Senin, 29 Oktober 2012

“Ia seumpama ragi yang diambil seorang perempuan dan diadukkan ke dalam tepung terigu tiga sukat sampai khamir seluruhnya."

(Ef 5:21-35; Luk 13:18-21) “Maka kata Yesus: "Seumpama apakah hal Kerajaan Allah dan dengan apakah Aku akan mengumpamakannya? Ia seumpama biji sesawi, yang diambil dan ditaburkan orang di kebunnya; biji itu tumbuh dan menjadi pohon dan burung-burung di udara bersarang pada cabang-cabangnya." Dan Ia berkata lagi: "Dengan apakah Aku akan mengumpamakan Kerajaan Allah? Ia seumpama ragi yang diambil seorang perempuan dan diadukkan ke dalam tepung terigu tiga sukat sampai khamir seluruhnya." (Luk 13:18-21), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Segala sesuatu kiranya mulai dari kecil, sederhana atau sedikit. Dalam Warta Gembira hari ini kepada kita diketengahkan perihal perumpamaan Kerajaan Allah bagaikan biji sesawi atau ragi. Biji sesawi konon yang terkecil, namun begitu tumbuh menjadi rimbun dan banyak burung-burung kecil berdatangan untuk mencari makan; demikian juga ragi dalam jumlah kecil ketika diadukkan ke dalam tepung terigu, maka rasanya jadi lain: ragi merasuki seluruh tepung terigu. Maka sabda hari ini kiranya dapat menjadi pegangan hidup kita, dimana meskipun jumlah kita kecil tetapi karena berkualitas, maka akan sangat berguna bagi kehidupan bersama. Dengan kata lain sabda hari ini mengajak dan mengingatkan kita semua untuk lebih menekankan kualitas daripada kuantitas, mutu daripada jumlah. Tentu saja kualitas yang kami maksudkan terutama atau lebih-lebih kualitas iman, dengan kata lain marilah kita tingkatkan dan perdalam kualitas iman kita. Dalam Tahun Iman ini kita diajak untuk mawas diri sejauh mana kedalaman iman kita dan kemudian menghasilkan buah melimpah, berupa banyak jiwa diselamatkan. Semoga perkembangan dan pertumbuhan iman kita sungguh dapat menjadi tempat berlindung bagi banyak orang dalam rangka menyelamatkan jiwanya atau kehadiran dan sepak terjang kita senantiasa lebih enak dan nikmat untuk didiami, karena kita senantiasa melakukan apa yang baik dan menyelamatkan, terutama keselamatan jiwa manusia. Marilah kita didik dan bina anak-anak kita agar tumbuh berkembang menjadi pribadi yang baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur. Demikian pula kami mengingatkan siapapun yang bekerja dalam pelayanan pendidikan atau sekolah untuk lebih mengutamakan agar para peserta didik tumbuh berkembang menjadi pribadi cerdas spiritual, bukan hanya secara intelektual belaka. · “Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat. Bagaimanapun juga, bagi kamu masing-masing berlaku: kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri dan isteri hendaklah menghormati suaminya.” (Ef 5:32-33). Paulus menggambarkan kesatuan kita dengan Yesus Kristus, Tuhan, bagaikan kesatuan antar suami-isteri yang baik. Bukankah suami-isteri yang baik saling mengasihi dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap kekuatan atau tubuh? Memang ajaran perihal saling mengasihi hemat saya secara konkret dapat diindrai atau dilihat dalam diri suami-isteri yang baik. Tentu saja kasih Tuhan kepada kita lebih daripada kasih suami terhadap isteri maupun isteri terhadap suaminya, karena “ Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela” (Ef 5:27). Dalam keadaan atau kondisi macam apapun Tuhan senantiasa mengasihi kita tanpa batas. Hidup saling mengasihi memang sungguh memikat, mempesona dan menarik banyak orang untuk mendekat dan bersahabat. Marilah kita hayati secara konkret hubungan erat atau mesra kita dengan Tuhan dan senantiasa berhubungan mesra dan erat dengan saudara-saudari kita, tentu saja tidak harus semesra hubungan suami-isteri. Kemesraan hubungan kita dengan orang lain antara lain menjadi nyata atau konkret ketika kita tidak saling menyakiti atau melecehkan, tetapi saling menghormati dan menjunjung tinggi, saling membahagiakan dan menyelamatkan. Sebagai umat beriman marilah kita wujudkan pendampingan atau penyertaan Tuhan dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari dimana pun dan kapan pun, artinya semoga siapapun yang melihat kita akhirnya tergerak untuk semakin beriman dan bersahabat dengan Tuhan maupun sesamanya. Persaudaraan atau persahabatan sejati antar kita , umat manusia, pada masa kini sungguh mendesak dan up to date untuk kita hayati dan sebarluaskan. “Berbahagialah setiap orang yang takut akan TUHAN, yang hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya! Apabila engkau memakan hasil jerih payah tanganmu, berbahagialah engkau dan baiklah keadaanmu! Isterimu akan menjadi seperti pohon anggur yang subur di dalam rumahmu; anak-anakmu seperti tunas pohon zaitun sekeliling mejamu!Sesungguhnya demikianlah akan diberkati orang laki-laki yang takut akan TUHAN.” (Mzm 128:1-4) Ign 30 Oktober 2012 *) Sumber Millis KD

“Ia adalah keturunan Abraham”

(Ef 4:32-5:8; Luk 13:10-17) “ Pada suatu kali Yesus sedang mengajar dalam salah satu rumah ibadat pada hari Sabat. Di situ ada seorang perempuan yang telah delapan belas tahun dirasuk roh sehingga ia sakit sampai bungkuk punggungnya dan tidak dapat berdiri lagi dengan tegak. Ketika Yesus melihat perempuan itu, Ia memanggil dia dan berkata kepadanya: "Hai ibu, penyakitmu telah sembuh." Lalu Ia meletakkan tangan-Nya atas perempuan itu, dan seketika itu juga berdirilah perempuan itu, dan memuliakan Allah. Tetapi kepala rumah ibadat gusar karena Yesus menyembuhkan orang pada hari Sabat, lalu ia berkata kepada orang banyak: "Ada enam hari untuk bekerja. Karena itu datanglah pada salah satu hari itu untuk disembuhkan dan jangan pada hari Sabat." Tetapi Tuhan menjawab dia, kata-Nya: "Hai orang-orang munafik, bukankah setiap orang di antaramu melepaskan lembunya atau keledainya pada hari Sabat dari kandangnya dan membawanya ke tempat minuman? Bukankah perempuan ini, yang sudah delapan belas tahun diikat oleh Iblis, harus dilepaskan dari ikatannya itu, karena ia adalah keturunan Abraham?" Dan waktu Ia berkata demikian, semua lawan-Nya merasa malu dan semua orang banyak bersukacita karena segala perkara mulia, yang telah dilakukan-Nya.” (Luk 13:10-17), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Abraham ada bapa umat beriman, dan Yesus adalah Allah yang menjadi manusia seperti kita kecuali dalam hal dosa. Iman mendasari dan mengatasi semua tata tertib maupun aturan, dan dalam kisah hari ini diceriterakan bahwa Yesus menyembuhkan orang yang telah bertahun-tahun menderita sakit pada hari Sabat, yang menurut adat istiadat atau peraturan Yahudi pada hari Sabat harus beristirahat, tidak bekerja, sedangkan tindakan penyembuhan yang dilakukan oleh Yesus dinilai sebagai kerja. Maka ketika kepala rumah ibadat gusar karena tindakan Yesus tersebut demgan tegas Ia menanggapi: “Hai orang-orang munafik, bukankan setiap orang di antaramu melepaskan lembunya atau keledaian pada hari Sabat dari kandangnya dan membawanya ke tempat minuman”. Orang munafik memang lebih mengasihi binatang dari pada manusia, harta benda daripada keselamatan jiwa manusia. Sebagai orang beriman dalam cara hidup dan cara bertindak kita diharapkan senantiasa lebih mengutamakan keselamatan manusia daripada binatang atau harta benda. Bukankah kita semua mengaku sebagai orang beriman, dan dengan demikian juga menjadi ketururan Abraham? Maka marilah kita tidak gusar seperti orang-orang munafik, melainkan tetap gembira dan ceria ketika ada orang berbuat baik untuk menyelamatkan jiwa manusia, meskipun tempat dan waktunya menurut kebisaan atau tata tertib tidak benar. Ingatlah, sadari dan hayati tata tertib atau aturan dibuat demi keselamatan jiwa manusia, misalnya peraturan atau rambu-rambu lalu lintas. · “Karena ingatlah ini baik-baik: tidak ada orang sundal, orang cemar atau orang serakah, artinya penyembah berhala, yang mendapat bagian di dalam Kerajaan Kristus dan Allah. Janganlah kamu disesatkan orang dengan kata-kata yang hampa, karena hal-hal yang demikian mendatangkan murka Allah atas orang-orang durhaka” (Ef 5:5-6). Sebagai orang beriman atau beragama kita semua mendambakan ‘mendapat bagian dalam Kerajaan Allah’, alias hidup bahagia dan damai sejahtera selama hidup di dunia ini maupun di akhirat nanti setelah meninggal dunia. Maka hendaknya dijauhkan dari diri kita perbuatan sundal, cemar atau serakah. Pada masa kini memang ada segelintir orang yang serakah dan mencemarkan diri melakukan tindakan-tindakan amoral, entah yang terkait dengan masalah seks atau kenikmatan-kenikmatan lainnya. Dalam hal keserakahan seks kiranya mewarnai cara hidup dan cara bertindak banyak orang, lebih orang yang bersikap mental materialistis dan kurang beriman. Cukup banyak muda-mudi yang mencemarkan diri melalui atau dengan keserakahan seksual, bahkan masih berstatus sebagai pelajar di tingkat sekolah menengah telah hamil karena pergaulan seks bebas. Kami berharap para orangtua mendidik anak-anak sebaik mungkin sehingga ketika menginjak masa remaja tidak melakukan perbuatan amoral yang merusak diri maupun masa depannya. Para pemimpin agama kami harapkan memberi wadah atau tempat untuk pembinaan anak-anak serta generasi muda. Orangtua yang tidak mendidik dan membina anak-anaknya dengan baik akan mengalami kemurkaan di masa depan dari orang lain maupun dari Allah sendiri, dengan kata lain di masa tuanya tidak damai sejahtera, melainkan semakin banyak menghadapi masalah dan tantangan berat. Semoga masa tua anda dapat menikmati hidup bahagia dan sejahtera karena anak-anaknya sukses sebagai pribadi, tidak menimbulkan masalah dalam hidup dan kerjanya. “Sungguh, Allah itu keselamatanku; aku percaya dengan tidak gementar, sebab TUHAN ALLAH itu kekuatanku dan mazmurku, Ia telah menjadi keselamatanku." Maka kamu akan menimba air dengan kegirangan dari mata air keselamatan.Pada waktu itu kamu akan berkata: "Bersyukurlah kepada TUHAN, panggillah nama-Nya, beritahukanlah perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa, masyhurkanlah, bahwa nama-Nya tinggi luhur! “(Yes 12:2-4) Ign 29 Oktober 2012 *) Sumber Millis KD

"Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau”

