Jumat, 30 September 2011

“Malaikat Allah turun naik kepada Anak Manusia”

“ Kata Filipus kepadanya: "Mari dan lihatlah!" Yesus melihat Natanael datang kepada-Nya, lalu berkata tentang dia: "Lihat, inilah seorang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya!" Kata Natanael kepada-Nya: "Bagaimana Engkau mengenal aku?" Jawab Yesus kepadanya: "Sebelum Filipus memanggil engkau, Aku telah melihat engkau di bawah pohon ara." Kata Natanael kepada-Nya: "Rabi, Engkau Anak Allah, Engkau Raja orang Israel!" Yesus menjawab, kata-Nya: "Karena Aku berkata kepadamu: Aku melihat engkau di bawah pohon ara, maka engkau percaya? Engkau akan melihat hal-hal yang lebih besar dari pada itu." Lalu kata Yesus kepadanya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya engkau akan melihat langit terbuka dan malaikat-malaikat Allah turun naik kepada Anak Manusia." (Yoh 1:47-51), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan Pesta St.Gabriel, Mikael dan Rafael, Malaikat Agung , hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Allah menganugerahi setiap manusia malaikat, yang disebut malaikat pelindung, yang bertugas mendampingi hidup manusia di dunia ini. Pendampingannya dapat berupa nasihat, peringatan, dukungan, informasi gembira dst…demi keselamatan dan kebahagiaan manusia, terutama kebahagiaan atau keselamatan jiwanya. Malaikat pelindung menjadi kepanjangan para malaikat agung, Gabriel, Mikael dan Rafael, yang bertugas menyampaikan warta gembira, membantu manusia dalam perang melawan setan dan menemani manusia dalam hidup, panggilan dan tugas pengutusannya. Maka dengan ini kami mengingatkan dan mengajak segenap umat beriman dan beragama untuk mengimani dan menghayati pendampingan malaikat pelindung bagi kita masing-masing. Ketika ada warta gembira dan menyelamatkan marilah kita sebarluaskan kepada saudara-saudari kita, ketika menghadapi godaan atau rayuan setan marilah kita lawan bersama malaikat pelindung kita, dan ketika sedang melaksanakan tugas, kewajiban dan perutusan marilah kita bekerja bersama malaikat pelindung. Hendaknya kita tidak takut dan gentar dalam hidup ini, meskipun harus menghadapi aneka tantangan, hambatan dan masalah, karena malaikat Allah ‘turun naik kepada kepala kita masing-masing’, sehingga kita senantiasa berpikir  sesuai dengan kehendak Allah. Marilah kita ingat dan sadari bahwa apa yang akan kita lakukan sangat tergantung dari apa yang sedang kita pikirkan, maka semoga pikiran kita senantiasa meneladan apa yang dipikirkan oleh Allah, yaitu keselamatan dan kebahagiaan umat manusia di dunia ini, sehingga apapun yang kita lakukan menyelamatkan dan membahagiakan diri kita sendiri maupun saudara-saudari kita, terutama keselamatan dan kebahagiaan jiwa. Kita juga dipanggil untuk jujur terhadap diri sendiri dan tiada kepalsuan sedikitpun dalam diri kita.
·    "Sekarang telah tiba  keselamatan dan kuasa  dan pemerintahan Allah kita,  dan kekuasaan Dia yang diurapi-Nya,  karena telah dilemparkan ke bawah  pendakwa saudara-saudara kita,  yang mendakwa mereka siang dan malam di hadapan Allah kita. Dan mereka mengalahkan dia oleh darah Anak Domba,  dan oleh perkataan kesaksian mereka.  Karena mereka tidak mengasihi nyawa mereka sampai ke dalam maut.” (Why 12:10-11).  “Keselamatan dan kuasa dan pemerintahan Allah” telah tiba dalam diri kita dan kebersamaan hidup kita sebagai umat beriman. Sebagai umat beriman kita dikuasai dan diperintah oleh Allah, dan karena Allah adalah maha segalanya maka mau tak mau kita harus hidup dan bertindak sesuai dengan perintahNya. Semua perintah Allah kiranya dapat dipadatkan ke dalam perintah untuk saling mengasihi satu sama lain dalam hidup sehari-hari dimanapun dan kapanpun. “ Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.” (1Kor 13:4-7), demikian ajaran Paulus perihal kasih. Yang baik kita renungkan dan hayati pada masa kini hemat saya adalah “tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain”, mengingat dan memperhatikan masih banyak orang suka menyimpan kesalahan orang lain, yang menjadi sumber kemarahan, yang kemudian berkembang menjadi permusuhan dan perpecahan, sehingga hidup bersama tidak harmonis sebagaimana didambakan atau dirindukan oleh banyak orang. Hemat saya menyimpan kesalahan orang lain dan marah merupakan bentuk pelanggaran harkat martabat manusia, yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citra Allah. Kami berharap saling mengasihi dan mengampuni dididikkan dan dibiasakan pada anak-anak di dalam keluarga oleh orangtua, entah dengan nasihat, saran maupun teladan.
“Sementara aku terus melihat, takhta-takhta diletakkan, lalu duduklah Yang Lanjut Usianya; pakaian-Nya putih seperti salju dan rambut-Nya bersih seperti bulu domba; kursi-Nya dari nyala api dengan roda-rodanya dari api yang berkobar-kobar; suatu sungai api timbul dan mengalir dari hadapan-Nya; seribu kali beribu-ribu melayani Dia, dan selaksa kali berlaksa-laksa berdiri di hadapan-Nya. Lalu duduklah Majelis Pengadilan dan dibukalah Kitab-kitab” (Dan 7:9-10)
Ign 29 September 2011
*) Sumber Millis KD google group

Senin, 26 September 2011

“Apakah Engkau mau supaya kami menyuruh api turun dari langit untuk membinasakan mereka?"

