miskin yang berteriak minta tolong, orang yang tertindas, dan orang yang tidak punya penolong;ia akan sayang kepada orang lemah dan orang miskin, ia akan menyelamatkan nyawa orang miskin” (Mzm 72:2.12-13) Ign 18 Desember 2012 *) Sumber Millis KD

Senin, 17 Desember 2012

“Inilah silsilah Yesus Kristus”

(Kej 49: 2.8-10; Mat 1:1-17) “Inilah silsilah Yesus Kristus, anak Daud, anak Abraham. Abraham memperanakkan Ishak, Ishak memperanakkan Yakub, Yakub memperanakkan Yehuda dan saudara-saudaranya, Yehuda memperanakkan Peres dan Zerah dari Tamar, Peres memperanakkan Hezron, Hezron memperanakkan Ram, Ram memperanakkan Aminadab, Aminadab memperanakkan Nahason, Nahason memperanakkan Salmon, Salmon memperanakkan Boas dari Rahab, Boas memperanakkan Obed dari Rut, Obed memperanakkan Isai, Isai memperanakkan raja Daud. Daud memperanakkan Salomo dari isteri Uria, Salomo memperanakkan Rehabeam, Rehabeam memperanakkan Abia, Abia memperanakkan Asa, Asa memperanakkan Yosafat, Yosafat memperanakkan Yoram, Yoram memperanakkan Uzia, Uzia memperanakkan Yotam, Yotam memperanakkan Ahas, Ahas memperanakkan Hizkia, Hizkia memperanakkan Manasye, Manasye memperanakkan Amon, Amon memperanakkan Yosia, Yosia memperanakkan Yekhonya dan saudara-saudaranya pada waktu pembuangan ke Babel. Sesudah pembuangan ke Babel, Yekhonya memperanakkan Sealtiel, Sealtiel memperanakkan Zerubabel, Zerubabel memperanakkan Abihud, Abihud memperanakkan Elyakim, Elyakim memperanakkan Azor, Azor memperanakkan Zadok, Zadok memperanakkan Akhim, Akhim memperanakkan Eliud, Eliud memperanakkan Eleazar, Eleazar memperanakkan Matan, Matan memperanakkan Yakub, Yakub memperanakkan Yusuf suami Maria, yang melahirkan Yesus yang disebut Kristus.Jadi seluruhnya ada: empat belas keturunan dari Abraham sampai Daud, empat belas keturunan dari Daud sampai pembuangan ke Babel, dan empat belas keturunan dari pembuangan ke Babel sampai Kristus.” (Mat 1:1-17), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Mulai hari ini kita memasuki ‘Hari Biasa Khusus Adven’, dimana kita diajak untuk memasuki saat-saat menjelang pemenuhan janji Allah, Kelahiran Penyelamat Dunia. Warta Gembira hari ini mengenangkan ‘silsilah Yesus Kristus’, sejak dari Abraham, bapa umat beriman. Mengenal silsilah alias sejarah dengan baik dan benar hemat saya sungguh penting, namun jika dicermati hal ini kurang mendapat perhatian dalam bidang pendidikan di negeri kita. Jika orang tidak tahu silsilah atau sejarah pada umumnya yang bersangkutan juga tidak menghargai nilai-nilai atau warisan keutamaan para leluhur atau pendahulu, yang sungguh baik dan memadai untuk hidup masa kini. Sebagai orang beriman kiranya kita semua perlu mengenal bapa Abraham, yang sungguh beriman, demikian juga sebagai warga negara Indonesia kiranya perlu mengenal tokoh pejuang kemerdekaan NKRI. Sebagai orang beragama kita semua juga memiliki warisan nilai yang sangat berharga, sebagaimana tertulis di dalam Kitab Suci, yang sudah ada berabad-abad yang lalu, dan sampai kini masih up to date untuk menjiwai cara hidup dan cara bertindak kita. Maka sabda hari ini hemat saya antara lain mengajak dan mengingatkan kita akan pentingnya mengenal dengan baik dan benar ‘silsilah atau sejarah’. Marilah kita kenangkan nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan hidup yang diwariskan oleh para pendahulu atau leluhur kita, sebaliknya marilah kita hidup dan bertindak sebaik mungkin, sungguh beriman, bermoral dan berbudi