Gus Dur, alm., sebelum dan selama menjadi presiden RI buta matanya, tidak dapat melihat dan membaca dengan baik, namun ia memiliki kepekaan luar biasa atas aneka peristiwa dan kejadian karena pendengarannya yang tajam. Sayang orang-orang disekelilingnya ada yang menjatuhkan-nya, memanfaatkan kebutaannya untuk kepentingan pribadi maupun organisasi atau kelompoknnya. Namun meskipun ia tidak menjadi presiden, ia tetap menjadi ‘guru bangsa’, yang banyak didatangi orang untuk minta nasihat maupun saran dalam hal hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kata-kata yang keluar dari mulutnya yang lucu dan polos sungguh inspiratif bagi banyak orang untuk semakin beriman, membaktikan diri sepenuhnya kepada Tuhan, karena ia sendiri sungguh beriman. Dalam kutipan Warta Gembira hari ini dikisahkan perihal seorang pengemis yang buta, bernama Bartimeus, yang memiliki kepekaan akan kehadiran Tuhan Yesus, maka ketika Tuhan Yesus melewatinya ia berteriak mohon belas kasihan agar dapat melihat segala sesuatu dengan jelas. Dan Yesus pun dengan gembira mengabulkan permohonan sambil bersabda “Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau”. Marilah kita renungkan sabda Yesus ini atau kita meneladan si pengemis buta, Bartimeus. “Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau” (Mrk 10:52) Sebagai orang beriman kita semua sering atau banyak bepergian, entah jarak jauh atau jarak dekat. Kami percaya kita semua memiliki indera pendengaran baik dan sehat, maka dengan ini kami berharap dimana pun berada atau kemana pun pergi hendaknya kita fungsikan indera pendengaran kita sebaik dan seoptimal mungkin untuk mendengarkan aneka suara atau informasi yang disampaikan dengan aneka cara. Kita pilah dan pilih aneka suara dan informasi, dan tentu saja hendaknya kemudian memilih apa-apa atau hal-hal yang dapat memperdalam, meneguhkan dan memperkembangkan iman kita kepada Tuhan. Mungkin kita sering mendengarkan lagu-lagu rohani, entah melalui radio, tv atau youtube, dan kami percaya isi lagu-lagu rohani adalah baik serta berguna bagi kehidupan iman atau agama kita. Dengarkan dan cecap dalam-dalam isi lagu, agar iman anda semakin mendalam, handal dan teguh, dan dengan demikian kita selamat dalam perjalanan hidup maupun penghayatan panggilan dan pelaksanaan tugas pengutusan. Kita masih berada di bulan Oktober, bulan rosario, dan kita diajak untuk mengenangkan SP Maria dengan berdoa rosario. SP Maria, teladan umat beriman, dikenal sebagai ‘yang mendengarkan dan memelihara firman Tuhan’, maka dengan ini kami mengajak segenap umat beriman untuk meneladannya. Dengan rendah hati, hati, jiwa, akal budi yang terbuka, marilah kita dengarkan dan cecap dalam-dalam firman Tuhan, sebagaimana tertulis di dalam Kitab Suci. Kita semua juga diingatkan bahwa yang menyelamatkan dan membahagiakan jiwa dan hidup kita adalah iman, bukan harta benda, pangkat/kedudukan maupun kehormatan duniawi. Maka kami berharap sebagai orang beriman dengan semangat iman menggunakan atau memfungsikan aneka harta benda, pangkat/kedudukan maupun kehormatan duniawi. Marilah kita sadari dan hayati bahwa harta benda, pangkat/kedudukan maupun kehormatan duniawi merupakan anugerah Tuhan yang kita terima melalui saudara-saudari kita, maka selayaknya semuanya kita fungsikan agar kita semakin ber-Tuhan, semakin dikasihi oleh Tuhan maupun saudara-saudari kita. Setelah kita merasa dan menghayati diri sebagai yang telah semakin dikasihi oleh Tuhan maupun saudara-saudari kita, maka selayaknya kita juga semakin mengasihi orang lain tanpa kenal batas, agar orang lain juga semakin beriman, semakin dikasihi oleh Tuhan dan sesamanya. Marilah kita saling mendukung dan bekerjasama meningkatkan diri kita masing-masing agar semakin beriman, semakin dikasihi oleh Tuhan maupun saudara-saudari kita. Jika kita sungguh beriman kiranya dalam situasi dan kondisi macam apapun kita tetap ceria dan bergembira, apalagi jika kita beriman kepada Yesus Kristus, yang telah menderita sengsara dan wafat di kayu salib, dimana segala penderitaan kita tidak seimbang jika dibandingkan dengan penderitaanNya. “Sebab setiap imam besar, yang dipilih dari antara manusia, ditetapkan bagi manusia dalam hubungan mereka dengan Allah, supaya ia mempersembahkan persembahan dan korban karena dosa.Ia harus dapat mengerti orang-orang yang jahil dan orang-orang yang sesat, karena ia sendiri penuh dengan kelemahan,yang mengharuskannya untuk mempersembahkan korban karena dosa, bukan saja bagi umat, tetapi juga bagi dirinya sendiri” (Ibr 5:1-3) Panggilan dan fungsi seorang imam adalah pengantara, “ditetapkan bagi manusia dalam hubungan mereka dengan Allah, supaya ia mempersembahkan persembahan dan korban karena dosa”. Maka dengan ini pertama-tama saya mengajak dan mengingatkan rekan-rekan imam untuk hidup dan bertindak dimana pun dan kapan pun sebagai pengantara antara Allah dan manusia alias menjadi penyalur rahmat atau berkat Allah bagi sesama manusia dan doa-doa, dambaan, kerinduan, harapan umat manusia bagi Allah. Penyalur yang baik juga tidak pernah mengeluh dan menggerutu ketika harus menderita, serta tidak pernah menyakiti orang lain sedikitpun dan jujur serta disiplin. Ada tradisi dalam Gereja Katolik yang sampai kini masing berlangsung di paroki-paroki, yaitu kebiasaan memberkati anak-anak setelah penerimaan komuni kudus. Semoga pemberkatan ini tidak hanya sekedar formalitas atau basa-basi belaka, tetapi sungguh terwujud, dan anak-anak yang menerima berkat kemudian tersentuh untuk semakin beriman, semakin membaktikan diri sepenuhnya kepada Tuhan dan ada kemungkinan di antara mereka juga ada yang tergerak untuk menjadi imam, bruder atau suster. Dengan kata lain kami berharap dengan hati jujur imam memberkati anak-anak. Tidak mengeluh dan tidak menggerutu pada masa kini sungguh merupakan tantangan berat, apalagi pada masa kini banyak tantangan dan cobaan yang menghadang di depan kita dalam hidup sehari-hari. Panggilan untuk tidak mengeluh dan tidak menggerutu ini kami harapkan juga dihayati oleh seluruh umat Allah atau umat beriman. Dalam suatu kesempatan mengikuti lokakarya ada seorang pembicara yang mensharing pengalamannya, yaitu menjadi segala macam bentuk kegagalan sebagai sahabat, maksudnya ketika kita gagal hendaknya tidak menjadi sedih melainkan kesempatan untuk belajar dan meningkatkan diri. Kami percaya bahwa kita semua pernah dan akan mengalami kegagalan-kegagalan dalam hidup maupun tugas pekerjaan, maka jadikan kegagalan dengan gembira sebagai kesempatan untuk belajar dan bertumbuh-berkembang terus menerus sebagai orang beriman. “Sebab beginilah firman TUHAN: Bersorak-sorailah bagi Yakub dengan sukacita, bersukarialah tentang pemimpin bangsa-bangsa! Kabarkanlah, pujilah dan katakanlah: TUHAN telah menyelamatkan umat-Nya, yakni sisa-sisa Israel! Sesungguhnya, Aku akan membawa mereka dari tanah utara dan akan mengumpulkan mereka dari ujung bumi; di antara mereka ada orang buta dan lumpuh, ada perempuan yang mengandung bersama-sama dengan perhimpunan yang melahirkan; dalam kumpulan besar mereka akan kembali ke mari!Dengan menangis mereka akan datang, dengan hiburan Aku akan membawa mereka; Aku akan memimpin mereka ke sungai-sungai, di jalan yang rata, di mana mereka tidak akan tersandung; sebab Aku telah menjadi bapa Israel, Efraim adalah anak sulung-Ku” (Yer 31:7-9). Kutipan ini kiranya dapat menjadi permenungan atau refleksi kita, yaitu ‘berorak-sorai dan bersukacita’ dalam situasi dan kondisi apapun, dan dimana pun “Ketika TUHAN memulihkan keadaan Sion, keadaan kita seperti orang-orang yang bermimpi. Pada waktu itu mulut kita penuh dengan tertawa, dan lidah kita dengan sorak-sorai. Pada waktu itu berkatalah orang di antara bangsa-bangsa: "TUHAN telah melakukan perkara besar kepada orang-orang ini!" TUHAN telah melakukan perkara besar kepada kita, maka kita bersukacita. Pulihkanlah keadaan kami, ya TUHAN, seperti memulihkan batang air kering di Tanah Negeb! Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai” (Mzm 126:1-5) Ign 28 Oktober 2012 *) Sumber Millis KD

Kamis, 25 Oktober 2012

“Mengapakah kamu tidak dapat menilai zaman ini?”

(Ef 4:1-6; Luk 12:54-59) “ Yesus berkata pula kepada orang banyak: "Apabila kamu melihat awan naik di sebelah barat, segera kamu berkata: Akan datang hujan, dan hal itu memang terjadi. Dan apabila kamu melihat angin selatan bertiup, kamu berkata: Hari akan panas terik, dan hal itu memang terjadi. Hai orang-orang munafik, rupa bumi dan langit kamu tahu menilainya, mengapakah kamu tidak dapat menilai zaman ini? Dan mengapakah engkau juga tidak memutuskan sendiri apa yang benar? Sebab, jikalau engkau dengan lawanmu pergi menghadap pemerintah, berusahalah berdamai dengan dia selama di tengah jalan, supaya jangan engkau diseretnya kepada hakim dan hakim menyerahkan engkau kepada pembantunya dan pembantu itu melemparkan engkau ke dalam penjara. Aku berkata kepadamu: Engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas.” (Luk 12:54-59), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Sabda hari ini mengajak dan mengingatkan kita semua untuk memiliki kepekaan terhadap tanda-tanda zaman atau gejala-gejala alam , dan tentu saja juga gejala yang terjadi dalam tubuh kita sendiri (terutama bagi rekan-rekan perempuan terkait perihal menstruasi atau kehamilan). Kami mengajak pertama-tama marilah kita peka terhadap gejala-gejala yang terjadi di dalam tubuh kita masing-masing, misalnya gejala sakit, gejala mau menstruasi dst.., dan kita tanggapi gejala tersebut dengan memadai, sehingga kita selamat. Jika kita peka terhadap gejala yang ada dalam tubuh kita, maka kami percaya kita akan peka terhadap gejala-gejala alam di lingkungan kita. Dalam hal gejala alam kiranya para petani atau pelaut sangat peka, karena setiap hari hidup dan kerja mereka di alam bebas serta sangat tergantung pada gejala-gejala alam. Bagi kita semua agar kita peka terhadap aneka gejala di lingkungan hidup kita, caranya adalah mawas diri atau pemeriksaan batin setiap hari, maka hendaknya jangan melupakan mawas diri atau pemeriksaan batin setiap hari, dan sebaiknya dilakukan menjelang istirihat malam. Jika kita terbiasa mawas diri atau pemeriksaan batin, maka kita akan terampil dalam pembedaan roh atau spiritual discernment. Secara kebetulan hari ini rekan-rekan Islam merayakan hari raya Idul Adha, hari korban, dan dalam memilih binatang korban sungguh cermat, artinya dipilih yang terbaik. Semoga pengalaman memilih binatang korban ini juga meluas dalam hidup sehari-hari, yaitu senantiasa memilih apa yang baik, untuk dikerjakan atau dihayati. Marilah kita tanggapi gejala alam di lingkungan hidup kita sebaik mungkin demi keselamatan dan kebahagiaan hidup kita semua. · “Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu.Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera: satu tubuh, dan satu Roh, sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam panggilanmu, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam semua” (Ef 4:2-6). Ajakan Paulus ini kiranya layak kita tanggapi dengan sepenuh hati, kita laksanakan atau hayati dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari dimana pun dan kapan pun, yaitu hidup dan bertindak dengan “rendah hati, lemah lembut dan sabar”. Keutamaan-keutamaan ini hemat saya pada masa kini sungguh mendesak dan up to date untuk kita hayati dan sebarluaskan. Baiklah yang akan saya angkat dan refleksikan adalah keutamaan sabar. “Sabar adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan kemampuan dalam mengendalikan gejolak diri dan tetap bertahan seperti keadaan semula dalam menghadapi berbagai rangsangan atau masalah” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Berbagai rangsangan dan masalah muncul setiap saat di hadapan kita setiap hari, misalnya rangsangan akan kenikmatan dalam hal makan, minum dan tidur, seks, rangsangan untuk memiliki dan membeli sesuatu yang baru dst.. Masalah dapat beraneka ragam, apalagi jika kita setia pada panggilan dan tugas pengutusan, maka kita pasti akan menghadapi banyak masalah. Semoga kita tidak tergoda untuk mengikuti rangsangan atau tergesa-gesa menyelesaikan masalah. Untuk itu hendaknya kita menghadapi rangsangan maupun masalah dengan berdoa, mohon kekuatan dan pencerahan dari Tuhan dalam menghadapi rangsangan dan memecahkan masalah. Bersama dan bersatu dengan Tuhan kita akan mampu mengatasi rangsangan maupun masalah yang mendatangi diri kita, dan memang untuk itu kita harus berani berkorban dan berjuang. “TUHANlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya. Sebab Dialah yang mendasarkannya di atas lautan dan menegakkannya di atas sungai-sungai."Siapakah yang boleh naik ke atas gunung TUHAN? Siapakah yang boleh berdiri di tempat-Nya yang kudus?""Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu.” (Mzm 24:1-4) Ign 26 Oktober 2012 *) Sumber Millis KD

Rabu, 24 Oktober 2012

“Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu sangkakan."

