Rabu, 30 November 2011

“Kamu akan Kujadikan penjala manusia”

(Rm 10:9-18; Mat 4:18-22)
“Ketika Yesus sedang berjalan menyusur danau Galilea, Ia melihat dua orang bersaudara, yaitu Simon yang disebut Petrus, dan Andreas, saudaranya. Mereka sedang menebarkan jala di danau, sebab mereka penjala ikan. Yesus berkata kepada mereka: "Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia." Lalu mereka pun segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Dia. Dan setelah Yesus pergi dari sana, dilihat-Nya pula dua orang bersaudara, yaitu Yakobus anak Zebedeus dan Yohanes saudaranya, bersama ayah mereka, Zebedeus, sedang membereskan jala di dalam perahu. Yesus memanggil mereka dan mereka segera meninggalkan perahu serta ayahnya, lalu mengikuti Dia.” (Mat 4:18-22), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Andreas, rasul, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Tugas utama seorang rasul adalah menjadi ‘penjala manusia’, artinya berpartisipasi dalam karya penyelamatan dunia, terutama keselamatan jiwa manusia. Kebanyakan dari dua belas rasul yang mengikuti Yesus berasal dari para penjala ikan, dengan kata lain panggilan menjadi penjala manusia merupakan pengembangan dan pendalaman anugerah yang telah diterimanya. Sebagai orang beriman kita semua juga memiliki panggilan rasuli, tugas untuk berpartisipasi dalam karya penyelamatan dunia, maka marilah dalam rangka mengenangkan pesta St.Andreas, rasul, ini kita mawas diri perihal panggilan rasuli kita masing-masing. Salah satu bentuk usaha karya penyelamatan dunia adalah perbuatan baik, maka hendaknya kapan pun dan dimana pun kita senantiasa melakukan apa yang baik, menyelamatkan dan membahagiakan jiwa manusia. Tanda bahwa kita semua saling berbuat baik satu sama lain antara lain adalah kita semua senantiasa dalam keadaan baik, sehat wal’afiat dan damai sejahtera baik lahir maupun batin, phisik maupun spiritual. Maka baiklah kita lihat, perhatikan dan cermati apakah di lingkungan hidup dan kerja kita ada yang menderita sakit, entah sakit hati, sakit jiwa sakit akal budi atau sakit phisik, dan kemudian kita tolong penyembuhannya. Rasanya di antara kita cukup banyak yang menderita sakit hati atau sakit jiwa, meskipun belum begitu parah dan baru sedikit saja, misalnya mereka yang suka marah, menggerutu atau mengeluh terhadap aneka macam peristiwa atau kejadian.
·   Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus” (Rm 10:17), demikian kata Paulus kepada umat di Roma, kepada kita semua umat beriman. Mendengarkan hemat saya merupakan anugerah Tuhan dari pancaindera yang pertama-tama dianugerahkan Tuhan kepada kita semua. Ketika kita masih berada di rahim ibu kita masing-masing, kita telah dapat mendengarkan aneka suara di lingkungan hidup kita dan apa yang kita dengarkan membekas dalam diri kita, membentuk pribadi kita sebagaimana adanya saat ini. Maka dengan ini kami berharap kepada kita semua untuk memperdengarkan atau menyuarakan apa-apa yang baik, menyelamatkan dan membahagiakan manusia, terutama keselamatan jiwa manusia. Secara khusus sebagai orang beragama kita diharapkan mewartakan atau menyebarluaskan firman Tuhan sebagaimana tertulis di dalam Kitab Suci. Hemat saya seluruh isi firman sebagaimana tertulis di dalam kitab-kitab suci apapun dapat dipadatkan ke dalam firman Tuhan atau perintah Tuhan untuk hidup saling mengasihi satu sama lain, sebagaiman Tuhan telah mengasihi kita sampai kini. Maka marilah kita hidup dan bertindak saling mengasihi kapan pun dan dimana pun, sehingga yang terdengar atau terwartakan dari cara hidup dan cara bertindak kita, entah secara pribadi atau bersama adalah perihal saling mengasihi. Panggilan atau tugas saling mengasihi hemat saya mudah kita hayati atau lakukan jika masing-masing dari kita menyadari dan menghayati diri sebagai ‘yang terkasih’, diciptakan dan dibesarkan dalam  dan oleh kasih. Ingat dan hayati bahwa masing-masing dari kita adalah buah atau korban hidup bersama bapak-kita yang saling mengasihi, saling bekerjasama atau bergotong-royong. Hendaknya jangan mengingkari diri bahwa kita adalah buah kasih dan gotong-royong, maka selayaknya kita menghayati diri sebagai yang terkasih dan dengan demikian bertemu dengan siapapun berarti yang terkasih bertemu dan yang terkasih dan dengan demikian saling mengasihi.
Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya; hari meneruskan berita itu kepada hari, dan malam menyampaikan pengetahuan itu kepada malam. Tidak ada berita dan tidak ada kata, suara mereka tidak terdengar; tetapi gema mereka terpencar ke seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi. Ia memasang kemah di langit untuk matahari”
 (Mzm 19:2-5)
Ign 30 November 2011
*) Sumber: Millis KD

Kamis, 24 November 2011

“Langit dan bumi akan berlalu tetapi perkataanKu tidak akan berlalu."