pekerti luhur, agar dengan demikian kita pun mewariskan nilai atau keutamaan hidup bagi generasi mendatang. · “Tongkat kerajaan tidak akan beranjak dari Yehuda ataupun lambang pemerintahan dari antara kakinya, sampai dia datang yang berhak atasnya, maka kepadanya akan takluk bangsa-bangsa” (Kej 49:10). Jika dicermati kiranya kita tahu bahwa keturunan Yehuda pada masa kini sungguh menguasai dunia, misalnya petualang uang atau bankir yang sangat berpengaruh dalam kehidupan ekonomi dunia adalah keturunan Yehuda, demikian juga dalam hal ilmu-ilmu pengetahuan atau ilmiah lainnya. Saya menerima informasi bahwa sampai kini pun, yaitu bangsa Israel, yang tidak lain adalah keturunan Yehuda lebih mengutamakan ‘menjual hasil pikiran’ kepada dunia, Negara yang kecil ini berpengaruh dalam kehidupan dunia karena pemikir-pemikir yang handal. Maka dengan ini kami harapkan agar kita semua juga lebih mengutamakan kecerdasan dalam membina dan mendidik anak-anak kita, entah itu cerdas secara fisik, sosial, intelektual, emosional maupun spiritual. Orang yang memiliki kecerdasan-kecerdasan ini pasti akan sangat berpengaruh dalam kehidupan bersama: cerdas secara fisik berarti tubuh senantiasa dalam keadaan sehat dan prima sehingga tak mudah kena penyakit dalam situasi dan kondisi apapun, cerdas secara social berarti orang dapat bergaul dan hidup bersama dengan siapapun, cerdas secara intelektual berarti orang dengan mudah memahami apa yang terjadi, cerdas secara emosional berarti orang tak mudah marah alias dapat menguasai emosinya, sedangkan cerdas secara spiritual berarti yang bersangkutan sungguh fungsional menyelamatkan dimana pun dan kapan pun. “Ya Allah, berikanlah hukum-Mu kepada raja dan keadilan-Mu kepada putera raja! Kiranya gunung-gunung membawa damai sejahtera bagi bangsa, dan bukit-bukit membawa kebenaran! Kiranya ia memberi keadilan kepada orang-orang yang tertindas dari bangsa itu, menolong orang-orang miskin” (Mzm 72:1.3-4b) Ign 17 Desember 2012 *) Sumber Millis KD

"Jika demikian, apakah yang harus kami perbuat?"

Kutipan judul di atas ini kiranya senada dengan perjalanan akhir dalam Latihan Rohani St.Ignatius Loyola pada Minggu Pertama, dimana setelah retretan diajak mawas diri untuk menyadari dosa dan kerapuhan dirinya, kemudian akan bertanya pada dirinya sendiri: ”Apa yang harus kuperbuat?”. Pertanyaan muncul karena menyadari diri sebagai orang berdosa yang telah menerima kasih pengampunan Allah secara melimpah ruah. Kami percaya kita semua setelah kurang lebih menelusuri masa Adven juga mengadakan mawas diri, serta menyadari diri sebagai orang berdosa dan mempertanyakan “apa yang harus saya perbuat”. Maka baiklah sesuai dengan Warta Gembira hari ini ada tiga profesi diangkat, yaitu: orang kaya, pemungut cukai atau militer dan mungkin anda terkait dengan profesi tersebut hendaknya mawas diri dan menanggapi sabda-sabda di bawah ini. "Barangsiapa mempunyai dua helai baju, hendaklah ia membaginya dengan yang tidak punya, dan barangsiapa mempunyai makanan, hendaklah ia berbuat juga demikian." (Luk 3:11) Sabda di atas ini kiranya terarah bagi orang-orang kaya atau berkecukupan dalam hal harta benda atau kebutuhan hidup sehari-hari. Anda semua diharapkan uutuk berbagi kepada sesama alias solider terhadap mereka yang miskin dan berkekurangan di lingkungan hidup atau kerja anda, dan sekiranya di lingkungan hidup dan kerja anda tidak ada yang sungguh membutuhkan bantuan, hendaknya solidaritas anda