Rabu, 28 November 2012

Minggu Adven I/C tanggal 2 Desember 2012

Rekan-rekan yang baik! Pada hari Minggu Adven I tahun C dibacakan Luk 21:25-28.34-36. Di situ disebutkan bahwa pada akhir zaman nanti akan ada pelbagai kekacauan. Tapi pada saat itu juga orang akan "akan melihat Anak Manusia datang dalam awan dengan segala kekuasaan dan kemuliaannya" (ayat 27). Lukas menerapkan Dan 7:13 pada Yesus, yang dengan kebangkitannya telah menandai berakhirnya kekuasaan maut dan kekacauan. Ulasan kali ini ada banyak hubungannya dengan pembicaraan mengenai Injil bagi Minggu Biasa XXXIII/B tgl. 18 November 2012 yang lalu, yakni Mrk 13:24-32 karena sama-sama mengupas tema "akhir zaman". Tetapi ada beberapa hal yang dapat disebut sebagai kekhasan Lukas. DUA WAJAH YERUSALEM Lukas menerapkan gelagat kosmik mengenai akhir zaman (Luk 21:25-26; yang diambil dari Mrk 13:24-27) kepada peristiwa dihancurkannya kota Yerusalem pada tahun 70 oleh tentara Titus yang datang menumpas pemberontakan orang Yahudi. Runtuhnya Yerusalem diungkapkan dalam Luk 21:20-24. Orang yang mengalami bencana itu dikatakan "akan melihat Anak manusia datang dalam awan dengan segala kekuasaan dan kemuliaannya" (Luk 21:27). Maksudnya, orang akan teringat akan Dan 7:13 yang intinya menunjukkan bahwa kekuatan jahat sudah dipunahkan Tuhan dan kini Anak Manusia, yakni Yesus, menerima kuasa atas seluruh alam semesta. Bagi Lukas, kota "Yerusalem" dari zaman Perjanjian Lama sudah punah, seperti halnya kekuatan jahat yang dalam Dan 7 digariskan punah karena terlalu dihuni oleh kekuatan-kekuatan jahat yang menolak kehadiran Yesus. Kehancuran Yerusalem oleh balatentara Romawi bagi Lukas menjadi penegasan dari kebenaran iman ini. Tentu saja kota itu kemudian dibangun kembali pada zaman generasi kedua orang kristiani. Tetapi bagi Lukas, Yerusalem ini sudah bukan lagi realitas fisik melainkan realitas iman, yakni kota suci tempat Yesus menyatakan siapa dirinya secara utuh ketika wafat dan bangkit. Menarik bagi ilmu tafsir, dalam tulisannya, Lukas memakai dua bentuk Yunani nama Yerusalem, yang pertama ialah "Ierousaleem" (=Yerusalem dalam perspektif penolakan terhadap Yesus) dan "Hierosolyma" (=Yerusalem dalam perspektif kota suci yang menerima Yesus). Nah yang akan lumat ialah "Ierousaleem", yakni kota yang telah menolak Yesus. Dalam rangka itulah maka Lukas menuliskan nasihat "berjaga-jaga agar hati tidak dibebani oleh pesta pora dan kemabukan serta kekhawatiran hidup sehari-hari..." (Luk 21:34). Yang dimaksud di sini ialah ajakan agar orang tidak bersikap ekstrem melulu senang-senang tak peduli toh akhir zaman akan datang atau bersikap gelisah terus-terusan dengan alasan yang sama. Dua sikap yang saling berlawanan itu bisa terjadi dalam menghadapi perspektif "zaman edan". Mengapa Lukas menasihati agar orang menjauh dari sikap ini? Tak lain tak bukan karena dua sikap itu sama-sama menutup diri bagi kehadiran Yang Ilahi dalam kehidupan ini. Kedua-duanya tidak memberi ruang gerak pada Roh yang diutus Yesus untuk menghibur dan menopang kehidupan sehingga orang dapat menghadapi akhir zaman dengan kuat, supaya "tahan berdiri di hadapan Anak Allah" (Luk 21:36). Roh Tuhan sendirilah yang akan menuntun orang lewat penghakiman terakhir itu. Jadi bagi Lukas, yang paling penting dalam menghadapi prospek akhir zaman itu ialah keterbukaan kepada Tuhan yang mau menyertai manusia. ANTARA LAHIRNYA YESUS DAN PAROUSIA Manakah hubungan antara prospek Parousia (kedatangan Anak Manusia di akhir zaman) dengan permulaan Masa Adven menyongsong pesta kelahiran Sang Penyelamat? Dalam kisah-kisah kelahiran Yesus ditekankan kesederhanaannya, juga kesederhanaan orang-orang yang mengitarinya. Dia yang lahir di Betlehem itu sama dengan dia yang nanti akan datang kembali dengan segala kemuliaannya pada akhir zaman. Bagaimana tokoh yang sesederhana itu bisa sama dengan dia yang akan datang dengan mulia dan memperoleh kuasa atas jagat ini? Lukas dalam seluruh Injilnya mengajarkan bahwa itu semua terjadi lewat perjalanan Yesus dari Galilea ke Yerusalem. Dengan kedatangannya kota itu mengadili diri: bila menolak, maka kota itu menjadi kota "Ierousaleem", yang prospek kehancurannya sudah jelas. Bila menerimanya, maka kota itu akan menjadi kota suci "Hierosolyma" yang abadi. Jadi kedatangan Penyelamat yang persiapannya dirayakan dalam Masa Adven ini akan menentukan nasib banyak orang. Kita ingat kata-kata Simeon di Bait Allah tentang Yesus dalam Luk 2:34: "...Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi tanda yang menimbulkan perbantahan" Kemudian Simeon berkata kepada Maria: "Dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang." Makna kata-kata ini tidak mudah dipahami. Pedang ialah barang tajam yang akan membelah. Begitulah kehadiran Yesus akan membelah pikiran hati orang. Ia akan memilah yang jahat dari yang baik dalam diri orang, seperti halnya kedatangannya memisahkan "Ierousaleem" (kota Yerusalem yang dirundung kekuatan jahat) dari "Hierosolyma" (kota Yerusalem sejauh menerimanya). Maria adalah orang pertama juga yang akan menjadi penghuni kota suci "Hierosolyma" dan meninggalkan kota "Ierousaleem" yang menghukum diri tadi. Sebetulnya Maria mewakili semua orang yang bakal menerimanya. Maria orang pertama yang menerima kehadiran Yesus dalam kehidupannya, yakni ketika mengucapkan "fiat". Bila pikiran Lukas diterapkan ke kehidupan kini maka dapat dikatakan bahwa kedatangan Penyelamat yang kita songsong dalam Masa Adven ini akan membuat kita seperti kota Yerusalem. Bagian dari diri kita dan jagat ini yang menolak digariskan akan hancur, tak tahan di hadapan dia yang nanti datang dengan kemuliaannya. Tapi bagian yang menerima akan ikut serta dalam keabadiannya. Memang yang akan datang itu kini ialah orok sederhana di Betlehem, tidak menakutkan dan tidak selayaknya menggetarkan. Kita dan dunia kita masih mempunyai kesempatan dari tahun ke tahun sembari memasuki Masa Adven untuk belajar menerimanya dan saling mengajarkan bagaimana cara menerimanya sehingga nanti kalau ia datang kembali dengan kebesarannya kita mendapati diri dalam pilihan sikap yang cocok. TENTANG HARI KIAMAT Sekali-sekali muncul berita mengenai adanya gerakan sekte tertentu yang menekankan prospek hari kiamat. Memang sebelum zaman Yesus sudah ada kelompok-kelompok orang yang mau tahu kapan datangnya kehancuran kosmik. Ada pandangan bahwa kehidupan manusia dan dunia ini pada hakikatnya jahat, buruk secara mendasar. Dan yang buruk begitu itu ditakdirkan hancur, hanya tinggal tunggu kapan. Tetapi ada segelintir orang yang merasa memperoleh pengetahuan khusus mengenai kapan berakhirnya jagat ini dan bagaimana melepaskan diri dari kungkungan takdir lahiriah. Dan mereka mengajarkan cara hidup alternatif, memisahkan diri dari khalayak umum. Ada pula ekses-eksesnya sampai misalnya meminumkan racun kepada anggota sekte dan bunuh diri dengan gagasan bahwa hidup ini kan tiada bernilai lagi dan agar tak diperburuk dengan hidup terus (="berdosa" tok dalam pandangan itu). Sekte-sekte ini muncul di beberapa tempat di dunia, di Amerika Selatan, di Indonesia, di Jepang, sering dengan "warna" kristen. Namun demikian, ajaran kristiani mengenai hari terakhir seperti terdapat dalam Kitab Suci bukan ajaran yang menekankan kapan hari itu datang melainkan dua hal ini: (1) Orang kristiani menantikan kedatangan Yesus Kristus kembali (Parousia) yang akan mengajak orang-orang yang berkehendak baik dan percaya ikut serta ke dalam kebesarannya (Mrk 13:24-32 dan paralelnya dalam Mat dan Luk). Hal ini adalah kepastian iman. (2) Mengenai penghakiman terakhir, yang ditekankan bukan perihal hukuman atau pahala, melainkan ajakan untuk mawas diri apakah orang menghormati kemanusiaan, dan punya andil dalam meringankan penderitaan sesama, dll. seperti dalam Mat 25:31-46. Kapan itu terjadi bukan urusan manusia, bukan urusan malaikat, bahkan Anak Manusia yang bakal datang dengan kebesarannya itu pun tidak tahu. Hanya Bapa, maksudnya Tuhan yang Maharahim, sajalah yang menentukan saatnya (Mrk 13:32). Namun yang dapat diketahui yakni bahwa dua peristiwa di atas itu benar-benar akan terjadi. Oleh karenanya orang diajak bersiap-siap. Caranya bukan dengan diam saja (kayak orang yang dapat satu talenta), atau mendahului Tuhan (kayak sekte-sekte hari kiamat), melainkan dengan ikut mengusahakan kemanusiaan yang makin cocok dengan martabat yang dimaui Pencipta, dengan bertanggung jawab kepada sesama, dengan membawakan wajah Tuhan yang Maharahim, bukan Tuhan yang penghukum. Gagasan dalam Kitab Suci itu kemudian berkembang menjadi ajaran eskatologi dalam doktrin Gereja. Ajaran mengenai kejadian-kejadian pada akhir nanti (ta eskhata) sebenarnya bukan penglihatan mengenai apa yang bakal terjadi atau laporan ke depan tentang hari kiamat. Sebagai orang yang percaya akan kebangkitan Kristus, orang kristiani sudah ambil bagian dalam kenyataan akhir zaman secara batiniah. Akhir zaman itu sudah dialami Kristus dan akan dibagikan kepada kita sampai utuh. Yang penting kini yakni dapat mempertanggungjawabkan apa andil kita dalam membuat kemanusiaan makin ikut serta bangkit dan mendapat perkenan Tuhan. Masih ada waktu dan waktu menjadi jalan rahmat keselamatan bagi diri dan bagi sesama, juga dalam kerja sama dengan orang-orang yang percaya akan kehadiran Tuhan walaupun berbeda agama. Warta kristiani itu warta gembira bukan warta yang meniupkan rasa takut dan waswas akan hari kiamat. Orang yang menekankan kiamat sebagai kiamat tok sebetulnya tidak memberi ruang bagi kerahiman Tuhan dan menolak kemungkinan bahwa Ia dapat bertindak merdeka. Pandangan seperti ini sebenarnya main hakim sendiri, bukan dalam ukuran kecil-kecilan belaka, melainkan justru dalam ukuran kosmik! Agama manapun tidak mengizinkan pendapat seperti ini. Suara hati juga tak dapat menerimanya. Salam hangat, A. Gianto (ROMA) *) Sumber Millis KD

