Jumat, 30 Desember 2011

“Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan olehNya tetapi dunia tidak mengenalNya”

(1Yoh 2:18-21; Yoh 1:1-18)
Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah.Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya. Datanglah seorang yang diutus Allah, namanya Yohanes; ia datang sebagai saksi untuk memberi kesaksian tentang terang itu, supaya oleh dia semua orang menjadi percaya. Ia bukan terang itu, tetapi ia harus memberi kesaksian tentang terang itu. Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia. Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya. Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya. Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya; orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah. Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran. ” (Yoh 1:1-14), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Yesus, Penyelamat Dunia, telah mendunia, hadir di tengah-tengah kita, Allah menjadi manusia seperti kita kecuali dalam hal dosa. Namun sebagaimana diwartakan oleh penginjil Yohanes tidak semua orang mengenalNya atau bahkan juga ada yang menolakNya, karena Ia tidak sebagaimana mereka impikan atau dambakan. Kiranya cukup banyak orang yang mendambakan bahwa Ia datang dengan kebesaranNya, namun Ia datang dalam kemiskinan dan kesederhanaanNya dan dengan demikian hanya mereka yang berjiwa miskin dan sederhana mampu menerima dan mengenalNya. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan kita semua untuk hidup berjiwa miskin dan sederhana dalam hidup sehari-hari kapan pun dan dimana pun. Berjiwa miskin dan sederhana antara lain berarti senantiasa dengan rendah hati terbuka terhadap segala kemungkinan dan kesempatan. Maka kami mengajak anda sekalian marilah di tahun yang akan datang ini kita dengan rendah hati terbuka terhadap segala kemungkinan dan kesempatan, terutama terbuka terhadap Penyelenggaraan Ilahi. Dengan kata lain kami berharap semoga di tahun baru yang akan datang kita sungguh hidup baru, yang ditandai oleh “penuh kasih karunia dan kebenaran”.
·   Anak-anakku, waktu ini adalah waktu yang terakhir, dan seperti yang telah kamu dengar, seorang antikristus akan datang, sekarang telah bangkit banyak antikristus. Itulah tandanya, bahwa waktu ini benar-benar adalah waktu yang terakhir. Memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita. Tetapi hal itu terjadi, supaya menjadi nyata, bahwa tidak semua mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita” (1Yoh 2:18-19). Kutipan ini mengingatkan kita agar dalam menempuh tahun 2012 yang akan datang kita sungguh hati-hati dan peka terhadap aneka godaan atau rayuan yang mengajak kita untuk berbuat jahat atau melakukan dosa. Cermati bahwa akan muncul orang-orang yang tak beriman yang berkehendak menggerogoti iman kita dengan dan melalui tawaran seperti uang/harta benda, kedudukan/jabatan atau kehormatan duniawi. Orang-orang yang bersikap mental materialistis pada umumnya dengan lembut dan halus merayu kita agar mengikuti cara hidup dan cara bertindaknya yang materialistis. Sekali lagi saya mengajak dan mengingatkan kita semua: marilah kita berjiwa miskin dan sederhana agar tidak mudah jatuh ke dalam dosa, mengikuti keinginan mereka yang bersikap mental materialistis. Marilah kita sadari dan hayati bahwa kita diciptakan oleh Allah untuk memuji, menghormati, melayani dan memuliakanNya demi keselamatan jiwa kita. Dengan kata lain marilah kita lebih mengutamakan keselamatan jiwa manusia daripada apa-apa yang bersifat phisik dalam cara hidup dan cara bertindak kita. Hendaknya memfungsikan apa-apa yang bersifat phisik seperti harta benda/uang, jabatan/kedudukan dan kehormatan duniawi sebagai bantuan atau wahana untuk lebih memuliakan, mengabdi, menghormati dan melayani Allah alias agar semakin suci, semakin beriman, semakin dikasihi oleh Allah dan sesama manusia.   
Biarlah langit bersukacita dan bumi bersorak-sorak, biarlah gemuruh laut serta isinya, biarlah beria-ria padang dan segala yang di atasnya, maka segala pohon di hutan bersorak-sorai di hadapan TUHAN, sebab Ia datang, sebab Ia datang untuk menghakimi bumi. Ia akan menghakimi dunia dengan keadilan, dan bangsa-bangsa dengan kesetiaan-Nya.” (Mzm 96:11-13)
Ign 31 Desember 2011
*) Sumber Millis KD

“Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat”

(Kej 15:1-6; 21:1-3; Luk 2:36-40)
Lagipula di situ ada Hana, seorang nabi perempuan, anak Fanuel dari suku Asyer. Ia sudah sangat lanjut umurnya. Sesudah kawin ia hidup tujuh tahun lamanya bersama suaminya,37 dan sekarang ia janda dan berumur delapan puluh empat tahun. Ia tidak pernah meninggalkan Bait Allah dan siang malam beribadah dengan berpuasa dan berdoa. Dan pada ketika itu juga datanglah ia ke situ dan mengucap syukur kepada Allah dan berbicara tentang Anak itu kepada semua orang yang menantikan kelepasan untuk Yerusalem. Dan setelah selesai semua yang harus dilakukan menurut hukum Tuhan, kembalilah mereka ke kota kediamannya, yaitu kota Nazaret di Galilea. Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya” (Luk 2:36-40), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan Pesta Keluarga Kudus hari ini, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Keluarga adalah dasar hidup bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan beriman serta menggereja, maka ketika keluarga sungguh kuat, dalam arti damai sejahtera dan selamat oleh ikatan kasih, hidup bermasyarakat, berbangsa, bernegara, beriman dan menggereja akan dalam keadaan damai sejahtera dan selamat juga. Kanak-kanak Yesus di dalam keluarga kudus di Nasareth karena asuhan ‘orangtua’Nya telah “bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat dan kasih karunia Allah ada padaNya”. Maka dengan ini kami berharap keluarga-keluarga dapat meneladan Keluarga Kudus, Yesus, Maria dan Yosef. Kami berharap anak-anak yang dianugerahkan oleh Allah kepada orangtua/ bapak-ibu dididik dan dibersarkan dalam cintakasih dan kebebasan Injili. Dalam cintakasih berarti bapak-ibu sungguh memboroskan waktu dan tenaga bagi anak-anaknya, sedangkan dalam kebebasan Injili berarti bapak-ibu berfungsi sebagai penyiram sedangkan Allah-lah yang menganugerahi pertumbuhan dan perkembangan. Dengan kata lain orangtua tidak dapat memaksa anak-anak hanya mengikuti kehendak dan keinginan orangtuanya bagi masa depan mereka, melainkan biarlah Allah sendiri yang menyentuh dan memanggilnya untuk jadi apa masa depan anak-anak. Agar anak-anak bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada mereka, hendaknya masa balita anak-anak sungguh memperoleh kasih dan perhatian orangtua yang memadai. Hendaknya tidak dengan mudah menyerahkan anak-anak balita kepada para pembantu atau kakek-neneknya, karena ada kecenderungan untuk dimanja dan dengan demikian anak-anak tidak akan tumbuh berkembang sebagaimana dikehendaki oleh Allah.
·   TUHAN membawa Abram ke luar serta berfirman: "Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya." Maka firman-Nya kepadanya: "Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu." Lalu percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran” (Kej 15:5-6). Abram/Abraham adalah teladan umat beriman, maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan segenap umat beriman untuk meneladan bapa Abraham, yaitu percaya kepada firmanNya. Percaya atau beriman kepada firmanNya berarti senantiasa menghayati firman-firmanNya dalam hidup sehari-hari alias membaktikan diri sepenuhnya kepada Penyelenggaraan Ilahi. Dengan kata lain hendaknya kita tidak begitu percaya diri alias sombong, melainkan rendah hati. “Rendah hati adalah sikap dan perilaku yang tidak suka menonjolkan dan menomorsatukan diri, yaitu dengan menenggang perasaan orang lain. Meskipun pada kenyataannya lebih dari orang lain, ia dapat menahan diri untuk tidak menonjolkan dirinya”. (Prof Dr Edi Sedyawati/ edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Tak jemu-jemunya saya mengutip makna rendah hati, karena rendah hati merupakan keutamaan yang utama dan pertama harus kita hayati dan sebarluaskan. Para orangtua hendaknya menjadi teladan rendah hati bagi anak-anaknya serta mendidik dan membesarkan anak-anak untuk hidup dan bertindak rendah hati. Kita juga dapat meneladan Yosef dan Maria yang rendah hati dalam mendampingi kanak-kanak Yesus. Ingatlah dan sadari bahwa anda yang berkeluarga dan dianugerahi anak-anak akan memiliki keturunan yang banyak, yang sulit anda bayangkan, maka semoga keturunan anda kelak juga hidup dan bertindak dengan rendah hati, karena mengenangkan anda yang rendah hati. Biarlah anda nanti dikenang oleh keturunan anda, sebagaimana orang mengenang bapa Abraham maupun Yosef dan Maria. Secara khusus kepada mereka yang mengenakan nama Yosef atau Maria untuk meneladan Keluarga Kudus.
Serukanlah nama-Nya, perkenalkanlah perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa! Bernyanyilah bagi-Nya, bermazmurlah bagi-Nya, percakapkanlah segala perbuatan-Nya yang ajaib! Bermegahlah di dalam nama-Nya yang kudus, biarlah bersukahati orang-orang yang mencari TUHAN! Carilah TUHAN dan kekuatan-Nya, carilah wajah-Nya selalu! Ingatlah perbuatan-perbuatan ajaib yang dilakukan-Nya, mujizat-mujizat-Nya dan penghukuman-penghukuman yang diucapkan-Nya, hai anak cucu Abraham, hamba-Nya, hai anak-anak Yakub, orang-orang pilihan-Nya!” (Mzm 105:1b-6)
Ign 30 Desember 2011. 
*) Sumber Millis KD