(Za 8:20-23; Luk 51-56)
Ketika hampir genap waktunya Yesus diangkat ke sorga, Ia mengarahkan pandangan-Nya untuk pergi ke Yerusalem, dan Ia mengirim beberapa utusan mendahului Dia. Mereka itu pergi, lalu masuk ke suatu desa orang Samaria untuk mempersiapkan segala sesuatu bagi-Nya. Tetapi orang-orang Samaria itu tidak mau menerima Dia, karena perjalanan-Nya menuju Yerusalem. Ketika dua murid-Nya, yaitu Yakobus dan Yohanes, melihat hal itu, mereka berkata: "Tuhan, apakah Engkau mau, supaya kami menyuruh api turun dari langit untuk membinasakan mereka?" Akan tetapi Ia berpaling dan menegor mereka. Lalu mereka pergi ke desa yang lain.” (Luk 9:51-56), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Beerrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Vinsensius de Paul, imam, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Setia pada hidup beriman atau beragama tidak akan terlepas dari aneka tantangan, hambatan atau masalah, entah itu bersifat vocal atau phisik. Dalam warta gembira hari ini dikisahkan bahwa Yesus mengarahkan pandanganNya serta murid-muridNya ke Yerusalem, yang berarti harus melewati daerah orang-orang Samaria yang memusuhiNya, dengan kata lain harus berhadapan dengan orang-orang yang akan mempersulit atau menghambat perjalananNya. Menuju ke Yerusalem berarti memenuhi kewajiban, tugas atau perutusan dengan paripurna. Kita semua kiranya mendambakan pemenuhan penghayatan iman kita atau dambaan, kerinduan dan cita-cita yang baik. Ada godaan ketika sedang berusaha mewujudkannya menghadapi orang-orang yang mempersulit atau menghambat maka kita akan berdoa “Tuhan, apakah Engkau mau, supaya kami menyuruh api turun dari langit untuk membinasakan mereka?” . Tantangan, hambatan atau masalah yang muncul dari kesetiaan dan ketaatan pada iman, panggilan dan tugas pengutusan merupakan wahana atau jalan menuju kesempurnaan hidup beriman, terpanggil atau terutus, maka hendaknya dihadapi dengan rendah hati serta bantuan rahmat Tuhan. Bersama dan bersatu dengan Tuhan kita pasti akan mampu menghadapi dan mengatasi aneka tantangan, hambatan dan masalah tersebut. St.Vinsensius de Paul yang kita kenangkan hari ini kiranya dapat menjadi teladan dalam menghadapi tantangan, masalah dan hambatan, terutama dalam pelaksanaan tugas pengutusan untuk memperhatikan dan melayani mereka yang miskin dan berkekurangan. Entah mereka miskin dan berkeurangan secara phisik, social, psikis, emosional, intelektual maupun spiritual, marilah kita perhatikan.   
·   “Beginilah firman TUHAN semesta alam: "Masih akan datang lagi bangsa-bangsa dan penduduk banyak kota. Dan penduduk kota yang satu akan pergi kepada penduduk kota yang lain, mengatakan: Marilah kita pergi untuk melunakkan hati TUHAN dan mencari TUHAN semesta alam! Kami pun akan pergi!” (Za 8:20-21). “Mencari Tuhan semesta alam”, itulah kiranya dambaan atau kerinduan semua umat beriman atau beragama yang baik dan benar. Tuhan hadir dan berkarya terus menerus dalam seluruh ciptaanNya, terutama dalam diri manusia yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citraNya, dan karyaNya dalam diri manusia antara lain dapat menjadi nyata dalam kehendak baik. Saya percaya bahwa orang yang berkehendak baik lebih banyak daripada yang berkehendak jahat atau tidak baik, dan yang berkehendak tidak baik hanya sedikit atau segelintir saja. Maka marilah kita cari Tuhan dalam diri sesama kita yang berkehendak baik, dengan kata lain marilah kita saling membagikan kehendak baik kita untuk disinerjikan dalam rangka menghadapi aneka tantangan, hambatan dan masalah. Marilah kita bergotong-royong, saling menolong dan mendukung dalam penghayatan iman serta pencarian Tuhan. “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”, demikian kata sebuah pepatah. Kita sama-sama beriman dan beragama alias percaya kepada Tuhan, sama-sama ber-Tuhan, maka marilah kita perdalam dan teguhkan kebersamaan kita sehingga terjadilah kesatuan hidup yang handal, mempesona dan menarik. Kita hayati apa yang sama di antara kita sehingga apa yang berbeda akan fungsional untuk memperdalam dan memperkembangkan persatuan. Para suami-isteri, laki-laki dan perempuan, yang berbeda satu sama lain kiranya memiliki pengalaman bahwa perbedaan tidak menjadi hambatan untuk bersahabat dan bersatu, maka kami berharap pengalaman tersebut diperdalam dan disebarluaskan dalam kehidupan bersama, dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, beriman dan beragama. Tuhan kita adalah Tuhan semesta alam, maka selayaknya kita berusaha agar semua yang ada di alam raya ini bersatu dan bersahabat satu sama lain, terutama manusia, ciptaan terluhur dan termulia di alam raya ini.
“Di gunung-gunung yang kudus ada kota yang dibangunkan-Nya: TUHAN lebih mencintai pintu-pintu gerbang Sion dari pada segala tempat kediaman Yakub. Hal-hal yang mulia dikatakan tentang engkau, ya kota Allah.” (Mzm 87:1-3)
Ign 27 September 2011
*) Sumber Millis KD

Jumat, 23 September 2011

Thinking of you




  
Description: cid:1.2930567157@web82405.mail.mud.yahoo.com
_______________________________

HAD A FRIEND VISIT THIS MORNING.

HE ARRIVED EARLY, SAT DOWN WITH ME AND

CHATTED FOR A WHILE ABOUT HOW THINGS

WERE CURRENTLY GOING FOR ME IN MY LIFE.

AFTER VERY CAREFULLY AND COMPASSIONATELY

LISTENING TO ALL THAT I HAD TO SAY, HE STOOD UP, WALKED OVER TO ME, LEANED OVER AND GENTLY HELD ME FOR AWHILE.

THEN, AFTER REASSURING ME NOT TO WORRY,

THAT EVERYTHING WOULD WORK OUT FOR ME

AND BE JUST FINE, HE ASKED ME IF I KNEW OF

ANYONE ELSE THAT COULD USE A VISIT FROM HIM.

I IMMEDIATELY THOUGHT OF YOU MY FRIEND.