“Kalau kamu tetap bertahan kamu akan memperoleh hidupmu”

(Why 15:1-4; Luk 21:12-19) “Tetapi sebelum semuanya itu kamu akan ditangkap dan dianiaya; kamu akan diserahkan ke rumah-rumah ibadat dan penjara-penjara, dan kamu akan dihadapkan kepada raja-raja dan penguasa-penguasa oleh karena nama-Ku. Hal itu akan menjadi kesempatan bagimu untuk bersaksi. Sebab itu tetapkanlah di dalam hatimu, supaya kamu jangan memikirkan lebih dahulu pembelaanmu. Sebab Aku sendiri akan memberikan kepadamu kata-kata hikmat, sehingga kamu tidak dapat ditentang atau dibantah lawan-lawanmu. Dan kamu akan diserahkan juga oleh orang tuamu, saudara-saudaramu, kaum keluargamu dan sahabat-sahabatmu dan beberapa orang di antara kamu akan dibunuh dan kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku. Tetapi tidak sehelai pun dari rambut kepalamu akan hilang. Kalau kamu tetap bertahan, kamu akan memperoleh hidupmu.” (Luk 21:12-19), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Kutipan di atas menggambarkan adanya permusuhan dan peperangan yang membabi buta, saling menghancurkan dan memusnahkan. Kekacauan atau keributan dapat terjadi di sana-sini dan dalam keadaan demikian ada kecenderungan orang untuk hidup dan bertindak seenaknya sendiri, atau bahkan meninggalkan iman kepercayaannya. Sabda hari ini mengajak dan mengingatkan kita semua agar dalam situasi dan kondisi macam apapun kita tetap setia pada iman kepercayaan kita, karena “Kalau kamu tetap bertahan, kamu akan memperoleh hidupmu”, artinya selamat. Kami percaya bahwa kita semua mendambakan hidup selamat dan damai sejahtera dalam kondisi atau situasi apapun, maka marilah kita senantiasa setia pada iman kepercayaan kita. Kiranya setelah cukup lama kita berusaha hidup baik, menghayati sabda-sabda Tuhan, berpartisipasi dalam aneka kegiatan ibadat maupun pendalaman iman kita semakin handal dan mendalam dalam hal iman. Maka hendaknya terus diperdalam dan diperkembangkan iman kepercayaan anda kepada Tuhan, agar ketika harus menghadapi aneka kekacauan dan keributan kita tidak mengingkari iman kita dengan hidup seenaknya, mencari keuntungan pribadi. Dalam keributan dan kekacauan kita dipanggil untuk menjadi saksi iman, orang yang tak tergoyahkan oleh aneka godaan dan rayuan untuk melakukan kejahatan. Ketika secara fisik kita tak mampu mengatasi kekacauan atau keributan, maka hendaknya dihadapi secara spiritual, yaitu dengan berdoa. Percayalah bahwa jika kita sungguh-sungguh berdoa pasti kita akan terbebaskan dari aneka pencobaan, godaan dan rayuan untuk berdosa. · “Siapakah yang tidak takut, ya Tuhan, dan yang tidak memuliakan nama-Mu? Sebab Engkau saja yang kudus; karena semua bangsa akan datang dan sujud menyembah Engkau, sebab telah nyata kebenaran segala penghakiman-Mu." (Why 15:4). Kutipan ini kiranya mengajak dan mengingatkan kita semua agar dalam situasi dan kondisi apapun kita tetap setia pada iman, tetap beriman pada Penyelenggaraan Ilahi atau Tuhan, “karena semua bangsa akan datang dan sujud menyembah Engkau, sebab telah nyata kebenaran segala penghakimanMu”. Aneka musibah dan bencana alam memang pada umumnya menyadarkan dan memotivasi orang untuk kembali bersembah sujud kepada Tuhan, meninggalkan cara hidup dan cara bertindak yang tidak sesuai dengan perintah dan kehendak Tuhan. Apakah untuk bertobat atau memperbaharui diri orang harus menunggu adanya korban lebih dahulu? Baiklah kita tidak perlu menunggu adanya korban segera bertobat atau memperbaharui diri, demikian juga tidak perlu menunggu perintah dari orang lain. Kami percaya bahwa anda sekalian setiap hari berdoa, yang berarti berusaha bersembah sujud kepada Tuhan, maka hendaknya kebiasaan tersebut jangan menjadi luntur atau ditinggalkan, melainkan terus-menerus diperkembangkan dan diperdalam sehingga pribadi kita seutuhnya berbakti kepada Tuhan alias hidup suci, bersih dan bermoral. Pendidikan moral atau budi pekerti di dalam keluarga-keluarga maupun di sekolah-sekolah hendaknya menjadi perhatian, dengan kata lain anak-anak sedini mungkin dibiasakan dan dididik secara inklusif dalam kesibukan mereka dalam hal moral atau budi pekerti luhur. Cara atau metode pendidikan moral atau budi pekerti hemat saya pertama-tama melalui tindakan atau perilaku bukan wacana atau omongan. Perilaku atau tindakan anda sendirilah yang akan menjadi hakim bagi anda alias yang menentukan baik atau buruknya pribadi anda. Dari buahnya dikenal pohonnya, dari perilakunya dikenal siapa orangnya, demikian kata sebuah pepatah. “ Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN, sebab Ia telah melakukan perbuatan-perbuatan yang ajaib; keselamatan telah dikerjakan kepada-Nya oleh tangan kanan-Nya, oleh lengan-Nya yang kudus. TUHAN telah memperkenalkan keselamatan yang dari pada-Nya, telah menyatakan keadilan-Nya di depan mata bangsa-bangsa.”(Mzm 98:1-2) Ign 28 November 2012 *) Sumber Millis KD

Selasa, 27 November 2012

"Bangsa akan bangkit melawan bangsa dan kerajaan melawan kerajaan”

(Why 14:14-20; Luk 21:5-11) “ Ketika beberapa orang berbicara tentang Bait Allah dan mengagumi bangunan itu yang dihiasi dengan batu yang indah-indah dan dengan berbagai-bagai barang persembahan, berkatalah Yesus: "Apa yang kamu lihat di situ -- akan datang harinya di mana tidak ada satu batu pun akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain; semuanya akan diruntuhkan." Dan murid-murid bertanya kepada Yesus, katanya: "Guru, bilamanakah itu akan terjadi? Dan apakah tandanya, kalau itu akan terjadi?" Jawab-Nya: "Waspadalah, supaya kamu jangan disesatkan. Sebab banyak orang akan datang dengan memakai nama-Ku dan berkata: Akulah Dia, dan: Saatnya sudah dekat. Janganlah kamu mengikuti mereka.Dan apabila kamu mendengar tentang peperangan dan pemberontakan, janganlah kamu terkejut. Sebab semuanya itu harus terjadi dahulu, tetapi itu tidak berarti kesudahannya akan datang segera." Ia berkata kepada mereka: "Bangsa akan bangkit melawan bangsa dan kerajaan melawan kerajaan, dan akan terjadi gempa bumi yang dahsyat dan di berbagai tempat akan ada penyakit sampar dan kelaparan, dan akan terjadi juga hal-hal yang mengejutkan dan tanda-tanda yang dahsyat dari langit” (Luk 21:5-11), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Musim penghujan di wilayah Indonesia pada hari-hari ini mungkin sudah merata di seluruh wilayah. Di beberapa daerah dapat terjadi bencana alam, misalnya banjir, tanah longsor, puting beliung, banjir lahar dingin di lereng gunung Merapi dst… , yang mengakibatkan kehancuran atau kerusakan bangunan atau sarana-prasarana kebutuhan hidup sehari-hari. Di beberapa daerah ketegangan antar suku dan bangsa juga masing terjadi, mereka saling menghancurkan dan membunuh. Tanda-tanda yang dahyat macam itu dapat mendorong orang untuk berpikir atau berangan-angan: apakah dunia akan segera musnah alias akhir zaman segera tiba. Memang semua yang ada dipermukaan bumi ini pada waktunya akan musnah atau berlalu tanpa bekas. Hidup di dunia ini bagi kita semua juga tidak lama, hanya sebentar saja dan kematian kita akan terjadi kapan kita juga tidak tahu. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan ada sekalian untuk senantiasa hidup baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur, mengikuti ajaran-ajaran benar bukan ajaran salah dan menyesatkan. Aneka bentuk pemalsuan juga dapat merebak di sana-sini, maka hendaknya sungguh waspada mana yang asli atau palsu, dan hendaknya kemudian lebih memilih yang asli. Dan tentu saja kita sendiri juga senantiasa hidup dan bertindak dengan jujur, apa adanya, tidak bersandiwara atau pura-pura. Hilangkan atau hancurkan aneka bentuk kepalsuan serta kebohongan dalam diri anda sedini mungkin dan jangan ditunda-tunda, jika anda mendambakan hidup selamat, bahagia dan damai sejahtera lahir maupun batin, jasmani maupun rohani, fisik maupun spiritual. Pertanyaan refleksi pribadi: apakah kita semua dalam perjalanan penghayatan iman sampai kini semakin suci, semakin membaktikan diri sepenuhnya kepada Penyelenggaraan Ilahi? · “Maka keluarlah seorang malaikat lain dari Bait Suci; dan ia berseru dengan suara nyaring kepada Dia yang duduk di atas awan itu: "Ayunkanlah sabit-Mu itu dan tuailah, karena sudah tiba saatnya untuk menuai; sebab tuaian di bumi sudah masak." Dan Ia, yang duduk di atas awan itu, mengayunkan sabit-Nya ke atas bumi, dan bumi pun dituailah.Dan seorang malaikat lain keluar dari Bait Suci yang di sorga; juga padanya ada sebilah sabit tajam.Dan seorang malaikat lain datang dari mezbah; ia berkuasa atas api dan ia berseru dengan suara nyaring kepada malaikat yang memegang sabit” (Why 14:15-18). Kutipan ini kiranya menggambarkan kemurkaan Allah terhadap ciptaan-ciptaanNya, karena dosa dan kebejaran moral ciptaan-ciptaanNya, terutama manusia. Maka dengan ini kami mengingatkan dan mengajak semua saja yang masih berdosa atau tak/kurang bermoral untuk segera bertobat dan memperbaharui diri, tidak ada kata terlambat untuk bertobat atau memperbaharui diri. Kemurkaan Allah terjadi bukan karena kehendakNya, melainkan karena dosa dan kebobrokan kita sebagai manusia, yang tak tahu syukur dan terima kasih dalam cara hidup dan cara bertindak. Marilah kita bayangkan bahwa besok kita akan mati atau meninggal dunia: apakah yang akan anda lakukan hari jika besok harus meninggal dunia? Tentu ada orang yang berpikir: karena hidup tinggal satu hari maka baiklah berfoya-foya seenaknya. Hemat kami pikiran yang benar dan harus menjadi nyata dalam tindakan adalah bahwa karena tinggal satu hari maka saya akan melakukan perbuatan baik apapun tanpa pandang jenis tugas atau pekerjaan. “Katakanlah di antara bangsa-bangsa: "TUHAN itu Raja! Sungguh tegak dunia, tidak goyang. Ia akan mengadili bangsa-bangsa dalam kebenaran." Biarlah langit bersukacita dan bumi bersorak-sorak, biarlah gemuruh laut serta isinya, biarlah beria-ria padang dan segala yang di atasnya, maka segala pohon di hutan bersorak-sorai di hadapan TUHAN, sebab Ia datang, sebab Ia datang untuk menghakimi bumi. Ia akan menghakimi dunia dengan keadilan, dan bangsa-bangsa dengan kesetiaan-Nya” (Mzm 96:10-13) Ign 27 November 2012 *) Sumber Millis KD