Kamis, 29 Desember 2011

"Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang “

(1Yoh 2:3-11; Luk 2:22-35)
“Dan ketika genap waktu pentahiran, menurut hukum Taurat Musa, mereka membawa Dia ke Yerusalem untuk menyerahkan-Nya kepada Tuhan, seperti ada tertulis dalam hukum Tuhan: "Semua anak laki-laki sulung harus dikuduskan bagi Allah", dan untuk mempersembahkan korban menurut apa yang difirmankan dalam hukum Tuhan, yaitu sepasang burung tekukur atau dua ekor anak burung merpati. Adalah di Yerusalem seorang bernama Simeon. Ia seorang yang benar dan saleh yang menantikan penghiburan bagi Israel. Roh Kudus ada di atasnya, dan kepadanya telah dinyatakan oleh Roh Kudus, bahwa ia tidak akan mati sebelum ia melihat Mesias, yaitu Dia yang diurapi Tuhan. Ia datang ke Bait Allah oleh Roh Kudus. Ketika Yesus, Anak itu, dibawa masuk oleh orang tua-Nya untuk melakukan kepada-Nya apa yang ditentukan hukum Taurat, ia menyambut Anak itu dan menatang-Nya sambil memuji Allah, katanya: "Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu, yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa, yaitu terang yang menjadi penyataan bagi bangsa-bangsa lain dan menjadi kemuliaan bagi umat-Mu, Israel." Dan bapa serta ibu-Nya amat heran akan segala apa yang dikatakan tentang Dia. Lalu Simeon memberkati mereka dan berkata kepada Maria, ibu Anak itu: "Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan -- dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri --, supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang." (Luk 2:22-35), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Hari ini ditampilkan kepada kita tokoh Simeon, “seorang yang benar dan saleh yang menantikan penghiburan”, maka ketika ia melihat Sang Penghibur Sejati, Sang Bayi Penyelamat Dunia, yang dipersembahkan di bait Allah, ia merasa berbahagia sekali dan siap sedia untuk dipanggil Tuhan karena telah bertatap muka dengan Penyelamat Dunia. Ia pun meramalkan bahwa Sang Bayi Penyelamat Dunia ini ‘ditentukan untuk menjatuhkan dan membangkitkan banyak orang”, artinya kedatanganNya akan mengajak semua orang untuk berbalik kepada Tuhan. Baiklah saya mengajak anda sekalian untuk mawas diri sebagai orang beriman: apakah cara hidup dan cara bertindak kita benar dan saleh seperti Simeon, sehingga juga dipanggil untuk mengajak semua orang berbalik kepada Tuhan alias bertobat, meninggalkan cara hidup dan cara bertindaknya yang amoral atau jahat. Orang benar dan saleh pasti tak takut dan tak gentar menghadapi aneka macam bentuk ketegangan atau perbantahan, karena ia akan mampu melihat karya Tuhan di dalamnya, sehingga mampu mengatasi ketegangan dan perbantahan, serta dengan demikian semua orang hidup dalam damai dan tenteram sehingga juga siap sedia berkata seperti Simeon "Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu”, siap sedia dipanggil Tuhan kapan saja dan dimana saja.
·    “Barangsiapa berkata: Aku mengenal Dia, tetapi ia tidak menuruti perintah-Nya, ia adalah seorang pendusta dan di dalamnya tidak ada kebenaran. Tetapi barangsiapa menuruti firman-Nya, di dalam orang itu sungguh sudah sempurna kasih Allah; dengan itulah kita ketahui, bahwa kita ada di dalam Dia. Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup” (1Yoh 2:4-6). Kutipan dari surat Yohanes di atas ini menegaskan cara hidup dan cara bertindak orang benar dan saleh, yaitu “menuruti firmanNya, sempurna kasih Allah dan hidup seperti Kristus”, alias menjadi ’alter Christi’. Jika kita jujur mawas diri kiranya kita akan mengakui bahwa kita masih jauh dari itu semuanya, maka marilah dengan rendah hati kita bersama-sama mengusahakannya. Dalam kebersamaan kiranya kita akan lebih mampu menuruti firman Allah, sempurna dalam kasih Allah serta hidup seperti Yesus Kristus. Semua firman atau sabdaNya kiranya dapat dipadatkan kedalam perintah untuk saling mengasihi satu sama lain sebagaimana Allah telah mengasihi kita. Pada masa kini hemat saya yang sulit adalah dikasihi bukan mengasihi. Dikasihi artinya siap sedia diberitahu, dituntun, dikritik, ditegor, dicela, dst..,pendek kata diperkembangkan dan ditumbuhkan terus-menerus agar semakin suci dan bersahabat dengan Tuhan dan sesamanya, semakin dikasihi oleh Tuhan dan sesamanya. Marilah dengan rendah hati kita tanggapi dan sikapi aneka macam sapaan, sentuhan, perlakuan, ajakan dst.. dari saudara-saudari kita sebagai perwujudan kasih Tuhan kepada kita. Tak mungkin orang mengritik, mengejek dan menegor kita dengan keras jika mereka tak mengasihi kita, maka hayatilah aneka kritik, ejekan dan tegoran keras sebagai kasih, kerena dengan demikian kita juga akan semakin benar dan saleh.
Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN, menyanyilah bagi TUHAN, hai segenap bumi! Menyanyilah bagi TUHAN, pujilah nama-Nya, kabarkanlah keselamatan yang dari pada-Nya dari hari ke hari. Ceritakanlah kemuliaan-Nya di antara bangsa-bangsa dan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib di antara segala suku bangsa.” (Mzm 96:1-3)
Ign 29 Desember 2011
*) Sumber Millis KD

"Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang “

(1Yoh 2:3-11; Luk 2:22-35)
“Dan ketika genap waktu pentahiran, menurut hukum Taurat Musa, mereka membawa Dia ke Yerusalem untuk menyerahkan-Nya kepada Tuhan, seperti ada tertulis dalam hukum Tuhan: "Semua anak laki-laki sulung harus dikuduskan bagi Allah", dan untuk mempersembahkan korban menurut apa yang difirmankan dalam hukum Tuhan, yaitu sepasang burung tekukur atau dua ekor anak burung merpati. Adalah di Yerusalem seorang bernama Simeon. Ia seorang yang benar dan saleh yang menantikan penghiburan bagi Israel. Roh Kudus ada di atasnya, dan kepadanya telah dinyatakan oleh Roh Kudus, bahwa ia tidak akan mati sebelum ia melihat Mesias, yaitu Dia yang diurapi Tuhan. Ia datang ke Bait Allah oleh Roh Kudus. Ketika Yesus, Anak itu, dibawa masuk oleh orang tua-Nya untuk melakukan kepada-Nya apa yang ditentukan hukum Taurat, ia menyambut Anak itu dan menatang-Nya sambil memuji Allah, katanya: "Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu, yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa, yaitu terang yang menjadi penyataan bagi bangsa-bangsa lain dan menjadi kemuliaan bagi umat-Mu, Israel." Dan bapa serta ibu-Nya amat heran akan segala apa yang dikatakan tentang Dia. Lalu Simeon memberkati mereka dan berkata kepada Maria, ibu Anak itu: "Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan -- dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri --, supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang." (Luk 2:22-35), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Hari ini ditampilkan kepada kita tokoh Simeon, “seorang yang benar dan saleh yang menantikan penghiburan”, maka ketika ia melihat Sang Penghibur Sejati, Sang Bayi Penyelamat Dunia, yang dipersembahkan di bait Allah, ia merasa berbahagia sekali dan siap sedia untuk dipanggil Tuhan karena telah bertatap muka dengan Penyelamat Dunia. Ia pun meramalkan bahwa Sang Bayi Penyelamat Dunia ini ‘ditentukan untuk menjatuhkan dan membangkitkan banyak orang”, artinya kedatanganNya akan mengajak semua orang untuk berbalik kepada Tuhan. Baiklah saya mengajak anda sekalian untuk mawas diri sebagai orang beriman: apakah cara hidup dan cara bertindak kita benar dan saleh seperti Simeon, sehingga juga dipanggil untuk mengajak semua orang berbalik kepada Tuhan alias bertobat, meninggalkan cara hidup dan cara bertindaknya yang amoral atau jahat. Orang benar dan saleh pasti tak takut dan tak gentar menghadapi aneka macam bentuk ketegangan atau perbantahan, karena ia akan mampu melihat karya Tuhan di dalamnya, sehingga mampu mengatasi ketegangan dan perbantahan, serta dengan demikian semua orang hidup dalam damai dan tenteram sehingga juga siap sedia berkata seperti Simeon "Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu”, siap sedia dipanggil Tuhan kapan saja dan dimana saja.
·    “Barangsiapa berkata: Aku mengenal Dia, tetapi ia tidak menuruti perintah-Nya, ia adalah seorang pendusta dan di dalamnya tidak ada kebenaran. Tetapi barangsiapa menuruti firman-Nya, di dalam orang itu sungguh sudah sempurna kasih Allah; dengan itulah kita ketahui, bahwa kita ada di dalam Dia. Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup” (1Yoh 2:4-6). Kutipan dari surat Yohanes di atas ini menegaskan cara hidup dan cara bertindak orang benar dan saleh, yaitu “menuruti firmanNya, sempurna kasih Allah dan hidup seperti Kristus”, alias menjadi ’alter Christi’. Jika kita jujur mawas diri kiranya kita akan mengakui bahwa kita masih jauh dari itu semuanya, maka marilah dengan rendah hati kita bersama-sama mengusahakannya. Dalam kebersamaan kiranya kita akan lebih mampu menuruti firman Allah, sempurna dalam kasih Allah serta hidup seperti Yesus Kristus. Semua firman atau sabdaNya kiranya dapat dipadatkan kedalam perintah untuk saling mengasihi satu sama lain sebagaimana Allah telah mengasihi kita. Pada masa kini hemat saya yang sulit adalah dikasihi bukan mengasihi. Dikasihi artinya siap sedia diberitahu, dituntun, dikritik, ditegor, dicela, dst..,pendek kata diperkembangkan dan ditumbuhkan terus-menerus agar semakin suci dan bersahabat dengan Tuhan dan sesamanya, semakin dikasihi oleh Tuhan dan sesamanya. Marilah dengan rendah hati kita tanggapi dan sikapi aneka macam sapaan, sentuhan, perlakuan, ajakan dst.. dari saudara-saudari kita sebagai perwujudan kasih Tuhan kepada kita. Tak mungkin orang mengritik, mengejek dan menegor kita dengan keras jika mereka tak mengasihi kita, maka hayatilah aneka kritik, ejekan dan tegoran keras sebagai kasih, kerena dengan demikian kita juga akan semakin benar dan saleh.
Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN, menyanyilah bagi TUHAN, hai segenap bumi! Menyanyilah bagi TUHAN, pujilah nama-Nya, kabarkanlah keselamatan yang dari pada-Nya dari hari ke hari. Ceritakanlah kemuliaan-Nya di antara bangsa-bangsa dan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib di antara segala suku bangsa.” (Mzm 96:1-3)
Ign 29 Desember 2011
*) Sumber Millis KD

