Rabu, 29 Februari 2012

“Angkatan ini adalah angkatan yang jahat”

(Yun 3:1-10; Luk 11:29-32)
Ketika orang banyak mengerumuni-Nya, berkatalah Yesus: "Angkatan ini adalah angkatan yang jahat. Mereka menghendaki suatu tanda, tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda nabi Yunus. Sebab seperti Yunus menjadi tanda untuk orang-orang Niniwe, demikian pulalah Anak Manusia akan menjadi tanda untuk angkatan ini. Pada waktu penghakiman, ratu dari Selatan itu akan bangkit bersama orang dari angkatan ini dan ia akan menghukum mereka. Sebab ratu ini datang dari ujung bumi untuk mendengarkan hikmat Salomo, dan sesungguhnya yang ada di sini lebih dari pada Salomo! Pada waktu penghakiman, orang-orang Niniwe akan bangkit bersama angkatan ini dan mereka akan menghukumnya. Sebab orang-orang Niniwe itu bertobat waktu mereka mendengarkan pemberitaan Yunus, dan sesungguhnya yang ada di sini lebih dari pada Yunus!" (Luk 11:29-32), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Sabda Yesus bahwa “angkatan ini adalah angkatan yang jahat”, rasanya boleh dikenakan pada kebanyakan orang masa kini, antara lain para petinggi, pemimpin, politisi atau siapapun yang berpengaruh dalam hidup bersama, yang kurang memperhatikan budi pekerti atau nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan hidup. Mereka juga tidak memiliki budaya malu lagi, artinya melakukan korupsi serta berbohong merasa enak-enak saja; mereka sungguh memiliki ‘rai gedeg’. Memang kejahatan angkatan masa kini juga tak terlepas dari cara hidup dan cara bertindak angkatan pendahulunya. Bukankah mereka yang berpengaruh dalam hidup bersama masa kini, entah mereka yang ada di badan legislatif, eksekutif maupun yudikatif, adalah dididik dan dibesarkan sejak masa Orde Baru, tepatnya sekitar tahun 1980-1990?. Perubahan sistem pendidikan yang lebih menekankan nilai atau kepandaian daripada keutamaan atau budi pekerti waktu itu hemat saya merupakan awal kemerosotan moral bangsa. Buah sistem pendidikan yang juga masih berlangsung sampai sekarang adalah orang-orang yang lebih menekankan apa yang kelihatan daripada apa yang tidak kelihatan, yang lebih mempengaruhi cara hidup dan cara bertindak, lebih menekankan material investment daripada spiritual investment. Maka kebanyakan angkatan saat ini tidak peka lagi akan tanda-tanda kehidupan, yang kemudian menjadi tidak memiliki kepekaan social atau kepedulian pada orang lain. Marilah di masa tobat atau masa berahmat ini kita memperbaharui diri: kita perdalam dan kembangkan sikap peduli dan berbagi, sehingga kita juga akan memiliki kepekaan akan kehadiran dan karya Tuhan dalam hidup sehari-hari.
·   Haruslah semuanya, manusia dan ternak, berselubung kain kabung dan berseru dengan keras kepada Allah serta haruslah masing-masing berbalik dari tingkah lakunya yang jahat dan dari kekerasan yang dilakukannya” (Yun 3:8). Kutipan ini hendaknya menjadi permenungan atau refleksi kita dan kemudian sungguh kita hayati atau laksanakan. Kita semua diingatkan dan diajak untuk berbalik dari tingkah laku kita yang jahat maupun aneka macam bentuk kekerasan yang pernah atau sedang/masih kita lakukan. Pertama-tama dan terutama saya mengajak dan mengingatkan para orangtua untuk tidak bertindak keras terhadap anak-anaknya, lebih-lebih secara phisik, karena kekerasan yang telah mereka terima dari anda sebagai orangtua akan tumbuh berkembang menjadi lebih keras lagi di kemudian hari. Coba perhatikan dan cermati melalui aneka mass media: anak-anak sekolah tawuran dan saling menyakiti merasa enak saja, karena mereka telah menerima yang demikian itu di dalam keluarga mereka. Anak-anak adalah buah kasih, maka hanya akan dapat tumbuh berkembang dengan baik jika mereka dididik dan dibesarkan dalam dan oleh kasih. Kami berharap kepada kita semua hidup dan bertindak dijiwai oleh cintakasih dan kebebasan. Kita dapat melakukan apapun asal tidak melecehkan atau menginjak-injak harkat martabat manusia, yang diciptakan sebagai gambar atau citra Allah. Aneka bentuk kejahatan dan kekerasan hemat saya melecehkan harkat martabat manusia. Maaf, saya juga pernah menerima informasi bahwa antar suami-isteri pun dapat terjadi kekerasan secara diam-diam, yaitu dalam rangka hubungan seksual, dimana salah satu merasa dipaksa atau diperkosa. Jika hal itu terjadi maka orang melakukan kekerasan atau kejahatan tak akan merasa lagi alias dianggap biasa-biasa saja. Kami berharap juga di sekolah-sekolah diberlakukan ‘dilarang menyontek dalam ulangan dan ujian’: membiarkan menyontek berarti membiarkan kejahatan tumbuh dan berkembang.
“ Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku! Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh! Janganlah membuang aku dari hadapan-Mu, dan janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari padaku” (Mzm 51:3-4.12-13)
Ign 29 Februari 2012
*) Sumber Millis KD

Selasa, 28 Februari 2012

“Dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah”

(Yes 55:10-11; Mat 6:7-15)
Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan. Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya. Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga. Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat. [Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.]Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu” (Mat 6:7-15), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Ada sekelompok orang atau pribadi ketika berdoa sungguh bertele-tele, panjang-panjang, dan ketika selesai berdoa ditanyakan perihal apa yang didoakan tidak tahu lagi apa isinya. Maklum mereka itu hanya membaca teks doa yang dibuat orang lain atau sekedar menghafalkan saja dan tak tahu maksud dan isinya. Warta Gembira hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua agar berdoa dengan sederhana sesuai dengan apa yang bergejolak di dalam hati kita atau kebutuhan hidup kita lebih-lebih demi kebahagiaan atau keselamatan jiwa kita. Yesus memberi contoh doa yang begitu tepat dan bagus, yaitu doa Bapa Kami, yang kiranya kita semua sungguh telah hafal juga. Maka marilah kita renungkan isi doa tersebut sesuai dengan situasi dan kebutuhan hidup kita masing-masing. Sesuai dengan tema APP tahun ini, yaitu ajakan untuk ‘berbagi dan peduli’ kiranya baik kita renungkan kata-kata ini “Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya”. Isi doa ini tidak lain adalah permohonan agar kita hidup dengan sederhana, tidak berfoya-foya. Segelintir orang kaya di dunia atau Negara kita ini rasanya begitu serakah dan boros, kurang peduli terhadap orang-orang yang miskin dan berkekurangan atau kelaparan. Jika kita semua hidup sederhana kiranya tidak akan ada lagi orang-orang yang  kelaparan. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan siapapun kaya kaya atau berkecukupan untuk peduli kepada orang lain yang kelaparan serta dengan rela dan besar hati berbagi kepada mereka. Sebagai warga Indonesia marilah kita bersama-sama berjuang mewujudkan cita-cita “Keadilan sosial bagi seluruh bangsa”, sebagaimana tercantum dalam dasar Negara kita Pancasila. Kembali dalam hal doa: kami harapkan kita sungguh berdoa, tidak hanya membaca teks doa atau menghafalkan kata-kata saja.
·   Sebab seperti hujan dan salju turun dari langit dan tidak kembali ke situ, melainkan mengairi bumi, membuatnya subur dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, memberikan benih kepada penabur dan roti kepada orang yang mau makan, demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya.” (Yes 55:10-11). Kutipan dari kitab Nabi Yesaya ini kiranya merupakan ajakan atau peringatan bagi kita semua untuk senantiasa dengan rendah hati dan bantuan rahmat Tuhan berusaha menghayati atau melaksanakan sabda Tuhan di dalam hidup kita sehari-hari kapan pun dan dimana pun. Dengan kata lain ingatlah, sadari dan hayati bahwa dalam hal hidup beriman atau beragama kita dibina untuk sabda-sabda Tuhan. Jika kita sungguh beriman atau beragama pasti akan menghayati bahwa sabda Tuhan sungguh mahakuat dan mahakuasa, maka ketika mendengarkan sabdaNya tak mungkin lagi menghindar dan dengan demikian akan dikuasainya, mau tak mau harus menghayati sabda Tuhan. Kami percaya di masa Prapaska ini di dalam keluarga, lingkungan atau di sekolah-sekolah diselenggarakan gerakan pendalaman iman bersama, maka kami berharap agar kegiatan atau gerakan tersebut tidak disia-siakan. Kami berharap kita semua berpatisipasi aktif dalam pendalaman iman di masa Prapaska ini. Manfaatkan sebaik dan seoptimal mungkin buku-buku atau bahan-bahan pendalaman iman di masa Prapaska yang telah disiapkan dengan baik oleh Panitia APP. Semoga gerakan ‘peduli dan berbagi’ juga menjadi perhatian khusus di masa Prapaska ini, sebagaimana senantiasa terjadi setiap tahun: pengumpulan harta benda atau uang guna membantu mereka yang miskin dan berkekekurangan.
“ Muliakanlah TUHAN bersama-sama dengan aku, marilah kita bersama-sama memasyhurkan nama-Nya! Aku telah mencari TUHAN, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskan aku dari segala kegentaranku. Tujukanlah pandanganmu kepada-Nya, maka mukamu akan berseri-seri, dan tidak akan malu tersipu-sipu. Orang yang tertindas ini berseru, dan TUHAN mendengar; Ia menyelamatkan dia dari segala kesesakannya” (Mzm 34:4-7)
Ign 28 Februari 2012
*) Sumber Millis KD

Senin, 27 Februari 2012

“Sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini kamu tidak melakukannya juga untuk Aku”