Senin, 26 November 2012

“Mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya”

(Why 14:1-3.4b-5; Luk 21:1-4) “Ketika Yesus mengangkat muka-Nya, Ia melihat orang-orang kaya memasukkan persembahan mereka ke dalam peti persembahan. Ia melihat juga seorang janda miskin memasukkan dua peser ke dalam peti itu. Lalu Ia berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang itu. Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya."(Luk 21:1-4), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · “Memberi persembahan atau sumbangan atau derma dari kelimpahannya” berarti ‘membuah sampah’ dan dengan demikian memperlakukan si penerima sebagai ‘tempat sampah’, dengan kata lain merendahkan atau melecehkan yang lain. Apakah hal yang demikian ini sering dilakukan orang, hemat saya kiranya cukup banyak orang melakukannya. Pengalaman yang sangat mengesan bagi saya pribadi adalah ketika terlibat untuk pengumpulan dan pengiriman sumbangan bagi korban tsunami di Aceh beberapa tahun lalu. Ada penyumbang pakaian secara konkret berupa pakaian yang sungguh bekas alias tidak layak digunakan lagi, sehingga waktu itu kurang lebih 40% sumbangan berupa pakaian terpaksa kami teruskan ke saudara-saudara kita di TPA Bantar Gebang dengan harapan jika mau diperlakukan sebagai sampah biarlah ditumpuk di tempat sampah, tetapi jika ada orang yang mau menggunakannya juga tidak apa-apa. Kami berharap kepada kita semua, segenap umat beriman untuk tidak memberi sumbangan atau persembahan dari kelimpahan, melainkan dari kekurangan atau keterbatasan. Persembahan atau sumbangan tanpa pengorbanan diri hemat saya sungguh merupakan ‘pembuangan sampah’, sedangkan persembahan atau sumbangan yang benar senantiasa disertai atau dijiwai oleh pengorbanan. Sebagai orang-orang yang beriman kepada Yesus Kristus, marilah kita meneladan Yesus yang telah mengorbankan DiriNya demi keselamatan banyak orang, bukan mengorbankan orang lain. Kami berharap anak-anak di dalam keluarga sedini mungkin dibina dan dididik untuk siap sedia berkorban demi kebahagiaan atau keselamatan yang lain, sehingga mereka tumbuh berkembang “to be man/woman with/for others”. Marilah kita meneladan janda miskin yang memberi persembahan dari kekurangannya, bahkan seluruh nafkah atau pribadinya. · “Aku mendengar suatu suara dari langit bagaikan desau air bah dan bagaikan deru guruh yang dahsyat. Dan suara yang kudengar itu seperti bunyi pemain-pemain kecapi yang memetik kecapinya. Mereka menyanyikan suatu nyanyian baru di hadapan takhta dan di depan keempat makhluk dan tua-tua itu, dan tidak seorang pun yang dapat mempelajari nyanyian itu selain dari pada seratus empat puluh empat ribu orang yang telah ditebus dari bumi itu” (Why 14:1-2). Penglihatan macam itu akan dapat kita alami juga jika kita sungguh ‘to be man/woman with/for others’, orang yang memiliki kepekaan handal terhadap yang lain. Mungkin tidak persis sama penglihatan yang dialami sebagaimana dikatakan di atas ini, namun orang dapat melihat dana memahami atau memaknai aneka peristiwa alam raya yang sedang terjadi, dengan kata lain orang peka terhadap tanda-tama zaman. Kepekaan akan tanda-tanda zaman juga dapat dilatih antara lain dengan setia mengadakan pemeriksaan batin atau refleksi diri setiap hari, dimana dilatih untuk peka atas apa yang terjadi dalam dirinya dan kemudian dan kembangkan ke kepekaan terhadap yang lain. Tentu saja pertama-tama hendaknya terjadi kepekaan satu sama lain antar anggota keluarga, antar suami dan isteri, antar kakak dan adik, yang setiap hari hidup bersama. Secara khusus kami berharap juga kepada rekan-rekan perempuan yang setiap bulan mengalami menstruasi atau datang bulan, kami harapkan peka apa yang terjadi dalam dirinya menjelang menstruasi, yang pada umumnya orang cenderung agak emosional, agar kemudian dapat menempatkan atau menghadirkan diri dalam kebersamaan dengan baik. Pendek kata: hendaknya kita semua peka terhadap aneka peristiwa alam yang terjadi pada diri kita masing-masing, agar dengan demikian kita juga tumbuh berkembang untuk menjadi peka terhadap apa yang terjadi di lingkungan hidup kita. Marilah kita sadari dan hayati bahwa masing-masing dari kita adalah buah kerjasama atau korban kerjasama kasih antara bapak dan ibu kita masing-masing, maka hanya dalam kebersamaan dan bekerjasama kita dapat hidup bahagia dan damai sejahtera. “TUHANlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya. Sebab Dialah yang mendasarkannya di atas lautan dan menegakkannya di atas sungai-sungai. "Siapakah yang boleh naik ke atas gunung TUHAN? Siapakah yang boleh berdiri di tempat-Nya yang kudus?" (Mzm 24:1-3) Ign 26 November 2012 *) Sumber Millis KD

Sabtu, 24 November 2012

“Apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamu pun benar-benar merdeka.”

“Apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamu pun benar-benar merdeka.” Ketegangan antara pilihan DIY tetap sebagai daerah istimewa yang dipimpin oleh seorang raja sebagai gubernur dan DIY menjadi daerah seperti lainnya akhirnya dimenangkan oleh pilihan pertama, yaitu bahwa DIY tetap daerah istimewa yang dipimpin oleh seorang raja, sebagai gubernur. Memang jika dicermati, yang secara kebetulan DIY juga menjadi daerah pariwisata, keamanan dan kesejahteraan rakyat DIY cukup baik. Keamanan lingkungan terjamin dengan baik, dan memang sang pemimpin, yaitu Sultan senantiasa turun kebawah untuk memperhatikan rakyat kecil. Dalam film Soegija yang belum lama ini dipertontonkan hampir di seluruh wilayah Indonesia dapat dilihat betapa besar perjuangan dan pengorbanan masyarakat atau rakyat Yogyakarta dalam mempertahankan kemerdekaan NKRI, yang baru saja dimaklumkan oleh Sukarna-Hatta. Memang jika dipelajari salah satu tugas raja adalah memerdekakan atau mensejaherakan rakyat, sehingga rakyat pun juga tergerak untuk berpartisipasi dalam gerakan pembangunan dan pensejahteraan bersama. Maka baiklah di hari Minggu terakhir dalam Tahun Liturgi ini, dimana kita diajak untuk mengenangkan Yesus Kristus Raja Semesta Alam, kami mengajak anda sekalian, segenap umat beriman, untuk mawas diri: sejauh mana cara hidup dan cara bertindak kita semakin dirajai atau dikuasai oleh Allah, sehingga kapan pun dan dimana pun kita senantiasa hidup, bertindak dan berjuang demi kesejahteraan umum atau rakyat. “Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamu pun benar-benar merdeka.”(Yoh 8:36) Yang dimaksudkan dengan ‘Anak’ di sini adalah Yesus Kristus, yang datang ke dunia untuk menyelamatkan dunia seisinya atau seluruh alam raya ini, dan tentu saja terutama dan pertama-tama adalah manusia, ciptaan terluhur di alam raya ini. Selamat memang berarti juga bebas merdeka, maka marilah kita mawas diri apakah sebagai orang beriman kita juga semakin bebas merdeka, tidak memiliki kelekatan tak teratur, yang bertentangan dengan kehendak Tuhan. Orang yang sungguh bebas merdeka tak punya ketakutan atau kekhawatiran atau kecemasan sedikitpun dalam hidup di dunia ini: hati, jiwa, akal budi dan tubuhnya sungguh bebas merdeka, artinya tak dikuasai oleh dosa atau perilaku jahat apapun. Maka marilah kita mawas diri apakah kita ‘benar-benar merdeka’. Orang yang ‘benar-benar merdeka’ juga disebut sebagai ‘anak-anak Allah’ artinya orang yang senantiasa ‘tinggal atau diam di dalam rumah Allah’. Tentu saja yang kami maksudkan sebagai ‘rumah Allah’ bukan hanya tempat-tempat ibadat saja, melainkan orang sungguh hidup dan bertindak dalam dan atas nama Allah. Maka jangan seperti orang-orang tertentu yang sangat fanatic, dimana berseru atas nama Allah kemudian merusak dan membunuh. Allah mendambakan atau menghendaki apa saja yang telah diciptakan senantiasa baik adanya, tidak tercemar atau tergores oleh dosa sedikitpun. Maka sebagaimana ketika kita diciptakan dalam keadaan ‘telanjang’, demikian pula ketika kita meninggal dunia. Telanjang yang saya maksudkan tidak hanya secara fisik melainkan secara rohani atau spiritual, yaitu keadaan dimana orang tidak memiliki malu dan takut sedikitpun karena dirinya dalam keadaan suci dan bersih. Jika diperhatikan dalam hidup biasa setiap hari orang yang kelihatan bebas merdeka adalah ‘orang gila’ yang berkeliaran di jalanan; dimana yang bersangkutan senyum terus, tidak marah (marahnya sudah habis), tidak cemas dan tidak khawatir, dst… Kami berharap kita meneladan ‘orang gila’ tersebut, tidak berarti harus menjadi gila, tetapi orang yang senantiasa senyum terus-menerus karena senantiasa hidup dan bekerja dalam kesatuan dan kebersamaan dengan Tuhan, sehingga juga menjadi pribadi yang ‘bebas merdeka’. Gunakan atau fungsikan kebebasan untuk membahagiakan orang lain, bukan untuk hidup dan bertindak seenaknya sendiri. Tuhan telah menganugerahkan kebebasan kepada kita semua, maka kami juga berharap ketika ada sekelompok umat menyelenggarakan ibadat tidak diganggu, melainkan didukung, demikian juga ketika ada pendirian rumah ibadat apapun hendaknya diizinkan, tidak dipersulit, apalagi dilarang. Daripada rumah atau bangunan difungsikan untuk komersial, apalagi bisnis seks seperti losmen atau hotel kelas melati, lebih baik untuk beribadat. "Aku adalah Alfa dan Omega, firman Tuhan Allah, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, Yang Mahakuasa." (Why 1:8) Yesus Kristus, Raja Semesta Alam adalah “Alfa dan Omega…, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang”, dengan kata lain Ia adalah Raja Abadi, maka siapapun yang beriman kepadaNya ketika dipanggil Tuhan akan memasuki hidup abadi, berbahagia dan mulia selamanya di sorga. Beriman kepadaNya berarti cara hidup dan cara bertindaknya dimana pun dan kapanpun dijiwai oleh iman, mempercayakan diri sepenuhnya kepada Penyelenggaran Tuhan atau Penyelenggaraan Ilahi. Tuhan lah yang menciptakan segala sesuatu yang ada di permukaan bumi ini, maka segala sesuatu akan hidup dan baik adanya jika senantiasa ada di dalam PenyelenggaraanNya, maka pertama-tama kami mengingatkan kita semua, sebagai manusia yang diciptakan oleh Tuhan sesuai dengan gambar atau citraNya, hendaknya setia menjadi perwujudan ‘citra atau gambar Tuhan’ dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari dimana pun dan kapan pun. Dengan kata lain siapapun yang melihat kita atau bergaul dengan kita akan tergerak untuk membuka diri juga kepada Penyelenggaraan Ilahi, kemudian dengan rendah hati senantiasa berusaha hidup suci. Maka marilah kita saling menjaga dan membantu agar kita semua tetap setia sebagai ‘citra atau gambar Tuhan’. “Aku terus melihat dalam penglihatan malam itu, tampak datang dengan awan-awan dari langit seorang seperti anak manusia; datanglah ia kepada Yang Lanjut Usianya itu, dan ia dibawa ke hadapan-Nya.Lalu diberikan kepadanya kekuasaan dan kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja, maka orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa mengabdi kepadanya. Kekuasaannya ialah kekuasaan yang kekal, yang tidak akan lenyap, dan kerajaannya ialah kerajaan yang tidak akan musnah.” (Dan 7:13-14). Kutipan ini kiranya menggambarkan orang yang sungguh mengandalkan diri kepada Penyelenggaran Ilahi, sehingga orang dapat melihat kehadiran dan karya Tuhan di alam raya, termasuk di awan-awan atau di langit biru. Pengalaman yang demikian kiranya dimiliki oleh para petani maupun pelaut, yang setiap hari memboroskan waktu dan tenaga, hidup dan bekerja di dalam keterbukaan alam raya, maka jika anda hendak mengenal lebih lanjut perihal pengalaman tersebut, silahkan bercakap-cakap dengan petani atau pelaut. Akhir kata semoga dengan mengenangkan Yesus Kristus, Raja Semesta Alam, hari ini kita semua semakin dikuasai atau dirajai oleh Tuhan dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari, sehingga ketika dipanggil Tuhan nanti kita langsung menikmati hidup abadi, mulia dan bahagia selamanya di sorga. “TUHAN adalah Raja, Ia berpakaian kemegahan, TUHAN berpakaian, berikat pinggang kekuatan. Sungguh, telah tegak dunia, tidak bergoyang; takhta-Mu tegak sejak dahulu kala, dari kekal Engkau ada.Peraturan-Mu sangat teguh; bait-Mu layak kudus, ya TUHAN, untuk sepanjang masa.” (Mzm 93:1-2.5) Ign 25 November 2012 *) Sumber Millis KD