I GAVE HIM YOUR NAME AND HE KNEW WHERE

YOU LIVED. HE GAVE ME ANOTHER REASSURING

HUG, THANKED ME AND I WALKED WITH HIM TO
MY FRONT DOOR. HE TOLD ME THAT HE WAS ON HIS WAY TO YOUR PLACE.
Description: cid:3DD3ED61948A40739355793092B95E99@jscheelsPC
When He gets to your PC, escort Him to the next stop. Please don't allow Him to sleep on your PC.. The message He is carrying is very important.

I asked him to bless you and yours with peace, happiness and abundance.

Say a prayer and then pass Him on to bless others as I sent him on to bless you.
Our assignment is to spread love, respect and kindness throughout the world.

Have a blessed day and touch somebody's life today as hopefully I have touched your life.


He's walking around the world via e-mail!!

Please pass it on so He can get there....


When you forward this on, please list where he departed from in the subject box as I did
Description: cid:3.2930567157@web82405.mail.mud.yahoo.com
 Sumber: Millis KD

Selasa, 20 September 2011

“Orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu dan yang terdahulu akan menjadi yang terakhir.”

Setiap tahun para uskup di Indonesia berkumpul di Kantor KWI-Jakarta untuk menyelenggara-kan sidang para uskup. Di balik penyelenggaraan sidang uskup tersebut, yang mungkin kurang diketahui oleh mayoritas umat Allah adalah masalah beaya, entah beaya selama berada di Jakarta maupun perjalanan ke Jakarta pp. Seluruh beaya sidang, akomdasi  dan perjalanan ditanggung bersama pukul rata, jauh dekat membayar beaya yang sama, sebaliknya beaya perjalanan juga dikembalikan, maka mereka yang jauh menerima pengembalian beaya perjalanan lebih besar, sedangkan yang dekat tidak menerima kembali beaya perjalanan. Jauh-dekat menanggung beban beaya yang sama, itulah yang terjadi. Cara ini rasanya senada dengan isi perumpamaan sebagaimana dikisahkan dalam Warta Gembira hari ini, yaitu mereka yang bekerja sejak pagi sampai sore dan yang bekerja siang sampai sore menerima imbal jasa yang sama. Mereka yang bekerja sejak pagi bersungut-sungut karena menerima imbal jasa sama dengan yang bekerja kemudian, padahal mereka mendambakan imbal jasa lebih besar daripada yang kemudian. Menanggapi sungut-sungut tersebut pemberi kerja menjawab: “Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati? Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu dan yang terdahulu akan menjadi yang terakhir." (Mat 20:15-16). Baiklah kita renungkan apa maksud jawaban tersebut!
Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu dan yang terdahulu akan menjadi yang terakhir." (Mat 20:16)
Yang dimaksudkan dengan ‘yang terdahulu’ di sini adalah tokoh-tokoh Yahudi yang sombong dan merasa diri sebagai orang-orang penting dalam masyarakat, sebaliknya ‘yang terakhir’ adalah rakyat kecil atau orang-orang miskin dan merasa  diri sebagai yang tak berguna alias berdosa. Kesombongan dan kerendahan hati itulah dua sikap mental yang berlawanan, dan kita semua kiranya sebagai orang beriman dipanggil untuk bersikap mental rendah hati.
Beriman antara lain memang berarti menyadari dan menghayati diri sebagai pendosa yang dipanggil dan dikasihi oleh Tuhan serta diutus untuk menjadi saksi iman sesuai dengan kesempatan dan kemungkinan yang ada. Maka marilah, entah pekerjaan atau tugas apapun yang harus kita lakukan, kita menjadi saksi iman selama bekerja atau bertugas. Salah satu sikap mental yang menjiwai dalam bersaksi iman adalah keterbukaan, senantiasa membuka hati, jiwa, akal budi dan tubuh bagi aneka kemungkinan dan kesempatan. Orang yang bersikap mental demikian itu pasti akan semakin diperkaya dengan aneka nilai atau keutamaan hidup yang membahagiakan dan menyelamatkan, terutama kebahagiaan dan keselamatan jiwa.
Kita juga diingatkan dan diajak untuk bermurah hati serta tidak iri hati terhadap orang yang menerima kemurahan hati dari orang lain. Murah hati berarti hatinya dijual murah kepada siapapun, artinya memberi perhatian kepada siapapun tanpa pandang bulu. Kami berharap kepada para pemimpin, atasan dan petinggi alias mereka yang berpengaruh dalam kehidupan bersama dapat menjadi teladan dalam bermurah hati terhadap sesamanya. Tentu saja pertama-tama dan terutama hendaknya bermurah hati kepada para anggota, bawahan atau yang dipimpin, yang hidup atau bekerja sama sehari-hari. Hendaknya tidak hanya memperhatikan mereka yang nampak penting atau terkmuka saja, melainkan semuanya, terutama  mereka yang sering kurang menerima perhatian.  
Kami berharap kepada kita semua untuk memperhatikan mereka yang miskin, kecil dan tersingkir, seperti para buruh dan pekerja harian yang sering kurang menentu masa depannnya. Marilah kita hayati salah satu motto hidup beriman yaitu “preferential option for/with the poor” (=keberpihakan pada/bersama yang miskin dan berkekurangan). Kepada para pemilik maupun pemimpin perusahaan kami harapkan menyadari dan menghayati bahwa keberhasilan usaha anda antara lain karena kerja keras dan keringat para buruh atau pekerja, maka hendaknya memberikan imbal jasa kepada mereka yang memadai, yang dapat mensejahterakan hidupnya maupun keluarganya. Ingat dan sadari bahwa jika anda tidak bermurah hati kepada para pekerja atau buruh dengan memberikan imbal jasa yang memadai, maka ada bahaya mereka akan bekerja seenaknya serta berbuat jahat atau korupsi, dan dengan demikian usaha anda akan mundur dan hancur berantakan. Selanjutnya marilah kita renungkan kesaksian iman Paulus kepada umat di Filipi di bawah ini.
Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah” (Flp 1:21-22)
 Hidup atau mati adalah milik Allah, maka hidup kita adalah anugerah Allah, dan sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus dipanggil untuk hidup dan bertindak sesuai dengan sabda Yesus atau meneladan cara hidup dan cara bertindakNya agar apapun yang kita lakukan atau kerjakan menghasilkan buah yang menyelamatkan dan membahagiakan, terutama keselamatan atau kebahagiaan jiwa, entah jiwa kita sendiri maupun jiwa saudara-saudari kita. “Jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah”, demikian kesaksian Paulus, yang hendaknya juga menjadi kesaksian kita semua.
Buah kerja selain imbal jasa atau gaji guna memenuhi kebutuhan hidup pribadi maupun keluarga adalah kebahagiaan dan kenikmatan dalam bekerja karena telah melaksanakan perintah Allah, yaitu "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.” (Kej 1:28). Hendaknya bekerja apapun kita tidak malu atau merasa berat  atau sebagai beban, “ Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN” (Yes 55:8). Karena hidup adalah anugerah Tuhan, maka pekerjaan apapun juga merupakan anugerah Tuhan.
Agar buah kerja atau belajar kita sesuai dengan kehendak Tuhan, marilah baik bekerja atau belajar kita hayati sebagai ibadah kepada Tuhan, sehingga suasana bekerja atau belajar bagaikan suasana ibadah, rekan bekerja dan belajar bagaikan rekan beribadah, perlakuan dan perawatan sarana kerja atau belajar bagaikan memperkukan dan merawat sarana ibadah dst… Dengan kata lain marilah kita hayati ajakan nabi Yesaya “ Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia dekat” (Yes 55:6). Marilah kita jumpai Tuhan dalam segala sesuatu atau hayati kehadiran dan karya Tuhan dalam segala sesuatu. Tuhan hidup dan berkarya dimana saja dan kapan saja, dalam diri manusia, binatang maupun tumbuh-tumbuhan.
Buah karya Tuhan dalam diri manusia yang saling mengasihi antara laki-laki dan perempuan antara lain adalah seorang  anak, yang tumbuh-berkembang dalam rahim perempuan serta kemudian dilahirkan dalam dan oleh kasih. Setiap dari kita adalah buah kasih atau yang terkasih, maka bertemu dengan orang lain berarti kasih bertemu dengan kasih. Barangsiapa hidup dan bertindak saling mengasihi berarti Tuhan hidup dan berkarya di dalamnya. Maka marilah kita cari dan imani Tuhan yang hidup dan berkarya dalam orang-orang yang saling mengasihi. Rancangan Tuhan bagi kita semua adalah agar kita hidup dan bertindak saling mengasihi satu sama lain, maka hendaknya tidak hidup dan bertindak hanya mengikuti selera atau keinginan pribadi, melainkan hendaknya senantiasa sesuai dengan kehendak Tuhan.
Setiap hari aku hendak memuji Engkau, dan hendak memuliakan nama-Mu untuk seterusnya dan selamanya. Besarlah TUHAN dan sangat terpuji, dan kebesaran-Nya tidak terduga. TUHAN itu pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya. TUHAN itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya.”
(Mzm 145:2-3.8-9)
Ign 18 September 2011
Sumber : Millis KD