(Im 19:1-2.11-18; Mat 25:31-46)
 "Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaan-Nya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya. Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya dan Ia akan memisahkan mereka seorang dari pada seorang, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing, dan Ia akan menempatkan domba-domba di sebelah kanan-Nya dan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya. Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kanan-Nya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. Maka orang-orang benar itu akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum? Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian? Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau? Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku. Dan Ia akan berkata juga kepada mereka yang di sebelah kiri-Nya: Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya.Sebab ketika Aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum;ketika Aku seorang asing, kamu tidak memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit dan dalam penjara, kamu tidak melawat Aku. Lalu mereka pun akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar, atau haus, atau sebagai orang asing, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami tidak melayani Engkau? Maka Ia akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku. Dan mereka ini akan masuk ke tempat siksaan yang kekal, tetapi orang benar ke dalam hidup yang kekal." (Mat 25:31-46)
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Katolik sejati harus peduli dan berbagi”, demikian tema APP tahun 2012 ini. Warta Gembira hari ini kiranya sangat cocok untuk merenungkan tema tersebut, sebagaimana disabdakan bahwa “Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraKu yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku”. Yang paling hina antara lain adalah yang lapar, haus, terasing, telanjang, sakit dan terpenjara, dst.. Di dalam lingkungan hidup dan kerja kita setiap hari hemat saya pasti ada orang-orang terhina tersebut, entah secara phisik, social, emosional maupun spiritual. Tanpa pandang bulu marilah kita peduli dan siap berbagi dengan mereka yang hina di lingkungan hidup kita, marilah kita wujudkan kemurahan hati kita kepada mereka. Jika di lingkungan hidup dan kerja anda sendiri tak ada yang hina, marilah kita perhatikan alias kita wujudkan kemurahan hati kita kepada mereka yang berada di tempat-tempat panti asuhan atau penampungan-penampungan orang-orang yang kurang menerima perhatian. Dalam hal pendidikan dan kesehatan kiranya masih cukup banyak yang membutuhkan kemurahan hati anda, kepedulian anda, entah itu dengan memberi beasiswa kepada mereka yang tak mampu, atau memberi sumbangan dana bagi yang menderita sakit dan tidak memiliki dana atau uang untuk berobat. Yang hina di sekolah-sekolah antara lain adalah para peserta didik yang bodoh atau nakal, maka hendaknya anda para guru/pendidik peduli terhadap meraka. Di rumah-rumah sakit terbaring mereka yang sedang menderita sakit, baiknya jika ada kesempatan atau  kemungkinan kami ajak anda untuk mendangi atau mengunjungi mereka, memberi sapaan atau sentuhan kasih dan kemurahan hati, dan jangan bertanya kesana - kemari kepada mereka yang sedang terbaring sakit. Datang, sapa dengan kasih dan doakan mereka. Kami berharap juga kepada para orangtua yang memiliki bayi atau anak balita untuk sungguh memboroskan waktu dan tenaga bagi mereka, sebagai bukti kasih anda.
·   Janganlah kamu mencuri, janganlah kamu berbohong dan janganlah kamu berdusta seorang kepada sesamanya. Janganlah kamu bersumpah dusta demi nama-Ku, supaya engkau jangan melanggar kekudusan nama Allahmu; Akulah TUHAN. Janganlah engkau memeras sesamamu manusia dan janganlah engkau merampas; janganlah kautahan upah seorang pekerja harian sampai besok harinya. Janganlah kaukutuki orang tuli dan di depan orang buta janganlah kautaruh batu sandungan, tetapi engkau harus takut akan Allahmu; Akulah TUHAN. Janganlah kamu berbuat curang dalam peradilan; janganlah engkau membela orang kecil dengan tidak sewajarnya dan janganlah engkau terpengaruh oleh orang-orang besar, tetapi engkau harus mengadili orang sesamamu dengan kebenaran. Janganlah engkau pergi kian ke mari menyebarkan fitnah di antara orang-orang sebangsamu; janganlah engkau mengancam hidup sesamamu manusia; Akulah TUHAN. Janganlah engkau membenci saudaramu di dalam hatimu, tetapi engkau harus berterus terang menegor orang sesamamu dan janganlah engkau mendatangkan dosa kepada dirimu karena dia. Janganlah engkau menuntut balas, dan janganlah menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri; Akulah TUHAN” (Im 19:11-18). Kutipan dari Kitab Imamat ini hemat saya sudah cukup jelas sebagai perintah moral, yang hendaknya kita laksanakan atau hayati di dalam cara hidup dan cara
·bertindak kita setiap hari dimana pun dan kapan pun. Anda kiranya dapat memilih sendiri perintah moral mana yang sesuai dengan lingkungan hidup atau kerja kita, yang harus kita hayati dengan sepenuh hati. Sebagai contoh perkenankan saya mengangkat masalah mencuri dan berbohong, mengingat dan memperhatikan pada masa kini masih cukup banyak orang suka mencuri dan berbohong melalui aneka bentuk dan kesempatan, sebagaimana nampak dalam tindakan korupsi atau berbohong, bahkan dilakukan oleh mereka yang disebut terhormat, misalnya pada anggota DPR, para aksekutif maupun para legislatif. Bapak Karni Ilyas melalui TV senantiasa mengangkat kata-kata: “Kalau yamg memerintah, mengawasi dan seharusnya melayani sudah korupsi, lalu siapa lagi yang dapat memberantas korupsi”. Semoga kata-kata ini tidak memperlemah anda semua dalam rangka memberantas korupsi dan kebohongan yang masih marak di negeri kita ini.
Taurat TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan TUHAN itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman.Titah TUHAN itu tepat, menyukakan hati; perintah TUHAN itu murni, membuat mata bercahaya. Takut akan TUHAN itu suci, tetap ada untuk selamanya; hukum-hukum TUHAN itu benar, adil semuanya,” (Mzm 19:8-10)
Ign 27 Februari 2012
*) Sumber Millis KD

“Segera sesudah itu Roh memimpin Dia ke padang gurun”

Mg Prapaskah I : Kej 9:8-25; 1Petr 3:18-22; Mrk 1:12-15
“Segera sesudah itu Roh memimpin Dia ke padang gurun”
Padang gurun di daerah Timur Tengah membentang sangat luas, dan ketika berada di tengah padang gurun apa yang dapat dilihat adalah pasir dan debu, serta sejauh mata dapat memandang: ke atas kelihatan langit luas dan di dataran tiada tanaman atau pohon serta tidak kelihatan lalu lalang orang maupun kendaraan. Dengan kata lain pergi ke padang gurun berarti pergi ke tempat sunyi sepi, dan di dalam kesepian yang memuncak tersebut orang dapat melakukan apapun menurut kemauan atau keinginan sendiri. Di dalam kesepian pada umumnya muncul dorongan dan godaan yang berasal dari Roh atau setan alias untuk melakukan apa yang baik atau yang jahat. Namun siapapun yang memasuki padang guru didorong dan dipimpin oleh Roh tentu memiliki tujuan atau cita-cita yang baik, mulia dan luhur. Memasuki masa Prapaskah atau Puasa hemat saya juga bagaikan memasuki padang gurun, maka kami berharap anda semua memasuki masa Prapaskah ini juga didorong dan dipimpin oleh Roh, sehingga apa yang kita lakukan selama masa Prapaskah adalah apa-apa yang menuntun dan mengarahkan kita menuju keselamatan jiwa kita. Marilah meneladan Yesus yang memasuki padang gurun dalam pimpinan Roh agar kita juga mampu mengatasi aneka godaan dan rayuan setan atau roh jahat dalam hidup dan kerja kita sehari-hari.
Segera sesudah itu Roh memimpin Dia ke padang gurun. Di padang gurun itu Ia tinggal empat puluh hari lamanya, dicobai oleh Iblis. Ia berada di sana di antara binatang-binatang liar dan malaikat-malaikat melayani Dia” (Mrk 1:12-13)
Situasi masyarakat atau Negara kita masa kini kiranya bagaikan padang gurung, dimana aneka cobaan atau godaan dari Iblis atau setan merajalela di sana-sini di dalam hidup sehari-hari, lebih-lebih di kota-kota besar atau mereka yang berada, hidup dan bekerja dalam peredaran uang. Godaan Iblis yang paling kentara dan mudah memang melalui uang, karena dengan uang orang lalu dapat melakukan apapun sesuai dengan kemauan atau keinginan diri sendiri, entah itu yang terkait dengan kenikmatan phisik, psikologis, social atau emosional: makanan dan minuman, seks, aneka jenis narkoba, aneka jenis barang mewah, dst..yang mendorong orang untuk egois atau puas diri maupun sombong atau melecehkan orang lain. Orang yang sudah dikuasai oleh Iblis kehilangan jati dirinya sebagai yang ber-Tuhan atau tidak menghayati kasih Allah lagi. Jati dirinya terletak kepada tindakan mampu membeli dan menguasai, bukan melayani, memberi dan bermurah hati sebagaimana Allah telah bermurah hati kepada kita.
Memasuki atau hidup di tengah masyarakat dijiwai oleh Roh berarti hidup dan bertindak menghayati keutamaan-keutamaan seperti “kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri” (Gal 5:22-23). Kemurahan atau bermurah hati kiranya merupakan salah satu keutamaan yang mendesak dan up to date untuk kita hayati dan sebarluaskan pada masa kini mengingat dan memperhatikan semangat egois alias kekurang pekaan terhadap orang lain semakin merajalela dan menjangkiti banyak orang. Murah hati secara harafiah berarti hatinya dijual murah sehingga siapapun dapat membeli hatiku, dengan kata lain bermurah hati berarti berusaha memperhatikan siapapun tanpa pandang bulu. Salah satu bentuk perhatian yang sungguh dibutuhkan masa kini adalah kehadiran, dimana orang memboroskan waktu dan tenaga bagi orang lain, yang dihadiri.
Di samping murah hati adalah kelemah-lembutan, mengingat dan memperhatikan aneka bentuk kekerasan yang mengarah ke tawuran, saling merusak dan membunuh dst..semakin marak di sana-sini, lebih-lebih atau terutama di kota-kota besar. Untuk mendukung kebutuhan hidup layak orang bekerja keras, namun sungguh sayang kekerasan tidak berhenti pada kerja, tetapi melebar dan meluas dalam kehidupan bersama, bahkan dalam hidup bersama yang paling mendasar, yaitu hidup berkeluarga. Orang mau jalan sendiri-sendiri tanpa memperhatikan kepentingan orang lain, dan ketika ada orang lain yang mengahanginya kemudian dihadapi dengan kekerasan atau kekuatan phisik. Kekerasan sebagaimana sering dilakukan FPI ternyata juga menarik dan memikat cukup banyak orang muda untuk bergabung, artinya menghadapi dan menyelesaikan masalah dengan kekerasan phisik. Kekerasan dilawan kekerasan akan terjadi saling menghancurkan dan membunuh, maka hendaknya hadapi dan sikapi kekerasan dengan kelemah-lembutan. Sikap lemah lembut kiranya merupakan pengahayatan iman akan Allah yang senantiasa lemah lembut tcrhadap manusia ciptaanNya. Sikap lemah lembut juga merupakan perwujudan sikap hormat terhadap orang lain, yaitu “sikap dan perilaku yang menghargai orang lain, siapa pun dia tanpa memandang kedudukan, kekayaan dan kekuasaannya” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 25).
Kamu sekarang diselamatkan oleh kiasannya, yaitu baptisan -- maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan jasmani, melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah -- oleh kebangkitan Yesus Kristus, yang duduk di sebelah kanan Allah, setelah Ia naik ke sorga sesudah segala malaikat, kuasa dan kekuatan ditaklukkan kepada-Nya.” (1Ptr 3:21-22).
Kita diingatkan bahwa selama masa Prapaskah ini kita diajak untuk membersihkan hari nurani kita, sehingga memiliki hati yang suci dan dari hati kita, sebagaimana dari Hati Kudus Yesus keluar air dan darah segar sebagai lambang sakramen-sakramen yang menyelamatkan, keluarlah apa-apa yang menyelamatkan, membahagiakan dan menghidupkan orang lain. Secara konkret kita diajak untuk mawas diri perihal baptisan, dimana ketika dibaptis kita menerima anugerah atau rahmat Allah untuk hanya mau mengabdi Allah saja serta menolak godaan setan. Hemat saya jika orang setia pada janji baptis akan memiliki hati nurani yang bersih atau suci. Marilah mawas diri perihal baptisan kita dan kelak di malam Paskah kita perbaharui bersama-sama.
"Sesungguhnya Aku mengadakan perjanjian-Ku dengan kamu dan dengan keturunanmu, dan dengan segala makhluk hidup yang bersama-sama dengan kamu: burung-burung, ternak dan binatang-binatang liar di bumi yang bersama-sama dengan kamu, segala yang keluar dari bahtera itu, segala binatang di bumi. Maka Kuadakan perjanjian-Ku dengan kamu, bahwa sejak ini tidak ada yang hidup yang akan dilenyapkan oleh air bah lagi, dan tidak akan ada lagi air bah untuk memusnahkan bumi.” (Kej 9:9-11). Kutipan dari Kitab Kejadian ini kiranya dapat menjadi motivasi dan kekuatan kita dalam mawas diri perihal baptisan. Jika kita setia pada janji baptis maka kita akan hidup bahagia, mulia dan sejahtera, baik secara jasmani maupun rohani, phisik maupun spiritual. Semua ciptaan Allah di bumi akan baik adanya sebagaimana ketika ia baru diciptakan jika kita semua setia pada janji baptis kita masing-masing.
Karena keserakahan dan kesombongan manusia, maka air bah atau banjir bandang merajalela dimana-mana sebagaimana terjadi akhir-akhir ini. Karena pemanasan global suhu air laut naik, demikian juga permukaan air laut naik, sehingga menimbulkan badai disana-sini dan banjir rob di pantai-pantai. Hemat saya bencana air bah dalam aneka bentuk ini karena keserakahan manusia mengkomsumsi hasil bumi, seperti kayu, minyak, aneka jenis tambang dst..: hutan digunduli, tanah diobrak-abrik sehingga musnahlah kehidupan yang ada di dalamnya atau di atasnya. Kami berharap kepada mereka yang serakah untuk bertobat, karena dengan keserakahan anda berarti hati nurani anda sungguh busuk dan kotor serta menjijikkan. Bersihkan hati nurani anda dengan meninggalkan aneka bentuk keserakahan dan kesombongan.  Sebaliknya kepada mereka yang telah memiliki hati nurani bersih dan suci kami harapkan meningkatkan dan memperdalam doa dengan permohonan agar mereka yang kotor hati nuraninya dapat memperoleh rahmat dan kekuatan untuk membersihkannya.
Beritahukanlah jalan-jalan-Mu kepadaku, ya TUHAN, tunjukkanlah itu kepadaku. Bawalah aku berjalan dalam kebenaran-Mu dan ajarlah aku, sebab Engkaulah Allah yang menyelamatkan aku, Engkau kunanti-nantikan sepanjang hari. Ingatlah segala rahmat-Mu dan kasih setia-Mu, ya TUHAN, sebab semuanya itu sudah ada sejak purbakala. Dosa-dosaku pada waktu muda dan pelanggaran-pelanggaranku janganlah Kauingat, tetapi ingatlah kepadaku sesuai dengan kasih setia-Mu, oleh karena kebaikan-Mu, ya TUHAN. TUHAN itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang yang sesat.” (Mzm 25:4-8)
Ign 26 Februari 2012
*) Sumber Millis KD