disalurkan melalui instansi Gerejani atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak dalam pelayanan terhadap mereka yang miskin dan berkekurangan. Solidaritas anda kiranya juga dapat disalurkan secara langsung ke panti-panti social atau panti-panti asuhan, tanpa pandang bulu atau SARA. Jati diri manusia adalah social, artinya dari lubuk hati manusia yang terdalam ada kerinduan atau dambaan untuk hidup bersama dengan orang lain, sebagaimana disabdakan oleh Allah, yaitu bahwa "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.” (Kej 2:11). Maka marilah kita bina diri kita maupun anak-anak kita perihal kepekaan terhadap orang lain, alias keutamaan social. Kami merasa dan melihat bahwa kepekaan social kebanyakan orang masa kini sungguh memprihatinkan, bahkan ada kecenderungan kuat dari kebanyakan orang untuk bersikap mental egois, hanya mengutamakan dan mengedepankan kepentingan pribadi, cari enaknya sendiri. Sebagai orang Indonesia marilah kita usahakan agar sila kelima dari Pancasila, yaitu “Keadilan social bagi seluruh bangsa” segera terwujud. Sungguh memprihatinkan jika dicermati bahwa departemen yang harus memperhatikan masalah social di negeri kita ini kurang melaksanakan tugasnya dengan baik, bahkan korupsi masih marak di lingkungan Departemen Sosial. "Jangan menagih lebih banyak dari pada yang telah ditentukan bagimu.” (Luk 3:13) Kutipan di atas ini erat kaitannnya dalam pinjam-meminjam. Pinjam-meminjam kiranya sungguh hidup dalam kehidupan bersama, tidak hanya secara pribadi atau perseorangan, tetapi juga secara organisatoris dan kenegaraan. Pinjam-meminjam memang juga merupakan salah satu bentuk penghayatan hidup dan kerja bersama, mengingat dan memperhatikan keterbatasan dan kelemahan masing-masing. Mereka yang berkekurangan dalam hal tertentu mencari pinjaman pada pihak lain, dan mereka yang merasa dapat memberi pinjaman pun dengan besar hati menanggapi secara positif, karena pada dirinya juga ada kekurangan tertentu. Memang masing-masing dari kita memiliki kelebihan dan kekurangan, dan selayaknya kemudian lalu saling meminjam. Kita semua diingatkan agar mentaati tata tertib atau aturan pinjam-meminjam dengan baik dan benar, “Jangan menagih lebih banyak dari pada yang telah ditentukan”. Peringatan ini mungkin secara khusus terarah kepada para rentenir, yang pada umumnya mencekik orang-orang kecil dan miskin. Sungguh mengerikan bunga pinjaman yang harus dibayar kepada rentenir sebesar 20% (dua puluh persen) per bulan dari nominal sisa pinjaman yang ada, yang berarti bunga setahun lebih dari 100%. Semoga para rentenir bertobat, dan kepada para pejabat pemerintahan di tingkat manapun kami ajak untuk memberantas rentenir yang menyengsarakan orang-orang kecil, miskin dan berkekurangan. "Jangan merampas dan jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu." (Luk 3:14) Sabda ini memang secara khusus terarah kepada para prajurit atau militer serta profesi yang terkait dengan militer, karena ditanyakan oleh prajurit. Aneka bentuk perampasan dan pemerasan yang dilakukan oleh oknum-oknum Angkatan Bersenjata di negeri ini rasanya masih marak terjadi. Ada oknum-oknum yang merampas atau memeras secara halus dengan kedok atau alasan keamanan: melindungi judi atau pelacuran dengan imbalan uang. Yang sungguh memprihatinkan adalah mereka yang seharusnya memperjuangkan kejujuran dan memberantas korupsi dan kejahatan justru melakukan korupsi tanpa malu. Mereka yang seharusnya melayani