Kamis, 22 Desember 2011

“Namanya adalah Yohanes”

(Mal 3:1-4; 4:5-6; Luk 1:57-66)
Kemudian genaplah bulannya bagi Elisabet untuk bersalin dan ia pun melahirkan seorang anak laki-laki. Ketika tetangga-tetangganya serta sanak saudaranya mendengar, bahwa Tuhan telah menunjukkan rahmat-Nya yang begitu besar kepadanya, bersukacitalah mereka bersama-sama dengan dia. Maka datanglah mereka pada hari yang kedelapan untuk menyunatkan anak itu dan mereka hendak menamai dia Zakharia menurut nama bapanya, tetapi ibunya berkata: "Jangan, ia harus dinamai Yohanes." Kata mereka kepadanya: "Tidak ada di antara sanak saudaramu yang bernama demikian." Lalu mereka memberi isyarat kepada bapanya untuk bertanya nama apa yang hendak diberikannya kepada anaknya itu. Ia meminta batu tulis, lalu menuliskan kata-kata ini: "Namanya adalah Yohanes." Dan mereka pun heran semuanya. Dan seketika itu juga terbukalah mulutnya dan terlepaslah lidahnya, lalu ia berkata-kata dan memuji Allah. Maka ketakutanlah semua orang yang tinggal di sekitarnya, dan segala peristiwa itu menjadi buah tutur di seluruh pegunungan Yudea. Dan semua orang, yang mendengarnya, merenungkannya dan berkata: "Menjadi apakah anak ini nanti?" Sebab tangan Tuhan menyertai dia.” (Luk 1:57-66), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catataan sederhana sebagai berikut:
·   Waarta Gembira hari ini mengajak dan mengingatkan kita semua akan pentingnya merubah gaya hidup demi keselamatan atau kebahagiaan kita. Kita semua dapat merubah atau memperbaharui gaya hidup kita dengan merubah pikiran kita. Dalan tradisi anak laki-laki yang baru saja dilahirkan harus diberi nama seperti nama ayahnya, demikian seharusnya anak yang dilahirkan oleh Elisabeth harus diberi nama Zakharias seperti ayahnya, sebagaimana juga berlaku di suku-suku tertentu di Indonesia. Namun ternyata sebagaimana dikehendaki oleh Tuhan ia tidak diberi nama Zakharias, melainkan Yohanes. Maka baiklah saya mengajak anda sekalian untuk mawas diri perihal nama yang dikenakan kepada kita, lebih-lebih atau terutama yang telah mengganti nama, entah itu imam, bruder, suster atau suami-isteri. Kami percaya nama baru yang kita kenakan tidak datang begitu saja, tetapi cukup lama dipikirkan dan direnungkan serta kemudian diputuskan. “Menjadi apakah anak ini nanti”, demikian pertanyaan banyak orang terhadap nama anak yang baru saja dilahirkan Elisabeth. “Tangan Tuhan menyertai dia”, maka anak itu akan tumbuh berkembang sesuai dengan kehendak atau panggilan Tuhan. Kami percaya sebagai orang beriman kita juga disertai oleh Tuhan, maka marilah kita konsekwen atau konsisteen perihal nama yang dikenakan pada kita masing-masing. Hendaknya kita hidup dan bertindak sesuai dengan dambaan, harapan atau impian yang muncul menjelang nama dikenakan pada diri kita masing-masing. Mungkin sebagai anak kita hanya sekedar menerima nama dari orangtua kita masing-masing, maka marilah dengan rendah hati kita bertanya kepada orangtua kita perihal dambaan, kerinduan dan impian terhadap diri kita masing-masing.
·   “ Lihat, Aku menyuruh utusan-Ku, supaya ia mempersiapkan jalan di hadapan-Ku! Dengan mendadak Tuhan yang kamu cari itu akan masuk ke bait-Nya! Malaikat Perjanjian yang kamu kehendaki itu, sesungguhnya, Ia datang, firman TUHAN semesta alam” (Mal 3:1). Kutipan ini kiranya dapat kita kenakan pada diri kita masing-masing. Seperti Yohanes dilahirkan untuk mempersiapkan jalan bagi kedatangan Penyelamat Dunia, demikian juga kita semua umat beriman, khususnya yang beriman kepada Yesus Kristus, Penyelamat Dunia. Persiapan merupakan sesuatu yang penting, jika kita mendambakan kesuksesan segala sesuatu yang kita impikan, cita-citakan, dambakan dan rencanakan , hendaknya kita sungguh mempersiapkan semuanya dengan sebaik dan seoptimal mungkin. Hidup ini adalah suatu persiapan untuk dipanggil Tuhan, dimana kita akan berhadapan dengan Tuhan secara pribadi; kita siap untuk dipanggil Tuhan jika kita hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak dan perintah Tuhan alias hidup baik dan berbudi pekerti luhur. Dalam keadaan, kondisi dan situasi apapun kita hendaknya senantiasa bersama dan bersatu dengan Tuhan, senantiasa berkehendak dan melakukan apa yang benar, mulia, luhur dan baik. Dengan kata lain hendaknya kita setia pada dan melaksanakan dengan sungguh-sungguh janji yang pernah kita ikrarkan. Para pelajar atau mahasiswa hendaknya setia belajar, para pekerja hendaknya setia bekerja, yang sedang mencinta hendaknya setia saling mencintai dst.. Secara khusus kami mengingatkan anda semua: siapkah kita untuk merayakan pesta kelahiran Penyelamat Dunia yang segera akan tiba? Siapkah kita didatangi oleh Tuhan kapan pun dan dimana saja?
“TUHAN itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang yang sesat. Ia membimbing orang-orang yang rendah hati menurut hukum, dan Ia mengajarkan jalan-Nya kepada orang-orang yang rendah hati. Segala jalan TUHAN adalah kasih setia dan kebenaran bagi orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan peringatan-peringatan-Nya” (Mzm 25:8-10)
Ign 23 Desember 2011
*) Sumber Millis KD

“Jiwaku memuliakan Tuhan”

(!Sam 1:24-28; Luk 1:46-56)
“ Lalu kata Maria: "Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku,8 sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus. Dan rahmat-Nya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia. Ia memperlihatkan kuasa-Nya dengan perbuatan tangan-Nya dan mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya; Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah; Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa; Ia menolong Israel, hamba-Nya, karena Ia mengingat rahmat-Nya, seperti yang dijanjikan-Nya kepada nenek moyang kita, kepada Abraham dan keturunannya untuk selama-lamanya." Dan Maria tinggal kira-kira tiga bulan lamanya bersama dengan Elisabet, lalu pulang kembali ke rumahnya.” (Luk 1:46-56), demikian kutipan Warta Genbira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Setelah menerima pujian dari Elisabeth, Maria tidak menjadi sombong melainkan semakin rendah hati serta kemudian mendaraskan Kidung Magnificat, yang antara lain pada masa kini menjadi bagian dari Ibadat Harian para anggota lembaga hidup bakti maupun klerus serta doa harian bagi para anggota Legia Mariae. Maria adalah teladan umat beriman, maka secara khusus kami berharap agar para anggota lembaga hidup bakti maupun klerus dapat menjadi teladan dalam kerendahan hati seperti Maria. Dalan Kidung Magnificat kerendahan hati antara lain dihayati sebagai penghayatan iman bahwa Allah Yang Mahakuasa telah melakukan karya-karya agung dalam hambaNya yang hina dina. Karya-karya agung Allah dalam diri kita antara lain berupa kesehatan, kepandaian/kecerdasan, keterampilan, kecantikan, ketampanan dan segala  sesuatu yang baik, indah, mulia dan luhur dalam diri kita dalam cara hidup dan cara bertindak kita. Maka marilah dengan rendah hati kita imani dan hayati bahwa semua yang baik, luhur, mulia, indah, menarik, mempesona dan memikat dalan diri kita adalah karya agung Allah. Dengan kata lain kepada siapapun yang merasa diri pandai, cerdas,  kaya, cantik, tampan, baik, menarik, mempesona dan menawan hendaknya tidak menjadi sombong, melainkan rendah hati. Mereka yang sombong, angkuh atau senang pamer diri pasti akan dijungkirbalikkan dan dengan demikian akan menderita atau celaka selama-lamanya. Sebagai umat beriman kita juga diingatkan bahwa kita adalah keturunan Abraham, bapa umat beriman, maka baiklah jika kita juga membaktikan diri seutuhnya kepada Tuhan, agar dengan demikian kita juga siap sedia untuk menyambut kedatanganNya di hari Natal yang semakin mendekat ini. Kidung Magnificat kiranya juga merupakan ajakan bagi kita semua untuk hidup dan bertindak sederhana, tidak berfoya-foya atau memboroskan waktu, tenaga maupun hata benda tiada guna.
·    "Mohon bicara tuanku, demi tuanku hidup, akulah perempuan yang dahulu berdiri di sini dekat tuanku untuk berdoa kepada TUHAN. Untuk mendapat anak inilah aku berdoa, dan TUHAN telah memberikan kepadaku, apa yang kuminta dari pada-Nya. Maka aku pun menyerahkannya kepada TUHAN; seumur hidup terserahlah ia kiranya kepada TUHAN." Lalu sujudlah mereka di sana menyembah kepada TUHAN” (1Sam 1:26-28), demikian doa Hana atas kelahiran anaknya, sebagai anugerah Tuhan. Anak adalah anugerah Tuhan, maka selayaknya juga dipersembahkan kembali kepada Tuhan, terserah kehendak Tuhan aas anak yang telah dianugerahkan. Dengan kata lain doa Hana di atas ini mengajak dan mengingatkan kita semua agar anak-anak sungguh mengikuti kehendak atau panggilan Tuhan, karena Ia juga yang menganugerahi pertumbuhan, sedangkan tugas orangtua maupun para guru/pendidik yang membantu mendidik orangtua dalam mendidik anak-anak mereka adalah ‘menyiram’ (merawat sedemikian rupa sebagai pekerja sama Tuhan dalam menganugerahi pertumbuhan). Pada masa kini panggilan untuk menjadi imam, bruder maupun suster sungguh memprihatinkan baik dalam hal kwalitas maupun kwantitas, maka kami berharap kita semua berusaha untuk berpartisipasi dalam menyuburkan panggilan. Untuk itu anak-anak hendaknya dirawat atau disirami sedemikian rupa sehingga memiliki kepekaan terhadap yang lain, tunbuh dan berkembang ‘to be man/woman for/with others’. Cirikhas perawatan atau penyiraman yang baik dan benar adalah dijiwai oleh cintakasih dan kebebasan Injili, jauhkan dari aneka macam bentuk pemanjaan pada anak-anak. Fungsikan sedini mungkin anak-anak demi keselamatan lingkungan hidupnya sesuai dengan perkembangan kepribadian dan kedewasaan anak-anak. Kaderisasi itulah yang hendaknya kita usahakan; seorang kader sejati adalah fungsional menyelamatkan lingkungan hidupnya dimana pun dan kapan pun, lebih-lebih dan terutama demi keselamatan jiwa manusia. Marilah kita sadari bahwa yang akan kita sambut kedatanganNya adalah Penyelamat Dunia, yang datang untuk menyelamatkan dunia; beriman kepadaNya berarti berpartisipasi dalam penyelamatan dunia, dimana ada bagian dunia yang tidak selamat harus menyelamatkan, dan untuk itu harus sungguh mendunia/membumi.
"Hatiku bersukaria karena TUHAN, tanduk kekuatanku ditinggikan oleh TUHAN; mulutku mencemoohkan musuhku, sebab aku bersukacita karena pertolongan-Mu. Busur pada pahlawan telah patah, tetapi orang-orang yang terhuyung-huyung, pinggangnya berikatkan kekuatan. Siapa yang kenyang dahulu, sekarang menyewakan dirinya karena makanan, tetapi orang yang lapar dahulu, sekarang boleh beristirahat. Bahkan orang yang mandul melahirkan tujuh anak, tetapi orang yang banyak anaknya, menjadi layu. TUHAN mematikan dan menghidupkan, Ia menurunkan ke dalam dunia orang mati dan mengangkat dari sana. TUHAN membuat miskin dan membuat kaya; Ia merendahkan, dan meninggikan juga.” (1Sam 2:1.4-7)
Ign 22 Desember 2011. “Selamat hari Ibu” 
Kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia” 
*) Sumber Millis KD
 