“Di hadapan Dia semua orang hidup."

(Why 11:4-12; Luk 20:27-40) “ Maka datanglah kepada Yesus beberapa orang Saduki, yang tidak mengakui adanya kebangkitan. Mereka bertanya kepada-Nya: "Guru, Musa menuliskan perintah ini untuk kita: Jika seorang, yang mempunyai saudara laki-laki, mati sedang isterinya masih ada, tetapi ia tidak meninggalkan anak, saudaranya harus kawin dengan isterinya itu dan membangkitkan keturunan bagi saudaranya itu. Adalah tujuh orang bersaudara. Yang pertama kawin dengan seorang perempuan lalu mati dengan tidak meninggalkan anak. Lalu perempuan itu dikawini oleh yang kedua, dan oleh yang ketiga dan demikianlah berturut-turut oleh ketujuh saudara itu, mereka semuanya mati dengan tidak meninggalkan anak. Akhirnya perempuan itu pun mati. Bagaimana sekarang dengan perempuan itu, siapakah di antara orang-orang itu yang menjadi suaminya pada hari kebangkitan? Sebab ketujuhnya telah beristerikan dia." Jawab Yesus kepada mereka: "Orang-orang dunia ini kawin dan dikawinkan, tetapi mereka yang dianggap layak untuk mendapat bagian dalam dunia yang lain itu dan dalam kebangkitan dari antara orang mati, tidak kawin dan tidak dikawinkan. Sebab mereka tidak dapat mati lagi; mereka sama seperti malaikat-malaikat dan mereka adalah anak-anak Allah, karena mereka telah dibangkitkan.Tentang bangkitnya orang-orang mati, Musa telah memberitahukannya dalam nas tentang semak duri, di mana Tuhan disebut Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub. Ia bukan Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup, sebab di hadapan Dia semua orang hidup." Mendengar itu beberapa ahli Taurat berkata: "Guru, jawab-Mu itu tepat sekali." Sebab mereka tidak berani lagi menanyakan apa-apa kepada Yesus” (Luk 20:27-40), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Andreas Dung Luc, imam dan kawan-kawannya, martir, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Orang-orang yang bersikap mental materialistis senantiasa orientasi dan paradigmanya pada hal-hal duniawi atau materialistis, dan tidak sampai ke hal-hal rohani atau spiritual. Dalam psikologi agama mereka digolongkan ke dalam kelompok orang yang cara hidupnya ada pada tingkat ‘psiko-fisik’ ,belum sampai pada ‘psiko-sosial’ , apalagi ‘psiko-spiritual’. Sebagai orang beriman, yang memiliki panggilan kenabian atau martir, khususnya rekan-rekan iman dan tokoh-tokoh awam katolik, kami harapkan cara hidup dan cara bertindak kita berorientasi pada tingkat ‘psiko-spiritual’, yang berarti senantiasa berusaha menyelamatkan jiwa manusia, dalam hidup dan kerja sebagai tolok ukur atau barometer kesuksesan adalah keselamatan jiwa manusia. Marilah kita renungkan dan hayati sabdaNya bahwa “Ia bukan Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup, sebab di hadapan Dia semua orang hidup”. Dengan kata lain hendaknya segala sesuatu yang kita miliki dan kuasai, entah itu berupa barang, harta benda, uang dst. dihayati sebagai sarana yang bersifat sementara, bukan abadi, sarana untuk membantu kita, manusia, dalam rangka mengejar tujuan diciptakan yaitu keselamatan jiwa manusia. Semoga semakin lama kita semakin berorientasi pada tingkat ‘psiko-spiritual’ · “Dan mereka yang diam di atas bumi bergembira dan bersukacita atas mereka itu dan berpesta dan saling mengirim hadiah, karena kedua nabi itu telah merupakan siksaan bagi semua orang yang diam di atas bumi.Tiga setengah hari kemudian masuklah roh kehidupan dari Allah ke dalam mereka, sehingga mereka bangkit dan semua orang yang melihat mereka menjadi sangat takut. Dan orang-orang itu mendengar suatu suara yang nyaring dari sorga berkata kepada mereka: "Naiklah ke mari!" Lalu naiklah mereka ke langit, diselubungi awan, disaksikan oleh musuh-musuh mereka.”(Why 11:10-12). Sebagai orang beriman kita semua dipanggil untuk mendengarkan suara dari sorga: “Naiklah ke mari!”. Dengan kata lain hendaknya cara hidup dan cara bertindak kita sungguh merupakan perwujudan cita-cita dan harapan kita bahwa setelah meninggal dunia nanti kita segera naik ke sorga, hidup mulia dan berbahagia selamanya bersama Allah dan para kudus, yang telah mendahului perjalanan kita kembali ke sorga. Maka hendaknya hidup di dunia yang hanya sementara atau sebentar ini tidak disia-siakan dengan hidup dan bertindak seenaknya. Taati dan hayati aneka perintah dan sabda Tuhan, entah itu yang tertulis di dalam Kitab Suci maupun yang menjadi nyata dalam aneka kehendak baik saudara-saudari kita. Untuk itu kami berharap kepada kita semua agar bekerja keras dalam rangka melaksanakan tugas pengutusan yang dibebankan kepada kita masing-masing. “Bekerja keras adalah sikap dan perilaku yang suka berbuat hal-hal yang positif dan tidak suka berpangku tangan serta selalu gigih dan sungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 10). Didiklah dan binalah anak-anak anda sedini mungkin dalam hal bekerja keras. “Terpujilah TUHAN, gunung batuku, yang mengajar tanganku untuk bertempur, dan jari-jariku untuk berperang;yang menjadi tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, kota bentengku dan penyelamatku, perisaiku dan tempat aku berlindung, yang menundukkan bangsa-bangsa ke bawah kuasaku!” (Mzm 144:1-2) Ign 24 November 2012 *) Sumber Millis KD

Jumat, 23 November 2012

“Seluruh rakyat terpikat kepadaNya dan ingin mendengarkan Dia.”

(Why 10:8-11; Luk 19:45-48) “Lalu Yesus masuk ke Bait Allah dan mulailah Ia mengusir semua pedagang di situ, kata-Nya kepada mereka: "Ada tertulis: Rumah-Ku adalah rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun." Tiap-tiap hari Ia mengajar di dalam Bait Allah. Imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat serta orang-orang terkemuka dari bangsa Israel berusaha untuk membinasakan Dia, tetapi mereka tidak tahu, bagaimana harus melakukannya, sebab seluruh rakyat terpikat kepada-Nya dan ingin mendengarkan Dia.” (Luk 19:45-48), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Secara liturgis kita semakin dekat mengakhiri Tahun Liturgi, yang dimahkotai dengan Hari Raya Tuhan Yesus Kristus Raja Semesta Alam. Dalam warta gembira hari ini dikisahkan sikap mental yang saling berseberangan, yaitu para imam dan ahli-ahli Taurat yang berkehendak untuk membinasakan Yesus dan rakyat banyak yang semakin terpikat pada Yesus, karena Yesus memang berpihak pada rakyat atau mereka yang berada di poros komunitas. Visi Keuskupan Agung Semarang mencantumkan kata ‘habitus baru’ sebagaimana dicanangkan oleh KWI beberapa tahun lalu. Yang dimaksudkan dengan ‘habitus baru’ ialah cara melihat dan mempertimbangkan yang terkait dengan hidup bersama. Hidup bersama dipengaruhi oleh tiga poros, yaitu poros Badan Publik, poros Bisnis dan poros Komunitas. Ketika, entah poros Badan Publik atau Bisnis, memihak poros Komunitas, maka hidup bersama sungguh baik, sejahtera, menarik, memikat dan mempesona. Sungguh memprihatinkan bahwa sampai sekarang masih ada kecenderungan kuat bahwa mereka yang berada di poros Badan Publik dan poros Bisnis berkolusi dan meninggalkan poros Komunitas atau rakyat, maka hidup bersama kacau-balau, sarat dengan ketegangan, demonstrasi dan kerusuhan. Kami berharap kepada mereka yang berada di poros Badan Publik maupun Bisnis untuk berpihak pada rakyat atau yang berada di poros Komunitas, sehingga anda semua yang berpengaruh secara yuridis maupun material dalam hidup bersama sungguh ada dalam hati rakyat, memikat dan rakyat senang mendengarkan anda. Kepada kita semua kami ajak mawas diri: apakah kita semakin terpikat kepada Tuhan serta senang mendengarkan ajaran-ajaranNya, yang disampaikan oleh para pemimpin agama yang baik? Apakah semakin tambah usia dan pengalaman kita juga semakin dikasihi oleh Tuhan dan sesama manusia? · “Dan suara yang telah kudengar dari langit itu, berkata pula kepadaku, katanya: "Pergilah, ambillah gulungan kitab yang terbuka di tangan malaikat, yang berdiri di atas laut dan di atas bumi itu." Lalu aku pergi kepada malaikat itu dan meminta kepadanya, supaya ia memberikan gulungan kitab itu kepadaku. Katanya kepadaku: "Ambillah dan makanlah dia; ia akan membuat perutmu terasa pahit, tetapi di dalam mulutmu ia akan terasa manis seperti madu."(Why 10:8-9). Yang dimaksudkan dengan makanan di sini tidak lain adalah ‘sabda Tuhan’ atau aneka aturan dan tata tertib yang tertulis dalam lingkungan hidup dan kerja kita setiap hari. Sejauh mana kita telah melaksanakan atau menghayati aturan atau tata tertib yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing? Apakah aturan dan tata tertib masih menjadi beban atau sudah menjadi kebutuhan? Sebagai orang beriman yang baik kami harapkan kita semua terhadap aturan atau tata tertib sudah menjadi kebutuhan, bukan lagi beban. Demikian juga terkait dengan janji-janji yang telah kita ikrarkan, seperti janji baptis, janji perkawinan, janji imamat, kaul, janji pelajar/mahasiswa , janji pegawai dst.. Sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus dan telah dibaptis, sejauh mana kita setia pada janji baptis, yaitu hanya mengabdi Tuhan saja serta menolak semua godaan setan? Apakah kita semakin bersaudara atau bersahabat dengan Tuhan maupun sesama manusia tanpa pandang bulu atau SARA? Sebagai suami-isteri; sejauh mana anda semakin saling mengasihi baik dalam untung maupun malang, sehat maupun sakit sampai mati? Kesetiaan antar suami-isteri dalam saling mengasihi akan menjadi dasar dan modal yang kuat dan handal untuk hidup saling mengasihi dengan orang lain. Semoga kita semua juga semakin peka mendengarkan suara Tuhan yang menggejala dalam ciptaan-ciptaanNya di bumi ini. “Atas petunjuk peringatan-peringatan-Mu aku bergembira, seperti atas segala harta. Ya, peringatan-peringatan-Mu menjadi kegemaranku, menjadi penasihat-penasihatku.Taurat yang Kausampaikan adalah baik bagiku, lebih dari pada ribuan keping emas dan perak.” (Mzm 119:14.24.72) Ign 23 November 2012 *) Sumber Millis KD