(Dan 7:2-14; Luk 21:29-33)
Lalu Yesus mengatakan perumpamaan ini kepada mereka: "Perhatikanlah pohon ara atau pohon apa saja. Apabila kamu melihat pohon-pohon itu sudah bertunas, kamu tahu dengan sendirinya bahwa musim panas sudah dekat. Demikian juga, jika kamu melihat hal-hal itu terjadi, ketahuilah, bahwa Kerajaan Allah sudah dekat. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya angkatan ini tidak akan berlalu, sebelum semuanya terjadi. Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu." (Luk 21:29-33), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Segala sesuatu yang ada di bawah kolong langit atau di bumi ini memang tidak abadi, sementara sifatnya, termasuk manusia sebagai ciptaan terluhur atau termulia di bumi ini. Namun  sabda Tuhan tidak akan berlalu begitu saja. Kita semua tahu bahwa sabda Tuhan yang tertulis sekian abad yang lalu sampai kini masih berlaku dan up to date, tak pernah dilupakan orang, sementara itu manusia serta karya-karyanya dengan mudah berlalu dan dilupakan orang. Kita semua kiranya mendambakan apa yang tahan lama atau tidak akan mudah berlalu atau dilupakan, maka marilah kita miliki dan hayati sabda Tuhan sebagaimana tertulis di dalam Kitab Suci. Kiranya tidak perlu seluruh isi Kitab Suci dikuasai dan dihayati, tetapi cukuplah ada ayat-ayat yang mengesan bagi kita masing-masing sungguh kita miliki dan hayati. Sebagai contoh kiranya adalah ajaran perihal kasih, karena kasih juga bersifat tak terbatas, maka perkenankan saya mengangkat ajaran kasih Yesus untuk kita refleksikan dan hayati. “ Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu” (Luk 6:27).  Perihal saling mengasihi kiranya kita semua tahu bahwa kapan kita mulai dan mengakhiri dalam saling mengasihi kita tidak tahu sama sekali. Ambil contoh: apakah anda sebagai suami-isteri tahu persis kapan mulai mengasihi pasangan anda dan akan berakhir dalam mengasihi? Kiranya tak ada yang tahu. Maka marilah kita perdalam dan perkuat penghayatan sabda Yesus di atas ini: saling mengasihi dan berbuat baik dengan dan kepada siapapun, dimana pun dan kapan pun tanpa pandang bulu. Ingatlah dan sadari bahwa jika selama hidup di dunia ini sungguh saling mengasihi dan berbuat baik, maka ketika kita telah mati dan menjadi tanah kembali kita pasti terus dikasihi dan dibaiki oleh orang lain, saudara-saudari kita yang telah kita kasihi dan kepada mereka kita senantiasa berbuat baik.
·   Aku terus melihat dalam penglihatan malam itu, tampak datang dengan awan-awan dari langit seorang seperti anak manusia; datanglah ia kepada Yang Lanjut Usianya itu, dan ia dibawa ke hadapan-Nya. Lalu diberikan kepadanya kekuasaan dan kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja, maka orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa mengabdi kepadanya. Kekuasaannya ialah kekuasaan yang kekal, yang tidak akan lenyap, dan kerajaannya ialah kerajaan yang tidak akan musnah” (Dan 7:13-14), demikian penglihatan Daniel, orang yang setia pada imannya, setia pada kehendak dan perintah Tuhan dalam situasi dan kondisi apapun. Kiranya kita semua mendambakan sebagaimana dilihat oleh Daniel tersebut, yaitu nama baik kita tak akan musnah alias nama kita senantiasa dikenang atau diabadikan seperti para santo-santa atau pahlawan, yang namanya diabadikan untuk nama baptis atau nama bangunan dan jalan. Bukankah para santo-santa atau pahlawan menghayati cara hidup dan cara bertindak tidak untuk kepentingan pribadi atau golongan, melainkan demi keselamatan atau kesejahteraan umum/bersama? Hidup mengasihi dan berbuat baik memang berarti hidup dan bertindak demi keselamatan atau kesejahteraan umum. Kami berharap kepada para pemimpin di tingkat dan bidang kehidupan apapun dapat menjadi teladan dalam cara hidup dan cara bertindak demi keselamatan atau kesejahteraan umum/bersama. Maka secara konkret kami ingatkan lagi para orangtua atau bapak-ibu: hendaknya orangtua dapat menjadi teladan cara hidup dan cara bertindak demi keselamatan atau kesejahteraan umum bagi anak-anak yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada mereka. Ketika anak-anak menerima teladan macam itu dan juga dididik untuk itu, maka kami yakin kita semua akan hidup saling mengasihi dan berbuat baik. Para orangtua jika mendambakan namanya senantiasa dikenang oleh anak-cucu, cicit dan canggah atau keturunannya hendaknya mendidik dan membina anak-anaknya untuk hidup saling mengasihi dan berbuat baik dengan teladan konkret setiap hari.
“Pujilah Tuhan, hai gunung-gemunung, nyanyikanlah dan tinggikanlah Dia selama-lamanya. Pujilah Tuhan, hai segala tumbuhan di bumi, nyanyikanlah dan tinggikanlah Dia selama-lamanya. Pujilah Tuhan, hai segenap mata air dan bukit, nyanyikanlah dan tinggikanlah Dia selama-lamanya. Pujilah Tuhan, hai lautan dan sungai, nyanyikanlah dan tinggikanlah Dia selama-lamanya. Pujilah Tuhan, hai raksasa lautan dan segala apa yang bergerak di dalam air, nyanyikanlah dan tinggikanlah Dia selama-lamanya. Pujilah Tuhan, hai unggas di udara, nyanyikanlah dan tinggikanlah Dia selama-lamanya. Pujilah Tuhan, hai segala binatang buas dan ternak di bumi, nyanyikanlah dan tinggikanlah Dia selama-lamanya.” (Dan 3:75-81)
Ign 25 November 2011
*) Sumber Millis KD