Rabu, 21 Desember 2011

"Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu.”

(Kid 2:8-14; Luk 1:39-45)
“ Beberapa waktu kemudian berangkatlah Maria dan langsung berjalan ke pegunungan menuju sebuah kota di Yehuda. Di situ ia masuk ke rumah Zakharia dan memberi salam kepada Elisabet. Dan ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus, lalu berseru dengan suara nyaring: "Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan. Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana." (Luk 1:39-45), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Pada hari ini kepada kita ditampilkan atau dikisahkan dua perempuan yang penuh Roh Kudus serta memperoleh kasih karunia Allah saling bertemu dan menyapa: Maria mengunjungi Elisabeth, yang muda mendatangi yang lebih tua. Pertama-tama bertemu memberi salam, dan kiranya kebiasaan memberi salam ini juga sering kita lakukan setiap hari setiap kali kita bertemu dengan orang lain, entah secara langsung atau tidak langsung, misalnya dengan tilpon atau HP atau surat. Salam berarti selamat, maka saling memberi salam berarti saling menyelamatkan dan membahagiakan serta saling memuji. Elisabeth ketika mendengar salam dari Maria melonjaklah anak yang ada di rahimnya, sehingga ia berkata kepada Maria “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu…Dan berbahagilah ia, yang percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana”. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan anda sekalian untuk mawas diri: apakah setiap kali kita memberi salam kepada saudara-saudari kita, apakah hal itu kita lakukan sekedar basa-basi atau formalitas belaka atau sungguh keluar dari lubuk hati kita yang terdalam, sebagai ucapan syukur dan terima kasih atas kasih karunia Allah yang telah kita terima secara melimpah ruah? Lebih-lebih dan terutama kepada rekan-rekan kaum perempuan kami ajak untuk saling menyapa “Diberkatilah buah rahimmu”, yang berarti senantiasa menghayati kelahiran anak sebagai berkat atau kasih karunia Allah, dan kemudian membesarkan dan mendidik anak dalam kasih karunia Allah juga atau dengan penuh kerahiman
·   Dengarlah! Kekasihku! Lihatlah, ia datang, melompat-lompat di atas gunung-gunung, meloncat-loncat di atas bukit-bukit.Kekasihku serupa kijang, atau anak rusa. Lihatlah, ia berdiri di balik dinding kita, sambil menengok-nengok melalui tingkap-tingkap dan melihat dari kisi-kisi. Kekasihku mulai berbicara kepadaku: "Bangunlah manisku, jelitaku, marilah! Karena lihatlah, musim dingin telah lewat, hujan telah berhenti dan sudah lalu. Di ladang telah nampak bunga-bunga, tibalah musim memangkas; bunyi tekukur terdengar di tanah kita. Pohon ara mulai berbuah, dan bunga pohon anggur semerbak baunya. Bangunlah, manisku, jelitaku, marilah! Merpatiku di celah-celah batu, di persembunyian lereng-lereng gunung, perlihatkanlah wajahmu, perdengarkanlah suaramu! Sebab merdu suaramu dan elok wajahmu” (Kid 2:8-14). Kutipan dari Kidung Agung di atas ini kiranya baik menjadi bahan permenungan bagi siapapun yang hidup saling mengasihi, lebih-lebih dan terutama bagi para suami dan isteri yang telah berjanji untuk saling mengasihi satu sama lain baik dalam untung maupun malang, sehat maupun sakit sampai mati. “Manisku, jelitaku”, kata-kata ini selayaknya dikatakan oleh suami kepada isterinya dan sebaliknya. Hendaknya dalam situasi atau kondisi apapun, baik suami maupun isteri, saling menyikapi dan menghayati pasangan hidupnya sebagai yang manis dan jelita, dan dengan demikian pasangan hidupnya senantiasa menarik, menawan, memikat dan mempesona. Tentu saja sikap dan penghayatan macam itu hendaknya juga menjadi milik semua umat beriman: saling memuji, menghormati, mengabdi dan memuliakan, sebagaimana manusia diciptakan untuk memuji, menghormati, mengabdi dan memuliakan Tuhan Allah yang telah menciptakannya. Tentu saja hal itu juga mengandaikan kita semua senantiasa dalam keadaan manis, tidak hanya secara phisik tetapi juga secara spiritual, sehingga cara hidup dan cara bertindak kita sungguh menarik, mempesona, memikat dan menawan bagi siapapun yang melihat kita atau hidup dan bekerja bersama dengan kita.
Bersyukurlah kepada TUHAN dengan kecapi, bermazmurlah bagi-Nya dengan gambus sepuluh tali! Nyanyikanlah bagi-Nya nyanyian baru; petiklah kecapi baik-baik dengan sorak-sorai! Jiwa kita menanti-nantikan TUHAN. Dialah penolong kita dan perisai kita! Ya, karena Dia hati kita bersukacita, sebab kepada nama-Nya yang kudus kita percaya” (Mzm 33:2-3.20-21)
Ign 21 Desember 2011
*) Sumber Millis KD

Senin, 19 Desember 2011

“Engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah”

(Yes 7:10-14; Luk 1:28-38)
“Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: "Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau." Maria terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu. Kata malaikat itu kepadanya: "Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan." Kata Maria kepada malaikat itu: "Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?" Jawab malaikat itu kepadanya: "Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah. Dan sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, ia pun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia, yang disebut mandul itu. Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil." Kata Maria: "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu." Lalu malaikat itu meninggalkan dia” (Luk 1:28-38), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Setelah Elisabeth menerima kasih karunia Allah, pada hari ini kita diajak mengenangkan SP Maria yang “beroleh kasih karunia Allah” untuk menjadi ibu Penyelamat Dunia, yang kita nantikan kedatanganNya. Menanggapi kasih karunia atau panggilan Allah untuk menjadi ibu Penyelamat Dunia, Maria menjawab “Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu”. Marilah kita sadari dan hayati bahwa masing-masing dari kita juga telah menerima kasih karunia atau rahmat Allah secara melimpah melalui sekian banyak orang yang telah memperhatikan atau mengasihi kita dengan berbagai cara dan bentuk. Hendaknya disadari dan dihayati bahwa aneka macam sapaan, perlakuan, sentuhan dari saudara-saudari kita sungguh merupakan kasih karunia Allah kepada kita yang lemah, rapuh dan berdosa. Maka selayaknya kita juga meneladan Maria yang rendah hati dan taat dalam menanggapi kasih karunia Allah, antara lain secara konkret hidup saling melayani, membahagiakan dan menyelamatkan. Sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus kita dipanggil untuk meneladan SP Maria, yang menyatakan dan menghayati diri sebagai hamba Tuhan dan senantiasa melaksanakan kehendak Tuhan dalam hidup sehari-hari. Kehendak Tuhan antara lain menggejala dalam diri orang-orang yang berkehendak baik, maka marilah kita dengan rendah hati mendengarkan suara, nasihat, kritik, saran dst..dari saudara-saudari kita yang berkehendak baik, dan selanjutnya kita hayati atau laksanakan. Kita sikapi dan hayati semua yang berasal dari saudara-saudari kita yang berkehendak baik sebagai kasih karunia Tuhan Allah kepada kita manusia yang lemah, rapuh dan berdosa ini.
·   “Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel” (Yes 7:14), demikian kata ramalan nabi Yesaya perihal kedatangan atau kelahiran Penyelamat Dunia. Kedatangan atau kelahiran Penyelamat Dunia telah lama dijanjikan oleh Allah kepada umat manusia yang percaya kepadaNya, dan setiap kali hal itu diingatkan atau diangkat kembali oleh para nabi, yang mempersiapkan umatnya atau bangsanya dalam rangka menyambut kedatangan atau kelahiran Penyelamat Dunia. Sejak memasuki masa Adven kita juga diajak dan diingatkan untuk mempersiapkan diri dalam rangka merayakan Natal, Pesta kelahiran Penyelamat Dunia. Maka baiklah saya mengajak dan mengingatkan anda sekalian: sudah sungguh siapkah kita merayakan Natal, Kelahiran Penyelamat Dunia, Pembawa Damai Sejahtera, persaudaraan dan persahabatan sejati? Dengan kata lain apakah dari pihak kita sendiri juga telah  mengusahakan dan membangun persaudaraan dan persahabatan sejati antar kita dalam hidup dan kerja bersama kapan pun dan dimana pun? Yang akan kita sambut juga akan dinamai Imanuel, yang berarti Allah beserta atau menyertai kita. Benarkah dan siapkah kita disertai Allah dalam perjalanan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita, sehingga mau tak mau kita harus hidup dan bertindak sesuai  dengan kehendak Allah, yang menghayati diri sebagai hamba-hamba Allah dan senantiasa mengusahakan damai sejahtera dalam cara hidup dan cara bertindak?
“TUHANlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya. Sebab Dialah yang mendasarkannya di atas lautan dan menegakkannya di atas sungai-sungai. "Siapakah yang boleh naik ke atas gunung TUHAN? Siapakah yang boleh berdiri di tempat-Nya yang kudus?" "Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan
 (Mzm 24:1-4b)
Ign 20 Desember 2011
*) Sumber Millis KD