Jumat, 24 Februari 2012

“Setiap orang yang mau mengikuti Aku harus memikul salibnya setiap hari dan mengikuti Aku”

(Ul 30:15-20; Luk 9:22-25)
"Yesus berkata: "Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga." Kata-Nya kepada mereka semua: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia membinasakan atau merugikan dirinya sendiri” (Luk 9:22-25), demikian kutipan Warta  Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·    Mengakui dan menghayati diri sebagai orang beragama atau beriman yang baik dan benar berarti mau tak mau harus mengikuti kehendak Tuhan serta memikul salibnya sendiri setiap hari. Yang dimaksudkan dengan memikul salib sendiri tidak lain adalah setia menghayati panggilan utama dan melaksanakan tugas atau kewajiban utama setiap hari. Dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap kekuatan atau tenaga menghayati panggilan dan melaksanakan tugas pengutusan berarti kita setia mengikuti Tuhan. Maka marilah di masa Puasa ini kita awali dengan mawas diri perihal panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing, entah itu sebagai suami-isteri/bapak-ibu, imam, bruder atau suster, entah itu sebagai pelajar/mahasiswa, pekerja/pegawai, pejabat atau fungsi-fungsi tertentu dalam hidup dan kerja bersama, dst.. Untuk setia pada panggilan dan tugas pengutusan kita hendaknya dengan jiwa besar dan hati rela berkorban berani ‘kehilangan nyawa sendiri karena Tuhan’, tidak mengikuti keinginan dan kemauan sendiri melainkan kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan antara lain dapat kita temukan dalam aneka tata tertib (Konstitusi, Anggaran Dasar, Pedoman Hidup dst..), yang terkait dengan panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing. Maka baiklah pertama-tama marilah kita fahami dengan benar, tepat dan baik tata tertib yang terkait dengan panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing. Semua tata tertib hemat saya dibuat dan diundangkan atau diberlakukan dalam dan demi cintakasih, maka hemat saya jika kita senantiasa hidup saling mengasihi berarti kita sungguh telah memikul salib kita masing-masing. Marilah kita boroskan waktu dan tenaga kita untuk menghayati panggilan dan melaksanakan tugas pengutusan kita masing-masing.
·   “Ingatlah, aku menghadapkan kepadamu pada hari ini kehidupan dan keberuntungan, kematian dan kecelakaan, karena pada hari ini aku memerintahkan kepadamu untuk mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya dan berpegang pada perintah, ketetapan dan peraturan-Nya, supaya engkau hidup dan bertambah banyak dan diberkati oleh TUHAN, Allahmu, di negeri ke mana engkau masuk untuk mendudukinya” (Ul 30:15-16). Dalam hidup dan kerja  kita setiap hari kita menghadapi aneka tawaran dan pilihan, yang mengarah kepada “kehidupan dan keberuntungan, kematian dan kecelakaan”. Tentu saja sebagai orang beriman atau beragama kita akan lebih memilih kehidupan dan keberuntungan, dan jika kita memilih dan menghendaki kehidupan dan keberuntungan jalan atau caranya tidak lain adalah senantiasa “hidup menurut jalan yang ditunjukkanNya dan berpegang pada perintah, ketetapan dan peraturanNya”. Jalan yang ditunjukkan oleh Tuhan tidak lain adalah ‘jalan salib’, mengikuti cara hidup dan cara bertindak Yang tersalib. Baiklah kita sadari dan hayati bahwa setiap kali kita membuat tanda salib menjelang berdoa,  makan atau tidur, bepergian atau bekerja berarti kita akan melaksanakan semuanya itu di dalam Tuhan dan demi Tuhan.  Hendaknya kita mengawali tugas atau pekerjaan apapun didahului dengan membuat tanga salib, dengan harapan agar kita dapat menghayati panggilan dan melaksanakan tugas pengutusan dengan baik sesuai dengan kehendak Tuhan. Tanda atau bukti bahwa yang kita hayati atau laksanakan adalah sesuai dengan kehendak Tuhan buahnya adalah keselamatan jiwa, entah jiwa kita sendiri maupun jiwa orang lain yang kena dampak cara hidup dan cara bertindak kita. Dengan kata lain, sekali lagi kami ingatkan bahwa barometer kesuksesan atau keberhasilan hidup dan kerja kita adalah keselamatan jiwa manusia.
Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh,tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil. Bukan demikian orang fasik: mereka seperti sekam yang ditiupkan angin.”
(Mzm 1:1-4)
Ign 23 Februari 2012
*) Sumber Millis KD

Rabu, 22 Februari 2012

RABU ABU

Bacaan Misa Rabu Abu
Dalam 2Kor 5:20-6:2 (bacaan hari Rabu Abu) Paulus mengimbau umat Korintus agar membiarkan diri "didamaikan" dengan Yang Ilahi oleh pengorbanan Kristus. Mereka diajak Paulus agar tidak lagi menganggap kehadiran ilahi sebagai ganjalan dalam hidup mereka. Itulah yang dimaksud dengan berdamai dengan-Nya. Bagaimana penjelasannya?

TEOLOGI REKONSILIASI PAULUS
Bagi Paulus, berdamai dengan Allah bukan semata-mata mencari pengampunan dari pelbagai perbuatan yang salah. Bila hanya itu, maka tidak akan tercapai perdamaian atau rekonsiliasi yang utuh. Lebih-lebih, bukan bagi pengampunan seperti itulah kurban Yesus Kristus terjadi. Paulus melihat permasalahannya dalam ukuran yang jauh lebih besar. Ia bertolak pada pelbagai kenyataan yang ada dalam kehidupan manusia dan alam yang menunjukkan bahwa ciptaan ini bukanlah barang yang sempurna. Banyak cacatnya. Besar kekurangannya. Terasa kerapuhannya. Ada macam-macam ketimpangannya. Dan semua ini memang menjadi bagian dari kehidupan. Akan tetapi, bagi Paulus, keliru bila orang membiarkan keadaan ini berlangsung terus. Hanya mereka yang tidak mempercayai maksud baik Pencipta akan beranggapan demikian. Mereka itu sebetulnya tidak mau menerima bahwa Ia tetap bekerja memperbaiki dan menyempurnakan ciptaan-Nya. Allah belum beristirahat. Lebih tepat bila dikatakan, Ia belum dapat beristirahat karena karya-Nya belum selesai. Hari ketujuh belum sepenuhnya tercapai. Hari ketujuh pada Kitab Kejadian itu dipaparkan untuk menegaskan bahwa hari itu nanti sungguh akan tercapai. Sementara itu yang kini sedang terlaksana ialah penciptaan dunia, isinya dan manusia yang menjadi gambar dan rupa Pencipta di jagat ini

Dunia beserta isinya masih terus berkembang. Berarti juga ada kemungkinan melawan maksud Pencipta. Ada kemungkinan menolak menjadi semakin sempurna. Inilah keberdosaan. Inilah yang membuat ciptaan, khususnya manusia belum ada dalam keadaan berdamai dengan Pencipta-Nya. Bahkan menjadi pesaing. Atau merasa diperlakukan tidak semestinya. Atau kurang membiarkan diri semakin dijadikan gambar dan rupa-Nya.