Selasa, 22 November 2011

“ Aku tidak akan memakannya lagi sampai ia beroleh kegenapannya dalam Kerajaan Allah."

(Dan 5:1-6.13-14.16-17.23-28; Luk 22:12-19)
Lalu orang itu akan menunjukkan kepadamu sebuah ruangan atas yang besar yang sudah lengkap, di situlah kamu harus mempersiapkannya." Maka berangkatlah mereka dan mereka mendapati semua seperti yang dikatakan Yesus kepada mereka. Lalu mereka mempersiapkan Paskah. Ketika tiba saatnya, Yesus duduk makan bersama-sama dengan rasul-rasul-Nya. Kata-Nya kepada mereka: "Aku sangat rindu makan Paskah ini bersama-sama dengan kamu, sebelum Aku menderita. Sebab Aku berkata kepadamu: Aku tidak akan memakannya lagi sampai ia beroleh kegenapannya dalam Kerajaan Allah." Kemudian Ia mengambil sebuah cawan, mengucap syukur, lalu berkata: "Ambillah ini dan bagikanlah di  antara kamu. Sebab Aku berkata kepada kamu: mulai dari sekarang ini Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur sampai Kerajaan Allah telah datang." Lalu Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka, kata-Nya: "Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku.” (Luk 22:12-19), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. 
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   “Kegenapan dalam Kerajaan Allah” artinya saat Yesus mempersembahkan Diri seutuhnya dengan wafat di kayu salib demi keselamatan dan kebahagiaan kita semua, terutama jiwa kita. Maka pada akhir tahun Liturgi ini kita juga dipanggil untuk mawas diri : sejauh mana setelah mengarungi perjalanan iman selama ini kita siap sedia untuk mempersembahkan diri kepada Allah melallui saudara-saudari atau sesama kita demi keselamatan jiwa kita sendiri maupun jiwa orang lain. Yesus mempersiapkan diri dengan makan bersama dengan sahabat-sahabatnya, para rasul, sebagai ajakan bagi mereka untuk meneladanNya. Marilah kita mawas diri apakah hati, jiwa, akal budi dan tenaga atau tubuh kita sungguh telah kita baktikan sepenuhnya kepada Allah melalui pelayanan bagi sesama atau saudara-saudari kita. Dalam hal ini kiranya para suami-isteri atau bapak-ibu telah memiliki pengalaman dalam saling menyerahkan diri atau mengasihi satu sama lain, maka kami berharap pengalaman tersebut terus diperdalam dan disebarluaskan dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari serta kami berharap para orangtua dapat menjadi teladan bagi anak-anaknya dalam saling menyerahkan atau membaktikan diri sepenuhnya. Kepada para pelajar atau mahasiswa kami ajak mawas diri apakah sungguh-sungguh membaktikan diri untuk belajar, mengerahkan waktu dan tenaga sepenuhnya untuk belajar sehingga semakin terampil belajar; demikian para pekerja kami harapkan sungguh mengerahkan waktu dan tenaga terhadap pekerjaan yang dibebankan atau yang menjadi tanggungjawabnya. Semoga kita semua juga siap sedia sewaktu-waktu harus mempersembahkan diri secara total kepada Allah artinya dipanggil Allah sewaktu-waktu alias meninggal dunia.
·   Lalu dibawalah Daniel menghadap raja. Bertanyalah raja kepada Daniel: "Engkaukah Daniel itu, salah seorang buangan yang telah diangkut oleh raja, ayahku, dari tanah Yehuda? Telah kudengar tentang engkau, bahwa engkau penuh dengan roh para dewa, dan bahwa padamu terdapat kecerahan, akal budi dan hikmat yang luar biasa. Kepadaku telah dibawa orang-orang bijaksana, para ahli jampi, supaya mereka membaca tulisan ini dan memberitahukan maknanya kepadaku, tetapi mereka tidak sanggup mengatakan makna perkataan itu.” (Dan 5:13-16). Pada diri Daniel memang “terdapat kecerahan, akal budi dan hikmat yang luar biasa”, sehingga sanggup membaca tulisan dan mengatakan makna tulisan atau perkataan itu, sementara orang-orang bijak lainnya tak mampu. Sebagai orang beriman kita semua dipanggil untuk seperti Daniel, yang memiliki kecerahan, akal budi dan hikmat yang luar biasa. Untuk itu kiranya kita harus bekerja keras belajar terus-menerus melalui aneka cara atau bentuk, entah belajar di sekolah/perguruan tinggi atau belajar dari kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari kiranya banyak hal dan peristiwa yang dapat menjadi sarana atau wahana pembelajaran kita. Maka marilah kita dengan rendah hati membuka mata dan telinga kita untuk mencermati aneka hal dan peristiwa guna mengambil apa-apa yang dapat mendewasakan pribadi maupun iman kita, sehingga kita cerdas beriman. Orang yang cerdas beriman di mana pun dan kapan pun akan fungsional untuk menyelamatkan diri, saudara-saudari maupun lingkungan hidup dan kerjanya. Marilah kita bekerjasama, saling membantu dalam mengusahakan kecerdasan beriman atau kecerdasan spiritual.
“Pujilah Tuhan, hai matahari dan bulan, nyanyikanlah dan tinggikanlah Dia selama-lamanya.Pujilah Tuhan, hai segala bintang di langit, nyanyikanlah dan tinggikanlah Dia selama-lamanya. Pujilah Tuhan, hai segala hujan dan embun, nyanyikanlah dan tinggikanlah Dia selama-lamanya. Pujilah Tuhan, hai segala angin, nyanyikanlah dan tinggikanlah Dia selama-lamanya. Pujilah Tuhan, hai api dan panas terik, nyanyikanlah dan tinggikanlah Dia selama-lamanya. Pujilah Tuhan, hai kedinginan dan pembekuan, nyanyikanlah dan tinggikanlah Dia selama-lamanya” (Dan 3:62-67)
Ign 23 November 2011 
*) Sumber Millis KD