Selasa, 13 Desember 2011

“Perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah”

(Zef 3:1-2.9-13; Mat 21:28-32)
"Tetapi apakah pendapatmu tentang ini: Seorang mempunyai dua anak laki-laki. Ia pergi kepada anak yang sulung dan berkata: Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun anggur. Jawab anak itu: Baik, bapa. Tetapi ia tidak pergi. Lalu orang itu pergi kepada anak yang kedua dan berkata demikian juga. Dan anak itu menjawab: Aku tidak mau. Tetapi kemudian ia menyesal lalu pergi juga. Siapakah di antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya?" Jawab mereka: "Yang terakhir." Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah. Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu, dan kamu tidak percaya kepadanya. Tetapi pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal percaya kepadanya. Dan meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak menyesal dan kamu tidak juga percaya kepadanya." (Mat 21:28-32), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Lusia, perawan dan martir, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Yang dimaksudkan dengan anak pertama di sini tidak lain adalah para tokoh bangsa Yahudi seperti para ahli Taurat, orang-orang Farisi, imam-imam kepala serta tua-tua Yahudi, sedangkan anak kedua adalah rakyat jelata atau orang-orang yang menyadari dan menghayati diri sebagai yang berdosa, lemah dan rapuh serta mendambakan penyelamatan Allah. Yang kemudian ini diumpamakan seperti para pemungut cukai dan perempuan sundal alias pelacur. Menyadari dan menghayati diri sebagai yang beriman hemat saya identik dengan menyadari dan menghayati diri sebagai pendosa. St. Lusia yang kita kenangkan hari ini sungguh beriman dan mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah, maka ketika gadis cantik ini dilamar oleh seorang pemuda ia menolaknya dan kemudian dituduh Kristen dan dibunuh dengan ditusuk lehernya. Leher adalah bagian tubuh dari anggota tubuh kita yang kelihatan yang tak pernah menyakiti anggota tubuh lainnya, yang rendah hati melaksanakan fungsinya, maka leher kiranya juga dapat menjadi symbol orang yang sungguh beriman, yang senantiasa siap sedia diperlakukan apa saja tanpa mengeluh, menggerutu dan marah. Kita semua dipanggil untuk menghayati rahmat kemartiran kita dengan menjadi pelaksana-pelaksana perintah Allah sebagaimana digambarkan bagaikan anak kedua yang pergi dan melaksanakan perintah ayahnya. Maka marilah bersama-sama berusaha dengan rendah hati untuk menjadi pelaksana-pelaksana perintah dan kehendak Allah dalam cara hidup dan cara bertindak kita dimana pun dan kapan pun. Semoga St Lusia, perawan dan martir, menjadi teladan kita dan senantiasa mendoakan kita agar setia menjadi pelaksana-pelaksana kehendak dan perintah Allah.
·   Celakalah si pemberontak dan si cemar, hai kota yang penuh penindasan! Ia tidak mau mendengarkan teguran siapa pun dan tidak mempedulikan kecaman; kepada TUHAN ia tidak percaya dan kepada Allahnya ia tidak menghadap.” (Zef 3:1-2), demikian peringatan nabi Zefanya kepada bangsanya, kepada kita semua umat beriman. Kita diingatkan agar jangan menjadi pemberontak-pemberontak, entah dalam hidup bersama di dalam keluarga, tempat kerja/tugas maupun di masyarakat, apalagi memberontak kepada Tuhan alias tidak percaya kepadaNya. Ada kemungkinan dan kiranya sangat mungkin bahwa kita sering memberontak atau melawan kehendak dan perintah Tuhan atau aneka perintah dan kehendak serta nasihat orang yang berkehendak baik, entah sengaja atau tidak sengaja. Baiklah ketika kita diingatkan atas pemberontakan atau perlawanan kita hendaknya dengan rendah hati segera bertobat alias memperbaharui diri tanpa menunda-nunda, jika kita mendambakan hidup damai, selamat dan sejahtera, baik lahir maupun batin, jasmani maupun rohani, phisik maupun spiritual. Keutamaan ketaatan itulah yang hendaknya kita usahakan, perdalam dan teguhkan dalam kehidupan beriman di mana pun dan kapan pun. Untuk itu memang kita diharapkan dengan rendah hati mendengarkan aneka kecaman, peringatan, nasihat, tegoran atau kritikan yang mendatangi kita; sikapi dan terimalah semuanya itu sebagai perwujudan kasih dan perhatian mereka terhadap kita, orang yang lemah, rapuh dan berdosa, yang mendambakan keselamatan atau kebahagiaan sejati. Ingatlah dan hayati bahwa orang tak akan mengritik, mengecam, menegor atau menasihati kita jika mereka tidak mengasihi kita; hanya karena dan dalam kasih lah mereka berani mengritik, mengecam dan menegor kita. Hayati dan  sikapi aneka kritik, kecaman, tegoran dan nasihat sebagai wahana untuk membimbing dan mendorong kita agar semakin beriman, semakin membaktikan diri sepenuhnya kepada Tuhan melalui pembaktian diri terhadap saudara-saudari kita.
Wajah TUHAN menentang orang-orang yang berbuat jahat untuk melenyapkan ingatan kepada mereka dari muka bumi. Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya.34:19 TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya.” (Mzm 34:17-19)
Ign 13 Desember 2011
*) Sumber Millis KD

Sabtu, 10 Desember 2011

"Aku membaptis dengan air”