(Ef 3:2-12; Luk 12:39-48) “Tetapi ketahuilah ini: Jika tuan rumah tahu pukul berapa pencuri akan datang, ia tidak akan membiarkan rumahnya dibongkar. Hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu sangkakan." Kata Petrus: "Tuhan, kamikah yang Engkau maksudkan dengan perumpamaan itu atau juga semua orang?" Jawab Tuhan: "Jadi, siapakah pengurus rumah yang setia dan bijaksana yang akan diangkat oleh tuannya menjadi kepala atas semua hambanya untuk memberikan makanan kepada mereka pada waktunya? Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya tuannya itu akan mengangkat dia menjadi pengawas segala miliknya. Akan tetapi, jikalau hamba itu jahat dan berkata di dalam hatinya: Tuanku tidak datang-datang, lalu ia mulai memukul hamba-hamba laki-laki dan hamba-hamba perempuan, dan makan minum dan mabuk, maka tuan hamba itu akan datang pada hari yang tidak disangkakannya, dan pada saat yang tidak diketahuinya, dan akan membunuh dia dan membuat dia senasib dengan orang-orang yang tidak setia. Adapun hamba yang tahu akan kehendak tuannya, tetapi yang tidak mengadakan persiapan atau tidak melakukan apa yang dikehendaki tuannya, ia akan menerima banyak pukulan. Tetapi barangsiapa tidak tahu akan kehendak tuannya dan melakukan apa yang harus mendatangkan pukulan, ia akan menerima sedikit pukulan. Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut." (Luk 12:39-48), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Sabda hari ini kiranya mengingatkan kita semua bahwa sewaktu-waktu kita dapat dipanggil Tuhan atau meninggal dunia. Pada masa kini sering kita dengar tiba-tiba ada orang meninggal dunia dalam tugas atau hidup biasa sehari-hari, dimana yang bersangkutan kelihatan baik-baik dan sehat-sehat saja. Yang mengalami demikian pada umumnya adalah laki-laki karena serangan jantung yang disebut “widow-maker” (=pembuat janda). Konon ada tiga saluran yang menuju jantung untuk menyalurkan oksigen, dua diantaranya kecil dan yang satu besar; ketika yang tersumbat oleh endapan kolesterol saluran kecil merupakan serangan jantung biasa, tetapi ketika yang tersumbat saluran besar maka dalam hitungan detik yang bersangkutan langsung meninggal dunia. Maka dengan ini kami mengingatkan kita semua untuk menjaga kebugaran tubuh, yang terkait dengan kesehatan jantung, dan tentu saja juga kesehatan rohani atau spiritual, hati, jiwa dan akal budi. Dengan kata lain selain menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh, hendaknya juga berusaha hidup baik, suci, benar dan bermoral, hidup dan bertindak senantiasa sesuai dengan kehendak dan perintah Tuhan. Dengan kata lain kapan pun dan dimana pun hendaknya mesra bergaul dan bersama Tuhan, sehingga sewaktu-waktu dipanggil Tuhan tidak takut, tidak terkejut, melainkan menanggapi panggilanNya atau kematian dengan ceria dan senyum, karena setelah meninggal dunia akan hidup mulia dan berbahagia selamanya di sorga. Didiklah dan binalah anak-anak anda sedini mungkin terus menerus bergaul mesra dengan Tuhan alias hidup baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur. · “Di dalam Dia kita beroleh keberanian dan jalan masuk kepada Allah dengan penuh kepercayaan oleh iman kita kepada-Nya” (Ef 3:12). Sekali lagi saya angkat bahwa kutipan inilah yang juga menjadi pegangan dan kekuatan saya dalam menghayati panggilan imamat sampai kini. “Di dalam Dia” berarti senantiasa hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan, setia dan taat melaksanakan janji-janji yang pernah diikrarkan. Maka dengan ini kami mengajak anda sekalian untuk senantiasa hidup dan bertindak ‘di dalam Dia’, dalam Tuhan, tidak hidup bebas seenaknya sendiri, mengikuti selera atau keinginan pribadi. Kami berharap kepada siapapun yang berpengaruh dalam hidup dan bekerja bersamaa dapat menjadi teladan atau inspirator dalam hidup bersama dan bersatu dengan Tuhan dalam kondisi atau situasi apapun. Marilah kita ingat, sadari dan hayati bahwa Tuhan senantiasa menyertai dan mendampingi kita, tak pernah meninggalkan kita sendirian. Maka meskipun hidup sendirian hendaknya jangan takut dan bertindak seenaknya, melainkan tetap berpegang teguh pada janji yang telah diikrarkan atau sabda Tuhan. Dengan kata lain marilah kita hayati retret dalam hidup sehari-hari, berrekreasi dengan Tuhan dalam situasi dan kondisi apapun, kapan pun dan dimana pun. Marilah kita percaya kepada Penyelenggaraan Ilahi yang siang malam tiada henti. Semoga kita semua ketika dipanggil Tuhan nanti tetap setia dan taat kepada panggilan dan tugas pengutusanNya. Hendaknya kita juga saling mengingatkan satu sama lain sebagai saudara atau sahabat dalam peziarahan hidup kembali kepada Tuhan. “Sungguh, Allah itu keselamatanku; aku percaya dengan tidak gementar, sebab TUHAN ALLAH itu kekuatanku dan mazmurku, Ia telah menjadi keselamatanku." Maka kamu akan menimba air dengan kegirangan dari mata air keselamatan.Pada waktu itu kamu akan berkata: "Bersyukurlah kepada TUHAN, panggillah nama-Nya, beritahukanlah perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa, masyhurkanlah, bahwa nama-Nya tinggi luhur!Bermazmurlah bagi TUHAN, sebab perbuatan-Nya mulia; baiklah hal ini diketahui di seluruh bumi!” (Yes 12:2-5) Ign 24 Oktober 2012 *) Sumber Millis KD

Selasa, 23 Oktober 2012

"Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala”

(Ef 2:12-22; Luk 12:35-38) "Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala. Dan hendaklah kamu sama seperti orang-orang yang menanti-nantikan tuannya yang pulang dari perkawinan, supaya jika ia datang dan mengetok pintu, segera dibuka pintu baginya. Berbahagialah hamba-hamba yang didapati tuannya berjaga-jaga ketika ia datang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia akan mengikat pinggangnya dan mempersilakan mereka duduk makan, dan ia akan datang melayani mereka. Dan apabila ia datang pada tengah malam atau pada dinihari dan mendapati mereka berlaku demikian, maka berbahagialah mereka” (Luk 12:35-38), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Bagi seorang pekerja atau pelayan ‘pinggang tetap berikat’ berarti merupakan sikap siap sedia untuk bekerja maupun menanggapi aneka kemungkinan dan kesempatan yang terjadi. Di malam hari perlu tambahan pelita menyala untuk penerangan. Maka sabda Yesus hari ini merupakan ajakan bagi kita semua untuk senantiasa dalam keadaan siap siaga menanggapi aneka kemungkinan dan kesempatan. Memang untuk itu kita perlu mengusahakan kesehatan dan kebugaran tubuh kita seutuhnya: hati, jiwa, akal budi dan tubuh sungguh sehat dan bugar, sebagaimana seorang prajurit yang senantiasa siap sedia untuk berperang. Kebetulan hari ini kita juga diajak mengenangkan St.Yohanes dari Kapestrano, Pelindung para pastor/perawat rohani Angkatan Bersenjata, maka hemat saya dalam hal kesehatan dan kebugaran kita dapat bercermin pada para prajurit Angkatan Bersenjata yang baik. Di dunia ini, di negara manapun kiranya generasi muda yang sehat dan bugar yang terpilih menjadi anggota Angkatan Bersenjata. Sebagai orang beriman kita juga dipanggil untuk menjadi ‘prajurit-prajurit Allah’ guna memerangi aneka bentuk kejahatan atau perilaku amoral. Maka baiklah jika di lingkungan hidup atau kerja kita ada orang yang kurang baik atau amoral, marilah kita dekati dalam terang Allah alias dengan rendah hati dan lemah lembut. Semoga dengan pendekatan yang demikian itu orang yang bersangkutan bertobat. Marilah kita perangi kejahatan atau lawan roh-roh jahat dengan senjata rohani atau spiritual, antara lain kesiap-siagaan kita sebagai wujud kebersamaan kita dengan Allah. · “Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapi tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan.Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh” (Ef 2:19-22). Kutipan ini kiranya mengingatkan kita semua di dalam kehidupan bersama dimana pun dan kapan pun untuk memiliki sikap mental ‘handarbeni’, tanggungjawab terhadap lingkungan hidup seisinya. Dengan kata lain secara sempit kita diharapkan memiliki sikap mental ‘merawat’ dengan baik. Orang-orang Indonesia ini pada umumnya lemah dalam perawatan atau pemeliharaan: membeli atau membuat bergairah, tetapi merawat atau memelihara apa yang telah dibeli dan dibuatnya boleh dipertanyakan. Maaf kalau sedikit porno: orang bergairah ‘membuat anak’, tetapi mendidik dan merawat anak sebagaimana dikehendaki oleh Allah boleh dipertanyakan. Ada kecenderungan dalam hal merawat dan mendidik diserahkan kepada orang lain, entah itu pembantu atau neneknya. Jika dalam hal manusia saja lemah dalam perawatan, maka kami percaya yang bersangkutan juga akan lemah dalam perawatan aneka macam sarana-prasarana atau perkakas dan barang yang telah dibeli dan dimilikinya. Kita semua dipanggil untuk menjadi perawat-perawat atau pengurus-pengurus atau pengelola-pengelola yang baik dan handal, sehingga kebersamaan hidup sungguh menarik, mempesona dan mengesan, banyak orang tergerak untuk menggabungkan diri ke dalam kebersamaan hidup kita. Semoga dimana pun berada kita tidak merasa asing atau menjadi orang asing, maka ketika mendatangi tempat baru hendaknya segera belajar cara hidup dan cara bertindak yang baik di tempat baru tersebut, menyatu dengan warga masyarakat setempat. Kami berharap juga agar keluarga atau komunitas kita tidak menjadi asing bagi lingkungan masyarakat. “Sesungguhnya keselamatan dari pada-Nya dekat pada orang-orang yang takut akan Dia, sehingga kemuliaan diam di negeri kita. Kasih dan kesetiaan akan bertemu, keadilan dan damai sejahtera akan bercium-ciuman. Kesetiaan akan tumbuh dari bumi, dan keadilan akan menjenguk dari langit. Bahkan TUHAN akan memberikan kebaikan, dan negeri kita akan memberi hasilnya. Keadilan akan berjalan di hadapan-Nya, dan akan membuat jejak kaki-Nya menjadi jalan.” (Mzm 85:10-14) Ign 23 Oktober 2012 *) Sumber Millis KD

Senin, 22 Oktober 2012

“Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah”

(Ef 2:1-10; Luk 12:13-21) “ Seorang dari orang banyak itu berkata kepada Yesus: "Guru, katakanlah kepada saudaraku supaya ia berbagi warisan dengan aku." Tetapi Yesus berkata kepadanya: "Saudara, siapakah yang telah mengangkat Aku menjadi hakim atau pengantara atas kamu?" Kata-Nya lagi kepada mereka: "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu." Kemudian Ia mengatakan kepada mereka suatu perumpamaan, kata-Nya: "Ada seorang kaya, tanahnya berlimpah-limpah hasilnya. Ia bertanya dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat, sebab aku tidak mempunyai tempat di mana aku dapat menyimpan hasil tanahku. Lalu katanya: Inilah yang akan aku perbuat; aku akan merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar dan aku akan menyimpan di dalamnya segala gandum dan barang-barangku.Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah.” (Luk 12:13-21), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Sikap mental materialistis sampai kini masih menjiwai banyak orang. Ada orang yang bersikap mental senantiasa membeli dan mengumpulkan aneka produk baru, pendek kata jati dirinya adalah ‘membeli’, apakah yang dibeli fungsional menyelamatkan jiwa tak ambil pusing. Pengalaman menunjukkan orangtua yang bersikap mental materialistis pasti mempengaruhi cara hidup dan cara bertindak anak-anaknya, artinya ketika orangtua mereka telah meninggal maka mereka berebut warisan, saling gontok-gontokkan untuk memperoleh warisan sebanyak mungkin. Sabda hari ini mengingatkan kita semua agar tidak bersikap mental materialistis, mengumpulkan harta benda dan uang bagi dirinya sendiri, sehingga kaya raya akan harta dan uang untuk menjamin tujuh turunan. Kita semua sebagai orang beriman diharapkan ‘kaya di hadapan Allah’ alias hidup layak di hadapan Allah. Karena Allah hadir dimana-mana dan kapan saja, maka dengan demikian kapan saja dan dimana saja cara hidup dan cara bertindak kita hendaknya layak di hadapan Allah. Untuk itu kami mengingatkan orangtua agar tidak bersikap mental materialistis dan mendidik anak-anaknya sedini mungkin tidak bersikap mental materialistis. Hendaknya hidup sahaja atau sederhana, tidak serakah. Hendaknya membeli atau mengusahakan sesuatu yang fungsional bagi keselamatan jiwa, entah jiwa kita sendiri maupun jiwa orang lain, yang hidup dan bergaul atau bekerja bersama dengan kita. · “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah,itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.” (Ef 2:8-10). Paulus mengingatkan kita semua untuk senantiasa hidup dan bertindak dengan rendah hati, tidak sombong. Kita juga diingatkan bahwa jika kita mampu beriman, kaya akan harta benda atau uang. sahabat dan kenalan dst.. hendaknya semuanya dihayati sebagai kasih karunia Allah, sehingga senantiasa difungsikan untuk memuji, memuliakan, menghormati dan mengabdi Allah melalui saudara-saudari kita. Sebagai ciptaan Allah kita semua dipanggil senantiasa ‘melakukan pekerjaan baik’, dan apa yang disebut baik senantiasa berlaku secara universal, dimana saja dan kapan saja. Maka hemat saya keselamatan jiwa adalah yang terbaik. Kepada mereka yang suka melakukan pekerjaan tidak baik, yang merusak hati, jiwa, akal budi dan tubuh, kami harapkan bertobat. Jauhi dan berantas aneka jenis makanan dan minuman yang merusak diri kita. Secara khusus kami ingatkan para pengusaha yang kaya raya akan harta benda atau uang untuk tetap rendah hati, dan ingat bahwa harta benda atau uang yang anda kuasai bukan karena hasil usaha atau kerja keras anda sendiri, melainkan karena kerja keras dan keringat para pekerja dan buruh yang membantu dan mengembangkan usaha anda. Maka hendaknya sejahterakan para pembantu, pekerja dan buruh dalam usaha anda, karena jika mereka tidak sejahtera ada kemungkinan bekerja seenaknya dan kemudian mencuri alias menghancurkan usaha anda. Marilah kita saling berbuat baik, senantiasa melakukan apa yang baik kapan pun dan dimana pun. “Beribadahlah kepada TUHAN dengan sukacita, datanglah ke hadapan-Nya dengan sorak-sorai! Ketahuilah, bahwa TUHANlah Allah; Dialah yang menjadikan kita dan punya Dialah kita, umat-Nya dan kawanan domba gembalaan-Nya. Masuklah melalui pintu gerbang-Nya dengan nyanyian syukur, ke dalam pelataran-Nya dengan puji-pujian, bersyukurlah kepada-Nya dan pujilah nama-Nya! Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun” (Mzm 100:2-5) Ign 22 Oktober 2012 *) Sumber Millis KD

Sabtu, 20 Oktober 2012

“Roh Kudus akan mengajar kamu apa yang harus kamu katakan”