rakyat justru merampas hak rakyat atau memeras rakyat melalui aneka cara dan bentuk. Korupsi atau uang pelicin atau sogokan masa kini tidak disampaikan secara terbuka seperti dulu, melainkan disampaikan secara diam-diam, seperti di hotel, di restaurant/rumah makan, di halte bus atau tempat parkir dst.. “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus” (Fil 4:6-7), demikian pesan Paulus kepada umat di Filipi. Kutipan ini kiranya baik untuk direnungkan dan dihayati oleh mereka yang suka merampas dan memeras hak orang lain. Orang yang memiliki kebiasaan untuk memeras atau merampas pada umumnya dalam dirinya ada kekuatiran tentang kebutuhan dan kesejahteraan hidup. Paulus mengingatkan kita semua bahwa jika kita memiliki kekuatiran akan kebutuhan dan kesejahteraan hidup, hendaknya menyatakan hal tersebut kepada Allah, artinya dengan rendah hati mohon bantuan dari Allah dan secara konkret mohon bantuan kepada saudara-saudari kita. Percayalah di dunia ini lebih banyak orang baik yang senantiasa siap sedia untuk membantu daripada orang pelit atau egois. "Janganlah takut, hai Sion! Janganlah tanganmu menjadi lemah lesu.TUHAN Allahmu ada di antaramu sebagai pahlawan yang memberi kemenangan. Ia bergirang karena engkau dengan sukacita, Ia membaharui engkau dalam kasih-Nya, Ia bersorak-sorak karena engkau dengan sorak-sorai, seperti pada hari pertemuan raya."(Zef 3:16-18a). Kutipan ini kiranya baik untuk direnungkan dan dihayati oleh mereka yang memiliki kekuatiran akan kebutuhan dan kesejahteraan hidup. “Ia membaharui engkau dalam kasihNya”, inilah yang kiranya baik kita renungkan atau refleksikan serta kemudian kita hayati dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari. Serahkan kekuatiran anda kepada Tuhan, dan percayalah bahwa Tuhan akan memusnahkan kekuatiran anda. “Sungguh, Allah itu keselamatanku; aku percaya dengan tidak gementar, sebab TUHAN ALLAH itu kekuatanku dan mazmurku, Ia telah menjadi keselamatanku." Maka kamu akan menimba air dengan kegirangan dari mata air keselamatan. Pada waktu itu kamu akan berkata: "Bersyukurlah kepada TUHAN, panggillah nama-Nya, beritahukanlah perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa, masyhurkanlah, bahwa nama-Nya tinggi luhur! Bermazmurlah bagi TUHAN, sebab perbuatan-Nya mulia; baiklah hal ini diketahui di seluruh bumi!” (Yes 12:2-5) Ign 16 Desember 2012 *) Sumber Millis KD

Jumat, 14 Desember 2012

LANGKAH-LANGKAH PEMBARUAN HIDUP

Dalam Injil yang dibacakan bagi kesempatan ini, yakni Luk 3:10-18, dikisahkan bagaimana orang-orang yang datang kepada Yohanes Pembaptis berharap dapat membarui diri. Ter­ung­kap dalam beberapa ayat sebelumnya (ay. 7-9) kecaman keras Yohanes Pembaptis terhadap mereka yang disebut­nya "keturunan ular berbisa". Mereka diperingatkan agar jangan melamun akan luput dari murka pada akhir zaman nanti. Bahwasanya mereka lahir sebagai keturunan Abraham sama sekali bukan jaminan. Jalan satu-satunya agar selamat ialah bila mereka menghasilkan buah yang baik. Bila tidak, mereka ibarat pohon yang akan ditebang dan dimusnahkan dengan api. "NYEPI" KE PADANG GURUN Mendengar kata-kata Yohanes tadi, orang-orang mulai gelisah lalu minta dibaptis olehnya sambil menyatakan niat mau memperbarui diri. Waktu itu baptisan lazim dilakukan sebagai ungkapan niat membarui diri di hadapan seorang guru yang dihargai. Ada macam-macam kelompok: orang kaya, pemungut cukai, dan tentara. Meskipun termasuk "kaum terhormat" dalam