Mg Adven III: Yes 61:1-2a.10-11; 1Tes 5:16-24; Yoh 1:6-8.19-28
"Aku membaptis dengan air”
Pada Hari Minggu Adven III ini kepada kita ditampilkan tokoh Yohanes Pembaptis yang bertugas untuk mempersiapkan bangsanya atau  saudara-saudarinya dalam rangka menyambut kedatangan Penyelamat Dunia. Selain mengajar ia juga tampil di sungai Yordan untuk membaptis mereka yang percaya kepada pengajaran atau pewartaanya, namun baptisan Yohanes hanya dengan air belum dengan dan dalam Roh. Dengan kata lain ia mempersiapkan fisik umatnya agar dalam keadaan bersih, sehingga kemudian juga siap sedia untuk menerima baptisan dalam dan oleh Roh yang akan disampaikan oleh Yesus, Penyelamat Dunia. Kita yang beriman kepada Penyelamat Dunia kiranya dipanggil untuk meneladan Yohanes Pembaptis, "Aku membaptis dengan air; tetapi di tengah-tengah kamu berdiri Dia yang tidak kamu kenal, yaitu Dia, yang datang kemudian dari padaku. Membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak” (Yoh 1:26-27). Maka marilah kita renungkan dan kenakan kata-kata di atas ini pada diri kita masing-masing.
"Aku membaptis dengan air; tetapi di tengah-tengah kamu berdiri Dia yang tidak kamu kenal, yaitu Dia, yang datang kemudian dari padaku. Membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak" (Yoh 1:26-27)
Air merupakan salah satu kebutuhan pokok atau utama bagi kita umat manusia, maupun ciptaan-ciptaan lainnya seperti binatang dan tanaman atau tumbuh-tumbuhan. Air juga merupakan sarana penyalur tenaga listrik yang paling handal dan baik. Seorang ahli kesehatan pendamping para olahragawan dan olahragawati pernah mengatakan bahwa sebelum olahraga hendaknya minum air putih secukupnya, demikian juga selama berolahraga merasa haus hendaknya cukup  minum air putih. Air juga berfungsi untuk membersihkan, misalnya untuk mandi, mencuci alat-alat makan dan minum ataupun aneka jenis pakaian dan barang. Sebagian besar tubuh kita juga terdiri dari air.
Kita semua, yang beriman kepada Yesus Kristus, dipanggil untuk mempersiapkan diri kita maupun saudara-saudari kita dalam menyonsong kedatangan Penyelamat Dunia dengan mengadakan gerakan pembesihan atau penyucian diri, tentu saja tidak hanya secara phisik, tetapi terutama dan pertama-tama adalah secara spiritual atau rohani. Maka baiklah saya mengajak anda sekalian untuk mawas diri perihal janji-janji yang pernah kita ikrarkan misalnya janji baptis, janji perkawinan, janji imamat atau kaul-kaul seperti kaul hidup bakti atau membiara. Dari janji-janji tersebut kita yang sama dan mendasari adalah janji baptis.
Ketika kita dibaptis, entah baptis dewasa atau bayi (yang berarti diwakili oleh orangtua dan bapak atau ibu baptis kita), kita berjanji hanya mau mengabdi Tuhan Allah saja serta menolak godaan setan, dan sekirnya kita masih setia pada janji baptis tersebut berarti kita juga masih dalam keadaan bersih atau suci. Namun dengan jujur kiranya kita tidak dalam keadaan suci atau bersih sebagaimana diharapkan atau kita dambakan,  maka marilah dengan rendah hati, tekun, cermat dan teliti kita periksa diri masing-masing sejauh mana atau dalam hal apa kita tidak bersih atau suci:  perasaan, pikiran, sikap, tindakan atau kata-kata. Kemungkinan besar yang tidak bersih atau tidak suci bagi kita semua adalah perasaan dan pikiran. Menerima sesuatu yang tidak sesuai dengan selera atau keinginan pribadi, entah itu makanan atau minuman, tindakan atau kata-kata sering  kita lalu dengan mudah berperasaan atau berpikiran jahat, sehingga kita sering sulit untuk istirahat atau tidur dengan baik, demikian juga tidak mudah berkonsentrasi dalam mengerjakan segala sesuatu yang harus kita kerjakan.   
Meneladan Yohanes Pembaptis juga dipanggil untuk hidup dan bertindak dengan rendah hati. Salah satu wujud penghayatan keutaman  kerendahan hati pada masa ini yang mendesak dan up to date ialah tidak mengeluh atau menggerutu ketika kita menerima perlakuan yang tidak sesuai dengan hati kita atau makanan dan minuman yang tidak sesuai dengan selera pribadi atau situasi dan kondisi lingkungan yang tidak enak. Hendaknya kita tidak mengeluh, melainkan dengan sabar dan lemah lembut menghadapi semuanya itu alias nikmati saja seraya merenungkan dan meresapkan kata-kata Yohanes Pembaptism yaitu “membuka tali kasutNya pun aku tidak layak”.
Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu. Janganlah padamkan Roh, dan janganlah anggap rendah nubuat-nubuat. Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik. Jauhkanlah dirimu dari segala jenis kejahatan.” (1Tes 5:18-22)
Apa yang dikatakan oleh Paulus kepada umat di Tesalonika di atas ini kiranya baik menjadi bahan permenungan atau refleksi kita bersama. “Mengucap syukurlah dalam segala hal”, inilah kiranya yang pertama-tama dan terutama untuk kita renungkan atau refleksikan. Marilah kita sadari dan hayati bahwa hidup dan segala sesuatu yang kita miliki, nikmati dan kuasai sampai saat ini adalah anugerah Tuhan yang telah kita terima melalui sekian banyak orang yang telah berbuat baik kepada, mengasihi dan memperhatikan kita, orang yang lemah dan rapuh ini. Jika kita berani menyadari dan menghayati hal itu maka kita pasti akan berterima kasih dan bersyukur dalam segala hal.
Jika kita dapat berterima kasih dan bersyukur dalam segala hal, maka kita tidak akan ‘memadamkan Roh, menganggap rendah nubuat-nubuat serta menjauhkan diri dari segala jenis kejahatan’. Kita akan hidup tidak serakah, melainkan sederhana dan pasrah, rendah hati dan lemah lembut; kita tidak akan melukai atau menyakiti sedikitpun saudara-saudari kita. Dalam perjalanan hidup dan panggilan kita masing-masing kiranya kita telah menerima aneka macam nubuat atau saran dan nasihat untuk menyongsong masa depan, maka hendaknya hal itu ‘diuji’, artinya diusahakan untuk dihayati atau dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan sebaik mungkin, dan sekiranya tidak benar pasti akan ketahuan, dan jika benar berbahagialah kita yang telah menghayati atau melaksanakannya.
Dalam kesempatan ini  kami mengajak anda semua untuk ‘menguji’ charisma/spiritualitas, visi atau pedoman hidup dan panggilan kita masing-masing atau lembaga dimana kita berada di dalamnya, seperti lembaga hidup bakti, LSM, dst… Mungkin baik juga sebagai warganegara Indonesia kita pegang teguh ‘Pancasila’, dasar Negara kita, yang mungkin juga telah banyak dilupakan. Mungkin orang muak dengan usaha ‘penataran P4’ zaman Orde Baru, yang hanya ngomong dan diskusi saja tentang Pancasila namun tak dihayati apa yang menjadi visi atau nasihatnya, sehingga kurang perhatian lagi terhadap Pancasila. Sila kedua ‘Perikemanusiaan’ misalnya hemat saya pada masa kini sungguh mendesak dan up to date untuk kita hayati dan sebarluaskan, mengingat dan memperhatikan aneka kekerasan dan pelanggaran harkat martabat manusia masih marak di sana-sini. Menghormati dan menjunjung tinggi harkat martabat manusia, sehingga hidup secara manusiawi hemat saya merupakan persiapan yang bagus dalam rangka menyambut kedatangan Penyelamat Dunia.
“Aku bersukaria di dalam TUHAN, jiwaku bersorak-sorai di dalam Allahku, sebab Ia mengenakan pakaian keselamatan kepadaku dan menyelubungi aku dengan jubah kebenaran, seperti pengantin laki-laki yang mengenakan perhiasan kepala dan seperti pengantin perempuan yang memakai perhiasannya. Sebab seperti bumi memancarkan tumbuh-tumbuhan, dan seperti kebun menumbuhkan benih yang ditaburkan, demikianlah Tuhan ALLAH akan menumbuhkan kebenaran dan puji-pujian di depan semua bangsa-bangsa” (Yes 61:10-11). Apa yang diramalkan oleh Yesaya ini akan terwujud atau menjadi nyata jika kita  hidup secara manusiawi, saling menghargai dan menghormati sebagai citra dan gambar Tuhan.
"Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus. Dan rahmat-Nya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia” (Luk 1:46-50)
Ign 11 Desember 2011
*) Sumber Millis KD

“Elia sudah datang tetapi orang tidak mengenal dia”

 (Sir 48:1-4.9-11; Mat 17:10-13)
Lalu murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: "Kalau demikian mengapa ahli-ahli Taurat berkata bahwa Elia harus datang dahulu?" Jawab Yesus: "Memang Elia akan datang dan memulihkan segala sesuatu dan Aku berkata kepadamu: Elia sudah datang, tetapi orang tidak mengenal dia, dan memperlakukannya menurut kehendak mereka. Demikian juga Anak Manusia akan menderita oleh mereka." Pada waktu itu mengertilah murid-murid Yesus bahwa Ia berbicara tentang Yohanes Pembaptis” (Mat 17:10-13), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Nabi adalah orang yang menyuarakan kebenaran-kebenaran atau suara dan kehendak Tuhan serta hidup dalam dan oleh Roh Kudus. Maka ketika hidup warga atau umat dijiwai oleh semangat materilistis, egoisme dan kesombongan pasti tidak akan mampu mengenali para pembawa kebenaran atau sebenarnya dengan sengaja tidak mau mengenalnya. Elia adalah nabi besar yang sangat mengesan dalam ingatan bangsa terpilih yang sedang menantikan kedatangan Penyelamat Dunia. Mereka juga mendengar bahwa Elia akan datang kembali untuk mempersiapkan bangsa terpilih dalam menyambut kedatangan Penyelamat Dunia. Menanggapi perihal kedatangan Elia kembali, Yesus menjawab bahwa “Elia sudah datang tetapi orang tidak mengenal dia”, sedangkan yang dimaksudkan ialah Yohanes Pembaptis, Bentara Penyelamat Dunia. Kebanyakan orang membayangkan bahwa Penyelamat Dunia yang dinantikan adalah orang yang kelihatan terhormat dan terkenal, sehingga yang mempersiapkan kedatanganNya juga orang-orang terhormat. Namun dalam kenyataan adalah kebalikannya karena Penyelamat Dunia akan datang dalam kesederhanaanNya dan kemiskinanNya sehingga yang mempersiapkan juga kelihatan sederhana dan kecil, seperti Yohanes Pembaptis. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan kita semua yang sedang menantikan kedatangan Penyelamat Dunia, perayaan Natal, untuk mempersiapkan diri dengan sederhana serta memperhatikan hal-hal maupun orang-orang kecil di lingkungan hidup kita masing-masing. Dengan kata lain marilah kita siapkan mereka yang sederhana, kecil, miskin dan berkekurangan agar di kemudian hari juga dapat ikut berpartisipasi dalam perayaan Natal dengan baik. Kebenaran-kebenaran dapat kita temukan dalam apa-apa yang sederhana dan kecil.
·   “Dalam olak angin berapi engkau diangkat, dalam kereta dengan kuda-kuda berapi. Engkau tercantum dalam ancaman-ancaman tentang masa depan untuk meredakan kemurkaan sebelum meletus, dan mengembalikan hati bapa kepada anaknya serta memulihkan segala suku Yakub. Berbahagialah orang yang telah melihat dikau, dan yang meninggal dengan kasih mereka, sebab kamipun pasti akan hidup pula” (Sir 48:9-11).  Kutipan ini kiranya mengindikasikan datangnya kebenaran-kebenaran yang dibawa oleh orang-orang yang berkehendak baik, yang kehadirannya “untuk meredakan kemurkaan sebelum meletus, mengembalikan hati bapa kepada anaknya serta memulihkan hidup persaudaraan atau persahabatan sejati”. Kita semua dengan rendah hati diajak untuk mendengarkan orang-orang yang berkehendak baik di lingkungan hidup kita masing-masing. Secara khusus kami berharap kepada mereka yang ingin murka atau bapa-bapa untuk dengan rendah hati mendengarkan orang-orang yang berkehendak baik guna mengingatkan kita agar tidak murka, sedangkan kepada bapa-bapa yang  telah melupakan anak-anak untuk kembali mengasihi dan memperhatikannya. Para pemimpin dalam kehidupan bersama di tingkat dan bentuk apapun kami harapkan untuk sungguh memperhatikan anggotanya atau bawahanya secara personal satu per satu, lebih-lebih dan terutama mereka yang sering lepas dari perhatian anda. Sedangkan yang memiliki keinginan atau nafsu murka kami harapkan berani mengendalikan diri, sehingga kemurkaannya tidak meletus dan menyengsarakan dirinya sendiri maupun orang lain. Marilah kita memepersiapkan kedatangan Penyelamat Dunia dengan mengusahakan, mengembangkan dan memperdalam keutamaan ‘compassion’, kepekaan terhadap mereka yang miskin dan berkekurangan, atau solidaritas. Ingatlah dan sadari bahwa yang kita nantikan kedatanganNya juga akan datang dengan dan dalam jiwa compassion atau solidaritas. Dalam semangat solidaritas dan compassion marilah kita bangun, kembangkan dan perdalam persaudaraan atau persahabatan sejati sebagai tanda bahwa kita sungguh mempersiapkan diri pesta Natal, pesta perdamaian, pesta persaudaraan atau persahabatan sejati.
Ya Allah semesta alam, kembalilah kiranya, pandanglah dari langit, dan lihatlah! Indahkanlah pohon anggur ini,batang yang ditanam oleh tangan kanan-Mu! Kiranya tangan-Mu melindungi orang yang di sebelah kanan-Mu, anak manusia yang telah Kauteguhkan bagi diri-Mu itu, maka kami tidak akan menyimpang dari pada-Mu. Biarkanlah kami hidup, maka kami akan menyerukan nama-Mu.”
 (Mzm 80:15-16.18-19)
Ign 10 Desember 2011
*) Sumber Millis KD