Jumat, 16 September 2011

Rekan-rekan di Internos,
Karena sedang dipenuhi kesibukan, pengisi rubrik ini meminta saya berbicara
mengenai perumpamaan dalam Mat 20:1-16 yang dibacakan pada hari Minggu XXV tahun
A ini. Ceritanya tentu sudah anda kenal. Pagi-pagi benar seorang pemilik kebun
anggur menawarkan pekerjaan dengan upah sedinar sehari. Upah sedinar memang
lazim bagi pekerja harian waktu itu. Tentu saja para pencari kerja menerima.
Sang empunya kebun itu kemudian juga mengajak orang yang belum mendapat
pekerjaan pada pukul sembilan, duabelas, tiga, dan bahkan sampai pukul lima sore
- sejam sebelum usai jam kerja. Masalahnya begini. Tiap pekerja, entah yang
datang satu jam sebelum tutup hari, entah yang mulai pagi-pagi mendapat upah
sama: satu dinar. Maka yang datang pagi tidak puas, kok upahnya sama dengan yang
bekerja satu jam saja. Pemilik kebun menegaskan, bukannya ia berlaku tak adil.
Kan tadi sudah saling sepakat mengenai upah sedinar. Ia merasa merdeka memberi
upah sedinar juga kepada yang datang belakangan. Jawaban ini menukas rasa iri
hati orang yang melihat ia bermurah hati kepada orang lain. Sebenarnya kata-kata
itu bukan hanya ditujukan kepada pekerja yang protes melainkan kepada siapa saja
yang membaca dan pendengar perumpamaan.

NAFKAH HARIAN DAN KEADILAN BAGI SEMUA
Rekan-rekan, perumpamaan ini kerap menjadi sandungan bagi rasa keadilan baik
pada zaman dulu maupun sekarang. Tidak perlu kita poles permasalahannya. Justru
perumpamaan itu dimaksud untuk membuat kita semakin mencermati anggapan kita
sendiri mengenai keadilan. Kita diajak menyadari bahwa keadilan tak bisa
ditafsirkan secara sepihak tanpa merugikan pihak lain. Dan pihak lain di sini
ialah orang-orang yang baru mendapat pekerjaan setelah hari hampir lewat. Para
pekerja yang merasa mendapat upah terlalu sedikit sebenarnya tidak melihat sisi
yang lebih dasar dari keadilan, yakni kesempatan yang sama bagi tiap orang untuk
mencari nafkah. Orang yang tak puas itu sebenarnya beruntung karena langsung
mendapat pekerjaan tanpa perlu menunggu. Upah yang dijanjikan juga jelas dan
wajar menurut kebiasaan waktu itu. Sudah terjamin. Tetapi ada banyak orang yang
tak seberuntung mereka. Ada yang masih menganggur sampai siang dan bahkan sampai
sore hari karena tak ada yang memberi pekerjaan. Dari mana mereka akan mendapat
nafkah bagi hari itu? Apa mereka harus melewatkan malam hari dengan perut
kosong? Apa rasa keadilan yang seperti ini tidak muncul?