Kamis, 22 November 2012

BERKUASA ATAS SEMESTA ALAM?

Pada hari raya Kristus Raja Semesta Alam tahun B ini dibacakan Yoh 18:33b-37. Petikan ini memperdengarkan pembicaraan antara Pilatus dan Yesus. Pilatus menanyai Yesus apa betul ia itu raja orang Yahudi guna memeriksa kebenaran tuduhan orang terhadap Yesus. Yesus menjelaskan bahwa keraja­an­nya bukan dari dunia sini. Ia datang ke dunia untuk bersaksi akan kebenaran. Injil mengajak kita mengenali Yesus yang sebenarnya, bukan seperti yang dituduhkan orang-orang, bukan pula seperti Pilatus yang sebenarnya tidak begitu peduli siapa Yesus itu. Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam ini juga merayakan kebesaran manusia di hadapan alam semesta. Itulah kebenaran yang dipersaksikan Yesus dan yang dipertanyakan Pilatus. RAJA DALAM PERJANJIAN LAMA Dalam alam pikiran Perjanjian Lama, raja berperan sebagai wakil Tuhan di dunia. Di Kerajaan Selatan, yakni Yudea, peran ini dipegang turun-temurun. Kepercayaan ini terpantul dalam silsilah Yesus dalam Injil Matius yang melacak leluhur Yesus, anak Daud, anak Abraham (Mat 1:1-17). Lukas menggarisbawahinya tapi melacaknya lebih lanjut hingga ke Adam, anak Allah, yakni "gambar dan rupa" sang Pencipta sendiri di dunia ini (Luk 4:23-27). Tetapi dalam menjalankan peran ini, raja sering diingatkan para nabi agar tetap menyadari bahwa Tuhan sendirilah yang menjadi penguasa umat. Kehancuran politik yang berakibat dalam pembuangan di Babilonia (586-538 s.M.) mengubah sama sekali keadaan ini. Raja ditawan dan dipenjarakan, kota Yerusalem dan Bait Allah dijarah, negeri terlantar dan morat-marit hampir selama setengah abad. Pengaturan kembali baru mulai setelah pembuangan, pada zaman Persia. Bait Allah mulai dibangun kembali (baru selesai 515 s.M.), walau kemegahannya tidak seperti sebelumnya. Tidak ada lagi raja seperti dulu walau ada penguasa setempat yang berperan dengan cukup memiliki otonomi di dalam urusan keagamaan. Pada zaman Yesus, keadaan ini tidak banyak berubah. Memang ada harapan dari sementara kalangan orang-orang Yahudi bahwa kejayaan dulu akan terwujud kembali. Maka itu, ada harapan akan Mesias Raja. Harapan ini mendasari pelbagai gerakan untuk memerdekakan diri. Hal ini sering malah memperburuk keadaan. Penguasa asing menumpas gerakan itu dan memperkecil ruang gerak orang Yahudi sendiri. Maka itu, di kalangan pemimpin Yahudi ada kekhawatiran apakah Yesus ini sedang membuat gerakan yang akan mengakibatkan makin kerasnya pengaturan Romawi. Mereka mendahului menuduh Yesus di hadapan penguasa Romawi guna mencegah memburuknya suasana politik. PATUTKAH IA MENJADI RAJA? Menurut Yohanes, memang orang pernah bermaksud mengangkat dia sebagai raja (Yoh 6:15, sehabis memberi makan 5.000 orang). Akan tetapi, tak sedikit dari mereka itu nanti juga meneriakkan agar ia disalibkan. Bukannya mereka tak berpendirian. Mereka itu seperti kebanyakan orang ingin hidup tenteram. Mereka mendapatkan roti dan ingin terus, tetapi mereka juga berusaha menghindari kemungkinan mengetatnya pengawasan dari penguasa Romawi. Di dalam kisah sengsara memang tercermin anggapan yang beredar di kalangan umum bahwa Yesus itu bermaksud menjadi raja orang Yahudi: olok-olok para serdadu (Mat 27:29; Mrk 15:9.18; Luk 23:37; Yoh 19:3), papan di kayu salib menyebut Yesus raja orang Yahudi (Mat 27:37; Mrk 15:26; Luk 23:38; Yoh 19:19-21), olok-olok para pemimpin Yahudi di muka salib (Mat 27:42; Mrk 15:32), kata-kata Pilatus di depan orang Yahudi (Yoh 19:14-15). Kisah kelahiran Yesus menurut Matius juga menceritakan kedatangan para orang bijak dari Timur mencari raja orang Yahudi yang baru lahir (Mat 2:2). Namun demikian, seluruh kisah itu justru menggambarkan kesederhanaannya. Gambaran yang sejalan muncul dalam kisah Yesus dielu-elukan di Yerusalem (Mat 21:1-11; Mrk 11:1-10; Luk 19:28-38; dan Yoh 12:12). Ia disambut sebagai tokoh yang amat diharap-harapkan dan diterima sebagai raja, terutama dalam Yohanes. Jelas juga bahwa tokoh ini ialah raja yang bisa merasakan kebutuhan orang banyak. Menurut Markus, Matius, dan Lukas, di hadapan Pilatus Yesus tidak menyangkal tuduhan orang Yahudi bahwa ia menampilkan diri sebagai raja, tetapi tidak juga mengiakan (Mat 27:11; Mrk 15:2; Luk 23:2-3). Dalam Yoh 18:33-39, ia justru menegaskan bahwa ia bukan raja dalam ukuran-ukuran duniawi. Injil mewartakan Yesus sebagai Mesias dari Tuhan. Dalam arti itu, ia memiliki martabat raja. Namun demikian, wujud martabat itu bukan kecemerlangan duniawi, melainkan kelemahlembutan, kemampuan ikut merasakan penderitaan orang, dan mengajarkan kepada orang banyak siapa Tuhan itu sesungguhnya. RAJA SEMESTA ALAM Guna mendalami Injil Yohanes mengenai Yesus, sang raja yang bukan dari dunia ini meski dalam dunia ini, marilah kita tengok madah penciptaan Kej 1:1-2:4a. Injil Yohanes, khususnya dalam bagian pembukaannya (Yoh 1:1-18), mengandaikan pembaca tahu bahwa ada rujukan ke madah penciptaan itu. Ciptaan terjadi dalam enam hari pertama (Kej 1:1-31) dan manusia sendiri baru diciptakan pada hari keenam. Dalam enam hari itu, Tuhan mencipta dengan bersabda. Sabda-Nya menjadi kenyataan. Diciptakan berturut-turut: waktu siang dan malam (Kej 1:3-5), langit (ay. 6-8), bumi beserta tetumbuhan (ay. 9-12), matahari, bulan, dan bintang-bintang (ay. 14-19), ikan di laut dan burung di udara (ay. 20-23), hewan-hewan di bumi (ay. 24-25), dan akhirnya manusia. Sesudah menciptakan hewan-hewan pada hari keenam itu, Tuhan bersabda, "Marilah kita menciptakan manusia menurut gambar dan rupa kita!" (Kej 1:26). Ungkapan "kita" memuat ajakan kepada seluruh alam ciptaan yang telah diciptakan-Nya itu untuk ikut serta dalam pen­cipta­an manusia. Seluruh alam semesta yang telah di­ciptakan kini "menantikan" puncaknya, yakni manusia. Dalam diri manusia terdapat peta kehadiran Tuhan Pencipta yang dapat dikenali oleh alam semesta. Oleh karena itu, manusia juga diserahi kuasa menjalankan pengaturan bumi dan isinya (Kej 1:29). Manusia diciptakan "laki-laki dan perempuan" (Kej 1:27). Dalam cara bicara Ibrani, ungkapan dengan dua bagian ini merujuk kepada keseluruhan manusia, jadi seperti kata "kemanusiaan" atau "humankind" dalam bahasa Inggris. Bandingkan dengan ungkapan "benar-salahnya", maksudnya "kebenarannya"; "jauh-dekatnya" maksudnya "jaraknya". Pada hari ketujuh (Kej 2:1-4a) sang Pencipta beristirahat dan memberkati hari itu. Pekerjaan yang telah diawali-Nya itu kini dilanjutkan oleh manusia karena manusia memetakan kehadiran-Nya. Hari ketujuh tak berakhir, inilah zaman alam semesta yang diberkati Tuhan Pencipta. Gambaran di atas menjadi gambaran ideal manusia sebagai raja yang mewakili Tuhan di hadapan alam semesta. Kebesaran manusia sang "gambar dan rupa" Tuhan dan alam semesta itu diterapkan Yohanes kepada Yesus. Dalam hubungan ini Yohanes merujuk Yesus sebagai "Sabda", yakni kata-kata "Terjadilah...!" dst. yang diucapkan Tuhan dalam menciptakan alam semesta berikut isinya, termasuk manusia sendiri. Dengan latar di atas, makin jelas apa yang dimaksud Yesus ketika berkata kepada Pilatus (Yoh 18:36) bahwa kerajaannya bukan dari dunia ini, bukan dari sini. Yesus itu memang raja dalam arti puncak ciptaan sendiri, kemanusiaan yang sejati seperti dulu dikehendaki sang Pencipta. Dalam ay. 37 Yesus menambahkan bahwa untuk itulah ia lahir, untuk itulah ia datang. Seluruh kehidupannya mempersaksikan kebenaran, yaitu manusia yang dikehendaki Pencipta sebagai puncak ciptaan yang membadankan unsur-unsur ilahi dan ciptaan dalam dirinya. Dengan demikian, dalam perayaan Kristus Raja Semesta Alam, dirayakan juga kebesaran manusia, yakni manusia seperti dikehendaki Pencipta. Itulah kebesaran martabat manusia sejati. Sesudah perayaan ini, orang Kristen menyongsong Masa Adven untuk menantikan pesta kedatangan Yesus, Raja yang bakal lahir dalam kemanusiaan yang sederhana tapi yang juga mendapat perkenan Yang Maha Kuasa. Kembali ke dialog antara Pilatus dan Yesus. Dalam Yoh 18:37 disebutkan Yesus datang ke dunia, ke tempat yang dalam alam pikiran Injil Yohanes dipenuhi kekuatan-kekuatan yang melawan Allah Pencipta, untuk mempersaksikan "kebenaran". Apa kebenaran itu? Pertanyaan ini juga diucapkan oleh Pilatus. Ini juga pertanyaan kita yang dalam banyak hal memeriksa Yesus. Menurut Injil Yohanes, "kebenaran" yang dipersaksikan Yesus itu ialah kehadiran ilahi di kawasan yang dipenuhi kekuatan gelap. Ia menerangi kawasan yang gelap. Inilah yang dibawakan Yesus kepada umat manusia. Inilah yang membuatnya pantas jadi Raja Semesta Alam. Orang yang mengikutinya akan menemukan jalan kembali ke martabat manusia yang asali, yakni sebagai "gambar dan rupa" Allah sendiri. Orang yang mendekat kepadanya dapat berpegang pada kebenaran ini. Masyarakat manusia kini, di negeri kita, butuh cahaya itu juga. Dan kita-kita yang percaya kepada terang itu diajak untuk ikut membawakannya kepada semua orang. Inilah makna perayaan Kristus Raja Semesta Alam yang kita rajakan bersama Injil Yohanes tahun ini. Salam hangat, A. Gianto (ROMA) *) Sumber Millis KD