(Ef 1:15-23; Luk 12:8-12) “ Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Anak Manusia juga akan mengakui dia di depan malaikat-malaikat Allah. Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, ia akan disangkal di depan malaikat-malaikat Allah. Setiap orang yang mengatakan sesuatu melawan Anak Manusia, ia akan diampuni; tetapi barangsiapa menghujat Roh Kudus, ia tidak akan diampuni. Apabila orang menghadapkan kamu kepada majelis-majelis atau kepada pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa, janganlah kamu kuatir bagaimana dan apa yang harus kamu katakan untuk membela dirimu. Sebab pada saat itu juga Roh Kudus akan mengajar kamu apa yang harus kamu katakan” (Luk 12:8-12), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Sebagai warganegara atau warga masyarakat biasa mungkin kita harus bertemu atau berhadapan dengan para penguasa atau pejabat tinggi pemerintahan. Dari pengamatan saya ada orang-orang yang takut menghadapi penguasa atau pejabat tinggi, takut harus bicara apa , takut kalau nanti ditanyai aneka macam perkara. Demikian juga ada orang takut sebagai saksi di pengadilan. Sabda hari ini mengingatkan kita semua bahwa jika kita hidup dalam dan oleh Roh Kudus, hendaknya tidak perlu takut harus berkata apa. Hidup dalam dan oleh Roh Kudus berarti hidup baik dan suci, tidak pernah berbuat jahat sedikitpun atau sekecil apapun. Jika kita demikian adanya percayalah bahwa dalam situasai dan kondisi apapun kita pasti akan dapat berkata apa yang baik serta menanggapi aneka pertanyaan atau terror dan ancaman. Maka hendaknya dengan tenang seraya dalam hati berdoa kepada Tuhan ketika harus berhadapan dengan masalah, tantangan dan hambatan maupun aneka pertanyaan dari orang lain, termasuk dari para penguasa maupun pejabat tinggi pemerintahan. Sikapilah mereka toh sama dengan kita dan hanya berbeda dalam fungsi, sama-sama manusia, ciptaan Allah dan sama-sama mendambakan hidup damai sejahtera. Salah satu cara konkret adalah lihat dan angkat apa yang menjadi hobby atau kesenangan yang bersangkutan, serta pujilah apa yang baik dalam dirinya. Dengan kata lain hendaknya kita senantiasa bersikap positif terhadap orang lain, dan jangan berprasangka jelek apapun. Marilah kita imani bahwa semua orang berkehendak baik, maka temukan dan akui kehendak baik orang lain maupun dalam diri kita serta kemudian kita sinerjikan dalam menghadapi aneka masalah, tantangan dan hambatan kehidupan bersama. · “Karena itu, setelah aku mendengar tentang imanmu dalam Tuhan Yesus dan tentang kasihmu terhadap semua orang kudus, aku pun tidak berhenti mengucap syukur karena kamu. Dan aku selalu mengingat kamu dalam doaku, dan meminta kepada Allah Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Bapa yang mulia itu, supaya Ia memberikan kepadamu Roh hikmat dan wahyu untuk mengenal Dia dengan benar” (Ef 1:15-17). Paulus mengingatkan kita semua agar saling melihat dan mengakui dan mengimani penghayatan iman saudara-saudari kita. Kita dipanggil untuk saling bersyukur atas penghayatan iman yang dapat kita lakukan, karena jika kita dapat menghayati iman hemat saya hal itu merupakan karya Allah dalam diri kita yang lemah dan rapuh ini, merupakan anugerah Allah. Maka jika kita sungguh dapat menghayati iman dengan baik, kami harapkan kita hidup dengan rendah hati, berterima kasih dan bersyukur. Kutipan di atas ini kiranya juga mengingatkan kita semua untuk mengenangkan para pendahulu kita yang sungguh beriman, dan kemudian meneladan penghayatan imannya dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari. “Aku selalu mengingat kamu dalam doaku”, demikian kata Paulus. Apa yang dikatakan ini hendaknya juga menjadi kata-kata kita serta kemudian kita hayati dalam hidup kita. Kami berharap setiap hari berdoa, dan dalam berdoa hendaknya juga mendoakan orang-orang yang telah berbuat baik kepada kita, misalnya para donator yang dengan murah hati sebagai wujud kemurahan hati Allah telah mengorbankan sebagai harta benda atau uangnya guna membantu mereka yang miskin dan berkekurangan atau yang sungguh membutuhkan bantuan. Kami di Seminari Menengah Mertoyudan dalam misa harian senantiasa mendoakan para donator yang dengan murah hati telah membantu kehidupan para seminaris. Tentu saja saya juga berharap kepada mereka yang berkecukupan atau berkelimpahan dalam hal kebutuhan sehari-hari juga senantiasa bersyukur dan berterima kasih kepada Allah serta mendoakan mereka yang membantu kesuksesan hidup dan karya atau pekerjaan anda. “Ya TUHAN, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi! Keagungan-Mu yang mengatasi langit dinyanyikan.Dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu telah Kauletakkan dasar kekuatan karena lawan-Mu,…Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan: apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya” (Mzm 8:2-3a.4-5) Ign 20 Oktober 2012 *) Sumber Millis KD

Jumat, 19 Oktober 2012

“Janganlah kamu takut terhadap mereka yang dapat membunuh tubuh”

(Ef 1:11-14; Luk 12:1-7) “ Sementara itu beribu-ribu orang banyak telah berkerumun, sehingga mereka berdesak-desakan. Lalu Yesus mulai mengajar, pertama-tama kepada murid-murid-Nya, kata-Nya: "Waspadalah terhadap ragi, yaitu kemunafikan orang Farisi. Tidak ada sesuatu pun yang tertutup yang tidak akan dibuka dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi yang tidak akan diketahui. Karena itu apa yang kamu katakan dalam gelap akan kedengaran dalam terang, dan apa yang kamu bisikkan ke telinga di dalam kamar akan diberitakan dari atas atap rumah. Aku berkata kepadamu, hai sahabat-sahabat-Ku, janganlah kamu takut terhadap mereka yang dapat membunuh tubuh dan kemudian tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Aku akan menunjukkan kepada kamu siapakah yang harus kamu takuti. Takutilah Dia, yang setelah membunuh, mempunyai kuasa untuk melemparkan orang ke dalam neraka. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, takutilah Dia! Bukankah burung pipit dijual lima ekor dua duit? Sungguhpun demikian tidak seekor pun dari padanya yang dilupakan Allah, bahkan rambut kepalamu pun terhitung semuanya. Karena itu jangan takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit.” (Luk 12:1-7), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Hidup dan bertindak jujur, baik dan bermoral pada masa kini memang sungguh berat, harus menghadapi banyak tantangan, masalah dan hambatan, atau bahkan ancaman untuk disingkirkan. Demikian juga para pemberantas korupsi maupun pejuang kebenaran dan kejujuran senantiasa menghadapi ancaman dan terror. Sebagaimana terjadi akhir-akhir ini kasus antara KPK dan Polri, ada gejala saling menjatuhkan atau mencari kelemahan dan kekurangan yang lain. Meskipun harus menghadapi masalah, tantangan, hambatan, terror dan ancaman, kami berharap kepada para pemberantas korupsi dan pejuang serta pembela kebenaran untuk tetap tabah, tidak perlu takut. Percayalah mereka pasti tidak akan membunuh anda. “Takutilah Dia, yang setelah membunuh, mempunyai kuasa untuk melemparkan orang ke dalam neraka. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, takutilah Dia”, demikian sabda Yesus, yang kiranya dapat menjadi pegangan cara hidup dan cara bertindak kita. Tuhan hadir dan berkarya terus menerus dimana pun dan kapan pun, maka apapun yang kita lakukan pasti diketahui oleh Tuhan. Dengan kata lain jika kita sungguh beriman kepada Tuhan, hendaknya kita takut jika kita tidak melakukan apa yang baik, jujur, benar dan bermoral. Hendaknya kita tidak takut menghadapi ancaman fisik, karena seandainya ada bagian tubuh kita yang sakit kiranya dengan mudah dapat disembuhkan, tetapi sakit hati atau sakit jiwa lebih sulit untuk disembuhkan. Ada pepatah bahwa sakit hati pasti dibawa sampai mati. Maka kami berharap kepada kita semua untuk tidak saling menyakiti hati satu sama lain. · “Di dalam Dia kamu juga -- karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu -- di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu.Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaan-Nya”(Ef 1:13-14). Apa yang dikatakan oleh Paulus kepada umat di Efesus di atas ini kiranya dapat menjadi pegangan kita sebagai orang beriman. Kita diharapkan hidup dalam Roh Kudus alias hidup dan bertindak dijiwai oleh nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan yang menyelamatkan jiwa manusia. Nilai atau keutamaan yang mendesak dan up to date untuk kita hayati dan sebarluaskan pada masa kini hemat saya adalah jujur dan disiplin, mengingat dan memperhatikan kehidupan bersama masa kini masih diwarnai atau bahkan didominasi oleh kebohongan dan sikap mental seenaknya sendiri, kurang memperhatikan aneka tata tertib dan aturan. Memang ada rumor yang mengatakan bahwa orang jujur akan hancur, tetapi hemat saya yang benar adalah orang jujur akan hancur untuk sementara dan mulia serta bahagia selamanya. Pembohong memang akan berbahagia untuk sementara, tetapi sekali berbohong akan terus berbohong dan setiap kebohongan baru akan lebih besar guna menutupi kebohongan sebelumnya. Demikian juga orang yang tidak disiplin akan merugi pada dirinya sendiri, memang untuk sementara akan beruntung, tetapi akan malang dan menderita selamanya. Orang yang tidak jujur dan tidak disiplin akan menjadi sampah masyarakat, yang kemudian dirinya akan merasa terancam terus menerus, tidak tenang dan tidak tenteram dalam hidup sehari-hari: tidur tidak nyenyak dan makan apapun akan terasa tidak enak. “Bersorak-sorailah, hai orang-orang benar, dalam TUHAN! Sebab memuji-muji itu layak bagi orang-orang jujur.Bersyukurlah kepada TUHAN dengan kecapi, bermazmurlah bagi-Nya dengan gambus sepuluh tali! Sebab firman TUHAN itu benar, segala sesuatu dikerjakan-Nya dengan kesetiaan. Ia senang kepada keadilan dan hukum; bumi penuh dengan kasih setia TUHAN.” (Mzm 33:1-2.4-5) Ign 19 Oktober 2012 *) Sumber Millis KD

Rabu, 17 Oktober 2012

INGIN DUDUK DI KANAN KIRINYA?