Kamis, 08 Desember 2011

“Jadilah padaku menurut perkataanmu itu”

(Kej 3:9-15.20; Ef 1:3-6.11-12; Luk 1:26-38)
“ Dalam bulan yang keenam Allah menyuruh malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaret, kepada seorang perawan yang bertunangan dengan seorang bernama Yusuf dari keluarga Daud; nama perawan itu Maria. Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: "Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau." Maria terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu. Kata malaikat itu kepadanya: "Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan." Kata Maria kepada malaikat itu: "Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?" Jawab malaikat itu kepadanya: "Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah. Dan sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, ia pun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia, yang disebut mandul itu. Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil." Kata Maria: "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu." Lalu malaikat itu meninggalkan dia.” (Luk 1:26-38), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan HR SP Maria Dikandung Tanpa Dosa hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Bunda Maria adalah teladan umat beriman dan oleh Gereja Katolik juga diimani bahwa sejak di dalam kandungan tanpa dosa. Sebenarnya masing-masing dari kita ketika masih berada di dalam kandungan atau rahim ibu kita masing-masing dalam keadaan tanpa dosa, namun begitu keluar dari kandungan alias dilahirkan, tumbuh dan berkembang sebagai pribadi manusia yang terjadi adalah tambah usia dan pengalaman berarti juga tambah dosa-dosanya. Maka baiklah di hari raya ini kami mengajak dan mengingatkan kita semua yang mengimani Bunda Maria untuk berusaha kembali sebagaimana adanya ketika kita masih berada di dalam kandungan atau rahim ibu kita masing-masing. Kiranya bagi kita semua tak mungkin sempurna untuk kembali bersih dan suci seperti semula, namun demikian baiklah kita tetap terus berusaha tanpa kenal lebaih menjadi suci dan bersih sampai mati. Salah satu cara untuk itu antara lain senantiasa berusaha menghayati keutamaan ketaatan, sebagaimana dikatakan oleh Bunda Maria “Jadilah padaku menurut perkataanmu itu”. Dengan kata lain marilah kita hayati atau laksanakan dengan sepenuh hati aneka tata tertib yang terkait dengan panggilan, tugas dan kewajiban kita masing-masing. Keunggulan hidup beriman terletak pada penghayatan atau pelaksanaan, bukan wacana atau omongan atau ajaran. Marilah menjadi pelaksana-pelaksana sabda Tuhan kapan pun dan dimana pun.
·   Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya, supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya kepada kita di dalam Dia, yang dikasihi-Nya” (Ef 1:5-6), demikian kesaksian iman Paulus kepada umat di Efesus, kepada kita semua yang beriman kepada Yesus Kristus. Beriman kepada
· Yesus Kristus belum tentu secara formal menjadi anggota Gereja, namun yang bersangkutan adalah sungguh ‘anak Tuhan’, artinya senantiasa melaksanakan kehendak dan perintah Tuhan kapan pun dan dimana pun., yang bersangkutan sungguh mengandalkan diri sepenuhnya pada Tuhan atau Penyelenggaran Ilahi di dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari. Beriman kepada Yesus Kristus juga berarti menghayati hidup dan segala sesuatu yang kita miliki, kuasai dan nikmati sampai saat ini adalah kasih karunia Tuhan, rahmat atau anugerah Tuhan. Maka orang yang sungguh beriman kepada Yesus Kristus senantiasa  hidup dalam syukur dan terima kasih, rendah hati, lemah lembut, sehingga mempesona, menarik dan memikat orang lain. Ia juga akan hidup sederhana, tidak serakah, hidup social dan tidak egois, ia menjadi “man or woman with/for others”. Kepada segenap umat beriman kami ingatkan atau ajak untuk mawas diri: apakah kita sungguh menghayati iman kita dalam hidup sehari-hari, sehingga kita sungguh bermoral dan berbudi pekerti luhur, senantiasa berbuat baik kepada siapa punm, dan yang tersiarkan atau terberitakan dari orang beriman adalah apa-apa yang baik, menyelamatkan, menggairahkan dan membahagiaakan. Marilah kita hayati bahwa hidup kita senantiasa dalam kasih karunia Tuhan, artinya Tuhan senantiasa menyertai cara hidup dan cara bertindak kita dimana pun dan kapan pun.
“Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN, sebab Ia telah melakukan perbuatan-perbuatan yang ajaib; keselamatan telah dikerjakan kepada-Nya oleh tangan kanan-Nya, oleh lengan-Nya yang kudus. TUHAN telah memperkenalkan keselamatan yang dari pada-Nya, telah menyatakan keadilan-Nya di depan mata bangsa-bangsa. Ia mengingat kasih setia dan kesetiaan-Nya terhadap kaum Israel, segala ujung bumi telah melihat keselamatan yang dari pada Allah kita. Bersorak-soraklah bagi TUHAN, hai seluruh bumi, bergembiralah, bersorak-sorailah dan bermazmurlah!” (Mzm 98:1-4)
Ign 8 Desember 2011
*) Sumber Millis KD

Selasa, 06 Desember 2011

“Bapamu yang di sorga tidak menghendaki supaya seorang pun dari anak-anak ini hilang."

(Yes 40:1-11; Mat 18:12-14)
 "Bagaimana pendapatmu? Jika seorang mempunyai seratus ekor domba, dan seekor di antaranya sesat, tidakkah ia akan meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di pegunungan dan pergi mencari yang sesat itu? Dan Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jika ia berhasil menemukannya, lebih besar kegembiraannya atas yang seekor itu dari pada atas yang kesembilan puluh sembilan ekor yang tidak sesat. Demikian juga Bapamu yang di sorga tidak menghendaki supaya seorang pun dari anak-anak ini hilang." (Mat 18:12-14), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Di antara anggota keluarga kita, komunitas kita atau rekan-rekan kerja atau para murid/peserta didik kita kiranya ada yang menderita sakit, entah sakit hati, sakit jiwa, sakit akal budi atau sakit tubuh. Jika mereka phisiknya sehat ada kemungkinan tidak sehat dalam hal lain, misalnya nakal, bodoh, malas, kurang ajar dst.. Tuhan menghendaki agar mereka tidak hilang alias kita dipanggil untuk menyelamatkan atau menyembuhkannya. “Bapamu yang ada di sorga tidak menghendaki supaya seorang pun dari anak-anak ini hilang”, demikian sabda Yesus. Maka marilah kita kasihi anak-anak kita yang malas, nakal, bodoh atau kurang ajar, kita selamatkan mereka yang ‘hilang’ atau ‘berusaha memisahkan diri’ dari kebersamaan hidup dan kerja kita. Memang untuk itu kita harus dengan jiwa besar dan hati rela berkorban alias dengan rendah hati memboroskan waktu dan tenaga guna mengasihi dan menyelamatkan mereka. Marilah kita sadari dan hayati bahwa yang kita nantikan kedatanganNya adalah “Penyelamat”, yang datang untuk menyelamatkan, mencari yang hilang. Sebagai tanda atau bukti bahwa kita sungguh menantikan kedatanganNya kita diharapkan mengantisipasi dengan menyelamatkan saudara-saudari kita ‘yang hilang’: bodoh, malas, nakal, kurang ajar atau ‘berusaha memisahkan diri’. Konkretnya kami harapkan para orangtua hendaknya dengan penuh kasih dan kelemah-lembutan mengasihi dan mendidik anak-anaknya yang nakal, malas atau kurang ajar, para guru atau pendidik hendaknya dengan penuh kasih mendampingi para peserta didik yang malas, bodoh dan kurang ajar, sedangkan para pastor atau pemimpin hendaknya dengan kerja keras dan penuh kasih menyelamatkan umat atau anggotanya ‘yang hilang’.
·   "Persiapkanlah di padang gurun jalan untuk TUHAN, luruskanlah di padang belantara jalan raya bagi Allah kita! Setiap lembah harus ditutup, dan setiap gunung dan bukit diratakan; tanah yang berbukit-bukit harus menjadi tanah yang rata, dan tanah yang berlekuk-lekuk menjadi dataran; maka kemuliaan TUHAN akan dinyatakan dan seluruh umat manusia akan melihatnya bersama-sama; sungguh, TUHAN sendiri telah mengatakannya." (Yes 40:3-5), demikian seruan Yesaya kepada bangsanya, kepada kita semua yang menantikan kedatangan Penyelamat Dunia. Kita semua dipanggil untuk mempersiapkan diri dalam menyambut kedatangan Penyelamat Dunia. Maka marilah kita mawas diri apakah kita telah siap sedia menyambut kedatanganNya, artinya hati, jiwa, akal budi dan tubuh kita sungguh bersih dan sehat, sehingga kita layak disebut sebagai ‘gambar atau citra Tuhan Allah’.  Sekali lagi jika kita jujur mawas diri kiranya diri kita tidak sungguh bersih dan sehat, karena egoisme, kesombongan, keserakahan dan pengawuran kita dalam cara hidup dan cara bertindak. Dengan kata lain ada kemungkinan kita tidak mentaati dan melaksanakan sepenuhnya aneka tata tertib yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing, sehingga kita merasa terancam dan tidak tenteram serta tidak dalam keadaan damai sejahtera. Salah satu cara mempersiapkan jalan bagi kedatangan Penyelamat Dunia antara lain dengan bertobat, back to basic, kembali setia melaksanakan dan mentaati aneka tata tertib yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing, maka marilah kita baca dan renungkan aneka tata tertib yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing; jika kita telah melupakannya atau melanggarnya, marilah dengan rendah hati dan bantuan rahmat Tuhan bertobat atau memperbaharui diri. Kepada para pakar aneka tata tertib, aturan atau hukum kami harapkan tanpa takut dan gentar mengingatkan kita semua yang untuk lebih memahami aneka tata tertib, aturan atau hukum tersebut, tentu saja kami juga berharap kepada anda, para pakar, dapat menjadi teladan dalam penghayatan atau pelaksanaan aneka tata tertib tersebut. Marilah kita bekerjasama dan saling membantu dalam melaksanakan aneka tata tertib.
Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN, menyanyilah bagi TUHAN, hai segenap bumi! Menyanyilah bagi TUHAN, pujilah nama-Nya, kabarkanlah keselamatan yang dari pada-Nya dari hari ke hari. Ceritakanlah kemuliaan-Nya di antara bangsa-bangsa dan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib di antara segala suku bangsa” (Mzm 96:1-3)
Ign 6 Desember 2011
*) Sumber Millis KD