Tiap orang tetap akan mengalami kematian. Dan bila direnggut maut, ia tidak akan kembali lagi dan habislah kehidupannya. Inilah kendala terbesar dalam kehidupan manusia. Juga alam semesta ini pada kenyataannya akan tidak berlangsung tanpa akhir. Dalam pikiran Paulus, hanya keberanian Allah untuk mengatasi kerapuhan ciptaan-Nya sendirilah yang akan membuat ciptaan dapat menjadi sesuai dengan kehendak-Nya. Peristiwa kematian dan kebangkitan Kristus itulah yang ada dalam pusat gagasan Paulus. Dengan membangkitkan-Nya dari kematian, Allah "mempercepat" perjalanan seorang manusia menuju kesempurnaan tadi. Ada satu dari yang tak sempurna yang kini telah utuh: Yesus Kristus. Keberanian Allah tadi bukan tanpa risiko. Ia memberanikan diri masuk dalam dunia untuk menjadikannya sempurna. Tetapi seketika masuk ke situ, ia ikut menjadi terbatas. Hanya kesediaan orang yang dipilih-Nyalah yang membuat-Nya dapat bertindak leluasa. Dan memang terjadi demikian. Yesus menjadi Yang Terurapi  - menjadi Mesias -  ketika ia membiarkan diri disempurnakan oleh Allah sendiri, membiarkan diri direnggut dari maut. Dengan demikian ia menjadi bagian keilahian sendiri, dan tetap satu dari ciptaan yang tadinya rapuh. Oleh karena itu ia menjadi yang pertama dari ciptaan yang telah utuh dan menjadi jaminan akan utuhnya seluruh ciptaan. Inilah yang diungkapkan dengan padat dalam 2Kor 5:21 "Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam dia kita dibenarkan oleh Allah."

PENERAPANNYA?
Dengan uraian tadi kiranya tidak sulit dimengerti mengapa Paulus mengimbau umat Korintus agar membiarkan diri didamaikan oleh Allah. Paulus mengajak orang agar menjadi seperti Yesus, membiarkan diri menjadi tempat Allah menyempurnakan ciptaan-Nya. Tidak banyak yang dituntut.  Cukup bila tidak menghalang-halangi-Nya. Tentunya tak banyak yang sengaja begitu. Bila diam saja dan membiarkan diri terbawa kerapuhan manusiawi maka sebenarnya orang menghalangi karya ilahi sendiri.

Kerap terdengar berita mengenai macam-macam bencana: gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir. Semuanya ini gerakan alam. Dialami sebagai bencana karena ada manusia yang terkena. Memang manusia belum seutuhnya selaras dengan gerakan alam. Ini bukan mistik alam, tetapi kenyataan. Ada macam-macam tindakan manusia yang membuat perputaran alam tidak lagi mengikuti irama dan keadaan yang lumrah. Air hujan tak teresap oleh tanah tapi mengalir terus ke bawah. Sungai di hilir makin sempit karena banyak himpitan-himpitan bangunan. Para ahli lingkungan akan dapat menjelaskan keadaan ini dengan lebih runut. Tetapi apa hubungan ini semua dengan "berdamai" dengan Allah tadi?

Bencana ialah kenyataan yang menunjukkan kerapuhan ciptaan, khususnya manusia. Keadaan inilah yang menyebabkan manusia belum bisa dikatakan berdamai dengan Pencipta. Lalu apa imbauan membiarkan diri didamaikan akan membuat manusia sempurna? Akan tidak lagi kena bencana? Tentunya tidak ke arah itu pemikirannya. Yang justru dapat menjadi pemikiran ialah bagaimana "membiarkan diri didamaikan" itu bisa diterjemahkan dalam kenyataan hidup sehari-hari di dalam masyarakat. Salah satunya ialah mengusahakan agar lingkungan semakin serasi dengan pemukiman dan pemukiman semakin melestarikan lingkungan. Artinya, orang sebaiknya paham tanda-tanda gerakan alam. Perlu ada sistem peringatan dini akan gempa dan tsunami. Sebaiknya dibuat perencanaan untuk menangani keadaan darurat. Tatakota diatur sehingga menjamin penyaluran air. Penggundulan hutan dikendalikan. Dan seterusnya. Hal-hal itu tidak bergantung  pada maksud baik saja melainkan juga pada perencanaan serta pelaksanaannya. Banyak akan ditentukan oleh strategi pemerintahan dan koordinasi badan-badan yang mengurus masing-masing wilayah. Ini semua sebenarnyalah yang dalam bahasa teologis terungkap sebagai "membiarkan diri didamaikan dengan Allah."

WARTA INJIL
Injil Rabu Abu (Mat 6:1-6; 16-18) termasuk salah satu dari rangkaian pengajaran Yesus kepada murid-murid-Nya di sebuah bukit. Dalam petikan bagi Rabu Abu ini terdapat ajakan untuk mengamati cara bersedekah (ay. 1-4), berdoa (ay. 5-6), dan berpuasa (ay. 16-18). Para murid dihimbau agar tidak seperti "orang munafik" yang bersedekah dengan tujuan agar dipuji orang, yang berdoa dengan di tempat-tempat umum agar dilihat, dan yang berpuasa dengan memasang wajah muram. Sebaliknya dianjurkan memberi sedekah dengan diam-diam, berdoa kepada Bapa yang ada di tempat yang tak segera kelihatan, dan menjalankan puasa dengan penampilan biasa. Demikian ibadah tadi ditujukan kepada Dia Yang Tersembunyi dan bukan untuk dipertontonkan kepada orang-orang lain. Bila begitu maka pahala akan datang dari Dia, dan bukan sekedar "wah" yang diucapkan orang.

Kerohanian yang sejati? Bisa dikatakan begitu. Namun ada yang lebih mendalam yang hendak diutarakan di dalam petikan itu. Orang diminta mencari Dia Yang Tersembunyi, yang juga dapat disebut Bapa. Kehadiran-Nya itu nyata walau tidak selalu terasa jelas. Dan bersedekah, doa, puasa itu ialah ibadat untuk mendekat kepada-Nya dan menemukan-Nya.

Bacaan Injil ini dibacakan untuk mengantar orang memasuki Masa Prapaskah, yaitu masa berpuasa menyongsong peristiwa wafat dan kebangkitan Kristus yang menjadi misteri paling besar dalam iman umat kristiani. Misteri tidak bakal ditembus sepenuhnya, hanya dapat didekati dan diakrabi. Dan tindakan berpuasa, berdoa, berbuat baik bukan demi dipuji dan dilihat orang melainkan demi membangun hubungan rohani dengan keilahian ialah cara menghayati misteri iman itu.

MASA PRAPASKAH
Rabu Abu mengawali Masa Prapaskah - masa puasa untuk menemukan kembali kuatnya arus-arus yang membawa kita mendekat pada Allah dan menjauhi ganasnya tarikan-tarikan menjauhi-Nya. Rabu Abu juga dijalani dengan menerima tanda abu di dahi atau kepala. Kita diingatkan bahwa kita akan menjadi hancuran seperti abu. Tapi kita tidak akan tetap di situ bila kita mau membiarkan diri disempurnakan Allah sendiri...dengan percaya kepada Kabar Gembira. Khususnya bahwa Allah berani memperbaiki ciptaan-Nya dengan upaya khusus. Tinggal menerima. Tinggal ikut serta. Tinggal membiarkan-Nya semakin leluasa bertindak. Tinggal mengajak orang lain rela demikian.

Satu wilayah dapat dikembangkan dalam ukuran kecil tapi akan luas dampaknya, yakni menumbuhkan kesadaran lingkungan. Pendidikan kesadaran lingkungan, baik alami maupun sosial. Juga di situ akan dapat terjadi apa itu "membiarkan diri didamaikan dengan Allah."  Ini juga persiapan menyambut Paskah - peristiwa utama yang mendamaikan manusia dengan Allah.

TENTANG PENERIMAAN ABU
Penerimaan abu pada Rabu Abu ini berasal dari kebiasaan yang ada pada abad pertengahan dalam menjalani denda dosa muka umum (penitensi umum). Mereka berpakaian bahan kasar, dan menaburkan abu di atas kepala mereka. Dalam Perjanjian Lama ada kebiasaan menjalankan upacara menyesali dosa (juga upacara berkabung) dengan duduk bersimpuh di atas debu dan menaburi diri dengan abu itu, lihat Yes 58:5; 61:3; Yer 6:26 (menarik di baca, gulung koming!) Rabu Abu yang mengawali Masa Prapaskah (=masa puasa) ini ditandai dengan upacara pemberian abu di dahi (atau di bagian kepala yang dibotaki, ditonsur, bagi kaum klerus) seperti yang sekarang. Abu-nya diperoleh dari abu bakaran daun palem kering dari Minggu Palem tahun sebelumnya.

Kebiasaan ini sudah dikenal sejak abad ke-8. Pada zaman itu mulai dipakai kata-kata yang dibisikkan imam ketika menandai dahi dengan abu "Ingatlah, hai manusia, kamu dari debu dan akan kembali menjadi debu". (Rujukannya ialah Kej 3:19; alih-alih kini sering lebih dibisikkan kutipan Mrk 1:15 "Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!") Abu atau debu? Barangnya memang berbeda, tetapi dalam perkara upacara orang tidak pertama-tama memikirkan barangnya, tapi lambang serta yang diperlambangkan. Pemikiran simboliknya begini: baik abu maupun debu itu barang yang remeh, tak ada bobotnya, ditiup saja terhambur ke mana-mana dan akhirnya diinjak-injak.  Dalam perkembangannya, diingat dua hal. Manusia menurut Kej 2:7 dibentuk dari debu tanah yang dihembusi nafas kehidupan Tuhan. Nah, kalau nafas kehidupan ini kembali ke Tuhan, maka manusia ya kembali ke debunya tanah tadi. Lebih lanjut, debu dan abu ini membuat orang menyadari betapa lemahnya manusia; ia dekat pada dosa (Ayub 30:19, Kej 18:27). Itulah yang dapat diingat bila menerima tanda abu pada hari Rabu Abu.