Rabu, 21 November 2012

“Dia yang melakukan kehendak BapaKu yang di sorga.”

(Im 19:1-2.17-18; Mat 7:21-27) “ Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" "Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu. Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir.Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya.”(Mat 7:21-27), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Sesilia, perawan dan martir, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · “Saya ingin hatiku bersih dan tubuhku tidak tercemar. Keperawananku telah saya janjikan bagi Tuhan”, demikian kata Sesilia kepada calon suaminya yang bernama Valerianus. Dua insan yang sedang jatuh cinta ini akhirnya memang tidak jadi menikah, karena Valerianus menghormati Sesilia sepenuhnya. Pada masa ini memang setia menjadi murid Yesus atau orang Kristen pasti akan menghadapi tantangan berat, siap sedia untuk menjadi martir. Sesilia sendiri akhirnya harus menerima hukuman cukup berat dan menjelang kematiannya ia tersenyum gembira. Ia sungguh setia melakukan kehendak Allah dalam hidup sehari-hari yang sarat dengan tantangan dan hambatan. Sebagai orang beriman kita semua juga dipanggil untuk setia pada rahmat kemartiran, antara lain meneladan St.Sesilia: berusaha dengan rendah hati agar hati kita bersih dan tubuh kita tidak tercemar, alias suci hatinya dan tubuh sungguh menjadi ‘bait Tuhan’. Hati bersih atau suci berarti tidak pernah melukai atau mengecewakan sedikit pun pada orang lain, melainkan senantiasa membahagiakan dan menyelamatkan yang lain. Jika hati sungguh bersih, maka kami percaya tubuhnya juga tak tercemar. Maka secara khusus kami mengajak dan berharap kepada rekan-rekan muda-mudi dan remaja untuk menjaga kebersihan hati dan tubuh tak tercemar. Memang pada masa ini cukup banyak godaan untuk mencemarkan tubuh, antara lain dengan tindakan yang bersifat seksual sampai hubungan seksual di kalangan muda-mudi dan remaja. Dengan kata lain rekan-rekan remaja putri atau mudi kami harapkan manjaga keperawanannya, demikian juga rekan-rekan remaja putra menjaga kejantanannya. Rekan perempuan hendaknya juga tidak memancing nafsu jahat laki-laki, dan sebaliknya rekan laki-laki hendaknya mengendalikan nafsunya. · “Janganlah engkau membenci saudaramu di dalam hatimu, tetapi engkau harus berterus terang menegor orang sesamamu dan janganlah engkau mendatangkan dosa kepada dirimu karena dia. Janganlah engkau menuntut balas, dan janganlah menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri; Akulah TUHAN.” (Im 19:17-18). Kutipan di atas ini sungguh bagus untuk kita renungkan dan hayati. Kerajaan Allah adalah kerajaan hati, hidup beriman adalah urusan hati, maka seruan “janganlah engkau membenci saudara di dalam hatimu” selayaknya kita hayati. Memang di permukaan orang kelihatan bersaudara, tetapi apa yang ada dalam hatinya bermusuhan, saling membenci. Kami berharap kita semua jujur terhadap diri sendiri, tidak menipu diri atau bersikap munafik seperti orang-orang Farisi. Sebagai pelatihan jujur terhadap diri sendiri antara lain dapat dilakukan ketika kita berada sendirian, entah di dalam rumah/ kamar atau di perjalanan: hendaknya kita tetap setia berbuat baik alias melakukan apa yang baik dan tidak mencemarkan hati maupun anggota tubuh kita. Jika kita terbiasa jujur terhadap diri sendiri, maka dengan mudah kita jujur terhadap orang lain, kita juga tidak akan balas dendam terhadap mereka yang menyakiti kita. “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” inilah yang hendaknya juga kita hayati dan sebarluaskan. Jika kita tidak mau disakiti hendaknya juga jangan menyakiti orang lain, terutama dalam hal hati. Memang menyakiti hati orang lain sering tak terasa, maka baiklah kepada mereka yang disakiti hatinya kami harapkan dengan jujur menyampaikannya kepada yang menyakiti, dan hendaknya juga mengampuninya. “TUHAN memandang ke bawah dari sorga kepada anak-anak manusia untuk melihat, apakah ada yang berakal budi dan yang mencari Allah. Mereka semua telah menyeleweng, semuanya telah bejat; tidak ada yang berbuat baik, seorang pun tidak.Tidak sadarkah semua orang yang melakukan kejahatan, yang memakan habis umat-Ku seperti memakan roti, dan yang tidak berseru kepada TUHAN?Di sanalah mereka ditimpa kekejutan yang besar, sebab Allah menyertai angkatan yang benar.” (Mzm 14:2-5) Ign 22 November 2012 *) Sumber Millis KD

Senin, 19 November 2012

"Tuhan setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin”

(Why 3:1-6.14-22; Luk 19:1-10) “ Yesus masuk ke kota Yerikho dan berjalan terus melintasi kota itu. Di situ ada seorang bernama Zakheus, kepala pemungut cukai, dan ia seorang yang kaya. Ia berusaha untuk melihat orang apakah Yesus itu, tetapi ia tidak berhasil karena orang banyak, sebab badannya pendek. Maka berlarilah ia mendahului orang banyak, lalu memanjat pohon ara untuk melihat Yesus, yang akan lewat di situ. Ketika Yesus sampai ke tempat itu, Ia melihat ke atas dan berkata: "Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu." Lalu Zakheus segera turun dan menerima Yesus dengan sukacita.Tetapi semua orang yang melihat hal itu bersungut-sungut, katanya: "Ia menumpang di rumah orang berdosa." Tetapi Zakheus berdiri dan berkata kepada Tuhan: "Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat." Kata Yesus kepadanya: "Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang ini pun anak Abraham. Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang."(Luk 19:1-10), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Para pegawai atau petugas pajak jika jujur dan disiplin kiranya tidak akan kaya raya, namun karena pada umumnya tidak jujur serta senantiasa mencari ‘sabetan’, maka para petugas atau pegawai pajak kaya raya. Dengan kata lain sebenarnya kekayaan mereka diperoleh dengan tidak wajar atau tidak halal, entah itu diperoleh dengan korupsi atau masukan ‘uang pelicin’. Kami percaya bahwa tidak semua pegawai atau petugas pajak bersikap mental macam itu, namun ada beberapa orang yang terjebak dalam struktur dan tak mungkin keluar. Zakheus kiranya termasuk orang yang macam itu, orang baik yang terjebak ke dalam struktur yang korup dan tidak adil. Maka ketika ia bertemu dengan Yesus secara pribadi, ia pun tergerak untuk mengembalikan kekayaan yang tidak wajar atau tidak halal tersebut kepada orang-orang miskin. Hemat saya jasa orang-orang miskin untuk pajak memang tidak sedikit, ambil contoh saja: yang menikmati mie instant maupun rokok pada umumnya adalah orang-orang miskin, dan untuk itu mereka harus membeli. Pengusaha mie dan rokok kiranya membayar pajak sangat besar, dan ada kemungkinan dalam membayar pajak masih ‘kong kalingkong’ dengan pegawai pajak. Harga mie dan rokok berapa pun pasti akan tetap dibayar oleh para konsumen, yang pada umumnya adalah orang-orang miskin. Maka dengan ini kami berseru kepada para pegawai atau petugas pajak yang menerima imbal jasa tidak wajar maupun para pengusaha mie dan rokok untuk memberi perhatian yang memadai kepada orang-orang miskin dan berkekurangan. Jika anda sungguh beriman atau ‘keturunan Abraham’, maka tirulah tindakan Zakheus: setengah dari kekayaan pribadi anda sumbangkan kepada mereka yang miskin dan berkekurangan. · “Barangsiapa menang, ia akan dikenakan pakaian putih yang demikian; Aku tidak akan menghapus namanya dari kitab kehidupan, melainkan Aku akan mengaku namanya di hadapan Bapa-Ku dan di hadapan para malaikat-Nya.Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat." (Why 3:5-6). Yang dimaksudkan dengan kemenangan di sini tidak lain adalah menang atas dosa-dosa atau kejahatan-kejahatan. Orang yang mengalami kemenangan yang demikian itu namanya akan terus tercatat dalam ‘kitab kehidupan’ artinya dikenang terus menerus sampai akhir zaman, sebagaimana dialami oleh para santo dan santa. Kami percaya bahwa kita semua mendambakan nama kita kelak dikenang terus menerus sampai akhir zaman, maka jika memang demikian dambaan kita, marilah kita perangi dosa dan kejahatan, baik yang ada dalam diri kita sendiri maupun dalam lingkungan hidup kita. Tentu saja diri kita pertama-tama yang harus bersih dari dosa dan kejahatan, tidak ada kata terlambat untuk bertobat, maka jika saat ini masih berdosa segeralah bertobat. Kita semua juga dipanggil untuk ‘mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat”, dengan kata lain saling mendengarkan satu sama lain dengan rendah hati. Suara Roh dalam jemaat-jemaat, yang berarti juga dalam diri kita masing-masing antara lain menggejala dalam kehendak baik, maka marilah kita saling bertukar kehendak baik dan kemudian bersama-sama mensinerjikannya ke dalam tindakan konkret, yang berarti senantiasa melakukan apa yang baik. Baik sejati senantiasa berlaku secara universal, dimana saja dan kapan saja. Maka hemat saya yang paling baik dan kiranya disetujui semua orang beriman adalah keselamatan jiwa. Kita usahakan keselamatan jiwa dalam cara hidup dan cara bertindak kita. “TUHAN, siapa yang boleh menumpang dalam kemah-Mu? Siapa yang boleh diam di gunung-Mu yang kudus? Yaitu dia yang berlaku tidak bercela, yang melakukan apa yang adil dan yang mengatakan kebenaran dengan segenap hatinya, yang tidak menyebarkan fitnah dengan lidahnya, yang tidak berbuat jahat terhadap temannya dan yang tidak menimpakan cela kepada tetangganya; yang memandang hina orang yang tersingkir, tetapi memuliakan orang yang takut akan TUHAN; yang berpegang pada sumpah, walaupun rugi;yang tidak meminjamkan uangnya dengan makan riba dan tidak menerima suap melawan orang yang tak bersalah. Siapa yang berlaku demikian, tidak akan goyah selama-lamanya.” (Mzm 15) Ign 20 November 2012 *) Sumber Millis KD