Sering terdengar, urusan mereka sendirilah bila tidak berhasil mendapat nafkah
penyambung hidup. Tetapi hidup dalam Kerajaan Surga tidak demikian. Di situ
tersedia kesempatan yang sama baiknya bagi siapa saja. Inilah yang dalam
perumpamaan tadi digambarkan dengan tindakan pemilik kebun keluar menawarkan
pekerjaan bagi mereka yang kedapatan masih menganggur pada jam sembilan, tengah
hari, tiga sore dan bahkan sejam sebelum waktu kerja usai. Mereka yang masih
menunggu rezeki tidak ditinggalkan sendirian. Inilah keadilan yang diberlakukan
dalam Kerajaan Surga.

Yesus pernah mengajarkan agar kita berdoa kepada Bapa yang ada di surga, mohon
diberi "rezeki pada hari ini", maksudnya, nafkah penyambung hari ke hari. Apa
yang kita rasakan kita bila kita ada dalam keadaan mereka yang belum
mendapatkannya? Orang-orang ini tidak bakal dilupakan.

PERIHAL KERAJAAN SURGA
Kawan-kawan ingat, perumpamaan ini diceritakan Yesus dengan maksud untuk
menjelaskan perihal Kerajaan Surga. Ia sudah sering mengajarkan bagaimana
kehidupan kita di bumi ini bisa menjadi ruang leluasa bagi kehadiran Yang
Mahakuasa. Oleh karena itulah saya menyampaikannya kembali dengan ungkapan
Kerajaan Surga. Akan lebih mudah terbayang adanya wahana, ruang batin.

Mark dan Luc lebih suka menyebutnya Kerajaan Allah. Intinya sama, tetapi kedua
rekan itu lebih menggarisbawahi yang hadir di dalam ruang batin itu, yakni Allah
sendiri. Saya sendiri lebih menyoroti diri kita sebagai ruang tadi. Pemikiran
saya ini ada latar belakangnya. Mari kita tengok kembali kisah penciptaan,
khususnya yang terjadi pada hari kedua (Kej 1:6-8). Bukankah pada hari kedua itu
Allah menjadikan langit? Dan yang dinamaiNya langit itu berperan memisahkan air
yang di bawah dan air yang di atas. Karena itulah mulai ada ruang bagi
ciptaan-ciptaan berikutnya, yakni daratan, laut, tumbuh-tumbuhan, hewan sampai
kepada manusia.

Boleh saya sebutkan, dalam bahasa Ibrani (dan Aram, dan Yunani), kata untuk
langit yang kita bicarakan itu sama dengan kata bagi surga, yakni "syamaim"
(Aram "syemaya", Yunani "ouranos"). Berkat "syamaim" yang diciptakan tadi,
berkat surga, maka bumi beserta isinya, dan khususnya manusia, kiini terlindung.
Jadi surgalah yang membendung kekuatan-kekuatan gelap serta kekacauan yang ada
di seputar ciptaan yang dilambangkan dengan air-air. Jadi Pencipta menghendaki
wahana kehidupan ini sejak awal dilingkupi oleh surga. Bila gagasan Kitab
Kejadian di atas diikuti, maka ciptaan bersama isinya tentunya juga dimaksud
agar semakin menjadi tempat kehadiranNya. Oleh karena itu, Kerajaan Surga boleh
dibayangkan sebagai wahana yang luas tak berbatas yang semakin terisi siapa saya
yang ingin masuk berlindung di dalamnya. Yang datang terlebih dahulu atau yang
sudah lama menunggu dan baru masuk belakangan akan mendapatkan tempat.

Yesus datang mewartakan bahwa Kerajaan Surga benar-benar sudah ada di dekat. Ia
mengajak orang banyak bertobat - ber-metanoia - yang artinya bukan semata-mata
kapok dari berbuat jahat dan banting setir, melainkan berwawasan luas melampaui
yang sudah-sudah, maksudnya, tidak mengurung diri dalam pandangan-pandangan
sendiri, tetapi mulai berpikir jauh ke depan meluangkan diri bagi kehadiran
ilahi.

PENERAPAN
Dalam masyarakat kami dulu ada gagasan bahwa semua tindakan di bumi ini cepat
atau lambat akan mendapat ganjaran sepadan di sini atau di akhirat, begitu pula
kejahatan akan mendapat hukuman setimpal. Semacam balasan dari atas sana dengan
menggunakan cara-cara seperti yang ada di dunia. Pendapat ini katanya ada juga
dalam masyarakat anda. Kata para ahli, alam pikiran seperti ini ada di
mana-mana. Memang ajaran ini menjadi pengontrol perilaku individu. Tapi bila
hanya itu, orang akan bertanya-tanya, bagaimana dengan orang yang tidak dapat
berbuat banyak? Apa hanya sedikit ganjarannya nanti? Jadi nanti di akhirat ada
tingkat-tingkat menurut ukuran yang kita kenal sekarang? Dengan perumpamaan hari
ini Yesus mengajak orang menyadari bahwa Kerajaan Surga itu berkembang dengan
kemurahan hati Allah dan bukanlah dengan prinsip ganjaran bagi perbuatan di
bumi.

Apakah perumpamaan itu memuat sindiran bagi kita manusia yang cenderung
bertabiat mau mengambil lebih? Yang mudah iri bila melihat orang lain beruntung?
Ah, tak usah kita pakai Injil untuk menyindir. Dan bukan itulah maksud Injil.
Yesus kiranya juga tidak bertujuan menyampaikan kritik moral sosial yang perlu
kita perkhotbahkan. Tujuannya ialah mengabarkan cara hidup dalam Kerajaan Surga.
Pikir punya pikir memang perlakuan istimewa bagi yang masuk kerja belakangan itu
termasuk warta mengenai Kerajaan Surga. Kemurahan ilahi juga tidak dapat diukur
dengan banyak sedikitnya kerja. Bila diukur dengan cara itu akan tidak klop dan
Kerajaan Surga akan menjadi perkara jual beli jasa. Lha nanti akan bermunculan
spekulannya, berikut calo-calonya, akan berkembang korupsi dan kolusi!