Salam,
A. Gianto (Roma - Italia)


*) Sumber Milis KD

Selasa, 21 Februari 2012

“Jenis ini tidak dapat diusir kecuali dengan berdoa”

(Yak 3:13-18; Mrk 9:14-29)
“ Maka kata Yesus kepada mereka: "Hai kamu angkatan yang tidak percaya, berapa lama lagi Aku harus tinggal di antara kamu? Berapa lama lagi Aku harus sabar terhadap kamu? Bawalah anak itu ke mari!" Lalu mereka membawanya kepada-Nya. Waktu roh itu melihat Yesus, anak itu segera digoncang-goncangnya, dan anak itu terpelanting ke tanah dan terguling-guling, sedang mulutnya berbusa.  Lalu Yesus bertanya kepada ayah anak itu: "Sudah berapa lama ia mengalami ini?" Jawabnya: "Sejak masa kecilnya. Dan seringkali roh itu menyeretnya ke dalam api ataupun ke dalam air untuk membinasakannya. Sebab itu jika Engkau dapat berbuat sesuatu, tolonglah kami dan kasihanilah kami."  Jawab Yesus: "Katamu: jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!"  Segera ayah anak itu berteriak: "Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!"  Ketika Yesus melihat orang banyak makin datang berkerumun, Ia menegor roh jahat itu dengan keras, kata-Nya: "Hai kau roh yang menyebabkan orang menjadi bisu dan tuli, Aku memerintahkan engkau, keluarlah dari pada anak ini dan jangan memasukinya lagi!" Lalu keluarlah roh itu sambil berteriak dan menggoncang-goncang anak itu dengan hebatnya. Anak itu kelihatannya  seperti orang mati, sehingga banyak orang yang berkata: "Ia sudah mati."  Tetapi Yesus memegang tangan anak itu dan membangunkannya, lalu ia bangkit sendiri. Ketika Yesus sudah di rumah, dan murid-murid-Nya sendirian dengan Dia, bertanyalah mereka: "Mengapa kami tidak dapat mengusir roh itu?" Jawab-Nya kepada mereka: "Jenis ini tidak dapat diusir kecuali dengan berdoa." (Mrk 9:19-29), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Setan adalah malaikat Tuhan yang membelot alias tidak setia kepada Tuhan yang telah menciptakan-nya. Memang malaikat atau setan lebih tinggi, kuat dan kuasa daripada manusia, dan manusia boleh dikatakan menjadi rebutan antara setan dan manusia. Manusia yang tidak atau kurang beriman pasti dengan mudah dikuasai oleh setan, sehingga yang bersangkutan dihancurkan. Warta gembira hari ini mengingatkan kita semua bahwa jika kita sungguh berdoa alias senantiasa menjalin relasi dengan Tuhan alias sungguh beriman, maka kita tak akan mudah dikuasai oleh setan atau bahkan dapat mengusir setan yang menguasai saudara-saudari kita. Pada masa kini setan sudah menguasai banyak orang sehingga mereka hidup dan bertindak hanya mengikuti keinginan sendiri demi kenikmatan pribadi, entah itu dalam hal makanan, minuman atau seks. NARKOBA  juga telah menguasai sebagian warga kita, sehingga merepotkan banyak orang; demikian juga korupsi. Baik  narkoba maupun korupsi hemat saya merupakan buah perbuatan setan. Kasus korupsi yang melanda negeri kita telah menyita waktu dan tenaga para petinggi negeri hanya sibuk mengurus diri sendiri dan bukan melayani rakyat. Marilah kita tingkatkan dan perdalam hidup doa kita, antara lain mendoakan mereka yang dikuasai oleh setan sehingga hidup tak bermoral agar bertobat. Jika anda juga merasa dirayu oleh setan dengan aneka tawaran kenikmatan, tanggapi saja dengan berdoa.
·   Di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat. Tetapi hikmat yang dari atas adalah pertama-tama murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik” (Yak 3:16-17). Apa yang dikatakan oleh Yakobus ini sungguh merupakan peringatan moral yang sangat jelas. “Iri hati dan mementingkan diri sendiri” sungguh merebak dan menjiwai cukup banyak orang di negeri tercinta kita ini. Yang sunngguh mencolok dan setiap hari diwartakan melalui aneka macam media massa adalah apa yang dilakukan oleh para wakil rakyat maupun pejabat, yang konon mau memperjuangkan kepentingan rakyat, ternyata hanya mementingkan diri sendiri atau partainya dengan  melakukan korupsi. Enerji dan waktu mereka saat ini diboroskan untuk mempertahankan diri atau mengamankan diri dalam kebohongan dan keserakahan, sehingga rakyat diterlantarkan. Saya pribadi tidak terkejut dengan budaya korupsi yang dilakukan oleh para petinggi, karena entah para wakil rakyat, pejabat maupun petinggi lainnya masa kini adalah produk pendidikan 20 atau 25 tahun yang lalu, dimana kebiasaan menyontek di sekolah-sekolah ditolerir. Bukankah toleransi terhadap tindakan menyontek merupakan pendidikan toleransi terhadap korupsi. Kasus di daerah Surabaya - Jawa Timur, tahun lalu dalam peristiwa ujian nasional SD sungguh memprihatinkan: mayoritas orangtua peserta didik di sekolah yang bersangkutan mengusir pejuang dan pembela kejujuran. Sudah bobrok betulkah warga kita saat ini? Memang cukup banyak orang bersifat ‘lamis’, manis di mulit, pahit di hati dan perilaku. Sekali lagi marilah kita hadapi dan sikapi mereka dengan semakin giat dan tekun berdoa.
“Taurat TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan TUHAN itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman.Titah TUHAN itu tepat, menyukakan hati; perintah TUHAN itu murni, membuat mata bercahaya. Takut akan TUHAN itu suci, tetap ada untuk selamanya; hukum-hukum TUHAN itu benar, adil semuanya,” (Mzm 19:8-10)
Ign 20 Februari 2012
*) Sumber Millis KD

Jumat, 17 Februari 2012

“Betapa bahagianya kami berada di tempat ini"

(Yak 3:1-10; Mrk 9:2-13)
Enam hari kemudian Yesus membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes dan bersama-sama dengan mereka Ia naik ke sebuah gunung yang tinggi. Di situ mereka sendirian saja. Lalu Yesus berubah rupa di depan mata mereka,  dan pakaian-Nya sangat putih berkilat-kilat. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang dapat mengelantang pakaian seperti itu.  Maka nampaklah kepada mereka Elia bersama dengan Musa, keduanya sedang berbicara dengan Yesus. Kata Petrus kepada Yesus: "Rabi, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia."  Ia berkata demikian, sebab tidak tahu apa yang harus dikatakannya, karena mereka sangat ketakutan.  Maka datanglah awan menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara: "Inilah Anak yang Kukasihi, dengarkanlah Dia." Dan sekonyong-konyong waktu mereka memandang sekeliling mereka, mereka tidak melihat seorang pun lagi bersama mereka, kecuali Yesus seorang diri.  Pada waktu mereka turun dari gunung itu, Yesus berpesan kepada mereka, supaya mereka jangan menceriterakan kepada seorang pun apa yang telah mereka lihat itu, sebelum Anak Manusia bangkit dari antara orang mati.  Mereka memegang pesan tadi sambil mempersoalkan di antara mereka apa yang dimaksud dengan "bangkit dari antara orang mati."  Lalu mereka bertanya kepada-Nya: "Mengapa ahli-ahli Taurat berkata, bahwa Elia harus datang dahulu?"  Jawab Yesus: "Memang Elia akan datang dahulu dan memulihkan segala sesuatu. Hanya, bagaimanakah dengan yang ada tertulis mengenai Anak Manusia, bahwa Ia akan banyak menderita dan akan dihinakan?  Tetapi Aku berkata kepadamu: Memang Elia sudah datang dan orang memperlakukan dia menurut kehendak mereka, sesuai dengan yang ada tertulis tentang dia." (Mrk 9:2-13), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Di dalam psikologi agama dikenal adanya pengalaman ‘terhendak dan terpesona’, suatu pengalaman iman yang sungguh mengesan dan mengena, menyentuh hati sehingga tergerak untuk segera melakukan sesuatu. Di dalam pengalaman atau perjalanan hidup kita masing-masing kiranya kita juga memiliki pengalaman yang demikian itu, sehingga kita menjadi pribadi yang ada pada saat ini. Maka dengan ini kami mengajak anda semua untuk mengenangkan pengalaman yang baik, entah yang bersitat menghentak atau mempesona, yang mendorong dan memotivasi kita untuk melakukan sesuatu yang baik, yang membuat kita semakin tumbuh berkembang sebagai pribadi cerdas beriman, pengalaman yang membuat kita bergairah dan dinamis serta ceria dalam menghayati panggilan atau melaksanakan aneka tugas pengutusan. Jika pada masa kini kita merasa lesu, kurang bersemangat atau kurang bergairah, baiklah kita kembali ke pengalaman yang mengesan tersebut di atas. Untuk mendukung hal ini kiranya baik jika kita sering meluangkan waktu untuk mawas diri setiap hari atau mengadakan rekoleksi bulanan atau retret tahunan. Di dalam kesempatan mawas diri tersebut kita diajak untuk mengenangkan pengalaman yang menghentak atau mempesona tersebut. 
·   “ Saudara-saudaraku, janganlah banyak orang di antara kamu mau menjadi guru; sebab kita tahu, bahwa sebagai guru kita akan dihakimi menurut ukuran yang lebih berat. Sebab kita semua bersalah dalam banyak hal; barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang sempurna, yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya “ (Yak 3:1-2). Maksud Yakobus di atas ini kiranya merupakan ajakan atau peringatan bagi kita semua agar kita tidak saling menggurui, yang berarti merendahkan atau melecehkan orang lain, melainkan saling belajar dengan rendah hati. Secara khusus kami ajak dan peringatkan siapapun yang menjadi guru atau pendidik: hendaknya melaksanakan tugas pengutusannya dengan semangat belajar yang rendah hati. Dengarkan dan cermati apa yang menjadi pengalaman para peserta didik atau murid, apa yang telah mereka miliki dan kuasai, dan kemudian bersama mereka mengembangkan pengalaman atau apa yang telah mereka miliki. Dengan kata lain marilah kita hayati salah satu motto bapak pendidikan kita, Ki Hajar Dewantoro, yaitu ‘ing madyo ambangun karso’ (=pemberdayaan). Kehadiran dan pelayanan para guru/pendidik hendaknya membuat para peserta didik/murid menjadi bergairah dalam belajar serta mengembangkan aneka pengalaman dan keterampilan atau kecerdasan yang telah dimilikinya. Hal yang sama kami harapkan dari para orangtua dalam mendidik dan mendampingi anak-anaknya. Baik para guru/pendidik maupun orangtua kami ajak untuk menghayati fungsinya sebagai pendidik dalam semangat cintakasih dan kebebasan, dimana para peserta didik atau anak-anak sungguh merasa dikasihi dan diperhatikan serta diberi kebebasan untuk mengembangkan diri dalam cintakasih. Kita semua juga diingatkan dalam hal berkata-kata: semoga kata-kata yang keluar melalui mulut kita tidak membuat orang lain menjadi sakit hati, marah atau kecewa.
“Tolonglah kiranya, TUHAN, sebab orang saleh telah habis, telah lenyap orang-orang yang setia dari antara anak-anak manusia. Mereka berkata dusta, yang seorang kepada yang lain, mereka berkata dengan bibir yang manis dan hati yang bercabang. Biarlah TUHAN mengerat segala bibir yang manis dan setiap lidah yang bercakap besar, dari mereka yang berkata: "Dengan lidah kami, kami menang! Bibir kami menyokong kami! Siapakah tuan atas kami?" (Mzm 12:2-5)
Ign 18 Februari 2012
*) Sumber Millis KD

“Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi ia kehilangan nyawanya”

(Yak 2:14-24.26; Mrk 8:34-9:1)
“ Lalu Yesus memanggil orang banyak dan murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya. Karena apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya? Sebab barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataan-Ku di tengah-tengah angkatan yang tidak setia dan berdosa ini, Anak Manusia pun akan malu karena orang itu apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan Bapa-Nya, diiringi malaikat-malaikat kudus." Kata-Nya lagi kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya di antara orang yang hadir di sini ada yang tidak akan mati sebelum mereka melihat bahwa Kerajaan Allah telah datang dengan kuasa." (Mrk 8:34-9:1), demikian kutipan Warta  Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Sikap konsumptif dan materialistis sungguh telah merasuki atau menjiwai hampir semua bidang kehidupan dan pelayanan bersama di negeri kita ini. Hal itu juga didukung oleh salah satu cirikhas negeri kita yaitu sebagai pasar yang menarik dan mempesona bagi para produsen baik luar negeri maupun dalam negeri, termasuk narkoba dan aneka macam jenis sarana-prasarana elektronik. Sikap mental komsumptif, materialistis dan pasar ini kelihatan jelas dalam gejala dengan mudahnya orang membeli produk-produk baru, yang lama masih layak pakai dengan cepat ganti yang baru. Orang begitu menikmati hasil produksi tetapi tak tahu sama sekali bagaimana produk tersebut diproses. Rasanya hal ini merupakan buah system pendidikan yang lebih menekankan hafalan dan kurang memberi perhatian pada eksplorasi, lebih menekankan hasil belajar/ujian/ulangan daripada proses pembelajaran.  "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya.”, demikian sabda Yesus yang hendaknya kita renungkan dan hayati. Menyerahkan nyawa karena Tuhan berarti mengarahkan dan mengandalkan cara hidup dan cara bertindak kepada Tuhan. Dengan kata lain semakin orang mendunia, berpartisipasi dalam seluk beluk dunia, hendaknya semakin suci atau semakin beriman, bukan semakin materialistis. Fungsikan aneka jenis harta benda dan kekayaan sebagai sarana untuk memuji, memuliakan dan mengabdi Tuhan demi keselamatan jiwa anda sendiri dan orang lain.
·   Seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati” (Yak 2:26), demikian kesaksian iman Yakobus, yang hendaknya kita renungkan dan hayati. Keunggulan hidup beriman terletak dalam tindakan atau perilaku atau perbuatan, bukan dalam wacana atau omongan. Maka marilah kita hayati apa yang sering menjadi semangat aneka lembaga swadaya masyarakat, yaitu “Dalam semangat iman kristiani hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”. Semangat kristiani berarti semangat Yesus Kristus, yang telah menyerahkan nyawaNya demi keselamatan jiwa seluruh umat manusia di dunia ini. Marilah kita boroskan waktu dan tenaga kita melalui aneka pekerjaan, tugas, kesibukan, jabatan, fungsi dst..demi keselamatan jiwa kita sendiri maupun saudara-saudari kita. Tolok ukur atau barometer keberhasilan atau kesuksesan adalah keselamatan jiwa, bukan banyaknya harta benda atau uang, pangkat atau pengalaman dst.. Dalam lingkungan hidup atau kerja kita kiranya ada orang-orang yang perlu diselamatkan dan kita dipanggil tuntuk menyelamatkannya, tentu saja diri kita sendiri senantiasa dalam keadaan selamat, yaitu hidup dan bertindak senantiasa dijiwai oleh iman kita. Yakobus memberi contoh perihal orang yang kurang layak berpakaian dan kelaparan, dan hemat saya di lingkungan hidup kita ada orang-orang yang berkekurangan dalam hal pakaian dan makanan, maka hendaknya kita sumbang mereka pakaian dan makanan sesuai dengan kebutuhan mereka. Kiranya jika tidak ada orang yang menumpuk pakaian atau makanan di rumah atau gudangnya, hemat saya tidak ada lagi yang berkekurangan dalam hal pakaian atau makanan, tetapi karena ada orang-orang serakah dan pelit, maka terjadilah orang kelaparan dan berpakaian tidak layak. Bongkarlah simpanan anda dan sumbangkan kepada mereka yang sungguh membutuhkan.
Haleluya! Berbahagialah orang yang takut akan TUHAN, yang sangat suka kepada segala perintah-Nya. Anak cucunya akan perkasa di bumi; angkatan orang benar akan diberkati. Harta dan kekayaan ada dalam rumahnya, kebajikannya tetap untuk selamanya.Di dalam gelap terbit terang bagi orang benar; pengasih dan penyayang orang yang adil. Mujur orang yang menaruh belas kasihan dan yang memberi pinjaman, yang melakukan urusannya dengan sewajarnya.Sebab ia takkan goyah untuk selama-lamanya; orang benar itu akan diingat selama-lamanya.” (Mzm 112:1-6)
Ign 17 Februari 2012
*) Sumber Millis KD

Kamis, 16 Februari 2012

“Engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah melainkan apa yang dipikirkan manusia."

(Yak 2:1-9; Mrk 8:27-33)
“Kemudian Yesus beserta murid-murid-Nya berangkat ke kampung-kampung di sekitar Kaisarea Filipi. Di tengah jalan Ia bertanya kepada murid-murid-Nya, kata-Nya: "Kata orang, siapakah Aku ini?" Jawab mereka: "Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia, ada pula yang mengatakan: seorang dari para nabi." Ia bertanya kepada mereka: "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?" Maka jawab Petrus: "Engkau adalah Mesias!" Lalu Yesus melarang mereka dengan keras supaya jangan memberitahukan kepada siapa pun tentang Dia. Kemudian mulailah Yesus mengajarkan kepada mereka, bahwa Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari. Hal ini dikatakan-Nya dengan terus terang. Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia. Maka berpalinglah Yesus dan sambil memandang murid-murid-Nya Ia memarahi Petrus, kata-Nya: "Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia." (Mrk 8:27-33), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Cukup banyak orang masih bersikap ‘lamis’, artinya manis di mulut tetapi pahit dalam cara hidup dan cara bertindak atau berperilaku. Ketika memberi sambutan, pengarahan atau kotbah atau instruksi dan nasihat kelihatan sebagai orang baik dan bijak (yang nampak dalam wacana atau omongannya), namun ternyata yang bersangkutan bermoral bejat, koruptor dan suka berselingkuh. Dalam Warta Gembira hari ini dikisahkan Petrus yang mengakui Yesus sebagai Mesias, yang datang dari Allah atau Allah yang menjadi manusia, namun tak lama kemudian mengingkariNya. Petrus tidak tahu apa yang dikatakan, yaitu bahwa Mesias harus menderita sengsara dan wafat di kayu salib demi keselamatan jiwa seluruh bangsa di dunia. Rasanya hal senada juga dilakukan oleh mereka yang baru memasuki hidup baru,  misalnya murid/pelajar/mahasiswa  baru, suami-isteri baru, imam/bruder/suster baru, pegawai baru, pejabat baru dst.. Mengawali hidup baru kelihatan begitu bergairah dan gembira serta sukses, namun seiring dengan perjalanan waktu ketika harus menghadapi aneka tantangan, masalah dan hambatan, kemudian menjadi kendor semangatnya serta mulai menyeleweng atau berselingkuh. Hal ini terjadi karena orang “bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia”. Hidup baru yang telah diterimanya merupakan anugerah Allah, maka hendaknya dihayati dalam dan dengan pikiran Allah alias sesuai dengan kehendak Allah dan bukan mengikuti keinginan atau selera pribadi. Memang mengikuti kehendak Allah tak akan pernah lepas dari aneka tantangan, masalah dan hambatan, namun demikian marilah kita hadapi semuanya itu bersama dan bersatu dengan Allah, karena dengan demikian kita akan mampu mengatasi atau menyelesaikannya.
·   Saudara-saudaraku, sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka. Sebab, jika ada seorang masuk ke dalam kumpulanmu dengan memakai cincin emas dan pakaian indah dan datang juga seorang miskin ke situ dengan memakai pakaian buruk, dan kamu menghormati orang yang berpakaian indah itu dan berkata kepadanya: "Silakan tuan duduk di tempat yang baik ini!", sedang kepada orang yang miskin itu kamu berkata: "Berdirilah di sana!" atau: "Duduklah di lantai ini dekat tumpuan kakiku!" (Yak 2:1-3). Apa yang dikatakan oleh Yakobus ini hemat saya sungguh merupakan pesan atau perintah moral yang cukup jelas, maka baiklah kita laksanakan atau hayati dengan sepenuh hati, kekuatan, jiwa dan pikiran. Kita diharapkan tidak memandang muka, membeda-bedakan karena kekayaan, jabatan, kecantikan atau ketampanan, dst.. karena kita semua adalah sama-sama ciptaan Allah, sama-sama beriman. Hendaknya jangan memandang dan menyikapi orang lain hanya tergantung apa yang kelihatan saja secara sekilas, melainkan perhatikan cara hidup dan cara bertindaknya; lihat dan dengarkan apa yang dilakukannya. Pengalaman saya pribadi dalam bergaul dengan aneka macam orang menunjukkan bahwa mereka yang kelihatannya tidak menarik dan mempesona ternyata memiliki ketulusan hati yang sungguh menarik dan mempesona. Kerajaan Allah atau kehidupan beriman adalah kerajaan hati. Ada pepatah ‘dalamnya laut dapat diduga, dalamnya hati siapa tahu’. Hanya mereka yang memiliki kepekaan hati terhadap orang lain akan mampu mengalami kedalaman hati pribadi maupun orang lain. Maka dengan ini kami berharap kepada orangtua untuk sedini mungkin mendidik dan membina anak-anaknya dalam hal saling memperhatikan alias saling memberi hati satu sama lain. Tentu saja pertama-tama dan terutama orangtua harus sungguh memperhatikan anak-anaknya.
“Aku hendak memuji TUHAN pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku.Karena TUHAN jiwaku bermegah; biarlah orang-orang yang rendah hati mendengarnya dan bersukacita. Muliakanlah TUHAN bersama-sama dengan aku, marilah kita bersama-sama memasyhurkan nama-Nya! Aku telah mencari TUHAN, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskan aku dari segala kegentaranku.Tujukanlah pandanganmu kepada-Nya, maka mukamu akan berseri-seri, dan tidak akan malu tersipu-sipu” (Mzm 34:2-6)
Ign 16 Februari 2012
*) Sumber Millis KD