Senin, 14 November 2011

"Tuhan supaya aku dapat melihat!"

(1Mak 1:10-15.41-43.54-57.62-64; Luk 18:35-43)
Waktu Yesus hampir tiba di Yerikho, ada seorang buta yang duduk di pinggir jalan dan mengemis. Waktu orang itu mendengar orang banyak lewat, ia bertanya: "Apa itu?" Kata orang kepadanya: "Yesus orang Nazaret lewat." Lalu ia berseru: "Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!" Maka mereka, yang berjalan di depan, menegor dia supaya ia diam. Namun semakin keras ia berseru: "Anak Daud, kasihanilah aku!" Lalu Yesus berhenti dan menyuruh membawa orang itu kepada-Nya. Dan ketika ia telah berada di dekat-Nya, Yesus bertanya kepadanya: "Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?" Jawab orang itu: "Tuhan, supaya aku dapat melihat!" Lalu kata Yesus kepadanya: "Melihatlah engkau, imanmu telah menyelamatkan engkau!" Dan seketika itu juga melihatlah ia, lalu mengikuti Dia sambil memuliakan Allah. Seluruh rakyat melihat hal itu dan memuji-muji Allah.” (Luk 18:35-43), demikian kutipan Warta Gembira hari ibni.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Mata merupakan salah satu indera kita yang penting, karena dengan penglihatan yang baik kita akan menyaksikan aneka keindahan alam, sesama manusia yang tampan atau cantik dst.. sebagai ciptaan Tuhan, apalagi melihat dalam dan dengan kaca mata iman. Dalam Warta Gembira hari ini dikisahkan seorang buta yang mendengar Yesus melewatinya dan kemudian mohon “Tuhan, supaya aku dapat melihat”, dan karena imannya orang buta itu pun disembuhkan serta kemudian dapat melihat segala sesuatu dengan jelas. Memang orang buta pada umumnya dianugerahi kepekaan mendengarkan dengan baik, sehingga ia dapat mendengarkan aneka suara di lingkungan hidupnya dengan baik. Alangkah indahnya jika kita semua dapat mendengarkan dan melihat dengan baik. Kami percaya mayoritas dari kita tidak buta dan tidak tuli, namun apakah dapat mendengarkan dan melihat segala sesuatu dengan baik dapat dipertanyakan. Agar kita dapat mendengarkan dan melihat dengan baik dibutuhkan kerendahan hati, tanpa rendah hati kita tak akan dapat melihat dan mendengarkan dengan baik. Rendah hati juga merupakan salah satu perwujudan iman yang utama. Beriman berarti membuka diri sepenuhnya terhadap Penyelenggaraan Ilahi, sedangkan rendah hati adalah ‘sikap dan perrilaku yang tidak suka menonjolkan dan menomorsatukan diri, yaitu dengan menenggang perasaan orang lain. Meskipun pada kenyataannya lebih dari orang lain, ia dapat menahan diri untuk tidak menonjolkan dirinya” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Marilah kita dengarkan dan lihat segala sesuatu di lingkungan hidup dan kerja kita dengan rendah hati.
·   Di masa itu tampil dari Israel beberapa orang jahat yang meyakinkan banyak orang dengan berkata: "Marilah kita pergi dan mengadakan perjanjian dengan bangsa-bangsa di keliling kita. Sebab sejak kita menyendiri maka kita ditimpa banyak malapetaka." Usulnya itu diterima baik.Maka beberapa orang dari kalangan rakyat bersedia untuk menghadap raja. Mereka diberi hak oleh raja untuk menuruti adat istiadat bangsa-bangsa lain” (1Mak 1:11-13). Para penjahat memang cenderung untuk hidup menyendiri, menjauhi sahabat-sahabatnya dan bekerja sama dengan orang lain, yang sama-sama berkehendak jahat. Mereka lebih suka bekerjasama dengan orang asing daripada saudara-saudarinya sendiri, dengan kata lain meereka membutakan diri terhadap saudara-saudarinya. Rasanya di lingkungan hidup kita juga ada orang-orang yang bertindak demikian; mereka akrab dengan orang-orang lain di luar keluarga atau komunitasnya, tetapi tak bersahabat dengan saudara-saudari sekeluarga atau sekomunitas. Dengan kata lain mereka kurang atau tidak beriman: mampu melihat apa yang jauh, tetapi buta terhadap yang dekat; terhadap orang lain kelihatan melayani namun yang benar adalah menindas atau menguasai. Dengan ini kami mengajak dan mengingatkan kita semua untuk tidak meniru orang-orang yang demikian itu, melainkan marilah dengan rendah hati, cermat dan teliti serta tekun saling melihat dan mengakui alias mengimani apa yang baik di antara saudara-saudari kita sekeluarga, sekomunitas atau setempat kerja. Jika kita dapat dengan terampil mengasihi yang dekat dengan kita, maka terhadap otang lain akan melayani dan membahagiakan, sebaliknya jika kita tak mampu mengasihi yang dekat dengan kita, maka terhadap yang lain akan menindas dan menguasai alias mencelakakannya. Para pemimpin hendaknya peka melihat anak buahnya yang berkehendak jahat, dan sedini mungkin dicegah agar mereka tidak berbuat jahat.
“Aku menjadi gusar terhadap orang-orang fasik, yang meninggalkan Taurat-Mu. Tali-tali orang-orang fasik membelit aku, tetapi Taurat-Mu tidak kulupakan” (Mzm 119:53.61)
Ign 14 November 2011
*) Sumber millis KD