Sabtu, 17 November 2012

“Berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu”

(1Yoh 3:14-18; Luk 6:27-38) "Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu. Barangsiapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain, dan barangsiapa yang mengambil jubahmu, biarkan juga ia mengambil bajumu. Berilah kepada setiap orang yang meminta kepadamu; dan janganlah meminta kembali kepada orang yang mengambil kepunyaanmu. Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka. Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosa pun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun berbuat demikian. Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu dari padanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun meminjamkan kepada orang-orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak. Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat. Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati." "Janganlah kamu menghakimi, maka kamu pun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamu pun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni.Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.” (Luk 6:27-38), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Elisabet dari Hongaria, biarawati, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Seorang biarawati adalah orang yang sungguh membaktikan hidup sepenuhnya kepada Tuhan, Penyelenggaraan Ilahi, dan dengan demikian cara hidup dan cara bertindaknya diharapkan sesuai dengan kehendak Tuhan atau menghayati sabda-sabda Yesus dan meneladan cara hidup serta cara bertindakNya. Sabda Yesus hari ini adalah “Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu”. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan segenap anggota lembaga hidup bakti, biarawan dan biarawati, untuk menghayati sabda Yesus ini dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari dimana pun dan kapan pun. Sabda di atas ini kiranya juga dapat diwujudkan dengan bermurah hati kepada siapapun; bermurah hati artinya hatinya dijual murah, siapapun boleh minta hatinya, dengan kata lain memperhatikan siapapun tanpa pandang bulu, SARA. Maka kami berharap kepada rekan-rekan biarawan dan biarawati untuk tidak pilih-pilih sesuai dengan selera pribadi dalam hal tugas pekerjaan maupun pergaulan. Tugas pekerjaan apapun atau tempat kerja dimanapun yang diberikan oleh Tuhan melalui pembesar hendaknya dilaksanakan dengan murah hati, dilaksanakan sebaik mungkin. Demikian pula dalam kerja hendaknya bergaul mesra dengan siapapun yang terlibat dalam kerja atau tugas. Secara khusus kami harapkan tetap bermurah hati kepada mereka yang membenci atau mempersulit kita dalam hidup dan tugas. · “Kita tahu, bahwa kita sudah berpindah dari dalam maut ke dalam hidup, yaitu karena kita mengasihi saudara kita. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tetap di dalam maut. Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia. Dan kamu tahu, bahwa tidak ada seorang pembunuh yang tetap memiliki hidup yang kekal di dalam dirinya” (1Yoh 3:14-15). Membenci memang merupakan tindakan halus untuk membunuh atau menyingkirkan orang lain. Lebih halus dari membenci atau mengeluh atau menggerutu. Sebagai orang beriman, yang berarti juga membaktikan diri sepenuhnya kepada Tuhan, marilah kita hayati kasih dan kemurahan hati Tuhan serta kita salurkan ke mana-mana. Ingatlah dan sadari serta hayati bahwa Tuhan tidak pernah membenci atau memusuhi kita, dalam situasi dan kondisi apapun kita tepat dikasihi oleh Tuhan. Kita semua kiranya mendambakan hidup kekal, bahagia dan mulia selamanya, di sorga setelah meninggal dunia. Hidup kekal ini masa kini sudah dapat kita hayati atau nikmati dalam pengharapan, artinya kita senantiasa penuh harapan, yang berarti senantiasa ceria, gembira dan dinamis, sehingga menarik, memikat dan mempesona orang lain, cara hidup dan cara bertindak kita sungguh menjadi wujud kemurahan hati kita kepada saudara-saudari kita. Persaudaraan atau persahabatan sejati pada masa kini sungguh mendesak untuk dihayati dan disebarluaakan. “Aku hendak memuji TUHAN pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku. Karena TUHAN jiwaku bermegah; biarlah orang-orang yang rendah hati mendengarnya dan bersukacita. Muliakanlah TUHAN bersama-sama dengan aku, marilah kita bersama-sama memasyhurkan nama-Nya! Aku telah mencari TUHAN, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskan aku dari segala kegentaranku” (Mzm 34:2-5) Ign 17 November 2012 *) Sumber Millis KD

Jumat, 16 November 2012

“Barangsiapa kehilangan nyawanya ia akan menyelamatkannya”

(2Yoh 4-9; Luk 17:26-37) “Dan sama seperti terjadi pada zaman Nuh, demikian pulalah halnya kelak pada hari-hari Anak Manusia: mereka makan dan minum, mereka kawin dan dikawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, lalu datanglah air bah dan membinasakan mereka semua. Demikian juga seperti yang terjadi di zaman Lot: mereka makan dan minum, mereka membeli dan menjual, mereka menanam dan membangun. Tetapi pada hari Lot pergi keluar dari Sodom turunlah hujan api dan hujan belerang dari langit dan membinasakan mereka semua. Demikianlah halnya kelak pada hari, di mana Anak Manusia menyatakan diri-Nya. Barangsiapa pada hari itu sedang di peranginan di atas rumah dan barang-barangnya ada di dalam rumah, janganlah ia turun untuk mengambilnya, dan demikian juga orang yang sedang di ladang, janganlah ia kembali. Ingatlah akan isteri Lot! Barangsiapa berusaha memelihara nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya, ia akan menyelamatkannya. Aku berkata kepadamu: Pada malam itu ada dua orang di atas satu tempat tidur, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan. Ada dua orang perempuan bersama-sama mengilang, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan." [Kalau ada dua orang di ladang, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan.] Kata mereka kepada Yesus: "Di mana, Tuhan?" Kata-Nya kepada mereka: "Di mana ada mayat, di situ berkerumun burung nasar."(Luk 17:26-37), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari rini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Hari-hari ini kita mulai mendekati akhir Tahun Liturgi sebelumnya memasuki Tahun Baru Liturgi, masa Adven. Dengan kata lain sudah hampir selama setahun kita merenungkan sabda-sabda Tuhan, yang berarti sudah cukup banyak yang kita baca dan renungkan. Sabda hari ini mengajak kita semua untuk mawas diri dengan cermin sabdaNya:”Barangsiapa berusaha memelihara nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya, ia akan menyelamatkannya”. Dengan kata lain sejauh mana kita telah hidup dan bertindak dijiwai oleh sabda-sabda Tuhan, tidak hidup dan bertindak hanya mengikuti selera atau keinginan pribadi atau sebagai orang beriman kita semakin beriman, sebagai suami-isteri semakin saling mengasihi, sebagai pekerja semakin terampil bekerja, sebagai orang yang bertugas belajar semakin berpengetahuan dan dewasa, sebagai anggota lembaga hidup bakti semakin membaktikan diri sepenuhnya kepada Tuhan, dst.. Ada kemungkinan diri kita tidak lama lagi dipanggil Tuhan, mengingat dan memperhatikan kematian dapat terjadi kapan saja dan dimana saja, maka apakah kita telah siap sedia dipanggil Tuhan atau meninggal dunia untuk selanjutnya menikmati hidup bahagia dan mulia selamanya di sorga. Maka baiklah kita mawas diri bahwa ketika dilahirkan di dunia ini kita tidak membawa harta kekayaan apa-apa, dalam keadaan telanjang bulat, dan ketika dipanggil Tuhan kita pun juga tak mungkin membawa harta benda atau kekayaan sedikitpun. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan siapapun yang kaya akan harta benda atau uang untuk memfungsikannya sedemikian rupa sehingga anda semakin beriman atau semakin suci, semakin siap sedia sewaktu-waktu dipanggil Tuhan. · “Dan inilah kasih itu, yaitu bahwa kita harus hidup menurut perintah-Nya. Dan inilah perintah itu, yaitu bahwa kamu harus hidup di dalam kasih, sebagaimana telah kamu dengar dari mulanya” (2Yoh 6). Perintah agar hidup saling mengasihi kiranya diajarkan oleh semua agama atau keyakinan, dan kita semua kiranya telah berkali-kali mendengarkan homili atau kotbah atau mungkin membaca buku-buku rohani atau keagamaan, dengan kata lain secara jujur hendaknya mengakui bahwa kita telah mengenal perintah-perintahNya, dan semua perintahNya kiranya dipadatkan dalam perintah untuk hidup saling mengasihi. Maka pertanyaan bagi kita semua: apakah kita semakin hidup saling mengasihi, dan dengan demikian juga bersahabat dan bersaudara dengan siapapun tanpa pandang bulu, SARA? Marilah kita ingat, sadari dan hayati bahwa masing-masing dari kita adalah buah kasih atau yang terkasih, dapat tumbuh berkembang sebagaimana adanya pada saat ini hanya karena dan oleh kasih. Dengan kata lain kita kaya akan kasih, maka panggilan untuk saling mengasihi tidak sulit asal kita tidak pelit, yaitu tinggal menyalurkan kasih kepada orang lain, yang kita miliki secara melimpah ruah. Tidak hidup saling mengasihi berarti tidak beriman, tidak percaya kepada Tuhan alias kafir. Sekali lagi kita semua diingatkan bahwa sejak semua, sejak dilahirkan di dunia ini, kita telah mendengar dan menikmati kasih, maka hendaknya jangan dilupakan, melainkan hendaknya diperdalam dan diperkembangkan, sehingga pada suatu saat kita siap sedia bertemu dengan ‘Kekasih Sejati’, Allah, ketika kita meninggal dunia. “Berbahagialah orang-orang yang hidupnya tidak bercela, yang hidup menurut Taurat TUHAN. Berbahagialah orang-orang yang memegang peringatan-peringatan-Nya, yang mencari Dia dengan segenap hati” (Mzm 119:1-2) Ign 16 November 2012 *) Sumber Millis KD

Rabu, 14 November 2012

“Kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring”