Rabu, 15 Februari 2012

“Ia dapat melihat segala sesuatu dengan jelas”

(Yak 1:19-27; Mrk 8:22-26)
“Kemudian tibalah Yesus dan murid-murid-Nya di Betsaida. Di situ orang membawa kepada Yesus seorang buta dan mereka memohon kepada-Nya, supaya Ia menjamah dia. Yesus memegang tangan orang buta itu dan membawa dia ke luar kampung. Lalu Ia meludahi mata orang itu dan meletakkan tangan-Nya atasnya, dan bertanya: "Sudahkah kaulihat sesuatu?" Orang itu memandang ke depan, lalu berkata: "Aku melihat orang, sebab melihat mereka berjalan-jalan, tetapi tampaknya seperti pohon-pohon." Yesus meletakkan lagi tangan-Nya pada mata orang itu, maka orang itu sungguh-sungguh melihat dan telah sembuh, sehingga ia dapat melihat segala sesuatu dengan jelas. Sesudah itu Yesus menyuruh dia pulang ke rumahnya dan berkata: "Jangan masuk ke kampung!” (Mrk 8:22-26), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Mata atau penglihatan merupakan salah satu indera dari pancaindera yang vital disamping indera pendengaran atau telinga. Orang yang buta matanya tak mampu melihat dan menikmati keindahan ciptaan Allah di dunia ini, entah itu manusia, binatang atau tanaman. Maka sungguh berbahagialah siapapun yang memiliki mata yang masih sehat alias tidak buta, demikian pula si buta yang disembuhkan oleh Yesus sehingga dapat melihat segala sesuatu dengan jelas. Kami percaya bahwa hampir kita semua memiliki penglihatan yang baik, meskipun di antara kita juga telah dibantu dengan kacamata agar dapat melihat segala sesuatu dengan jelas. Maka marilah kita hayati perintah Yesus kepada si buta yang telah disembuhkan dari kebutaannya, yaitu ‘pulang ke rumah kita masing-masing’, artinya marilah kita lihat dan cermati dengan tekun dan teliti apa-apa yang ada di ‘rumah’ kita atau lingkungan hidup dan kerja kita masing-masing. Karena kita orang beriman maka marilah kita lihat segala sesuatu dengan katamata iman, artinya melihat bersama dan bersatu dengan Tuhan. Dengan melihat melalui kacamata iman diharapkan kita akan melihat segala sesuatu dengan jelas serta akan lebih melihat karya Tuhan dalam ciptaan-ciptaanNya alias lebih melihat apa-apa yang baik, indah, mulia dan luhur di lingkungan hidup dan kerja kita masing-masing. Percayalah jika kita dapat melihat dengan cara demikian itu, maka segala sesuatu sungguh indah, menarik dan mempesona, dan sekiranya ada sesuatu yang tidak indah dan baik, maka akan menarik dan mempesona bagi kita untuk memperbaiki dan membuatnya indah. Melihat bersama dan bersatu dengan Tuhan berarti ketika melihat ada yang tidak beres segera dibereskan, apa yang tidak baik segera diperbaiki, dst.. 
·   Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah; sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah. Sebab itu buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu. Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri. Sebab jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya di depan cermin.” (Yak 1:19-23). Apa yang dikatakan oleh Yakobus di atas ini kiranya sungguh merupakan perintah moral yang sangat jelas, dan kita dipanggil untuk melaksanakan atau menghayatinya. ‘Mendengarkan dan melaksanakan firman atau sabda Tuhan”, itulah yang hendaknya kita hayati atau laksanakan dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari dimana pun dan kapan pun. Keunggulan hidup orang beriman adalah dalam pelaksanaan atau penghayatan. Firman atau sabda Tuhan antara lain telah diterjemahkan atau dibahasakan ke dalam aneka tata tertib hidup dan kerja bersama yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing. Baiklah tata tertib tersebut kita laksanakan atau hayati dengan sepenuh hati, jang hanya dihafalkan saja, karena ada hubungan timbal balik antara beriman dan pelaksanaan atau penghayatan tata tertib; beriman dan penghayatan tata tertib bagaikan mata uang bermuka dua, dapat dibedakan namun tak dapat dipisahkan. Orang yang setia melaksanakan atau menghayati tata tertib akan semakin mendalam dalam iman, sebaliknya orang beriman senantiasa tergerak dan termotivasi untuk melaksanakan atau menghayati aneka tata tertib. Kami berharap anak-anak di dalam keluarga sedini mungkin dibiasakan dan dididik untuk menjadi unggul dalam penghayatan iman atau aneka ajaran dan tata tertib yang terkait.
TUHAN, siapa yang boleh menumpang dalam kemah-Mu? Siapa yang boleh diam di gunung-Mu yang kudus? Yaitu dia yang berlaku tidak bercela, yang melakukan apa yang adil dan yang mengatakan kebenaran dengan segenap hatinya, yang tidak menyebarkan fitnah dengan lidahnya, yang tidak berbuat jahat terhadap temannya dan yang tidak menimpakan cela kepada tetangganya; yang memandang hina orang yang tersingkir, tetapi memuliakan orang yang takut akan TUHAN; yang berpegang pada sumpah, walaupun rugi; yang tidak meminjamkan uangnya dengan makan riba dan tidak menerima suap melawan orang yang tak bersalah. Siapa yang berlaku demikian, tidak akan goyah selama-lamanya.” (Mzm 15)
Ign 15 Februari 2012
*) Sumber Millis KD

Selasa, 14 Februari 2012

“Ia mengutus mereka berdua-dua mendahuluiNya”

(Kis 13:46-49; Luk 10:1-9)
“Kemudian dari pada itu Tuhan menunjuk tujuh puluh murid yang lain, lalu mengutus mereka berdua-dua mendahului-Nya ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungi-Nya. Kata-Nya kepada mereka: "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu. Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala. Janganlah membawa pundi-pundi atau bekal atau kasut, dan janganlah memberi salam kepada siapa pun selama dalam perjalanan. Kalau kamu memasuki suatu rumah, katakanlah lebih dahulu: Damai sejahtera bagi rumah ini. Dan jikalau di situ ada orang yang layak menerima damai sejahtera, maka salammu itu akan tinggal atasnya. Tetapi jika tidak, salammu itu kembali kepadamu. Tinggallah dalam rumah itu, makan dan minumlah apa yang diberikan orang kepadamu, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya. Janganlah berpindah-pindah rumah.Dan jikalau kamu masuk ke dalam sebuah kota dan kamu diterima di situ, makanlah apa yang dihidangkan kepadamu, dan sembuhkanlah orang-orang sakit yang ada di situ dan katakanlah kepada mereka: Kerajaan Allah sudah dekat padamu.” (Luk 10:1-9), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Sirilus, pertapa, dan St.Metodeus, uskup, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Melaksanakan tugas pengutusan untuk mewartakan Kerajaan Allah atau Allah yang Meraja memang cukup berat dan sarat dengan tantangan, hambatan maupun masalah, maka tak mungkin dilaksanakan sendirian saja. Tugas pengutusan tersebut harus kita laksanakan bersama-sama, saling membantu satu sama lain alias harus bergotong-royong. Dua santo yang kita kenangkan hari ini berbeda satu sama lain dalam tugas pekerjaan mereka serta kita kenangkan bersama-sama; dengan kata lain dalam rangka mengenangkan dua santo hari ini kita diingatkan pentingnya kerjasama dalam hidup, panggilan dan tugas pengutusan. Kerjasama itu sungguh kita butuhkan karena kita berbeda satu sama lain. Pertama-tama marilah kita ingat, sadari dan hayati bahwa masing-masing dari kita adalah buah kerjasama bapak-ibu kita masing-masing bersama dengan Tuhan. Karena kita adalah buah kerjasama, maka hanya akan tumbuh berkembang dengan baik, serta kemudian dapat melaksanakan tugas pekerjaan maupun menghayati panggilan, jika kita bekerjasama. Untuk dapat bekerjasama dengan baik hemat kami kita harus bersikap rendah hati, terbuka dan rela berkorban. Pengorbanan kita wujudkan dengan mengerahkan kemampuan, bakat, keterampilan bagi saudara-saudari kita, sedangkan rendah hati berarti kita terbuka atas kebaikan dan sumbangan saudara-saudari kita. Dengan demikian kita akan saling belajar dan mengajar, saling memberi dan menerima, sehingga kita semakin diperkaya satu sama lain. Dalam kerjasama hendaknya masing-masing menyadari dan menghayati fungsinya sendiri, dan dengan sungguh-sungguh berfungsi ketika dibutuhkan; selain itu hendaknya kita juga peka terhadap yang lain, lebih-lebih mereka yang membutuhkan bantuan kita.
·   “ Aku telah menentukan engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, supaya engkau membawa keselamatan sampai ke ujung bumi." (Kis 13:47), demikian pesan atau sabda Tuhan kepada Paulus, yang selayaknya kita hayati juga sebagai pesan kepada kita semua umat beriman. Kita semua dipanggil untuk menjadi ‘terang’ bagi saudara-saudari kita, semua bangsa di dunia. Kehadiran, sepak terjang, cara hidup dan cara bertindak kita dimana pun dan kapan pun diharapkan menjadi ‘terang’ bagi siapapun, artinya dapat menjadi fasilitator bagi orang lain dalam rangka melaksanakan tugas pengutusan atau menghayati panggilan. Memang untuk itu kita sendiri diharapkan senantiasa berada di dalam ‘terang’ alias berjalan dalam kehendak Tuhan. Secara konkret hal itu berarti kita setia pada panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing: sebagai imam, bruder, suster atau suami-isteri yang baik serta layak menjadi teladan atau inspirator bagi rekan-rekan sepanggilan dan setugas pengutusan. Fungsi menjadi ‘terang’ secara khusus kiranya perlu dihayati oleh mereka yang menjadi pemimpin, guru/pendidik atau siapapun yang berpengaruh bagi kehidupan dan kerja bersama. Cara hidup dan cara bertindak mereka hendaknya menjadi ‘terang’ bagi orang lain: bawahan, peserta didik dst..  Tentu saja kita semua umat beriman dipanggil untuk saling menerangi satu samaa lain, maka baiklah ketika kita melihat saudara-saudari kita yang berada di dalam kegelapan alias sedang bingung, frustrasi atau tertekan, hendaknya segera didatangi dan ditolong, jangan dibiarkan saja.
“Aku mengasihi TUHAN, sebab Ia mendengarkan suaraku dan permohonanku. Sebab Ia menyendengkan telinga-Nya kepadaku, maka seumur hidupku aku akan berseru kepada-Nya.” (Mzm 116:1-2)
Ign 14 Februari 2012
*) Sumber Millis KD

Senin, 13 Februari 2012

“Mengapa angkatan ini meminta tanda?”