Senin, 07 November 2011

"Tambahkanlah iman kami!"

(Keb 1:1-7; Luk 17:1-6)
Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Tidak mungkin tidak akan ada penyesatan, tetapi celakalah orang yang mengadakannya. Adalah lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya, lalu ia dilemparkan ke dalam laut, dari pada menyesatkan salah satu dari orang-orang yang lemah ini. Jagalah dirimu! Jikalau saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia, dan jikalau ia menyesal, ampunilah dia. Bahkan jikalau ia berbuat dosa terhadap engkau tujuh kali sehari dan tujuh kali ia kembali kepadamu dan berkata: Aku menyesal, engkau harus mengampuni dia." Lalu kata rasul-rasul itu kepada Tuhan: "Tambahkanlah iman kami!" Jawab Tuhan: "Kalau sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada pohon ara ini: Terbantunlah engkau dan tertanamlah di dalam laut, dan ia akan taat kepadamu." (Luk 17:1-6), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefeksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Kita semua mengakui diri sebagai umat beriman, namun apakah sungguh hidup dan bertindak dijiawai oleh iman kiranya boleh ditanyakan. Beriman berarti mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan, sehingga hidup dan bertindak dalam kesatuan atau kebersamaan dengan Tuhan. Yesus bersabda:“  "Kalau sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada pohon ara ini: Terbantunlah engkau dan tertanamlah di dalam laut, dan ia akan taat kepadamu.". Melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan iman berarti ‘mengerahkan sepenuhnya hati, jiwa, akal budi dan kekuatan atau tubuh’ pada tugas atau pekerjaan. Yang berbeda pada umumnya adalah akal budi dan kekuatan phisik, sedangkan hati dan jiwa hemat saya sama-sama kita miliki. Maka baiklah saya ajak untuk mengerahkan hati dan jiwa sepenuhnya dalam mengerjakan segala sesuatu. Mengerahkan hati berarti sungguh memperhatikan apa yang sedang dikerjakan, sedangkan mengerahkan jiwa berarti dengan penuh gairah dan semangat dalam mengerjakan alias penuh minat. Jika kita sungguh memperhatikan dengan penuh minat maka apapun yang menjadi tugas atau pekerjaan kita pasti dapat diselesaikan dengan baik, maka milikilah keteguhan hati dan jiwa dalam mengerjakan segala sesuatu. Maka perkenankan sekali lagi saya angkat salah satu motto Bapak Andrie Wongso, yaitu “Selama kita memiliki kemauan, keuletan dan keteguhan hati, besi batangan pun bila digosok terus-menerus, pasti akan menjadi sebatang jarum…Milikilah keteguhan hati”.
·   Pikiran bengkang-bengkung menjauhkan dari pada Allah, dan kekuasaan-Nya yang diuji mengenyahkan orang bodoh. Sebab kebijaksanaan tidak masuk ke dalam hati keruh, dan tidak pula tinggal dalam tubuh yang dikuasai oleh dosa. Roh pendidik yang suci menghindarkan tipu daya, dan pikiran pandir dijauhinya. Sebab kebijaksanaan adalah roh yang sayang akan manusia, tetapi orang penghujat tidak dibiarkannya terluput dari hukuman karena ucapan bibirnya. Memang Allah menyaksikan hati sanubarinya, benar-benar mengawasi isi hatinya dan mendengarkan ucapan lidahnya” (Keb 1:3-6), demikian kutipan dari Kitab Kebijaksanaan. “Allah menyaksikan hati sanubari, mengawasi isi hati dan mendengarkan ucapan lidah”, inilah kiranya yang baik kita renungkan atau refleksikan. Kita dapat menyembunyikan isi hati kita kepada orang lain atau saudara-saudari kita, namun tak mungkin menyembunyikan isi hati pada Allah; apa yang ada di dalam hati kita semuanya diketahui oleh Allah. Iman juga erat kaitannya dengan hati, maka marilah mawas diri apakah kita memiliki hati beriman. Jika kita memiliki hati beriman berarti hati kita bersih dan jernih, tidak pernah berbohong atau melakukan tipu daya dalam bentuk apapun, dan kita juga akan tumbuh berkembang menjadi pribadi yang bijaksana. Kata-kata dan tindakan kita tidak pernah melukai atau menyakiti orang lain, melainkan senantiasa membahagiakan dan menyelamatkan orang lain, tentu saja terutama dan pertama-tama adalah keselamatan jiwa. Ada peristiwa menarik: seorang pemuda pada malam minggu sedang mengunjungi pacar pujaannya, gadis cantik. Kebetulan musim penghujan dan akhirnya kunjungan pacar tersebut sampai larut malam. Sang pemuda tergerak untuk mengadakan hubungan seksual dengan pacarnya, dan sang gadis menjawab tidak karena takut ketahuan orangtua dan adik-adiknya. Sang pemuda menanggapi bahwa orangtua dan adik-adiknya telah tidur pulas, maka tak akan tahu. Namun sang gadis masih menolak, karena takut ketahuan peronda malam yang berkeliling, dan sang pemuda pun mengecek para peronda malam dan ternyata mereka juga telah tertidur pulas. Hal itu disampaikan kepada sang gadis, dan akhirnya sang gadis tetap menolak, karena Tuhan tahu. Tuhan tahu dan melihat apapun yang kita lakukan dalam kesunyian, sendirian dan tertutup.
“TUHAN, Engkau menyelidiki dan mengenal aku; Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh. Engkau memeriksa aku, kalau aku berjalan dan berbaring, segala jalanku Kaumaklumi. Sebab sebelum lidahku mengeluarkan perkataan, sesungguhnya, semuanya telah Kauketahui, ya TUHAN. Dari belakang dan dari depan Engkau mengurung aku, dan Engkau menaruh tangan-Mu ke atasku.Terlalu ajaib bagiku pengetahuan itu, terlalu tinggi, tidak sanggup aku mencapainya.” (Mzm 139:1-6)
Ign 7 November 2011
*) Sumber Millis KD

Kamis, 03 November 2011

“Akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat "

(Rm 14:7-12; Luk 15:1-10)
“ Para pemungut cukai dan orang-orang berdosa biasanya datang kepada Yesus untuk mendengarkan Dia. Maka bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, katanya: "Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka." Lalu Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka: "Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya? Dan kalau ia telah menemukannya, ia meletakkannya di atas bahunya dengan gembira, dan setibanya di rumah ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata kepada mereka: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan. Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan.""Atau perempuan manakah yang mempunyai sepuluh dirham, dan jika ia kehilangan satu di antaranya, tidak menyalakan pelita dan menyapu rumah serta mencarinya dengan cermat sampai ia menemukannya? Dan kalau ia telah menemukannya, ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dirhamku yang hilang itu telah kutemukan. Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat." (Luk 15:1-10), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. 
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Yesus adalah Penyelamat Dunia, Ia datang untuk menyelamatkan semua yang ada di dunia ini yang tidak selamat, tentu saja pertama-tama dan terutama adalah manusia berdosa. Memang dalam kebiasaan banyak suku dan bangsa pada umumnya orang berdosa disingkiri, dijauhkan atau dikucilkan, karena ia mengganggu kehidupan bersama. Pengucilan dalam rangka mempertobatkan kiranya baik adanya, namun hanya sekedar mengucilkan hemat saya tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Sebagai umat yang beriman kepada Yesus Kristus saya mengajak anda sekalian untuk meneladanNya, yaitu “menerima orang-orang berdosa dan makan bersama dengan mereka”, artinya kita dekati, sikapi dan perlakukan orang-orang berdosa dengan kasih pengampunan. Konkretnya jika ada anak/peserta didik bodoh dan malas hendaknya didampingi dan dididik dalam dan dengan kasih serta kebebasan, jika ada anak nakal hendaknya didampingi untuk menyalurkan kenakalan atau kreatifitasnya pada apa yang baik dan menyelamatkan, jika ada orang kurangajar hendaknya diberi ajaran dengan rendah hati dan cintakasih, dst.. Mungkin untuk itu kita perlu bekerjasama, mengingat dan memperhatikan kebanyakan dari kita merasa baik, benar dan berbudi pekerti luhur. Jika kita tidak m baiklungkin mendekati secara phisik, baiklah kita dekati secara spiritual, artinya marilah kita doakan orang-orang berdosa agar bertobat dan memperbaharui diri. Dari diri kita sendiri hendaknya juga menghayati semangat pertobatan, yang berarti memperbaharui diri, menumbuh-kembangkan diri terus menerus sampai mati.
·   Tidak ada seorang pun di antara kita yang hidup untuk dirinya sendiri, dan tidak ada seorang pun yang mati untuk dirinya sendiri. Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan.” (Rm 14:7-8), demikian kesaksian iman atau peringatan Paulus kepada umat di Roma, kepada kita semua segenap umat beriman. Hidup dan segala sesuatu yang menyertai hidup kita, yang kita miliki, kuasai dan nikmati sampai saat ini adalah anugerah Tuhan yang kita terima melalui sekian banyak orang yang telah berbuat baik kepada kita, memperhatikan dan mengasihi kita.  Kita diharapkan hidup penuh syukur dan terima kasih serta kemudian mewujudkan syukur dan terima kasih tersebut tidak hidup untuk dirinya sendiri melainkan hidup bagi orang lain, dengan kata lain kita hendaknya menjadi ‘man or woman with/for others’. Ingatlah, sadari dan hayati bahwa jati diri kita sebagai manusia adalah makhluk social, tak mungkin hidup sendirian saja. Marilah kita wujudkan jiwa social ini dengan memperhatikan saudara-saudari kita dimanapun dan kapanpun, tanpa pandang bulu, terutama mereka yang miskin dan berkekurangan. Ada 4(empat) prinsip hidup bersama sebagai umat beriman, yaitu: kemandirian, subsidiaritas, solidaritas dan keberpihakan kepada yang miskin dan berkekurangan. Empat prinsip tersebut saling terkait, tak dapat dipisahkan. Solidaritas dan keberpihakan kepada yang miskin dan berkekurangan inilah yang kiranya mendesak dan up to date untuk kita hayati dan sebarluaskan, mengingat dan memperhatikan kemiskinan dan persaudaraan sejati sungguh menjadi keprihatinan kita masa kini. Kami berharap tidak ada orang serakah lagi di dunia ini, yang hanya menjadi kepentingan atau kenikmatan pribadi tanpa memperhatikan orang lain.
Sesungguhnya, aku percaya akan melihat kebaikan TUHAN di negeri orang-orang yang hidup! Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!”
 (Mzzm 27:13-14)
Ign 3 November 2011
*) Sumber Millis KD