Berikut ini sekadar catatan mengenai Mrk 10:35-45 yang dibacakan pada hari Minggu Biasa XXIX tahun B. Petikan Injil kali ini mengungkapkan keinginan Yakobus dan Yohanes untuk memperoleh kedudukan di kanan dan kiri Yesus dalam kemuliaannya nanti. Tetapi Yesus malah menanyai mereka, sanggupkah minum dari cawan yang diminumnya dan menerima baptisan yang diterimanya. Ditambahkannya, ia tak dapat menjanjikan kedudukan itu karena hanya Allah sendirilah yang menentukan siapa yang pantas ke sana. Kemudian Yesus mengatakan, barangsiapa ingin jadi orang besar hendaknya menjadi orang yang melayani orang lain. Bagi Anak Manusia, melayani dan mengamalkan diri menjadi jalan penebusan bagi umat manusia. KEDUDUKAN KHUSUS? Yakobus dan Yohanes, seperti Petrus, adalah murid-murid pertama yang dipilih Yesus (Mrk 1:19). Mereka nanti dibawa serta guru mereka ke atas gunung untuk menyaksikan kemuliaannya (Mrk 9:2-8). Mereka juga diajak mengawani Yesus di Getsemani (Mrk 14:34). Jelas, mereka itu amat dekat dengan Yesus. Apa salahnya mengharapkan pahala duduk di kanan kirinya nanti dalam kemuliaannya, juga kemuliaan rohani? Konteks terdekat petikan ini ialah pemberitahuan yang ketiga kalinya mengenai diserahkannya Anak Manusia kepada orang bukan Yahudi, ia akan dicerca dan disiksa sampai mati tapi akan bangkit pada hari ketiga (Mrk 10:32-34). Kalimat-kalimat pemberitahuan ini tentu saja dimengerti para murid walaupun kebenarannya tak tecerna. Anak Manusia ini makin sulit dimengerti. Tak masuk akal! MASALAH TAFSIR Ketidakpahaman para murid akan penderitaan, kematian, dan kebangkitannya itu bukanlah ketidaktahuan atau ignorantia belaka, melainkan frustrasi dalam menghadapi perkara yang tak masuk akal seperti itu. Ada yang menjelaskan bahwa permintaan Yakobus dan Yohanes ini muncul dari anggapan bahwa Yesus sebentar lagi akan membangun kembali kejayaan politik dan duniawi Israel. Gagasan mengenai Mesias seperti itu memang ada dan sementara pengikut dan lawan Yesus berpendapat demikian. Akan tetapi, tidak bisa murid-murid yang terdekat begitu saja dianggap sama sekali keliru mengenai guru mereka. Penjelasan seperti ini kurang cocok dengan nada seluruh petikan. Lebih tepat bila kita anggap mereka sebenarnya juga mengetahui apa yang sesungguhnya dimaksud Yesus. Yang tak bisa mereka pahami adalah mengapa ia perlu menderita dan mati agar mencapai kemuliaan rohaninya itu. Soal mereka ialah bagaimana mengerti mengapa Allah membiarkan penderitaan seperti itu dan bukan bahwa mereka terbuai pandangan mesianisme politik. Murid-murid itu amat dekat dengan Yesus dan sebebal-bebalnya mereka, kiranya tidak akan terlalu meleset memahami siapa dia. CAWAN DAN BAPTISAN Yesus tidak langsung mencela mereka seperti kesepuluh murid lain yang marah kepada mereka. Ia hanya bertanya apakah mereka sanggup "minum dari cawan" yang harus diminumnya dan "dibaptis dengan baptisan" yang bakal dijalaninya. Minum dari cawan itu idiom bagi mengalami penderitaan, merasai cemooh dan murka dan hal seperti itu. Di Getsemani Yesus mohon agar Allah meluputkannya dari cawan (= penderitaan), bila ini memang ke­hendak-Nya. Dalam alam pikiran orang zaman KS dulu, cawan kerap dipandang berisi minuman yang datang dari dunia ilahi. Minumannya bisa berkat (Mzm 23:5; 116:13), hukuman (Yeh 23:31-33), atau amarah (Mzm 11:6; 75:9; Yes 51:17:22; Yer 25:15; 49:12; Hab 2:15-16). Menjelang periode akhir Perjanjian Lama, gagasan cawan berisikan amarah lebih dikenal. Gemanya terdengar dalam Kitab Wahyu (Why 14:10; 16:8.19; 17:4; 18:6). Karena cawan amarah sedemikian lazim, orang bilang cawan begitu saja. Bila diminum, amarah dalam cawan itu menyebabkan penderitaan. Inilah idiom dalam yang dijumpai kali ini dan nanti di Getsemani. Dengan minum cawan yang berisi murka Allah itu sampai tuntas, Yesus sang Anak Manusia menghapus amarah Allah dan dengan demikian hubungan antara manusia dengan Allah baik kembali. Kalau ia tidak meminumnya, amarah tadi akan tertumpah ke seluruh muka bumi. Menjalani baptisan juga idiom, maksudnya mengalami maut. Gabungan cawan dan baptisan berarti penderitaan yang membawa maut, seperti yang akan dialaminya dan sudah diumumkannya sendiri sampai tiga kali tapi tak tecerna oleh para murid. Yakobus dan Yohanes mengerti gaya bicara ini dan jawaban mereka betul-betul mengungkapkan tekad mereka untuk nekat ikut serta dalam penderitaan dan maut yang bakal dialami Yesus walaupun tak habis mengerti mengapa perlu sejauh itu. Mereka memang loyal. Akan tetapi, mereka lebih terdorong harapan bakal mendapat pahala khusus mengingat kedudukan khusus mereka. Hal terakhir inilah yang tidak dilewatkan begitu saja oleh Yesus. Ia menegaskan dirinya tak berhak memberikan kedudukan mulia karena Allah sendirilah yang bisa menentukan siapa-siapa yang bakal ada di sana. SIAPA BAKAL DUDUK DI KANAN DAN KIRINYA? Siapa yang ditentukan Allah bakal mendapat kedudukan itu? Tak akan meleset bila kita berpikir mengenai mereka yang dalam Injil-Injil disebut bakal masuk Kerajaan Allah atau empunya Kerajaan Allah: anak-anak yang diberkati Yesus, orang-orang yang disebut bahagia dalam khotbah di bukit, mereka yang nanti dalam ungkapan Matius tentang akhir zaman terbukti sudah sungguh-sungguh memperhatikan orang lain. Dalam Mrk 10:43-44 Yesus mengajak murid-murid agar menjadi pelayan dan hamba. Kata-kata Yesus dalam ay. 43 dan 44 itu bermaksud mengatakan agar para murid saling menjadi pelayan dan saling mengutamakan. Ajakan ini merombak wacana kekuasaan yang biasa, sama halnya dengan khotbah di bukit merombak pandangan umum. Dalam wacana kekuasaan yang lazim, arahnya dari atas ke bawah, seperti ditegaskan dalam ay. 42. Kebengisan, ketidakadilan, perlakuan buruk amat mudah muncul dalam wacana itu. Namun demikian, dalam ay. 43-44, wacana "atas-bawah" itu diratakan, di-horisontal-kan, begitulah istilahnya. Murid-murid diimbau agar menjadi pelayan bagi satu sama lain dan agar saling menganggap penting. PANDANGAN LAIN Ajakan dan ajaran tadi diberi penjelasan "karena Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawanya menjadi tebusan bagi orang banyak". "Memberikan nyawanya" dalam gaya bicara Semit berarti memberikan diri sepenuhnya, punya komitmen total, dan bila perlu sampai berkurban jiwa walaupun ini bukan hal yang pokok. "Orang banyak" juga merupakan cara berungkap khas untuk menyebut semua orang, bukan hanya "banyak". Gagasan "tebusan" datang dari dunia utang piutang dan pergadaian. Tebusan ialah ganti rugi, silih, yang diberikan untuk mengembalikan hutang yang tak terbayar dengan cara biasa. Umat manusia, semuanya, "orang banyak", telah merosot dan bukan lagi citra Allah yang utuh. Nah, ini rugi besar bagi Allah. Untuk membereskan perlu ada tebusan, ciptaan baru, sebagai ganti rugi Tak usah kita pakai gagasan "tumbal" di sini karena konotasi dan alam pikiran "tumbal" ialah kurban peredam amarah, bukan ganti yang setimpal. Allah akan menuntut ganti rugi yang tak gempil sana sini. Wacana teologi seperti ini dirombak dalam Mrk 10:45. Allah yang biasa dimengerti sebagai yang menuntut tebusan sampai sen terakhir itu kini tampil sebagai Allah yang ikhlas menyerahkan seluruh urusan kepada Anak Manusia. Dia ini ciptaan baru yang menampakkan wajah Allah yang sejati. Allah kini tampil bukan sebagai yang murka dan suka membuat perhitungan, melainkan yang menganggap manusia berharga, Allah yang menganggap kita ini patut ditelateni, bagaikan seorang pelayan dan hamba menghadapi tuannya. Bolehkah kita percaya bahwa Allah yang Maha Tinggi itu bertindak demikian kepada kita? Bisakah kita menerima ajaran Yesus agar orang saling menghargai sebagai jalan emas penebusan? Beranikah kita menerima itu semua sebagai Kabar Gembira? Begitulah maka hari Minggu ini juga dirayakan sebagai Minggu berKabar Lega, kalau mau, Kabar Plong! Istilah resminya seperti dalam penanggalan liturgi Indonesia ialah "Minggu Evangelisasi". Salam hangat, A. Gianto (ROMA) PS: Di Refter CC kata "evangelisasi" boleh jadi bunyinya terasa rada keras, mudah disamasamakan oleh yang tak suka dengan hal-hal yang peka bagi masyarakat majemuk agama. Dua kemungkinan: pakai istilah resmi dengan upaya menerangkan bahwa tidak begitu konotasinya, tapi begini begitu. Entah bermanfaat atau tidak; tetapi rasanya istilah itu akan terus terasa asing dalam bahasa Indonesia. Ini masalah bahasa, bukan iman kepercayaan. Tapi iman tak bisa tidak memperhatikan serta mencermati pemakaian bahasa. Dipakai ungkapan yang lebih luwes? Ada banyak: Tiap pewarta bisa menemukan dalam bahasa sendiri, a.l., Minggu berKabar Gembira, Minggu bagi Kabar Lega,.... Plong! Ngetrend dan gampang masuk BBM kan? Aslinya, "eu-aggelion" (eu=baik, bikin lega; aggelion = kabar) ialah kabar berita yang dengan gembira disampaikan bahwa bahaya yang mengancam sudah lewat, sudah diatasi, sehingga orang boleh merasa lega, plong. Tidak gundah. Penting dicamkan juga: pengabarannya sendiri dilakukan dengan gembira. Dalam KS dipakai untuk menggambarkan bahwa Yang Maha Kuasa kini tidak berniat mendera dengan siksa dan amarah tapi suka menerima manusia dalam rupa apapun. Cawan amarahNya sudah diminum lunas oleh dia yang diutusNya! Memang orang mesti berjalan kepadaNya, juga dengan jatuh bangun, tapi Dia ada di sana, menunggu dan menggapai, dan bila gawat datang menolong. Maka sikut-sikutan mau ada duduk di kiri kananNya tidak dianjurkan dalam bacaan Minggu ini.

“Barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal.”

(Flp 3:17-4:2; Yoh 12:24-26) “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal. Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situ pun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa” (Yoh 12:24-26), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Ignatius dari Antiokia, uskup dan martir, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Terpanggil menjadi uskup maupun pembantunya, imam, hemat saya harus mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan melalui umat maupun masyarakat dengan penuh pelayanan dan kerendahan hati. Ia sungguh menyerahkan atau membaktikan waktu dan tenaganya, tentu saja juga hati, jiwa dan akal budinya bagi keselamatan jiwa warga masyarakat pada umumnya dan umat katolik khususnya, yang harus digembalakan atau dilayani. Dengan kata lain menghayati rahmat kemartiran yang dianugerahkan oleh Tuhan. Perihal pastor paroki antara lain ditegaskan bahwa “hendaknya ia unggul dalam ajaran sehat dan moral, memiliki perhatian pada jiwa-jiwa dan keutamaan-keutamaan lainnya, dan juga mempuyai kualitas yang dituntut hukum universal dan particular untuk membina paroki yang bersangkutan” (KHK kan 521 $ 2). Perhatian terhadap jiwa-jiwa dan keutamaan-keutamaan pada masa kini memang sungguh merupakan salah satu penghayatan rahmat kemartiran, mengingat dan memperhatikan sikap mental materialistis telah begitu merasuki cara hidup dan cara bertindak warga masyarakat maupun umat Allah. St.Ignatius dari Antiokia yang kita kenangkan hari ini dikenal berbudi bahasa halus dan beriman teguh, maka dengan ini kami berharap secara khusus kepada rekan-rekan imam untuk senantiasa berbudi bahasa halus dan beriman teguh dalam menghayati panggilan maupun melaksanakan tugas pengutusannya. Hadapi dan sikapi segenap warga masyarakat maupun umat Allah dengan budi bahasa halus dan iman yang teguh, dan hendaknya jangan berbawa arus sikap materialistis yang marak pada masa kini. Marilah kita perhatikan keselamatan jiwa warga masyarakat maupun umat Allah, dan kita ajak mereka untuk berbudi bahasa halus dan beriman teguh dalam cara hidup dan cara bertindak mereka sehari-hari dimana pun dan kapan pun. · “Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat, yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia, menurut kuasa-Nya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya” (Flp 3:20-21), demikian peringatan dan ajakan Paulus kepada umat di Filipi, kepada kita semua umat Allah. Sebagai umat Allah kita dipanggil untuk senantiasa melaksanakan kehendak dan perintah Allah dimana pun dan kapan pun, “karena kewargaan kita adalah di dalam sorga”. Kita semua berasal dari sorga dan pada suatu saat ketika dipanggil Tuhan atau meninggal dunia diharapkan kembali ke sorga. Maka selayaknya selama hidup di dunia ini kita senantiasa hidup dan bertindak sesuai dengan perintah dan kehendak Allah, tidak hidup dan bertindak seenaknya sendiri, mengikuti selera dan keinginan pribadi. Sebagai orang katolik yang telah dibaptis serta menggunakan nama baptis, santo atau santa, kiranya kita dapat meneladan cara hidup dan cara bertindak santo atau santa pelindung kita masing-masing. Maka hendaknya kita sungguh mengenal secara mendalam santo atau santa pelindung kita, yang telah hidup mulia dan berbahagia kembali di sorga. Marilah kita hidup dan bertindak sebagai orang yang sedang menantikan hidup bahagia dan damai sejahtera selamanya; tunjukkan kegairahan hidup dan tindakan kita sebagai orang yang memiliki harapan hidup bahagia dan damai selamanya. Arahkan harapan dan cita-cita anda pada hal-hal sorgawi atau spiritual/rohani, bukan pada hal-hal fisik atau jasmani belaka. Jagalah kesucian dan kebersihan hati, jiwa, akal budi maupun tubuh anda, dan hendaknya jangan melakukan dosa atau kejahatan sekecil apapun. Kami berharap agar anak-anak di dalam keluarga sedini mungkin dididik dan dibina dalam hal hidup berbudi pekerti luhur atau bermoral, jauhkan sikap materialistis atau duniawi dari anak-anak anda. “Bersyukurlah kepada TUHAN dengan kecapi, bermazmurlah bagi-Nya dengan gambus sepuluh tali! Nyanyikanlah bagi-Nya nyanyian baru; petiklah kecapi baik-baik dengan sorak-sorai! Sebab firman TUHAN itu benar, segala sesuatu dikerjakan-Nya dengan kesetiaan.Ia senang kepada keadilan dan hukum; bumi penuh dengan kasih setia TUHAN.” (Mzm 33:2-6) Ign 17 Oktober 2012 *) Sumber Millis KD

“Berikanlah isinya sebagai sedekah dan sesungguhnya semuanya akan menjadi bersih bagimu”