(Yak 1:1-11; Mrk 8:11-13)
“ Lalu muncullah orang-orang Farisi dan bersoal jawab dengan Yesus. Untuk mencobai Dia mereka meminta dari pada-Nya suatu tanda dari sorga. Maka mengeluhlah Ia dalam hati-Nya dan berkata: "Mengapa angkatan ini meminta tanda? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kepada angkatan ini sekali-kali tidak akan diberi tanda." Ia meninggalkan mereka; Ia naik pula ke perahu dan bertolak ke seberang.” (Mrk 8:11-13), demikian  kutipan  Warta  Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Orang-orang Farisi merasa tersaing oleh kehadiran dan pelayanan Yesus, maka mereka berusaha untuk menjebakNya, antara lain dengan mencobai Dia  meminta suatu tanda dari sorga bahwa Dia datang dari sorga dan Allah yang menjadi Manusia. Karena permintaan mereka bukan merupakan kerinduan akan Mesias, Penyelamat Dunia, maka Yesus tidak menanggapi permintaan mereka, melainkan meninggalkan mereka. Sebagai orang beriman, khususnya yang beriman kepada Yesus Kristus, kita diharapkan peka terhadap tanda dan kehadiran maupun karya Allah dalam hidup sehari-hari kita dimana pun dan kapanpun, demikian juga kita diharapkan percaya kepada utusan-utusan Allah, seperti para imam/pastor, pendeta, kyai dst.., yang telah dipilih dan diutus oleh Allah untuk mewartakan apa yang baik dan yang berasal dari Allah. Kami harapkan anda semua juga tidak seperti orang-orang Farisi yang iri dan merasa tersaing oleh kehadiran dan pelayanan orang-orang baru di lingkungan hidup kita yang mungkin kemudian lebih tenar, menarik dan mempesona daripada diri kita saat ini. Berbagai bentuk pembaharuan atau reformasi dibutuhkan bagi kita semua dalam kehidupan kita masa kini maupun masa mendatang, maka marilah kita senantiasa terbuka terhadap aneka macam usaha dan bentuk pembaharuan atau reformasi. Demikian juga kami berharap kepada kita semua untuk memperhatikan regenerasi: mereka yang telah tua hendaknya menyadari diri untuk pelan-pelan mengundurkan diri serta memberi kemungkinan dan keleluasaan kepada generasi muda untuk mengambil alih peran dan fungsi anda. Sebaliknya kepada generasi muda kami harapkan tidak takut dan tidak gentar untuk memperbaharui apa-apa yang sungguh dibutuhkan dan perlu di dalam hidup dan pelayanan bersama masa kini.
·   Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apa pun.” (Yak 1:2-4). “Ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan” inilah yang hendaknya kita renungkan atau refleksikan. Tumbu berkembang dalam iman memang tak akan pernah lepas dari aneka macam tantangan, masalah dan hambatan, demikian juga mereka yang mendambakan tumbuh berkembang menjadi pribadi yang cerdas beriman. Anda semua diharapkan menjadi pribadi yang tekun dalam menghayati panggilan maupun melaksanakan tugas pengutusan. “Tekun adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan kesungguhan yang penuh daya tahan  dan terus-menerus serta tetap semangat dalam melakukan sesuatu” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 27-28). Daya tahan generasi masa kini sungguh merosot jika dibandingkan dengan generasi pendahulunya, karena pengaruh makanan dan minuman yang dikomsumsi setiap hari. Sikap mental instant yang menjadi nyata dalam hal makan dan minum maupun berkomunikasi secara pelan dan mantap telah mempengaruhi daya tahan generasi masa kini: ada tantangan, masalah atau hambatan sedikit atau kecil saja langsung mundur atau putus asa, mengeluh dan menggerutu. Maka dengan ini kami berharap kepada para orangtua untuk sedini mungkin membiasakan anak-anak di dalam keluarga dalam hal melatih diri daya tahan phisik  dan mental. Fungsikan anak-anak sesuai dengan kemampuan dan kesempatan dalam memenuhi kebutuhan hidup bersama sehari-hari, dan hendaknya jangan dimanjakan. Berbagai bentuk pemanjaan terhadap anak-anak akan membuat mereka lemah dan rapuh dalam daya tahan, sehingga juga tidak memiliki ketekunan. Ada pencobaan sedikit langsung jatuh dan hancur.
“Sebelum aku tertindas, aku menyimpang, tetapi sekarang aku berpegang pada janji-Mu. Engkau baik dan berbuat baik; ajarkanlah ketetapan-ketetapan-Mu kepadaku. Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu. Taurat yang Kausampaikan adalah baik bagiku, lebih dari pada ribuan keping emas dan perak.” (Mzm 119:67-68.71-72)
Ign 13 Februari 2012
*) Sumber Millis KD

Sabtu, 11 Februari 2012

"HatiKu tergerak oleh belas kasihan kepada orang banyak ini”

(1Raj 12:26-32; 13:33-34; Mrk 8:1-10)
Pada waktu itu ada pula orang banyak di situ yang besar jumlahnya, dan karena mereka tidak mempunyai makanan, Yesus memanggil murid-murid-Nya dan berkata: "Hati-Ku tergerak oleh belas kasihan kepada orang banyak ini. Sudah tiga hari mereka mengikuti Aku dan mereka tidak mempunyai makanan. Dan jika mereka Kusuruh pulang ke rumahnya dengan lapar, mereka akan rebah di jalan, sebab ada yang datang dari jauh."Murid-murid-Nya menjawab: "Bagaimana di tempat yang sunyi ini orang dapat memberi mereka roti sampai kenyang?" Yesus bertanya kepada mereka: "Berapa roti ada padamu?" Jawab mereka: "Tujuh." Lalu Ia menyuruh orang banyak itu duduk di tanah. Sesudah itu Ia mengambil ketujuh roti itu, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada murid-murid-Nya untuk dibagi-bagikan, dan mereka memberikannya kepada orang banyak. Mereka juga mempunyai beberapa ikan, dan sesudah mengucap berkat atasnya, Ia menyuruh supaya ikan itu juga dibagi-bagikan. Dan mereka makan sampai kenyang. Kemudian orang mengumpulkan potongan-potongan roti yang sisa, sebanyak tujuh bakul. Mereka itu ada kira-kira empat ribu orang. Lalu Yesus menyuruh mereka pulang. Ia segera naik ke perahu dengan murid-murid-Nya dan bertolak ke daerah Dalmanuta.” (Mrk 8:1-10), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan Hari Orang Sakit Sedunia hari ini, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Orang-orang yang menderita kelaparan atau sakit kiranya akan menggerakkan hati orang beriman untuk berbelaskasih kepada mereka, sebagaimana Yesus yang HatiNya tergerak oleh belaskasih karena ribuan orang kelaparan. Maka dalam rangka mengenangkan Hari Orang Sakit Sedunia ini kami mengajak dan mengingatkan anda sekalian, umat beriman, untuk mawas diri: sejauh mana kita memiliki belaskasih terhadap saudara-saudari kita yang menderita sakit maupun kelaparan. Berbelaskasih antara lain dapat diwujudkan dengan memberi perhatian, misalnya mendatangi atau mengunjungi, mendoakan, memberi sumbangan sesuai dengan yang dibutuhkan dst.. Dengan memberi perhatian macam itu, percayalah bahwa anda tidak akan menjadi miskin atau bangkrut, melainkan akan semakin diperkaya, tidak hanya secara spiritual atau rohani tetapi juga secara phisik atau jasmani. Secara spiritual atau rohani berarti kita akan menjadi semakin peka terhadap orang lain, terutama mereka yang sungguh membutuhkan bantuan atau perhatian. Secara phisik atau jasmani kita akan semakin bertatap muka dan bercurhat dengan banyak orang dan dengan demikian tambah kenalan atau sahabat. Dalam rangka mengenangkan Hari Orang Sakit Sedunia hari ini kiranya kita yang sehat diharapkan mengunjungi saudara-saudari kita yang sedang menderita sakit. Maka jika tidak ada kenalan anda yang sedang menderita sakit, silahkan anda berkunjung ke rumah sakit terdekat untuk menyapa dan mendoakan secara langsung mereka yang sedang terbaring di rumah sakit. Dalam rangka mengunjungi orang sakit hendaknya tetap setia ‘mengunjungi’, jangan berkotbah atau memberi pertanyaan-pertanyaan kepada mereka yang sedang menderita sakit. Kehadiran dan sapaan singkat anda sungguh merupakan kegembiraan bagi mereka.
·    "Kini mungkin kerajaan itu kembali kepada keluarga Daud. Jika bangsa itu pergi mempersembahkan korban sembelihan di rumah TUHAN di Yerusalem, maka tentulah hati bangsa ini akan berbalik kepada tuan mereka, yaitu Rehabeam, raja Yehuda, kemudian mereka akan membunuh aku dan akan kembali kepada Rehabeam, raja Yehuda.” (1Raj 12:26-27), demikian keluh kesah raja Yeroboam, yang kurang beriman atau bahwa lebih berbakti kepada berhala daripada Tuhan. Orang yang kurang atau tidak beriman memang mudah mengeluh dan mengesah, demikian juga orang sakit yang kurang beriman pasti dengan mudah mengeluh dan mengesah karena penyakitnya. Kepada anda yang sedang menderita sakit kami ingatkan: jangan mudah mengeluh dan mengesah, melainkan berpasrahlah kepada Tuhan serta bersyukur kepada Tuhan. Mengapa saya mengajak bersyukur kepada mereka yang sedang menderita sakit? Bukankah dengan menderita sakit kita dingatkan betapa arti hidup ini, sedangkan ketika kita sedang sehat-sehat saja tidak pernah mengenangkan arti hidup ini. Dengan kata lain bagi anda yang sedang menderita sakit kami harapkan memanfaatkan keheningan di rumah sakit atau di kamar sakit untuk merenungkan dan mawas diri perihal arti hidup di dunia ini. Untuk apa saya hidup, untuk apa saya diciptakan oleh Tuhan? Percayalah jika anda tidak mengeluh atau mengesah ketika sedang menderita sakit, maka anda akan cepat sembuh, apalagi ketika anda memanfaatkan waktu sakit untuk merenungkan arti hidup, yang dianugerahkan oleh Tuhan.
“Mereka membuat anak lembu di Horeb, dan sujud menyembah kepada patung tuangan; mereka menukar Kemuliaan mereka dengan bangunan sapi jantan yang makan rumput. Mereka melupakan Allah yang telah menyelamatkan mereka, yang telah melakukan hal-hal yang besar di Mesir:perbuatan-perbuatan ajaib di tanah Ham, perbuatan-perbuatan dahsyat di tepi Laut Teberau
(Mzm 106:19-22).
Ign 11 Februari 2012
*) Sumber Millis KD