masyarakat, mereka sering dianggap sudah terlampau jauh terpisah dari kehidupan orang Yahudi yang beragama. Mereka dinilai sebagai kaum egois, orang-orang kemaruk dan kawanan pemeras. Namun demikian, dalam Injil Lukas digambarkan bagaimana orang-orang yang biasanya dianggap sudah tak tertolong lagi itu masih mempunyai kesempatan. Ingat perumpamaan anak yang hilang tetapi kembali (Luk 15:11-32), perumpamaan pemungut cukai yang dengan tulus mengakui keberdosaannya (Luk 18:9-14), Zakheus yang ikhlas mengamalkan separo miliknya (Luk 19:1-10). Mereka ditonjolkan Lukas sebagai orang-orang yang dengan rendah hati bertanya "Apakah yang harus kami perbuat?" Pertanyaan ini juga sering timbul dalam lubuk hati banyak orang, juga dalam batin kita. Cara-cara memperbaiki diri yang dianjurkan Yohanes sejalan dengan kehidupan masing-masing. Yang serba berkecukupan dianjurkan berbagi kelebihan dengan orang lain, yang mem­punyai wewenang menarik pajak hendaknya belajar berlaku jujur, yang memiliki kekuasaan, senjata, dan organisasi dapat belajar agar tidak mempraktekkan kekerasan. Tidak pada tempatnya mengkhotbahkan secara harfiah anjuran-anjuran Yohanes itu. Keadaan masyarakat berbeda-beda dari zaman ke zaman dan dari tempat ke tempat. Tetapi tak meleset bila dikatakan anjuran Yohanes itu membuat orang berpikir bahwa kedudukan dan kekuasaan tak dapat dilepaskan dari kewajiban untuk menjalankannya sesuai dengan maksud kedudukan itu, begitu pula kelebihan material menuntut pengamalan, bukan penimbunan belaka. Inilah prinsip penalaran moral yang berlaku di mana-mana dan kapan saja. Namun demikian, penalaran seperti di atas belum tentu membawa perubahan dalam diri orang secara menyeluruh. Orang perlu sejenak meninggalkan kebisingan hidup dan menemukan ketenangan batin. Mereka yang mendengarkan Yohanes Pembaptis itu datang ke padang gurun untuk "nyepi" ke daerah Yordan, meninggalkan Yerusalem yang inggar- bingar dan penuh kezaliman ("Ierousaleem" katakan saja mudahnya "Yeru-zalim") untuk melihat prospek kembali ke Yerusalem yang jadi tempat keselamatan ("Hierosolyma" - mudahnya - "Yeru-syalom"). Di situ orang boleh berharap mendapat pertolongan kekuatan-kekuatan ilahi yang diimbau Yohanes Pembaptis dan menjadi peka mendengarkan isyarat ilahi. Dalam suasana seperti inilah ajakan untuk memperbaiki diri akan lebih merasuki batin dan budi. Kekuatan-kekuatan ilahi itulah yang akan meluruskan batin orang dan menimbun lubang-lubang yang biasanya membuat batin orang tak rata, yang "nggronjal". Pertobatan yang sungguh baru bisa terjadi bila berawal dalam suasana kesunyian yang sarat dengan kehadiran ilahi. Ini pertobatan yang menghadirkan Tuhan. Bisa ditengok bacaan pertama Minggu Adven III tahun C ini, yakni Zef 3:14-18a. Di situ terungkap bagaimana Tuhan menghibur kota Yerusalem yang kini tinggal reruntuh­an belaka akibat penyerbuan Nebukadnezar. Seperti jelas dalam 13 ayat yang mendahuluinya, malapetaka ini dipahami sebagai hukuman bagi kelakuan buruk umat sendiri. Tetapi keadaan sudah berubah. Tuhan kini berbalik mengasihani umat-Nya dan berjanji akan berada kembali di tengah-tengah mereka. Ia akan mengumpulkan mereka yang tercerai-berai. Yerusalem dan penduduknya diimbau agar tidak lagi bersedih. Kebe­sarannya akan pulih. Harapan hidup kembali. Tuhan akan mendatangi kota suci-Nya dan tinggal di sana lagi. Iman ini tum­buh pada zaman setelah pembuangan dan tetap hidup dalam masa Perjanjian Baru. Injil-Injil, khususnya