Selasa, 01 November 2011

PERINGATAN ARWAH SEMUA ORANG BERIMAN: 2Mak 12:43-46;1Kor 15:12-34; Yoh 6:37-40

“Semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman.”
Pada hari ini kita diajak untuk mengenangkan mereka yang telah dipanggil Tuhan atau meninggal dunia: kakek/nenek, orangtua, kakak/adik, sahabat dan kenalan. Maka pada hari ini pada umumnya juga diselenggarakan doa bersama atau Perayaan Ekaristi di tempat pemakaman untuk mendoakan mereka yang telah dipanggil Tuhan. Dalam rangka mengenangkan mereka yang telah dipanggil Tuhan mungkin kita lalu ingat cara hidup dan cara bertindak mereka, nasihat dan saran mereka, kenakalan, kelucuan mereka dst… Kami percaya bahwa kita akan mengingat-ingat apa yang baik, mulia, luhur dan indah yang dihayati oleh mereka yang telah meninggalkan kita. Kiranya kita semua memiliki harapan, sebagaimana disabdakan oleh Yesus, yaitu semoga “semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman”.  Maka marilah pada hari ini kita mawas diri perihal iman dan harapan kita.
Semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang. Sebab Aku telah turun dari sorga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku. Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman” (Yoh 6:37-39)
Semua orang kiranya berkendak baik, namun  karena situasi lingkungan hidup dimana kita dilahirkan dan dibesarkan berbeda satu sama lain, maka tidak mustahil kehendak baik kita berbeda satu sama lain atau bahkan saling berlawanan; terjadi pemahaman atau pengertian perihal ‘apa yang baik’ berbeda-beda. Dengan kata lain masing-masing diri kita memiliki keterbatan-keterbatasan atau kelemahan-kelemahan, dan hanya karena kasih dan kemurahan hati Allah kita akhirnya dapat melakukan apa yang lebih baik daripada apa yang kita bayangkan atau pikirkan. Demikianlah kita mengenal mereka yang hidup dekat dengan kita dan telah dipanggil Tuhan, dan mungkin kita tahu kelemahan dan kekuatan, kekurangan dan kelebihannya, serta kita ragu-ragu apakah yang bersangkutan hidup mulia selamanya bersama Allah di sorga kembali. Marilah kita imani kasih dan kemurahan hati Allah.
Dasar iman kita akan kasih dan kemurahan hati Allah adalah sabda Yesus di puncak kayu salib dalam menanggapi permohonan/doa salah seorang penjahat yang disalibkan bersamaNya "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.” (Luk 23:43). Karena keterbatasan dirinya ada kemungkinan orang berkehendak baik namun dalam perilakunya tidak baik, maka orang yang demikian ini pada detik-detik terakhir hidupnya akan berdoa seperti salah seorang penjahat yang disalibkan bersamaNya  "Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja." (Luk 23:42). Kejahatan yang dilakukannya karena keterbatasan dirinya atau lingkungan hidupnya.  Maka marilah kita imani bahwa saudara-saudari kita yang telah meninggal dunia telah hidup mulia kembali di sorga bersama Allah selamanya karena kasih dan kemurahan hatiNya.
Kita semua yang masih hidup kiranya juga berharap bahwa setelah meninggal dunia nanti akan hidup mulia selamanya di sorga. Maka marilah kita wujudkan harapan kita dengan gairah, gembira dan dinamis melaksanakan aneka nasihat dan saran dari mereka yang telah meninggal dunia atau meneladan cara hidup dan cara bertindaknya yang baik. Dengan kata lain kita tidak terpisahkan dari mereka yang telah meninggal dunia jika kita hidup bersama dan bersatu dengan Tuhan. Harapan kita wujudkan dengan melaksanakan semua kehendak Tuhan seoptimal dan sebaik mungkin, dan kiranya usaha tersebut akan berhasil jika kita bekerjasama. Maka sebagaimana kita hari ini berdosa bersama-sama, marilah kita wujudkan kebersamaan tersebut dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari.  