(Gal 4:31b-5:6; Luk 11:37-41) “ Ketika Yesus selesai mengajar, seorang Farisi mengundang Dia untuk makan di rumahnya. Maka masuklah Ia ke rumah itu, lalu duduk makan. Orang Farisi itu melihat hal itu dan ia heran, karena Yesus tidak mencuci tangan-Nya sebelum makan. Tetapi Tuhan berkata kepadanya: "Kamu orang-orang Farisi, kamu membersihkan bagian luar dari cawan dan pinggan, tetapi bagian dalammu penuh rampasan dan kejahatan. Hai orang-orang bodoh, bukankah Dia yang menjadikan bagian luar, Dia juga yang menjadikan bagian dalam? Akan tetapi, berikanlah isinya sebagai sedekah dan sesungguhnya semuanya akan menjadi bersih bagimu” (Luk 11:37-41), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Cukup banyak orang dalam cara hidup dan cara bertindaknya lebih menekankan apa yang kelihatan di luar atau bagian luarnya dan kurang menunjukkan bagian dalamnya, atau bahkan apa yang di dalam hati, pikiran dan perasaannya disimpan rapat-rapat. Berpakaian rapi serta tampil cantik atau tampan ternyata yang bersangkutan adalah orang jahat atau tak bermoral. Sabda hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk bersih luar-dalam, dan kiranya lebih-lebih dan terutama adalah yang bagian dalam yaitu bersih hati, jiwa dan akal budinya. Kami percaya jika bagian dalam ini sungguh bersih, maka orang yang bersangkutan pasti akan memikat, mempesona dan menarik semua orang dalam keadaan atau kondisi apapun. Maka kami berharap kita semua tidak munafik dan hidup bersandiwara, melainkan hendaknya jujur terhadap diri sendiri, tidak menipu atau mengelabui diri sendiri. Hendaknya kita juga terbuka, tiada sesuatu pun yang tertutupi dalam diri kita, tentu saja tidak secara fisik, melainkan secara spiritual dimana kita dengan rendah hati berani membuka dan membagikan isi hati, jiwa dan akal budi maupun perasaan kepada orang lain. Tentu saja pertama-tama dant terutama kami mengingatkan kita semua yang setiap hari hidup bersama, entah di dalam keluarga maupun komunitas, untuk senantiasa saling terbuka satu sama lain, misalnya antar suami dan isteri, antar orangtua dan anak-anak, antar anggota komunitas dst… Semoga kita semua senantiasa menjauhkan diri dari sikap Farisi, yang menekankan apa yang kelihatan, sementara apa yang ada di dalam hati, pikiran dan jiwa, yang tidak kelihatan kurang memperoleh perhatian. Marilah kita perhatikan pendidikan moral atau budi pekerti bagi anak-anak atau peserta didik kita dengans secara inklusif melalui aneka kegiatan dan derap langkah kita. · “Kamu lepas dari Kristus, jikalau kamu mengharapkan kebenaran oleh hukum Taurat; kamu hidup di luar kasih karunia.Sebab oleh Roh, dan karena iman, kita menantikan kebenaran yang kita harapkan. Sebab bagi orang-orang yang ada di dalam Kristus Yesus hal bersunat atau tidak bersunat tidak mempunyai sesuatu arti, hanya iman yang bekerja oleh kasih” (Gal 5:4-6). Kutipan ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk senanitiasa hidup dan bertindak dijiwai oleh iman. Maka baiklah di Tahun Iman ini kita berusaha terus menerus agar cara hidup dan cara bertindak kita dijiwai oleh iman kita, dan untuk itu sebagaimana dianjurkan kepada kita semua, marilah kita baca, renungkan dan cecap dalam-dalam apa yang tertulis di dalam Kitab Suci. “Hanya iman yang bekerja oleh kasih”, demikian peringatan Paulus. Kita semua mengaku diri sebagai umat beriman, maka baiklah hal itu tidak hanya manis di mulut dalam kata-kata saja, melainkan menjadi nyata dalam cara hidup dan cara bertindak, dalam perilaku kita sehari-hari. Salah satu wujud penghayatan iman adalah hidup saling mengasihi dengan siapapun tanpa pandang bulu, SARA, karena kasih sejati tak dapat dibatasi atau tak terbatas. Kita juga diingatkan untuk mensikapi dan menghayati aneka aturan atau tata tertib dalam dan oleh kasih, karena aneka aturan dan tata tertib dibuat dan diundangkan dalam kasih dengan tujuan membantu kita semua untuk saling mengasihi secara konkret. Maka jika ada aturan atau tata tertib yang mendorong atau menuntun orang untuk hidup saling mengasihi, hendaknya dengan tegas diluruskan atau dibetulkan. Saya percaya bahwa semua agama mengajarkan hidup saling mengasihi, maka ketika ada orang beragama cara hidup dan cara bertindaknya merusak dan mencelakakan orang lain, hemat saya yang bersangkutan sungguh munafik: mengaku beragama tetapi tidak menghayati ajaran utama atau pokok agamanya. “Kiranya kasih setia-Mu mendatangi aku, ya TUHAN, keselamatan dari pada-Mu itu sesuai dengan janji-Mu, supaya aku dapat memberi jawab kepada orang yang mencela aku, sebab aku percaya kepada firman-Mu. Janganlah sekali-kali mencabut firman kebenaran dari mulutku, sebab aku berharap kepada hukum-hukum-Mu. Aku hendak berpegang pada Taurat-Mu senantiasa, untuk seterusnya dan selamanya.Aku hendak hidup dalam kelegaan, sebab aku mencari titah-titah-Mu” (Mzm 119:41-45) Ign 16 Oktober 2012 *) Sumber Millis KD

“Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia ia berbuah banyak”

(Rm 8:22-27; Yoh 15:1-8) "Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya. Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah. Kamu memang sudah bersih karena firman yang telah Kukatakan kepadamu. Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa. Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar.Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya. Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku." (Yoh 15:1-8) ,demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Teresia dari Avila, perawan dan pujangga Gereja, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · St Teresa dari Avila yang kita kenangkan hari ini dikenal sebagai perawan yang sungguh membaktikan diri sepenuhnya kepada Tuhan, ia penuh wibawa, polos, cantik dan menyenangkan. Dalam hal hidup membiara ia juga dikenal sebagai pembaharu Ordo Karmelit. Ia membukukan pengalaman iman dan rohaninya dalam sebuah buku tebal yang sampai ini sangat membantu dalam hidup membiara di dalam Gereja Katolik. “Tinggal di dalam Dia, dalam Tuhan” alias berusaha hidup suci itulah yang senantiasa diusahakan. Maka perkenankan secara khusus saya mengingatkan dan mengajak segenap anggota Lembaga Hidup Bakti, para biarawan dan biarawati atau religius, untuk dapat menjadi teladan hidup suci bagi umat Allah. “Kerasulan semua religius pertama-tama terletak dalam kesaksian hidup mereka yang sudah dibaktikan, yang harus mereka pelihara dengan doa dan tobat” (kan 673), demikian dan peringatan pimpinan Gereja Katolik. Bukan jabatan, kedudukan, ijasah, pengalaman hidup dst.. yang utama dan pertama-tama, melainkan cara hidup dan cara bertindak yang sungguh dibaktikan kepada Allah alias hidup suci, bermoral dan berbudi pekerti luhur. Cirikhas orang suci memang senantiasa menarik, menawan, mempesona dan memikat siapapun untuk mendekat serta memotivasi orang lain untuk berusaha menjadi suci, semakin membaktikan diri kepada Allah. Maka semoga para religius yang pada umumnya berpakaian resmi warna putih, tidak hanya putih pakaiannya, tetapi juga putih hati, jiwa, akal budi maupun tubuhnya alias bersih, tiada dosa dan noda sedikitpun. Sekiranya sekarang belum putih dan masih abu-abu, baiklah dengan rendah hati bersama dengan Tuhan, dalam doa dan tobat, kita berusaha untuk menjadi putih. · “Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan. Dan Allah yang menyelidiki hati nurani, mengetahui maksud Roh itu, yaitu bahwa Ia, sesuai dengan kehendak Allah, berdoa untuk orang-orang kudus” (Rm 8:26-27). Bahwa kita dapat berdoa dengan baik dan benar memang bukan semata-mata hasil usaha atau jerih payah kita, melainkan merupakan karya atau anugerah Allah, yang melalui RohNya senantiasa ‘membantu kita dalam kelemahan kita”. Para religius atau biarawan-biarawati sering juga disebut sebagai rohaniwan-rohaniwati alias orang yang sungguh hidup dari dan oleh Roh atau hobbynya bergaul bersama dengan Roh. Maka jika ada biarawan atau birawati bersikap mental materialistis dalam hidup dan pelayanannya berarti yang bersangkutan tidak hidup dan bertindak dalam dan oleh Roh, melainkan hanya mengikuti selera atau keinginan pribadi. Kami harapkan segenap biarawan dan biarawati dimana pun dan kapan pun dapat saling bekerjasama dan membantu dalam mengusahakan hidup suci, maka jika ada rekan biarawan atau biarawati tidak hidup suci, kami harapkan kepada siapapun tidak takut menegor dan mengingatkannya. Tentu saja antar biarawan dan birawati sendiri harus saling mengingatkan dan menegor ketika ada rekan-rekannya hidup seenaknya. Kami juga mendambakan semoga aneka pelayanan pastoral para biarawan-biarawati, entah pendidikan, social maupun kesehatan, juga lebih mengutamakan keselamatan jiwa manusia daripada aneka macam sarana-prasarana. Kesuksesan pelayanan terletak pada semakin banyak jiwa manusia diselamatkan. “Sebab aku tetap mengikuti jalan TUHAN dan tidak berlaku fasik terhadap Allahku. Sebab segala hukum-Nya kuperhatikan, dan ketetapan-Nya tidaklah kujauhkan dari padaku; aku berlaku tidak bercela di hadapan-Nya, dan menjaga diri terhadap kesalahan. Karena itu TUHAN membalas kepadaku sesuai dengan kebenaranku, sesuai dengan kesucian tanganku di depan mata-Nya. Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia, terhadap orang yang tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela, terhadap orang yang suci Engkau berlaku suci” (Mzm 18:22-27) Ign 15 Oktober 2012 *) Sumber Millis KD

Sabtu, 13 Oktober 2012

Mg Biasa XXVIII: Keb 7:7-11; Ibr 4:12-13; Mrk 10:17-30 "Alangkah sukarnya orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah."

Pada era kemajuan sarana-prasarana teknologi canggih yang terus bertumbuh dan berkembang saat ini, antara lain sarana komunikasi seperti tilpon/HP atau internet, kiranya segala sesuatu ingin diselesaikan dengan seccpat mungkin. Maka mau tak mau hal itu juga mempengaruhi cara hidup dan cara bertindak manusia, yaitu ingin ‘cepat-cepat sukses atau menikmati sesuatu, dst.’, misalnya cepat-cepat menerima ijazah kemudian membeli nilai atau menyontek, cepat-cepat ingin kaya maka kemudian melakukan korupsi seenaknya, cepat-cepat naik pangkat dan golongan atau jabatan kemudian melakukan KKN, cepat-cepat ingin menikmati kegairahan seksual kemudian meskipun masih remaja atau muda-mudi melakukan hubungan seks bebas yang berdampak kehamilan dan kemudian melakukan aborsi, dst.. Yang kiranya marak pada masa kini adalah cepat-cepat menikmati makanan atau minuman, dan untuk itu senantiasa mengkonsumsi makanan dan minuman instant dalam kemasan. Penelitian menunjukkan bahwa karena begitu banyak mengkonsumsi (kalau tidak boleh dikatakan sebagai menu sehari-hari) makanan dan minuman instant maka daya tahan fisik melemah alias tidak memiliki kebugaran dan kesehatan fisik/tubuh yang handal dan tahan terhadap aneka serangan virus penyakit. Sabda hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk hidup dan bertindak mengikuti proses sebagaimana dikehendaki oleh Allah. "Anak-anak-Ku, alangkah sukarnya masuk ke dalam Kerajaan Allah. Lebih mudah seekor unta melewati lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah.” (Mrk 10:24-25). “Masuk ke dalam Kerajaan Allah” berarti hidup dan bertindak sesuai dengan perintah dan kehendak Allah, tidak hidup dan bertindak hanya mengikuti selera pribadi atau keinginan sendiri. Kebanyakan orang masa kini adalah hidup dan bertindak mengikuti selera atau keinginan pribadi, cari seenaknya sendiri; aneka aturan atau tata tertib berhenti dalam tulisan dan tidak pernah dilakukan atau dihayati, sebagaimana dapat kita saksikan di jalanan dimana para pengendara kurang atau tidak mentaati rambu-rambu lalu lintas. Demikian juga banyak orang telah melanggar perjanjian atau ikrar yang telah diucapkan, misalnya janji baptis, janji perkawinan, kaul, janji/sumpah pegawai atau jabatan dst.. “Jer basuki mowo beyo” = untuk hidup bahagia, damai sejahtera orang harus siap sedia berkorban dan berjuang, demikian kata peribahasa Jawa. Peribahasa ini kiranya merupakan suatu ajakan bagi kita semua untuk hidup dan bertindak mengikuti proses sebagaimana dikehendaki oleh Allah. Marilah kita lihat dan cermati bahwa tanaman atau binatang yang hidup, tumbuh dan berkembang sesuai dengan proses alamiah lebih sehat dan segar daripada yang perkembangan dan pertumbuhannya diintervensi dengan obat atau vitamin buatan. Sebagai contoh ayam kampung yang tumbuh berkembang secara alamiah meskipun kecil lebih mahal dan berkualitas daripada ayam piaraan dikandang yang dibesarkan dengan suntikan hormon maupun makanan-makanan instant. Kepada para pelajar atau peserta didik kami harapkan berusaha menjadi pandai atau cerdas dengan berproses seperti biasa saja, artinya belajar terus menerus, tidak hanya belajar menjelang ulangan atau ujian, demikian juga dalam hal mengusahakan keterampilan hendaknya mulai dari yang sederhana kemudian berkembang ke yang lebih sulit dan akhirnya yang sulit dan berbelit-belit. Kepada mereka yang ingin kaya hendaknya lebih mengandalkan pada keterampilan, kecakapan dan kemampuannya, tidak melakukan korupsi sedikitpun dan dalam bentuk apapun. Kita juga diingatkan bahwa ‘bersama dan bersatu dengan Allah’ pekerjaan atau tugas sesulit dan seberat apapun pasti akan dapat kita lakukan, karena bersama dan bersatu denganNya segala sesuatu mungkin dapat dilakukan. Tumbuh berkembang menjadi pribadi yang cerdas spiritual, beriman dan bermoral memang tidak mudah dan harus menghadapi aneka macam bentuk tantangan, hambatan maupun masalah yang berat dan sulit. Pengalaman menunjukkan bahwa mereka yang siap sedia bekerja keras dengan membaktikan diri sepenuhnya kepada tugas dan pekerjaan serta Penyelenggaraan Ilahi senantiasa sukses menyelesaikan tugas atau pekerjaan sesulit dan seberat apapun. Hidup baik, suci dan berbudi pekerti luhur di era kemerosotan moral masa kini tetap mungkin jika kita usahakan bersama dan bersatu dengan Tuhan. Tuhan senantiasa menyertai perjalanan hidup dan tugas kita jika kita membuka diri terhadapNya. “Firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua mana pun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita. Dan tidak ada suatu makhluk pun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab” (Ibr 4:12-13) Kutipan di atas ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk senantiasa hidup dan bertindak berpedoman pada firman atau sabda Tuhan, antara lain sebagaimana tertulis di dalam Kitab Suci. Marilah kita ingat dan sadari serta tentu saja kita tiru bahwa para santo-santa semasa hidupnya senantiasa berpedoman pada sabda Tuhan, yang kemudian juga diikuti oleh para gembala kita, paus maupun uskup, dan juga para imam, dimana para gembala kita memiliki motto pelayanan dan perjalanan panggilan dari ayat-ayat Kitab Suci. “Firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita”, demikian peringatan bagi kita semua. Dalam kenyataan sehari-hari sering terjadi bahwa kata-kata teman atau saudara sendiri lebih kuat dan tajam daripada firman atau sabda Allah. Hal ini menunjukkan bahwa yang bersangkutan kurang atau tidak beriman. Kami berharap kepada segenap umat beriman atau beragama untuk setiap hari membaca dan merenungkan apa yang tertulis di dalam Kitab Suci, dan temukan ayat yang mengesan serta selanjutnya jadikan pedoman atau pegangan perjalanan hidup dan panggilan anda. Tentu saja ayat tersebut sesuai dengan pengalaman iman atau perjalanan hidup anda. Sebagai contoh ketika menjelang ditahbiskan imam saya menemukan ayat Kitab Suci “ Di dalam Dia kita beroleh keberanian dan jalan masuk kepada Allah dengan penuh kepercayaan oleh iman kita kepada-Nya.” (Ef 3:12). Yang tercetak dengan tebal inilah yang menjadi motto penghayatan imamat saya sampai sekarang. “Maka itu aku berdoa dan akupun diberi pengertian, aku bermohon lalu roh kebijaksanaan datang kepadaku. Dialah yang lebih kuutamakan dari pada tongkat kerajaan dan takhta, dan dibandingkan dengannya kekayaan kuanggap bukan apa-apa.Permata yang tak terhingga nilainya tidak kusamakan dengan dia, sebab segala emas di bumi hanya pasir saja di hadapannya dan perak dianggap lumpur belaka di sampingnya.Ia kukasihi lebih dari kesehatan dan keelokan rupa, dan aku lebih suka memiliki dia dari pada cahaya, sebab kilau dari padanya tidak kunjung hentinya.” (Keb 7:7-10). Hidup dan bertindak ‘dalam Dia/Allah’ memang tak terlepas dari doa. Dengan kata lain saya mengajak dan mengingatkan kita semua untuk tidak melupakan doa-doa harian sebagai umat beriman atau beragama. Hadapi dan sikapi aneka tugas, pekerjaan, masalah, tantangan dan beban dalam dan dengan doa alias bersama dan bersatu dengan Allah, karena dengan demikian pasti akan dapat kita laksanakan dengan baik dan sukses. “Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana. Kembalilah, ya TUHAN -- berapa lama lagi? -- dan sayangilah hamba-hamba-Mu! Kenyangkanlah kami di waktu pagi dengan kasih setia-Mu, supaya kami bersorak-sorai dan bersukacita semasa hari-hari kami. Buatlah kami bersukacita seimbang dengan hari-hari Engkau menindas kami, seimbang dengan tahun-tahun kami mengalami celak “ (Mzm 90:12-15) Ign 14 Oktober 2012 *) Sumber Millis KD

"Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya.”

(Gal 3:22-29; Luk 11:27-28) “Ketika Yesus masih berbicara, berserulah seorang perempuan dari antara orang banyak dan berkata kepada-Nya: "Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu yang telah menyusui Engkau." Tetapi Ia berkata: "Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya.” (Luk 11:27-28), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Pada bulan Rosario ini kita semua diajak untuk berdoa Rosario setiap hari seraya mengenangkan SP Maria, Bunda atau Teladan hidup umat beriman. Dalam kutipan Warta Gembira hari ini dikisahkan pujian ibu yang mengandung dan menyusui Yesus, yang tidak lain adalah SP Maria. Menanggapi pujian tersebut dengan rendah hati Yesus bersabda bahwa “Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya.”. Sabda ini sekilas kelihatan bahwa Yesus tidak mengakui ‘ibu-Nya’, namun yang benar apa yang disabdakan tidak lain perihal SP Maria. “Mendengarkan firman Allah dan memeliharanya” itulah keunggulan SP Maria, yang hendaknya kita juga berusaha meneladannya. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan segenap umat beriman untuk senantiasa berusaha dengan sepenuh hati ‘mendengarkan dan memelihara firman Allah’. Untuk dapat mendengarkan firman Allah dengan baik dan benar perlu rendah hati, maka pertama-tama marilah kita berusaha hidup dan bertindak dengan rendah hati. Sedangkan yang dimaksudkan dengan ‘memelihara’ hemat saya adalah meresapkan atau mencecap dalam-dalam firman yang telah kita dengarkan, agar merasuki atau menjiwai cara hidup dan cara bertindak kita. Apa yang tertulis di dalam Kitab Suci memang pertama-tama dan terutama untuk dibacakan dan didengarkan serta kemudian dicecap dalam-dalam, bukan untuk bahan diskusi atau perdebatan. Keutamaan ‘mendengarkan dan memelihara’ ini hemat saya perlu dibiasakan atau dididikkan pada anak-anak sedini mungkin di dalam keluarga melalui teladan konkret orangtua. Ingatlah dan sadari bahwa kebanyakan dari kita lemah dalam hal pemeliharaan, dan banyak orang lebih suka membeli atau mengadakan daripada memelihara, atau merawat, sebagaimana terjadi , maaf kalau salah, suami-isteri suka membuat anak tetapi tak mau dan tak mampu memelihara atau merawatnya dengan baik. · “Kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus. Karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus. Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus.Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah” (Gal 3:26-29). Kutipan ini mengingatkan kita semua agar kita senantiasa hidup bersaudara atau bersahabat dengan siapapun, tanpa pandang bulu, SARA, pangkat, kedudukan, jabatan dst… Aneka perbedaan yang ada bersifat fungsional, yaitu berfungsi untuk memperdalam dan meneguhkan persaudaraan atau persahabatan yang ada. Sedangkan untuk mengusahakan persaudaraan atau persahabatan tidak lain adalah dengan menghayati apa yang sama di antara kita secara mendalam dan handal. Jika kita mampu menghayati apa yang sama di antara kita dengan mendalam dan handal, maka apa yang berbeda antar kita akan fungsional memperdalam persaudaraan atau persahabatan. Tak jemu-jemunya saya mengingatkan bahwa laki-laki dan perempuan yang saling berbeda satu sama lain ternyata saling tertarik, tergerak untuk saling mendekat, bersahabat dan bersatu. Dengan kata lain apa yang berbeda menjadi daya tarik, daya pikat, daya pesona untuk mengenal, mendekat, bercakap-cakap dan bersahabat. Hendaknya aneka perbedaan antar kita, tidak hanya beda kelamin, sungguh dihayati sebagai daya tarik, daya pikat dan daya pesona untuk mendekat dan bersahabat. Persaudaraan dan persahabatan sejati sungguh mendesak dan up to date untuk kita hayati dan sebarluaskan pada masa kini, mengingat dan memperhatikan tawuran antar pelajar dan mahasiswa marak di sana-sini, padahal mereka adalah masa depan kita. Semoga mereka yang berkarya di dalam sekolah atau pendidikan bekerjasama dengan para orangtua memberi perhatian yang memadai perihal persaudaraan atau persahabatan sejati. “Bernyanyilah bagi-Nya, bermazmurlah bagi-Nya, percakapkanlah segala perbuatan-Nya yang ajaib! Bermegahlah di dalam nama-Nya yang kudus, biarlah bersukahati orang-orang yang mencari TUHAN! Carilah TUHAN dan kekuatan-Nya, carilah wajah-Nya selalu! Ingatlah perbuatan-perbuatan ajaib yang dilakukan-Nya, mujizat-mujizat-Nya dan penghukuman-penghukuman yang diucapkan-Nya” (Mzm 105:2-5) Ign.13 Okt 2012 *) Sumber Millis KD

Kamis, 11 Oktober 2012

“Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepadaNya.”

(Gal 3:1-5; Luk 11:5-13) “ Lalu kata-Nya kepada mereka: "Jika seorang di antara kamu pada tengah malam pergi ke rumah seorang sahabatnya dan berkata kepadanya: Saudara, pinjamkanlah kepadaku tiga roti, sebab seorang sahabatku yang sedang berada dalam perjalanan singgah ke rumahku dan aku tidak mempunyai apa-apa untuk dihidangkan kepadanya; masakan ia yang di dalam rumah itu akan menjawab: Jangan mengganggu aku, pintu sudah tertutup dan aku serta anak-anakku sudah tidur; aku tidak dapat bangun dan memberikannya kepada saudara. Aku berkata kepadamu: Sekalipun ia tidak mau bangun dan memberikannya kepadanya karena orang itu adalah sahabatnya, namun karena sikapnya yang tidak malu itu, ia akan bangun juga dan memberikan kepadanya apa yang diperlukannya. Oleh karena itu Aku berkata kepadamu: Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan. Bapa manakah di antara kamu, jika anaknya minta ikan dari padanya, akan memberikan ular kepada anaknya itu ganti ikan? Atau, jika ia minta telur, akan memberikan kepadanya kalajengking? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya.” (Luk 11:5-13), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Sebagai orang beriman atau beragama kiranya kita sering berdoa, dan isi doa pada umumnya adalah permohonan. Secara kebetulan hari ini, 11 Oktober 2012, adalah Hari Pemakluman Tahun Iman dari 11 Oktober 2012 s/d 24 Oktober 2013, maka kami berharap jika mengajukan permohonan kepada Tuhan dalam doa, hendaknya mohon agar iman kita semakin tangguh dan handal, mendalam, benar dan akurat. Untuk itu sebagaimana disabdakan oleh Yesus, marilah kita mohon karunia Roh Kudus, karena dengan demikian permohonan kita pasti akan terkabul. Dengan kata lain marilah kita mohon agar kita hidup dan bertindak dijiwai oleh Roh Kudus alias iman, pembaktian diri sepenuhnya kepada Tuhan. Memang permohonan ini akan menjadi kenyataan alias terwujud butuh kerjasama kita yang memohonnya, antara lain, sebagaimana diharapkan oleh Gembala kita, marilah kita baca, fahami, renungkan dan cecap dalam-dalam apa yang tertulis dalam dokomen-dokumen guna mendukung hidup beriman, seperti Kitab Suci, Dokumen-dokumen Konsili Vatikan II maupun Katekismus Gereja Katolik. Sekiranya kita tidak mungkin membaca seluruhnya, baiklah kita pilih apa yang sesuai dengan panggilan maupun tugas pengutusan kita. Dokumen-dokumen Konsili Vatikan II hemat kami sungguh lengkap, mencakup semua dimensi hidup kita di tengah masyarakat: hidup beragama/menggereja, bermasyarakat, politik, social, berkeluarga, pelayanan pendidikan, liturgy dst.. Pembacaan atau pendalaman kiranya dapat dilakukan secara pribadi atau bersama-sama di dalam keluarga, tempat kerja, sekolah, komunitas, dst.. · “Jadi bagaimana sekarang, apakah Ia yang menganugerahkan Roh kepada kamu dengan berlimpah-limpah dan yang melakukan mujizat di antara kamu, berbuat demikian karena kamu melakukan hukum Taurat atau karena kamu percaya kepada pemberitaan Injil?” (Gal 3:5). Sebagai orang yang telah dibaptis maupun menerima Sakramen Krisma kita telah menerima anugerah Roh Kudus, maka baiklah anugerah ini tidak kita sia-siakan. Apakah melalui cara hidup dan cara bertindak kita sering terjadi mujizat? Kami percaya bahwa setiap hari kita melakukan mujizat jika kita hidup dijiwai oleh Roh Kudus. Bentuk mujizat adalah berupa pembaharuan-pembaharuan atau penemuan-penemuan hal-hal baru. Maka baiklah aneka macam bentuk pembaharuan atau penemuan baru hendaknya tidak dihayati hanya karena kerja keras atau usaha kita, tetapi juga karena campur tangan Allah melalui Roh yang dianugerahkan kepada kita. Hendaknya jangan ada orang yang menyombongkan diri karena kesuksesan atau keberhasilan, dengan kata lain hayati dengan rendah hati segala keberhasilan dan kesuksesan, semakin sukses dan berhasil dalam hidup dan kerja hendaknya semakin bersyukur dan berterima kasih. Kutipan di atas juga mengingatkan dan mengajak kita untuk pertama-tama mentaati dan melaksanakan aneka aturan dan tata tertib, dan dimana perlu mengatasinya, artinya secara konkret dapat dikatakan melanggar tata tertib atau aturan, tetapi yang benar adalah demi keselamatan jiwa lebih banyak kita mengatasi tata tertib atau aturan. Hendaknya kita hidup dan bertindak dengan pedoman pada nilai-nilai moral bukan hukum. Untuk itu binalah kebersihan suara hati anda, antara lain dengan senantiasa melakukan apa yang baik dan menyelamatkan, terutama keselamatan jiwa manusia. Marilah kita hidup dan bertindak lebih berpedoman pada perintah Allah daripada perintah manusia. “Ia menumbuhkan sebuah tanduk keselamatan bagi kita di dalam keturunan Daud, hamba-Nya itu, -- seperti yang telah difirmankan-Nya sejak purbakala oleh mulut nabi-nabi-Nya yang kudus -- untuk melepaskan kita dari musuh-musuh kita dan dari tangan semua orang yang membenci kita, untuk menunjukkan rahmat-Nya kepada nenek moyang kita dan mengingat akan perjanjian-Nya yang kudus, yaitu sumpah yang diucapkan-Nya kepada Abraham, bapa leluhur kita, bahwa Ia mengaruniai kita, supaya kita, terlepas dari tangan musuh, dapat beribadah kepada-Nya tanpa takut, dalam kekudusan dan kebenaran di hadapan-Nya seumur hidup kita” (Luk 1:69-75) Ign 11 Oktober 2012 *) Sumber Millis KD

AGAMA ATAU KEROHANIAN SEJATI?