Ada catatan penting. Orang-orang yang bekerja sejam itu mendapat upah karena
juga bekerja sungguh-sungguh. Sedinar itu tidak dihadiahkan begitu saja.
Seandainya mereka hanya enak-enak nongkrong di kebun, apa akan mendapat upah?
(Ingat orang yang diberi satu talenta tetapi malah menguburkannya! Ia akhirnya
tak dapat apa-apa, malah talenta itu diambil daripadanya. Ingat Mat 25:14-30,
terutama ay. 24 dst. ) Upah tetap imbalan bagi usaha dan kerja yang nyata. Dan
kerja penuh, tidak separo-separo. Yang bekerja hanya sejam itu juga bekerja
penuh. Kan tak bisa lebih. Satu jam kemudian sudah tutup hari. Yang datang jam
enam pagi ukurannya ya sehari penuh.

Kawan-kawan, Kerajaan Surga itu ditawarkan kepada orang yang berada dalam
keadaan yang berbeda-beda. Ada yang sudah menunggu lama tapi tak kunjung
mendapatkannya. Kalau dilihat dari sudut pandang ini, boleh jadi kita bisa lebih
memahami kenapa pemilik kebun itu bermurah hati. Dan juga kita-kita yang boleh
jadi merasa patut mendapat lebih akan merasa tidak perlu menuntut. Apakah kita
tidak malah senang ada makin banyak orang yang diajak bekerja? Paling tidak
pekerjaan kita bisa jadi ringan! Dan bagaimana bila yang datang terakhir itu
justru kita sendiri?

Salam,
Matt
*) Sumber millis KD

Rabu, 07 September 2011

SAMPAI TUJUH PULUH KALI TUJUH KALI

Rekan-rekan!
Injil Minggu Biasa XXIV tahun A (Mat 18:21-35) kembali berbicara mengenai
pengampunan. Kali ini Petrus bertanya sampai berapa kalikah pengampunan bisa
diberikan. Pada dasarnya jawaban Yesus hendak mengatakan, tak usah
menghitung-hitung, lakukan terus saja. Kemudian ia menceritakan perumpamaan
untuk menjelaskan mengapa sikap pengampun perlu ditumbuhkan (ay. 23-35). Pembaca
setapak demi setapak dituntun agar menyadari mengapa sikap mengampuni dengan
ikhlas itu wajar. Tapi juga yang wajar inilah yang akan membuat Kerajaan Surga
semakin nyata.

SAMPAI TUJUH PULUH KALI TUJUH KALI

GUS: Matt, apa sih maksud "7 kali" dan "70 kali 7 kali" dalam pembicaraan antara
Petrus dan Yesus?

MATT: Itu gaya berungkap orang Yahudi dulu. Ingat Kej 4:24? Membunuh nyawa Kain
akan mendatangkan balasan "tujuh kali lipat", tetapi kejahatan terhadap nyawa
Lamekh, keturunan Kain, bakal dibalas bahkan sampai tujuh puluh tujuh kali
lipat.

GUS: Kain kan bersalah membunuh Habel, adiknya, karena dengki.

MATT: Benar. Tetapi ia kan ditandai Allah agar nyawanya tidak diganggu-gugat.
Yang membunuhnya untuk membalas dendam akan kena hukuman balas sampai tujuh kali
lipat (Kej 4:15), maksudnya sampai penuh. Lamekh juga membunuh orang yang
melukainya (Kej 4:23), katakan saja untuk membela diri, bukan karena dengki
seperti Kain. Dan siapa membalas dendam dengan mengakhiri nyawa Lamekh akan
terkena hukuman yang tak terperi besarnya - tujuh puluh tujuh kali lipat - tanpa
batas.

GUS: Jadi orang Perjanjian Lama mulai sadar bahwa kebiasaan balas dendam tidak
boleh dilanjut-lanjutkan, dan bila dilakukan malah akan memperburuk keadaan.

MATT: Persis. Kembali ke pertanyaan Petrus. Kata-katanya menggemakan upaya
membatasi sikap balas dendam tadi. Bila seorang saudara menyalahi untuk pertama
kalinya, ditolerir saja dah, begitu juga untuk kedua kalinya, dan seterusnya
sampai ketujuh kalinya. Tapi sesudah tujuh kali dianggap kelewat batas dan tak
perlu diampuni lagi! Amat longgar, walau masih tetap ada batasnya. Tetapi Yesus
hendak mengatakan semua itu tak cukup. Orang mesti berani mengampuni sampai
"tujuh puluh kali tujuh kali", artinya, tak berbatas. Malah tak usah memikirkan
sampai mana. Sikap pengampun jadi sikap hidup.

GUS: Kalau begitu, pengampunan tak berbatas itu kutub lain dari gagasan yang
mendasari ancaman balasan hukuman yang tak berbatas seperti dalam seruan Lamekh
tadi.

MATT: Tapi sebenarnya pusat perhatian Injil lebih dalam daripada mengampuni
tanpa batas tok. Kan sudah diandaikan para murid punya sikap itu.

GUS: Lho lalu apa?

MATT: Begini, sikap pengampun memungkinkan Kerajaan Surga menjadi nyata di muka
bumi ini. Itu tujuan Mat 18:23-35.

GUS: Dalam Sabda Bahagia antara lain disebutkan, orang yang berbelaskasihan itu
orang bahagia, karena mereka sendiri akan memperoleh belas kasihan (Mat 5:7).
Katanya begitulah cara hidup di dalam Kerajaan Surga. Bolehkah disebutkan, di
muka bumi Kerajaan ini baru terasa betul nyata bila ada sikap belas kasihan satu
sama lain?

MATT: Benar. Kerajaan Surga memang sudah datang, tapi baru bertumbuh dan
betul-betul bisa disebut membahagiakan bila yang mempercayainya juga ikut
mengusahakannya. Yesus memahami sikap pengampun bukan sebagai kelonggaran hati
atau kebaikan semata-mata, melainkan sebagai upaya ikut memungkinkan agar
Kerajaan Surga menjadi kenyataan, bukan angan-angan belaka.

GUS: Doa Bapa Kami (Mat 6:9-13) berawal dengan seruan pujian bagi nama Allah
Yang Mahakuasa sebagai Bapa dan diteruskan dengan permohonan agar KerajaanNya
datang dan kehendakNya terlaksana dan permintaan agar diberi kekuatan cukup
untuk hidup dari hari ke hari.