Jumat, 02 Desember 2011

“Ia akan menghasilkan banyak buah”

(Sir 51:1-8; Yoh 12:24-26)
“ Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal. Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situ pun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa.” (Yoh 12:24-26), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta Beato Dionisius dan Redemptus, biarawan dan martir Indonesia, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Menjadi biarawan berarti membaktikan diri sepenuhnya kepada Tuhan melalui pelayanan kepada sesamanya yang disertai dengan doa-doa. Sedangkan martir kiranya sebagaimana disabdakan oleh Yesus, yaitu orang yang “tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal”. Sebagai orang beriman atau beragama kita memiliki dimensi kemartiran yang harus kita hayati dan sebarluaskan, maka marilah kita mawas diri apakah dalam hidup sehari-hari kita setia menghayati kemartiran kita. Nyawa adalah gairah, cita-cita, harapan atau dambaan, dan sebagai orang yang dipanggil untuk menghayati kemartiran kita diharapkan tidak mencintai atau hidup dan bertindak hanya mengikuti gairah, cita-cita, harapan dan dambaan pribadi, melainkan terutama dan pertama-tama adalah mengikuti kehendak dan perintah Tuhan. Kita dapat belajar dari atau meneladan Yesus yang telah menyerahkan nyawaNya sampai wafat di kayu salib demi keselamatan atau kebahagiaan seluruh umat manusia di dunia, terutama keselamatan dan kebahagiaan jiwa manusia. Mengikuti kehendak dan perintah Tuhan antara lain dapat kita wujudkan dengan mengikuti dan melaksanakan aneka tata tertib yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing. Kami berharap kesetiaan dan ketaatan untuk melaksanakan tata tertib ini dibiasakan dan dididikkan pada anak-anak di dalam keluarga kita masing-masing, dengan teladan konkret dari  orangtua atau bapak-ibu. Kesetiaan dan ketaatan melaksanakan tata tertib hemat saya merupakan salah satu bentuk penghayatan kemartiran masa kini yang mendesak dan up to date untuk kita hayati dan sebarluaskan.
·   Dari segala pihak aku dikelilingi orang dan tidak ada penolong, aku memandang keliling mencari bantuan dari manusia, tapi tidak ada. Maka teringatlah aku akan belas kasihan-Mu, ya Tuhan, dan akan pekerjaan-Mu dari dahulu kala, bahwasanya Engkau melepaskan orang yang berharap kepada-Mu serta menyelamatkan mereka dari tangan para musuhnya” (Sir 51:7-8). Kutipan ini kiranya baik kita renungkan atau refleksikan dalam rangka mawas diri perihal kemartiran kita. Setia dan taat pada iman dalam segala situasi atau keadaan memang dengan mudah akan dimusuhi atau dibenci oleh orang lain, apalagi di Indonesia ini yang masih sarat dengan tindak korupsi dan penyelewengan yang dilakukan oleh orang-orang yang berpengaruh dalam kehidupan bersama. Menghayati kemartiran memang berarti senantiasa mengandalkan diri pada belas kasihan atau rahmat Tuhan. Mereka yang membenci atau memusuhi orang yang setia dan taat pada imannya adalah orang yang mengandalkan diri pada setan atau roh jahat, maka jika kita mengandalkan diri para rahmat Tuhan, yang berarti bersama dan bersatu dengan Tuhan, dengan demikian kita akan mampu menghadapi orang-orang yang membenci dan memusuhi kita. Tuhan pasti akan melepaskan orang dari kebencian dan permusuhan, jika yang bersangkutan sungguh berharap atau mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan. Hadapi aneka kebencian dan permusuhan dengan cintakasih, karena cintakasih mengatasi segalanya. Sejelek-jelek orang yang membenci dan memusuhi kiranya yang bersangkutan masih memiliki cintakasih, maka jika dihadapi dan disikapi dengan cintakasih, mereka pasti akan bertobat alias tidak akan membenci dan memusuhi lagi. Ingatlah bahwa cintakasih pasti menang atas kebencian dan balas dendam. Binatang-binatang buas yang kelihatan menakutkan dan mengancam pun ketika didekati dan disikapi dalam dan dengan cintkasih dapat menjadi sahabat, apalagi manusia, ciptaan terluhur dan termulia di dunia ini.
Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya. Lebih baik berlindung pada TUHAN dari pada percaya kepada manusia. Lebih baik berlindung pada TUHAN dari pada percaya kepada para bangsawan.” (Mzm 118:1.8-9)
Ign 1 Desember 2011
*) Sumber Millis KD

Rabu, 30 November 2011

“Kamu akan Kujadikan penjala manusia”

(Rm 10:9-18; Mat 4:18-22)
“Ketika Yesus sedang berjalan menyusur danau Galilea, Ia melihat dua orang bersaudara, yaitu Simon yang disebut Petrus, dan Andreas, saudaranya. Mereka sedang menebarkan jala di danau, sebab mereka penjala ikan. Yesus berkata kepada mereka: "Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia." Lalu mereka pun segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Dia. Dan setelah Yesus pergi dari sana, dilihat-Nya pula dua orang bersaudara, yaitu Yakobus anak Zebedeus dan Yohanes saudaranya, bersama ayah mereka, Zebedeus, sedang membereskan jala di dalam perahu. Yesus memanggil mereka dan mereka segera meninggalkan perahu serta ayahnya, lalu mengikuti Dia.” (Mat 4:18-22), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Andreas, rasul, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Tugas utama seorang rasul adalah menjadi ‘penjala manusia’, artinya berpartisipasi dalam karya penyelamatan dunia, terutama keselamatan jiwa manusia. Kebanyakan dari dua belas rasul yang mengikuti Yesus berasal dari para penjala ikan, dengan kata lain panggilan menjadi penjala manusia merupakan pengembangan dan pendalaman anugerah yang telah diterimanya. Sebagai orang beriman kita semua juga memiliki panggilan rasuli, tugas untuk berpartisipasi dalam karya penyelamatan dunia, maka marilah dalam rangka mengenangkan pesta St.Andreas, rasul, ini kita mawas diri perihal panggilan rasuli kita masing-masing. Salah satu bentuk usaha karya penyelamatan dunia adalah perbuatan baik, maka hendaknya kapan pun dan dimana pun kita senantiasa melakukan apa yang baik, menyelamatkan dan membahagiakan jiwa manusia. Tanda bahwa kita semua saling berbuat baik satu sama lain antara lain adalah kita semua senantiasa dalam keadaan baik, sehat wal’afiat dan damai sejahtera baik lahir maupun batin, phisik maupun spiritual. Maka baiklah kita lihat, perhatikan dan cermati apakah di lingkungan hidup dan kerja kita ada yang menderita sakit, entah sakit hati, sakit jiwa sakit akal budi atau sakit phisik, dan kemudian kita tolong penyembuhannya. Rasanya di antara kita cukup banyak yang menderita sakit hati atau sakit jiwa, meskipun belum begitu parah dan baru sedikit saja, misalnya mereka yang suka marah, menggerutu atau mengeluh terhadap aneka macam peristiwa atau kejadian.
·   Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus” (Rm 10:17), demikian kata Paulus kepada umat di Roma, kepada kita semua umat beriman. Mendengarkan hemat saya merupakan anugerah Tuhan dari pancaindera yang pertama-tama dianugerahkan Tuhan kepada kita semua. Ketika kita masih berada di rahim ibu kita masing-masing, kita telah dapat mendengarkan aneka suara di lingkungan hidup kita dan apa yang kita dengarkan membekas dalam diri kita, membentuk pribadi kita sebagaimana adanya saat ini. Maka dengan ini kami berharap kepada kita semua untuk memperdengarkan atau menyuarakan apa-apa yang baik, menyelamatkan dan membahagiakan manusia, terutama keselamatan jiwa manusia. Secara khusus sebagai orang beragama kita diharapkan mewartakan atau menyebarluaskan firman Tuhan sebagaimana tertulis di dalam Kitab Suci. Hemat saya seluruh isi firman sebagaimana tertulis di dalam kitab-kitab suci apapun dapat dipadatkan ke dalam firman Tuhan atau perintah Tuhan untuk hidup saling mengasihi satu sama lain, sebagaiman Tuhan telah mengasihi kita sampai kini. Maka marilah kita hidup dan bertindak saling mengasihi kapan pun dan dimana pun, sehingga yang terdengar atau terwartakan dari cara hidup dan cara bertindak kita, entah secara pribadi atau bersama adalah perihal saling mengasihi. Panggilan atau tugas saling mengasihi hemat saya mudah kita hayati atau lakukan jika masing-masing dari kita menyadari dan menghayati diri sebagai ‘yang terkasih’, diciptakan dan dibesarkan dalam  dan oleh kasih. Ingat dan hayati bahwa masing-masing dari kita adalah buah atau korban hidup bersama bapak-kita yang saling mengasihi, saling bekerjasama atau bergotong-royong. Hendaknya jangan mengingkari diri bahwa kita adalah buah kasih dan gotong-royong, maka selayaknya kita menghayati diri sebagai yang terkasih dan dengan demikian bertemu dengan siapapun berarti yang terkasih bertemu dan yang terkasih dan dengan demikian saling mengasihi.
Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya; hari meneruskan berita itu kepada hari, dan malam menyampaikan pengetahuan itu kepada malam. Tidak ada berita dan tidak ada kata, suara mereka tidak terdengar; tetapi gema mereka terpencar ke seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi. Ia memasang kemah di langit untuk matahari”
 (Mzm 19:2-5)
Ign 30 November 2011
*) Sumber: Millis KD