Bacaan Injil Minggu Biasa XXVIII tahun B ini (Mrk 10:17-30) memuat pernyataan Yesus bahwa lebih mudah bagi seekor unta melewati lubang jarum daripada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah (ay. 25; lihat pula Mat 19:23-24 Luk 18:25). Murid-murid bereaksi, bila begitu, siapa yang bakal selamat?Menanggapi persoalan ini, Yesus mengemukakan memang tak mungkin bagi manusia, namun bukan demikian bagi Allah; bagi-Nya semuanya bisa terjadi. Apa artinya pembicaraan itu dan apa wartanya bagi kita sekarang? AGAMA ATAU KEROHANIAN SEJATI? Ada orang yang datang dan bertanya kepada Yesus, apa yang mesti diperbuat supaya mendapatkan hidup kekal (Mrk 10:17). Yesus merujuk kepada perintah-perintah agama (ay. 19). Tetapi setelah orang itu berkata bahwa semua sudah dijalankannya (Mrk ay. 20), Yesus mengajaknya melangkah lebih jauh. Disarankannya kepada orang itu untuk mengamalkan kekayaannya bagi kaum papa lalu mengikutinya (ay. 21). Keinginan orang itu untuk memperoleh hidup kekal dihadapkan Yesus dengan cita-cita untuk mencapai kesempurnaan. Hidup kekal belum bisa disebut kesempurnaan. Dalam bacaan ini juga menjadi jelas bahwa kesempurnaan mustahil dicapai oleh manusia dengan upaya sendiri. Kesempurnaan itu karya Allah bagi manusia. Murid-murid salah faham. Mereka mengira kesempurnaan itu dituntut agar orang selamat, maka mereka bertanya-tanya siapa bakal bisa diselamatkan. Dalam ay. 27 Yesus membantu mereka agar mengerti duduk perkaranya: kesempurnaan itu bukan urusan manusia, melainkan karya Allah di dalam diri manusia. Dalam hubungan ini baik dipikirkan perbedaan antara "sikap beragama" dan "kerohanian". Meskipun berpautan, kedua-duanya tidak sama. Sikap beragama yang tulus dapat membawa ke hidup kekal dan membukakan dimensi keramat dalam kehidupan, tetapi belum membawa orang betul-betul merasakan nikmat dan hikmatnya Yang Keramat. Dia sendirilah yang bakal membawa orang kepadanya. Tak sedikit orang yang kini merasa jenuh dengan "sikap beragama" dan menginginkan masuk ke dalam "kerohanian". Injil Minggu ini mengutarakan perbedaan di antara keduanya. Paradigma "sikap beragama" bisa panjang, misalnya: menggereja, berkomunitas, membudayakan agama, agamaist. Lalu apa paradigma "kerohanian"? Kita tahu ada, tapi apa ujudnya, Dia sendirilah yang lebih mengetahuinya! Kerohanian sejati luput dari perencanaan justru karena tidak bisa diagendakan. Dan sia-sialah upaya untuk itu. KE MANA KITA? Tanggapan Yesus dalam Mrk 10:27 sebenarnya tidak langsung diarahkan kepada para murid ("Siapa bakal selamat?"). Mereka sibuk dengan pemikiran mereka sendiri mengenai keselamatan yang kini justru digoyah Yesus. Mungkin mereka berpendapat bahwa keselamatan itu ialah mengalami "syalom" atau "kedamaian" seperti sering dikuliahkan dalam traktat teologi keselamatan. Teologi keselamatan seperti ini sebenarnya lebih termasuk paradigma "sikap beragama", dan tidak berada di kawasan "kerohanian". Akibatnya, cepat atau lambat orang merasa macet, jemu, tak mendapat inspirasi. Penawarnya ialah teologi keselamatan yang lebih memberi ruang gerak pada Allah yang bertindak menolong orang-orang yang butuh pertolongan-Nya. Itulah citra Allah dalam Perjanjian Lama. Itu juga citra Anak Manusia dalam Perjanjian Baru yang dinanti-nantikan orang banyak: menyembuhkan orang sakit, mengusir setan, memberi makan orang banyak, menghidupkan orang. Mungkin ada yang berkata, bahwa karya-Nya ini toh bisa kita namai dengan abstraksi "karya keselamatan", begitu kan? Nah, di sinilah cobaan terbesar: menamai pengalaman rohani "ditolong Tuhan" dengan abstraksi yang universal mengenai keadaan damai/syalom. Teologi keselamatan seperti ini memang jelas penalarannya, tetapi kurang menggarap kerohanian. Orang lapangan musti waspada dan tidak meninabobokkan umat dengan gagasan seperti ini. Lalu manakah gagasan keselamatan yang lebih memberi ruang pada kerohanian? Boleh jadi Mazmur 15 dapat membantu. Mazmur itu mulai dengan pertanyaan siapa yang bakal diam di kemahMu ya Tuhan, siapa yang bakal tinggal di Gunung SuciMu? Bagi sang petapa dalam Mazmur itu, tinggal bersama Tuhan di kediaman-Nya ialah pengalaman rohani menikmati hikmatnya berada di dekat Allah. Pengalaman rohani ini tidak mudah diabstraksikan menjadi paham damai atau paham keselamatan begitu saja. Ayat-ayat selanjutnya menyebutkan macam-macam perilaku yang menjadi petunjuk jalan masuk ke kediaman Tuhan. Semuanya termasuk "sikap beragama" yang terarah menuju ke kesempurnaan rohani, yakni tinggal bersama Tuhan di kediaman-Nya. Demikianlah ditunjukkan kaitan antara sikap beragama dengan kerohanian sejati yang menjadi kesempurnaan hidup. Pertanyaan pada awal Mazmur 15 nadanya mirip dengan pertanyaan orang kaya yang datang kepada Yesus dalam Mrk 10:17 walaupun titik tolaknya amat berbeda. Petapa dalam Mazmur itu ingin tahu bagaimana caranya agar orang bisa berada bersama dengan Tuhan karena inilah kepuasannya. Tetapi orang yang menemui Yesus tadi mencari kepastian bagaimana bisa menikmati hidup kekal. Baginya berada dengan Tuhan, "mengikuti Yesus" Mrk 10:21, bukan sumber kepuasannya! Anehnya, jalan yang ditempuh sang petapa dalam Mazmur 15 dan orang dalam Mrk 10:17-27 praktis sama. Bandingkan katalog perbuatan baik dalam Mzm 15 dan Mrk 10:19, tetapi tujuan akhirnya berbeda. Semua perbuatan baik itu termasuk kesungguhan beragama. Namun sikap ini dapat membawa orang ke dua arah yang amat berbeda satu sama lain. Yang satu ke kepuasan rohani ada bersama Tuhan, sedangkan yang lain ke kemuraman, ke rasa pilu karena tidak mampu mengikuti Tuhan. Ini kendala hidup beragama yang mendua arah tujuannya. Maka tak heran bila murid-murid Yesus bingung. Jawaban Yesus tidak melanjut-lanjutkan kebingungan mereka, melainkan membawa mereka menyadari karya Tuhan sendiri. UNTA MASUK LUBANG JARUM Ada beberapa hal dalam Mrk 10:17-30 yang sulit dimengerti. Banyak pembicaraan mengenai ay. 25 yang menyebut-nyebut "unta" dan "lubang jarum". Tak sedikit ahli tafsir yang menjelaskan pernyataan itu secara rasional dengan mengatakan bahwa kata "unta", Yunaninya "kamelos", tertulis di situ sebagai akibat salah dengar kata "kamilos", yang artinya tali, kabel, seperti tali jemuran. Tentu saja bila dimengerti sebagai tali, ucapan Yesusakan terasa kurang aneh. Lebih mudah dimengerti bila perkaranya ialah memasukkan tali ke lubang pada tiang tambatan perahu., yang diibaratkan lubang jarum. Orang bisa juga ingat bahwa ada kata Arab "jumal" yang berarti tali penambat perahu, ada kesamaan dengan kata Arab lain, "jamal", yakni unta. Bisa diduga-duga Aramnya Yesus dulu berbunyi seperti kata-kata itu karena memang bahasa-bahasa itu serumpun. Tafsir seperti ini juga agak mengurangi keanehan Mat 23:24 yang mengecam kaum Farisi yang teliti menyaring uget-uget bila mau minum air, tetapi suka menelan unta mentah-mentah! Jadi apa tidak lebih baik diartikan saja sebagai menelan potongan-potongan tali yang entah bagaimana ada di dalam air minum. Memang lucu, tapi kurang aneh daripada menelan unta mentah-mentah. Tetapi naskah-naskah tua Perjanjian Baru yang tepercaya tidak menopang dugaan bahwa pernah ada salah dengar dan salah tulis "kamilos" (tali) menjadi "kamelos" (unta) tadi. Penjelasan filologis seperti ini sebetulnya termuan para orientalis dari abad-abad silam yang diikuti begitu saja oleh ekseget yang tidak melihat kelemahannya. Lalu bagaimana tafsiran yang mengena? Tak ada jeleknya menerima teks seperti adanya. Tak perlu kita berusaha menyulap unta menjadi tali perahu atau tali apa saja, lebih-lebih jangan biarkan diri hanyut oleh buaian argumen rasionalistis. Lebih baik pernyataan Yesus itu didengar sebagai kiasan untuk membuat orang makin menyadari duduk perkaranya. (Bandingkan Qur'an 7:40: "Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk lubang jarum..." Artinya, jelas tak mungkin mereka itu masuk surga.) Yesus mau mengatakan betapa susahnya orang kaya masuk Kerajaan Allah. Kiasan ini juga menekankan kontras pada akhir petikan. Memang bagi manusia tak mungkin, tapi semua mungkin bagi Allah! Maksudnya, manusia tidak bisa dengan upaya sendiri ("sikap beragama" belaka) mencapai kesempurnaan, tapi bila yang membawanya ke sana itu Allah sendiri (menyadari gerak "kerohanian sejati"), tentu saja bisa terjadi. Tak usah kita mulai menuduh-nuduh siapa yang seperti orang kaya itu, juga tak perlu mencari-cari siapa yang orang miskin yang sungguhan atau yang kurang sungguhan. Yang penting kita bisa mengajak orang agar ikut bertanya seperti murid-murid yang tak habis pikir tadi. Bila ini tercapai, kita akan ikut membuat orang jadi peka akan pesan Injil, yakni insyafilah perbedaan antara "hidup beragama" dan "kerohanian sejati", yang pertama itu upaya manusia mendekat kepada Allah, yang lain kehadiran Allah dalam diri manusia. MELIHAT VERSI MATIUS Kaidah-kaidah moral yang disebut Yesus dalam Mrk 10:19 yakni jangan membunuh, jangan berzinah, dst. hingga hormatilah ayah dan ibumu muncul dalam Mat 19:19 dengan tambahan "dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri". Tambahan ini tidak ada dalam Luk 18:20. Gagasan "mengasihi sesama seperti diri sendiri" memang sering dijumpai dalam Alkitab, lihat antara lain Im 19:18 Mat 22:39 Mrk 12:31.33 Luk 10:27 Gal 5:14. Rm 13:9 Yak 2:8. Lazimnya gagasan itu dimengerti sebagai ajakan mengasihi sesama dengan cara seperti kita mengasihi diri kita sendiri. Terngiang petuah emas Mat 7:12 "Apa yang kamu inginkan bagi dirimu, perbuatlah bagi orang lain!" Begitukah? Memang tak ada yang bakal menyangkal betapa mulianya ajakan ini. Persoalannya, kata-kata "seperti kamu sendiri" itu sebaiknya difahami sebagai pelengkap "mengasihi" atau pelengkap "sesamamu". Bila dikenakan kepada "mengasihi", maka kita diajak untuk mengasihi orang lain dengan cara seperti kita mengasihi diri kita sendiri. Tetapi bila dikenakan kepada "sesamamu", maka kita diharap mengasihi sesama yang nasibnya kayak kita-kita ini. Dengan kata lain, kita diminta agar solider dengan orang lain, agar peduli terhadap orang lain yang senasib. Mana tafsir yang jitu? Menurut cara bicara Ibrani atau Aram (dan Yunani Perjanjian Baru), "kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri" seyogianya dimengerti sebagai ajakan agar kita mengasihi sesama yang kayak kita-kita ini juga, dengan segala kendala hidup dan hasrat dan cita-cita yang ada, bukan agar kita memperlakukan orang lain dengan cara seperti kita memperlakukan diri kita sendiri. Dalam bahasa-bahasa itu, mengasihi sesama seperti kita mengasihi diri kita akan diutarakan dengan mengulang kata "mengasihi". Cara berungkap seperti ditemui dalam Yoh 15:12 "Inilah perintahku, yaitu supaya kamu saling mengasihi seperti aku mengasihi kamu". Jika "kasihilah sesama seperti dirimu sendiri" mau diartikan sebagai "kasihi sesama seperti halnya kamu mengasihi dirimu sendiri", maka "mengasihi" akan diulang pula. Tambahan dalam Mat 19:19 itu justru dapat memberi ulasan lebih jauh mengenai serangkai hukum yang menjamin hidup kekal dalam Mrk 10:19. Serangkai hukum itu dipaparkan bukan sebagai kewajiban-kewajiban belaka, melainkan sebagai kepedulian yang mendalam terhadap orang lain yang senasib sepenanggungan, entah mereka itu ayah ibu, mitra bisnis, lawan beperkara, istri, atau pemilik barang-barang yang menggiurkan. Menumbuhkan kepedulian ini menjadi jalan ke hidup kekal. Salam hangat, A. Gianto (Roma) PS: Tulisan ini bermula di Refter CC *) Sumber Millis KD