MATT: Dan baru setelah itu, dalam Mat 6:12, disampaikan permohonan agar
kesalahan "kami" diampuni "seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada
kami". Jelas kan? Ukuran bagi dikabulkan tidaknya permintaan ampun tadi ialah
kesediaan mengampuni saudara yang kita rasa menyalahi kita.

GUS: Rasa-rasanya Yesus hendak menggugah kesadaran bahwa pengampunan hanya
mungkin bila disertai kesediaan seperti terungkap dalam doa Bapa Kami tadi.

MAKNA PERUMPAMAAN
Petikan hari ini juga memuat sebuah perumpamaan (ay. 23-35). Pada bagian pertama
(ay. 23-27) digambarkan kebesaran raja yang pengampun terhadap hambanya yang tak
dapat membayar hutangnya yang amat besar - 10.000 talenta. Dalam keadaan biasa
hamba itu mesti dijual untuk menebus hutangnya, begitu juga anak dan istrinya
serta seluruh harta miliknya. Tetapi ia meminta kelonggaran. Ia mohon agar raja
bersabar. Dan sang raja tergerak hatinya dan malah menghapus hutang yang besar
itu. Raja itu sanggup merugi karena mau sungguh-sungguh menunjukkan belas kasih
terhadap hamba yang kesempitan itu.

Siapakah raja itu? Mungkin kita cepat-cepat menganggapnya ibarat bagi Allah yang
berbelas kasih. Tapi pemahaman ini tidak amat jitu. Matius sendiri memberi
isyarat bahwa bukan itulah maksudnya. Pada awal perumpamaan itu, disebutkan
Kerajaan Surga itu seumpama "seorang raja" (ay. 23). Dalam teks Matius dipakai
ungkapan "anthropos basileus", harfiahnya, "manusia yang berkedudukan sebagai
raja" dan juga "raja yang tetap manusiawi". Memang boleh dimengerti bahwa
ungkapan itu mencerminkan gaya bahasa Semit dan "manusia" di situ berarti
"seorang", tak penting siapa. Bagaimanapun juga, hendak ditonjolkan bahwa tokoh
ybs. itu orang, manusia seperti orang lain, sesama yang saudara, walau beda
kedudukannya.

Gagasan di atas bisa diterapkan kepada siapa saja yang mempunyai kuasa atas
orang lain. Jadi yang hendak ditampilkan ialah kebesaran orang yang
berkedudukan. Makin tinggi kedudukannya makin patutlah ia menunjukkan kemurahan
hati terhadap yang dibawahinya. Kan pada dasarnya sama-sama manusia. Makin
beruntung makin boleh diharapkan sanggup merugi, sanggup kehilangan sebagian
miliknya, sebesar apapun, agar membuat orang bisa ikut merasakan keberuntungan.
Ini keluhurannya. Berapa yang dilepaskannya? Amat besar. Satu talenta nilainya
antara 6.000 hingga 10.000 dinar. Dan satu dinar ialah upah buruh harian sehari.
Maka sepuluh ribu talenta itu jumlah yang amat besar. Makin beruntung orang
makin diharapkan dapat menyelami keadaan orang yang sedang bernasib malang. Cara
berpikir demikian ditonjolkan. Mengapa? Kiranya memang ada kesadaran bahwa
setinggi apapun, sekaya apapun, orang tetap sesama bagi orang lain. Tapi juga
semalang apapun, seterpuruk apapun keadaan sosialnya, orang tetap bisa
mengharapkan bantuan dari saudara yang lebih beruntung. Inilah yang bakal
membuat Kerajaan Surga menjadi kenyataan di dunia ini juga. Ini spiritualitas
Matius, ini ajaran rohani Injilnya.

Ringkasnya, bagian pertama perumpamaan itu dimaksud untuk menunjukkan bahwa
Kerajaan Surga dibangun atas dasar kesediaan mereka yang berkelebihan untuk
berbagi dengan yang kurang beruntung. Dimensi horisontal Kerajaan Surga
digarisbawahi dengan jelas.

Pada bagian kedua muncul gambaran yang berkontras. Hamba yang dihapus hutangnya
itu tidak mau meneruskan berbelaskasihan yang dialaminya kepada rekannya yang
berhutang kepadanya seratus dinar saja. Jadi hanya seperseratus dari hutangnya
sendiri. Permintaan rekannya tak digubris. Bisa dicatat, tindakan bersujud dan
permintaan kelonggaran rekan ini (ay. 29) sama dengan yang diucapkannya sendiri
di hadapan raja majikannya tadi (ay. 26). Tetapi ia tetap tidak mau berbagi
keberuntungan. Rekannya dijebloskannya ke penjara. Ada ironi. Tadi atasan
bersikap longgar. Kini rekan sekerja kok malah berlaku kejam!

Dalam ay. 31 ada hal yang menarik. Rekan-rekan sekerja lain yang menyaksikan
perlakuan kejam tadi menjadi sedih dan melaporkan kejadian itu kepada raja sang
majikan hamba yang hutangnya dihapus tadi. Para rekan ini bukan hanya sekadar
tambahan cerita. Mereka berperan sebagai suara hati yang masih peka akan
keadilan, peka akan kewajiban moral. Dan kepekaan ini menjadi keberanian
bersuara mengungkapkan ketidakberesan. Tapi hamba yang kejam tak mau melihat
semua ini. Ia tak mau bertindak seperti tuannya. Akhirnya ia sendiri tersiksa
sampai ia melunasi hutangnya yang amat besar itu. Apa kesalahannya? Ia menolak
menjadi saudara bagi rekan sekerjanya. Dan lebih dari itu, ia juga menolak
menjadi saudara bagi tuannya sendiri.

ARAH KE DALAM DAN KE LUAR
Perumpamaan itu berakhir dengan perkataan berikut (ay. 35): "Demikianlah juga
yang akan diperbuat oleh Bapaku yang ada di surga terhadap kamu bila kamu
masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu." Terasa gema
permintaan ampun dalam Bapa Kami dan Sabda Bahagia. Keikhlasan mengampuni
kiranya menjadi tolok ukur integritas murid-murid Yesus. Dan juga menjadi cara
hidup para pengikutnya.