Lukas, memakainya dalam wujud pola perjalanan Yesus menuju ke Yerusalem - dia itulah Raja yang dinanti-nantikan orang, dia itulah Penyelamat yang diharap-harapkan datang ke kota sucinya. LANGKAH-LANGKAH PEMBARUAN HIDUP Dalam Injil bagi Minggu Adven II tahun C yang lalu kita mendengar Yohanes mewartakan baptisan tobat demi pengampunan dosa (Luk 3:1-6). Ia mendekatkan orang kepada kekuatan-kekuatan ilahi yang memberi hiburan dan karena itu orang dapat mulai berharap dan mencari arah baru yang segar. Orang baru bisa berharap bila pernah mengalami penghiburan bahwa ada kemungkinan untuk itu. Warta Kitab Suci menekankan adanya penghiburan dari atas sebagai dasar harapan sejati. Ini landasan bagi teologi harapan yang kukuh dan yang dapat nyata-nyata menolong orang. Memang tidak dapat disangkal adanya unsur jeri dan jera. Dalam tahap tertentu kekuatan-kekuatan ilahi itu bukan hanya pesona yang menghibur, tetapi juga membuat orang tergetar. Perjumpaan dengan Yang Ilahi sering dialami orang sebagai yang mengejutkan, sebagai keberdosaan yang menyakitkan, yang mencemaskan. Kecaman keras yang sebelumnya diutarakan Yohanes dalam Luk 3:7-9 menyadarkan orang akan dimensi ini. Akan tetapi, kata-kata tajam Yohanes itu ditujukan bagi orang yang sudah mulai mencari arah baru, dengan kata lain, sudah mulai "bertobat". Mereka itu sudah terhibur dan memiliki harapan. Tahapan selanjutnya ialah sikap bertanya "Apa yang harus dikerjakan?" (Luk 3:10.12.14) seperti terungkap dalam Injil kali ini. Orang mau belajar mengubah diri, belajar memperhatikan sesama, belajar berlaku adil dan lurus. Keinginan inilah yang menjadi kenyataan hadirnya kekuatan-kekuatan ilahi yang datang mempersiapkan dan meluruskan jalan seperti kata-kata Yesaya yang dikutip dan diterapkan Lukas dalam bacaan Injil pada ulasan Injil Minggu lalu. Inilah kekuatan-kekuatan moral yang bakal menjinakkan kecenderungan serakah, main kuasa, curang ... dan pelbagai kenyataan buruk di dunia ini yang menjadi bagian kehidupan manusia. Bila terjadi, mulai jelaslah makna anjuran Yohanes agar orang memberikan sehelai dari "dua helai baju" kepada orang yang tak mempunyainya. Ada pasang surut dalam tahap-tahap tadi. Ini deskripsi, bukan evaluasi terhadap pengalaman. Pengalaman membawa kita maju bila digambarkan dan dimengerti, bukan bila dinilai begini atau begitu menurut seperangkat ukuran yang sudah lazim dipakai. Kepekaan mengenai hal ini amat berguna dalam bimbingan rohani dan pelayanan pastoral pada umumnya. MENGAJAK ORANG BERTANYA Dalam konteks Injil Lukas, orang-orang yang datang ke Yohanes itu sebenarnya orang-orang yang sudah maju jauh. Banyak ahli tafsir yang melihat tokoh Yohanes Pembaptis beserta pengikutnya sebagai kaum rahib yang menjauhi hidup di Yerusalem dan menyepi di padang gurun. Kita banyak mendengar mengenai kelompok-kelompok seperti itu: kaum Ebioni, kaum Eseni, dan kaum rahib dari pertapaan Qumran. Bagaimana menerapkan gagasan di atas bagi keadaan yang berbeda, bagi umat yang tidak hidup dalam suasana pertapaan seperti itu, bagi orang-orang yang belum melangkah ke pertobatan seperti orang-orang yang datang ke Yohanes Pembaptis itu? Tak banyak faedahnya memakai mimbar khotbah untuk mencela sikap-sikap atau contoh-contoh kejahatan dan kedosaan. Salah-salah malah akan menjauhkan orang dari Gereja. Lebih mudah diterima bila dijelaskan bahwa bertobat dapat mulai dengan membangun sikap tidak mengalah kepada ketidaksempurnaan dalam kehidupan