Jadi, bilamana kami beritakan, bahwa Kristus dibangkitkan dari antara orang mati, bagaimana mungkin ada di antara kamu yang mengatakan, bahwa tidak ada kebangkitan orang mati? Kalau tidak ada kebangkitan orang mati, maka Kristus juga tidak dibangkitkan” (1Kor 15:12-13)
Sebagai orang beriman kita percaya akan kebangkitan orang mati di akhir zaman, apalagi orang yang beriman kepada Yesus Kristus. Dengan kata lain kita percaya kepada apa yang belum atau tidak kelihatan, itulah cirikhas orang beriman. Dengan kata lain beriman berarti tidak hidup dan bertindak secara materialistis, hanya mengandalkan diri pada yang kelihatan dan tidak percaya kepada Yang Ilahi. Memang percaya kepada yang tak kelihatan pada umumnya juga membuat percaya kepada yang kelihatan semakin handal dan tangguh. Sebagai orang beriman percaya kepada apa yang kelihatan, entah itu manusia, binatang atau tanaman atau harta benda dan percaya kepada Yang Ilahi bagaikan mata uang bermuka dua, dapat dibedakan namun tak dapat dipisahkan.
Tanda bahwa kita percaya kepada Yang Ilahi antara lain ketika kita menghadapi tugas berat, tantangan, hambatan serta masalah kita akan tetap tegar, gembira, ceria, bersemangat dan dinamis, karena Allah senantiasa menyertai dan mendampingi hidup dan perjalanan kita. Sendirian di tengah malam kelam di jalanan atau di rumah pun juga tak takut dan tak gentar, karena ditemani oleh Allah. Aneka tantangan, hambatan, masalah dan tugas berat justru membangkitkan dan menggairahkan cara hidup dan cara bertindak kita, maka orang sungguh beriman suka akan tantangan, hambatan, masalah  dan tugas-tugas berat. Ia akan berusaha mencari celah-celah guna mengatasi atau menerobos masalah, tantangan, hambatan dan tugas berat tersebut. Masalah, tantangan, hambatan dan tugas berat menjadi wahana perkembangan  dan pertumbuhan.
Orang beriman yang percaya kepada kebangkitan bagaikan kecambah yang sedang tumbuh dan ditutupi dengan dedauan atau jerami, dimana ia justru semakin tumbuh alias tambah tinggi atau besar serta terus berusaha menatap sang matahari, pemberi kehidupan. Maka orang beriman akan mencari celah-celah di tengah kekacauan dan keributan untuk menemukan Allah, dengan kata lain mencari dan menemukan apa yang baik, kekuatan dan kesempatan guna mengatasi kekacauan atau keributan yang sedang berlangsung. Orang beriman dapat ‘topo ing rame’, menemukan Tuhan dalam keramaian dan keributan. Ia mengusahakan kesucian hidup dengan sungguh mendunia, membumi, berpartisipasi dalam seluk-beluk duniawi di bumi ini. Ia sungguh penyelamat yang menyelamatkan apa yang tidak selamat.
Dari jurang yang dalam aku berseru kepada-Mu, ya TUHAN! Tuhan, dengarkanlah suaraku! Biarlah telinga-Mu menaruh perhatian kepada suara permohonanku. Jika Engkau, ya TUHAN, mengingat-ingat kesalahan-kesalahan, Tuhan, siapakah yang dapat tahan? Tetapi pada-Mu ada pengampunan, supaya Engkau ditakuti orang.” (Mzm 130:1-4)
Ign 2 November 2011
*) Sumber Millis KD