Petrus bertanya tentang mengampuni "saudara" - dan tidak dipakai kata "sesama".
Begitu pula perkataan Yesus di atas. Seperti disinggung minggu lalu, "saudara"
memang juga sesama, tapi lebih bersangkutan dengan upaya membangun umat dari
dalam daripada menggarap kehidupan di masyarakat luas. Tidak semua hal
digariskan Injil walau semangatnya bisa berlaku umum. Tetapi diamnya Injil itu
menjadi ajakan agar umat mencari jalan bersama dengan unsur-unsur lain di
masyarakat luas dalam upaya membuat kemanusiaan semakin pantas.

Salam,
A. Gianto
*) Sumber millis KD

Jumat, 02 September 2011

"Di manakah kita akan membeli roti supaya mereka ini dapat makan?"


(Kol 1:21-23; Luk 6:1-5)
“Sesudah itu Yesus berangkat ke seberang danau Galilea, yaitu danau Tiberias. Orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia, karena mereka melihat mujizat-mujizat penyembuhan, yang diadakan-Nya terhadap orang-orang sakit. Dan Yesus naik ke atas gunung dan duduk di situ dengan murid-murid-Nya. Dan Paskah, hari raya orang Yahudi, sudah dekat. Ketika Yesus memandang sekeliling-Nya dan melihat, bahwa orang banyak berbondong-bondong datang kepada-Nya, berkatalah Ia kepada Filipus: "Di manakah kita akan membeli roti, supaya mereka ini dapat makan?"Luk 6:1-5), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Gregorius Agung, Paus dan Pujangga Gereja, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Paus adalah penerus Yesus, Gembala Utama, yang bertugas untuk menggembalakan seluruh umat Allah di dunia. Sebagaimana dihayati oleh Yesus, yang minta bantuan para muridNya dalam melaksanakan tugas pengutusanNya, demikian juga Paus dibantu para kardinal, uskup, imam, biarawan-biarawati, kaum awam, dst...dalam menggembalakan umat Allah. Maka marilah kita semua ,yang terpanggil untuk membantu fungsi penggembalaan Paus, menanggapi sabda Yesus “Di manakah kita akan membeli roti, supaya mereka ini dapat makan?”. Di lingkungan hidup maupun kerja kita kiranya masih cukup banyak orang yang lapar dan haus, entah secara phisik maupun spiritual, maka marilah kita dengan besar hati berkorban untuk membantu mereka; marilah kita bagikan kekayaan kita kepada mereka. Bagi yang kaya akan harta benda atau uang hendaknya menyisihkan sebagian kekayaannya untuk disumbangkan bagi mereka yang sungguh membutuhkan, sedangkan bagi yang kaya akan nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan, keterampilan atau pengetahuan, hendaknya berani meluangkan waktu dan tenaga untuk membagikannya kepada mereka yang lapar dan haus akan nilai, keutamaan, keterampilan maupun pengetahuan. Pada dasarnya sebagai manusia, kita adalah makhluk sosial, ‘to be man or woman with/for others’, maka marilah kita hayati dan wujudkan jati diri kita ini dengan bermurah hati dan berbelas-kasih bagi mereka yang lapar dan haus. Jauhkan aneka bentuk egois yang akan mencelakakan kita, dan hendaknya anak-anak sedini mungkin di dalam keluarga dibina dan dididik untuk sosial terhadap saudara-saudarinya atau teman-temannya, dengan teladan konkret dari orangtua masing-masing.  
·   Kamu harus bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak bergoncang, dan jangan mau digeser dari pengharapan Injil, yang telah kamu dengar dan yang telah dikabarkan di seluruh alam di bawah langit, dan yang aku ini, Paulus, telah menjadi pelayannya.” (Kol 1:23), demikian saran Paulus kepada umat di Kolose. Marilah saran ini kita renungkan atau refleksikan. Sebagai orang beriman kita diharapkan ‘bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak bergoncang’. Memang pada masa kini cukup banyak rayuan atau tawaran berupa kenikmatan-kenikmatan duniawi, yang menggerogoti iman kita serta dapat melumpuhkan iman kita. Sebagai contoh adalah rayuan atau tawaran berupa uang; kiranya cukup banyak orang menjadi rapuh atau lemah imannya karena uang. Uang memang dapat menjadi jalan ke neraka atau jalan ke sorga, dan sebagai umat beriman kita diharapkan memfungsikan uang sebagai jalan ke sorga. Maka baiklah kita jujur dan transparan dalam menggunakan uang, sesuai dengan pedoman ‘intentio dantis’ (=maksud pemberi), tentu saja maksud di sini adalah maksud yang baik dan menyelamatkan jiwa manusia. Secara khusus kami berharap kepada mereka yang bertugas untuk mengurus atau mengelola uang dalam berorganisasi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, untuk ‘tetap teguh dan tidak tergoncang’ dalam menghadapi aneka rangsangan, rayuan atau tawaran untuk korupsi. Kami berharap kepada mereka yang berkarya di lingkungan Departemen Agama maupun Departemen Pendidikan dapat menjadi teladan dalam keteguhan dan ketekunan iman, sehingga tidak melakukan korupsi sedikitpun. Kemerosotan moral yang masih terus terjadi di hampir semua bidang kehidupan bersama masa kini hemat saya antara lain disebabkan kerapuhan iman mereka yang berkarya di dalam lingkungan Departemen Agama maupun Departemen Pendidikan. Ingat dan sadari bahwa para koruptor pernah bersekolah dan mengaku beragama, yang berarti terjadi kerapuhan iman dalam pengelolaan atau pengurusan sekolah maupun agama.
Ya Allah, selamatkanlah aku karena nama-Mu, berilah keadilan kepadaku karena keperkasaan-Mu! Ya Allah, dengarkanlah doaku, berilah telinga kepada ucapan mulutku! Sesungguhnya, Allah adalah penolongku; Tuhanlah yang menopang aku” (Mzm 54:3-4.6)
Ign 3 September 2011
Sumber:Millis KD