ini. Sikap yang paling berlawanan dengan pertobatan ialah takut, tak berbuat apa pun. Yohanes Pembaptis mengajarkan sikap tidak menerima begitu saja bengkak-bengkoknya jagat ini yang mempengaruhi dan membentuk kehidupan. Dalam pandangan Lukas, sang Pembaptis menyerukan kekuatan-kekuatan dari atas sana untuk mengalahkan daya-daya yang tidak lurus tadi. Sekali lagi sikap "nyepi" dapat membantu orang membiarkan diri disertai kekuatan-kekuatan tadi sambil menjauhi kebisingan daya-daya jahat. SPIRITUALITAS PELAYAN SABDA: Luk 3:15-18 Yohanes Pembaptis itu pewarta kedatangan sang Penyelamat. Pelayanannya juga khas. Ia menyiapkan orang agar makin ingin berjumpa dengan Tuhan sendiri. Pelayanan seperti inilah yang menjadi dasar kerohanian para pelayan sabda. Juga di masa kini. Dan lebih dalam lagi. Ketika orang mulai menduga-duga apakah dia itu sang Mesias sendiri, Yohanes menegaskan dirinya bukan Dia yang dinanti-nantikan. Ia mengatakan tak pantas melepaskan tali kasut Mesias sekalipun. Ungkapan ini berlatar yuri­dik dan artinya "mengklaim" harapan umat. Maklum, melepaskan tali kasut di sini berhubungan dengan praktek menunjukkan alas kaki kepada pihak yang boleh memandang pembawa alas kaki itu mewakili secara sah pemilik yang tak hadir secara fisik. Ini praktek yuridik tradisional yang dikenal di pelbagai tempat dan sering dipakai dalam upacara nikah per procura. Yohanes tidak merasa pantas menjadi wakil yang sah sekalipun dari Yesus. Jadi, ungkapan itu bukan ungkapan basa-basi saleh, melainkan ungkapan yuridik. Ia menyatakan diri sama sekali tak memiliki hak mengukuhi umat Tuhan. Lalu siapakah Yohanes Pembaptis itu? Menurut Lukas, dia itu suara di padang gurun, di kesunyian, suara yang memperdengarkan kehadiran Tuhan dan mengajak kekuatan-kekuatan ilahi menyiapkan orang agar mampu menerima Tuhan sendiri. Yohanes Pembaptis bergerak dalam senyapnya awang-uwung yang sarat dengan kekuatan-kekuatan ilahi, tetapi ia juga bisa didengar oleh orang-orang yang hidup dalam kebisingan sehari-hari. Salam hangat, A. Gianto (ROMA) *) Sumber Millis KD

“Tidak dapat menjadi muridKu”

(1Kor 2:1-10a; Luk 14:25-33) “ Pada suatu kali banyak orang berduyun-duyun mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya. Sambil berpaling Ia berkata kepada mereka: "Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Sebab siapakah di antara kamu yang kalau mau mendirikan sebuah menara tidak duduk dahulu membuat anggaran biayanya, kalau-kalau cukup uangnya untuk menyelesaikan pekerjaan itu? Supaya jikalau ia sudah meletakkan dasarnya dan tidak dapat menyelesaikannya, jangan-jangan semua orang yang melihatnya, mengejek dia, sambil berkata: Orang itu mulai mendirikan, tetapi ia tidak sanggup menyelesaikannya. Atau, raja manakah yang kalau mau pergi berperang melawan raja lain tidak duduk dahulu untuk mempertimbangkan, apakah dengan sepuluh ribu orang ia sanggup menghadapi lawan yang mendatanginya dengan dua puluh ribu orang? Jikalau tidak, ia akan mengirim utusan selama musuh itu masih jauh untuk menanyakan syarat-syarat perdamaian.Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku” (Luk 14:25-33), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Yohanes dari Salib hari ini, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Salib adalah panji-panji para murid atau pengikut Yesus Kristus, maka barangsiapa percaya kepadaNya harus berani meneladanNya, yaitu siap sedia menderita sengsara dan kalau perlu mati karena setia pada iman dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari. Bagi yang beriman kepada Yesus Kristus, khususnya yang beragama Katolik sering membuat tanda salib dengan menepuk dahi/kepala, dada dan bahu seraya berkata “Dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus”. Hal itu berarti mau hidup dan bertindak dengan cara berpikir Yesus Kristus, berjiwa Yesus Kristus dan meneladan cara bertindakNya. Maka pertama-tama dan terutama saya mengajak anda sekalian untuk mawas diri: apa yang ada di dalam hati kita saat ini, dan apa yang sedang saya pikirkan. Apa yang ada dalam hati dan pikiran atau otak kita itulah yang akan menentukan cara hidup dan cara bertindak kita. Kami berharap kita semua senantiasa memikirkan keselamatan jiwa manusia, sebagaimana juga dipikirkan oleh Tuhan Allah. Hendaknya keselamatan jiwa manusia menjadi tolok ukur atau barometer keberhasilan hidup dan bertindak kita. Hemat saya jika kita sungguh mengutamakan keselamatan jiwa, maka kita pasti akan menghadapi banyak tantangan, masalah dan hambatan, mengingat dan memperhatikan sikap mental materialistis begitu menjiwai cara hidup dan cara bertindak kebanyakan orang masa kini. Dengan kata lain orang harus siap sedia untuk menderita dan sengsara, namun ingatlah dan sadarilah serta hayati bahwa penderitaan dan kesengsaraan yang lahir dari kesetiaan pada iman kepercayaan adalah jalan menuju ke keselamatan sejati, bahagia dan damai sejahtera sejati dan selamanya. · “Demikianlah pula, ketika aku datang kepadamu, saudara-saudara, aku tidak datang dengan kata-kata yang indah atau dengan hikmat untuk menyampaikan kesaksian Allah kepada kamu. Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan.Aku juga telah datang kepadamu dalam kelemahan dan dengan sangat takut dan gentar.” (1Kor 2:1-3), demikian sharing iman Paulus kepada umat di Korintus, kepada kita semua khususnya yang beriman kepada Yesus Kristus. Sharing Paulus ini kiranya dapat menjadi bahan refleksi atau permenungan kita. “Aku tidak datang dengan kata-kata yang indah atau dengan hikmat untuk menyampaikan kesaksian Allah kepada kamu”, inilah kiranya yang juga harus menjadi acuan hidup kita, sebagai orang beriman. Hendaknya kita senantiasa lebih mengutamakan atau mengedepankan tindakan atau periaku daripada kata-kata atau omongan yang indah. Keunggulan hidup beriman terletak dalam perilaku atau tindakan, bukan dalam wacana atau omongan. Semoga cara bertindak atau perilaku kita dimana pun dan kapan pun baik adanya, artinya tidak pernah mengecewakan, melecehkan dan merendahkan orang lain, melainkan membahagiakan dan menyelamatkan, terutama keselamatan jiwa manusia, entah jiwa kita sendiri maupun jiwa orang yang kena dampak cara bertindak atau perilaku kita. Kutipan di atas juga mengingatkan dan mengajak kita semua bahwa dalam rangka ‘berdakwah’ atau melaksanakan tugas missioner lebih mengutamakan tindakan atau perilaku, bukan wacana atau omongan. Dengan kata lain kesaksian atau keteladanan hidup beriman sungguh penting dan mutlak dalam rangka melaksanakan tugas missioner. “Percayalah kepada TUHAN dan lakukanlah yang baik, diamlah di negeri dan berlakulah setia, dan bergembiralah karena TUHAN; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu. Serahkanlah hidupmu kepada TUHAN dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak;Ia akan memunculkan kebenaranmu seperti terang, dan hakmu seperti siang” (Mzm 37:3-6) Ign 14 Desember 2012 *) Sumber Millis KD