(Tit 3:1-7; Luk 17:11-19) “ Dalam perjalanan-Nya ke Yerusalem Yesus menyusur perbatasan Samaria dan Galilea. Ketika Ia memasuki suatu desa datanglah sepuluh orang kusta menemui Dia. Mereka tinggal berdiri agak jauh dan berteriak: "Yesus, Guru, kasihanilah kami!" Lalu Ia memandang mereka dan berkata: "Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam-imam." Dan sementara mereka di tengah jalan mereka menjadi tahir. Seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring, lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya. Orang itu adalah seorang Samaria. Lalu Yesus berkata: "Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu? Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?" Lalu Ia berkata kepada orang itu: "Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau.”(Luk 17:11-19), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Yesus termasuk orang Yahudi, dan orang Yahudi pada umumnya memandang rendah orang-orang Samaria, karena orang-orang Yahudi merasa diri sebagai bangsa yang terpilih oleh Allah. Dalam warta gembira hari ini dikisahkan orang-orang Samaria yang mohon belas kasih Yesus guna penyembuhan mereka dari sakit. Dengan belas kasih Yesus menanggapi mereka dan karena iman mereka, maka mereka pun menjadi sembuh. Cukup menarik bahwa ada sepuluh orang yang disembuhkan dan hanya satu orang yang kembali kepada Yesus dan bersembah sujud kepadaNya kuntuk menghaturkan terima kasih dan syukur, dan kepadanya Yesus bersabda :”Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau” . Hal ini kiranya menjadi pelajaran bagi kita semua, segenap umat beriman: bersyukur dan berterima kasih ketika kita menerima sesuatu yang membuat diri kita semakin beriman, hidup sejahtera, segar-bugar dst.. Pertama-tama marilah kita sadari dan hayati bahwa jika kita sungguh dapat beriman tidak lain karena anugerah Allah, maka hendaknya kita senantiasa hidup penuh syukur dan terima kasih. Hendaknya syukur dan terima kasih ini dididikkan atau dibiasakan pada anak-anak di dalam keluarga, tentu pertama-tama anak-anak harus bersyukur dan berterima kasih kepada orangtua, khususnya ibu yang telah mengandung dan melahirkan, menyusui dan mengasihi kita tanpa batas. Kami percaya bahwa ketika kita menerima sesuatu dari orang lain secara singkat dan sederhana kita mengatakan terima kasih, maka semoga hal itu tidak hanya menjadi basa-basi atau formalitas belaka, melainkan sungguh menjiwai cara hidup dan cara bertindak kita dimana pun dan kapan pun; hidup dan bertindak dijiwai oleh terima kasih. · “Ingatkanlah mereka supaya mereka tunduk pada pemerintah dan orang-orang yang berkuasa, taat dan siap untuk melakukan setiap pekerjaan yang baik. Janganlah mereka memfitnah, janganlah mereka bertengkar, hendaklah mereka selalu ramah dan bersikap lemah lembut terhadap semua orang. Karena dahulu kita juga hidup dalam kejahilan: tidak taat, sesat, menjadi hamba berbagai-bagai nafsu dan keinginan, hidup dalam kejahatan dan kedengkian, keji, saling membenci.” (Tit 3:1-3). Kita semua diingatkan agar jangan saling memfitnah dan bertengkar, melainkan hendaknya saling bersikap ramah dan lemah lembut dalam cara hidup dan cara bertindak kita dimana pun dan kapan pun. Dalam hal ramah dan lemah lembut ini kami percaya bahwa para ibu memiliki pengalaman mendalam, yaitu ramah dan lemah lembut kepada anak-anak yang telah dikandung dan dilahirkannya. Maka dengan ini kami berharap pengalaman tersebut terus diperdalam dan diperkembangkan serta disebarluaskan, pertama-tama kepada segenap anggota keluarga dan kemudian meluas ke siapapun yang dijumpai dalam hidup dan kerja sehari-hari. Konon ada keyakinan bahwa orang-orang Jawa pada umumnya ramah dan lemah lembut, tetapi sejauh saya ketahui ternyata hal itu merupakan didikan atau binaan para raja, dimana ketika raja lewat maka warga harus menunduk, tak boleh menengadah sebagai tanda keramahan dan kelemah-lembutan kepada sang raja. Dalam kenyataan sehari-hari ternyata semua manusia, suku dan bangsa sama saja: ramah dan lemah lembut ketika menerima sesuatu yang menyenangkan, tetapi ketika menerima sesuatu yang tidak menyenangkan mudah menjadi kasar dan kejam. Hemat saya keramahan dan kelemah-lembutan perlu dilatih dan dibiasakan terus-menerus, tidak hanya dalam acara resmi atau adat dan formal belaka. Para pemimpin atau siapapun yang berpengaruh dalam hidup bersama kami harapkan dapat menjadi teladan dalam hidup ramah dan lemah-lembut. “TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku.Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang;Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya.Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku” (Mzm 23:1-4) Ign 14 November 2012 *) Sumber Millis KD

Senin, 12 November 2012

“Jagalah dirimu!”

(Tit 1:1-9; Luk 17:1-6) “Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Tidak mungkin tidak akan ada penyesatan, tetapi celakalah orang yang mengadakannya. Adalah lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya, lalu ia dilemparkan ke dalam laut, dari pada menyesatkan salah satu dari orang-orang yang lemah ini. Jagalah dirimu! Jikalau saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia, dan jikalau ia menyesal, ampunilah dia. Bahkan jikalau ia berbuat dosa terhadap engkau tujuh kali sehari dan tujuh kali ia kembali kepadamu dan berkata: Aku menyesal, engkau harus mengampuni dia." Lalu kata rasul-rasul itu kepada Tuhan: "Tambahkanlah iman kami!" Jawab Tuhan: "Kalau sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada pohon ara ini: Terbantunlah engkau dan tertanamlah di dalam laut, dan ia akan taat kepadamu." (Luk 17:1-6), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Yosafat, Uskup dan Martir, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Orang yang tak dapat menjaga atau mengurus dirinya dengan baik dan benar pasti tak mungkin atau tak dapat menjaga atau mengurus orang lain. Dengan kata lain orang yang tak dapat mengurus atau menjaga dirinya akan menjadi batu sandungan bagi orang lain melakukan dosa atau tindak kejahatan. Sabda hari ini mengajak dan mengingatkan kita semua agar dalam hidup sehari-hari tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain serta dengan rela dan besar hati mengampuni siapapun yang menyalahi atau menyakiti kita alias berdosa. Pertama-tama kami mengajak dan mengingatkan kita semua di dalam Tahun iman ini hendaknya kita sungguh menjaga dan mengurus iman kita sebaik mungkin. Secara khusus kepada para gembala atau pelayan umat kami harapkan dapat menjadi contoh atau teladan dalam penghayatan iman. Memang setia pada iman pada masa kini sungguh merupakan bentuk penghayatan rahmat kemartiran, mengingat dan memperhatikan kemerosotan moral terjadi di sana-sini dalam kehidupan sehari-hari. Menjadi saksi kasih pengampunan pada masa kini kiranya juga merupakan salah satu bentuk penghayatan rahmat kemartiran, mengingat dan memperhatikan bahwa banyak orang lebih suka balas dendam ketika dirinya disakiti atau dipersulit hidupnya. Yesus mengingatkan bahwa jika kita memiliki iman sekecil ‘biji sesawi’ saja kita dapat melakukan sesuatu yang luar biasa, termasuk menjadi saksi iman dalam kondisi dan situasi apapun serta mengampuni mereka yang menyalahi atau menyakiti kita. Marilah kita hidup saling mengampuni sebagai perwujudan iman kita kepada Tuhan, yang senantiasa mengampuni kesalahan dan dosa-dosa kita. · “Aku telah meninggalkan engkau di Kreta dengan maksud ini, supaya engkau mengatur apa yang masih perlu diatur dan supaya engkau menetapkan penatua-penatua di setiap kota, seperti yang telah kupesankan kepadamu,yakni orang-orang yang tak bercacat, yang mempunyai hanya satu isteri, yang anak-anaknya hidup beriman dan tidak dapat dituduh karena hidup tidak senonoh atau hidup tidak tertib.Sebab sebagai pengatur rumah Allah seorang penilik jemaat harus tidak bercacat, tidak angkuh, bukan pemberang, bukan peminum, bukan pemarah, tidak serakah,melainkan suka memberi tumpangan, suka akan yang baik, bijaksana, adil, saleh, dapat menguasai diri dan berpegang kepada perkataan yang benar, yang sesuai dengan ajaran yang sehat, supaya ia sanggup menasihati orang berdasarkan ajaran itu dan sanggup meyakinkan penentang-penentangnya” (Tit 1:5-9). Kutipan di atas ini kiranya baik menjadi permenungan atau refleksi bagi para pelayan atau gembala umat, yaitu hendaknya “tidak bercacat, tidak angkuh, buka pemberang, bukan peminum, bukan pemarah, tidak serakah, melainkan suka memberi tumpangan, suka akan yang baik, bijaksana, adil, saleh, dapat memguasai diri dan berpegang kepada perkataan yang benar”. Dari hal-hal yang bersifat negatif di atas kiranya yang baik diusahakan pada masa kini adalah ‘bukan pemarah dan tidak serakah’, dengan kata lain senantiasa hidup dan bertindak dengan rendah hati dan sederhana. Jika dapat rendah hati dan sederhana maka pasti suka memberi tumpangan, yang baik, bijaksana, adil, saleh dan dapat menguasai diri. Menguasai diri berarti mengendalikan diri dan ketika orang dapat menguasai diri maka sikap terhadap orang lain pasti akan melayani, sebaliknya jika orang tak dapat menguasai diri maka sikap terhadap yang lain pasti menindas dan mencelakakan. Kesederhanaan dalam cara hidup dan cara bertindak para pelayan atau gembala umat sangat diharapkan. Maka jika ada pelayan atau gembala umat tidak hidup sederhana hendaknya umat tidak takut menegor dan mengingatkannya. “TUHANlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya. Sebab Dialah yang mendasarkannya di atas lautan dan menegakkannya di atas sungai-sungai."Siapakah yang boleh naik ke atas gunung TUHAN? Siapakah yang boleh berdiri di tempat-Nya yang kudus?""Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu.” (Mzm 24:1-4) Ign 12 November 2012 *) Sumber Millis KD

Mg Biasa XXXII : 1Raj 17:10-16; Ibr 9:24-28; Mrk 12: 38-44 "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan.”

Ketika saya ditahbiskan menjadi imam kurang lebih 29 tahun yang lalu, saya ditawari untuk mempersembahkan Perayaan Ekaristi pertama kali bagi umat paroki saya oleh pastor paroki. Saya ditawari untuk mempersembahkan di gereja induk, paroki Wedi, atau di kapel stasi Gondang, yang sekarang sudah menjadi paroki sendiri. Dan saya cenderung memilih di kapel stasi. Mendengar pilihan ini pastor paroki memberi penjelasan bahwa kondisi kapel stasi Gondang sedang amburadul karena sedang direnovasi. Mendengar penjelasan tersebut saya jawab bahwa tidak apa-apa, toh zaman Yesus dulu ketika mengadakan perjamuan malam terakhir juga di tempat yang sangat sederhana. Pilihan saya disetujui dan kemudian diinformasikan ke umat stasi Gondang pada umumnya dan secara khusus kepada umat wilayah Sumyang, desa asal saya. Sungguh pengalaman yang mengesan bahwa ketika umat wilayah mendengar hal itu, umat kemudian bergotong-royong untuk menyelesaikan renovasi kapel dalam waktu satu minggu (maklum mayoritas umat desa saya bekerja sebagai ‘tukang batu’, buruh bangunan, termasuk bapak saya). Mereka bergotong-royong dari pagi hari sampai malam, yang berarti mereka tidak bekerja selama seminggu, tidak memperoleh pendapatan selama seminggu. Bukankah mereka bagaikan janda miskin, yang dikisahkan dalam warta gembira hari ini, “yang memberi lebih banyak dari semua orang”. Maka kami mengajak anda sekalian untuk merenungkan sabda Yesus di bawah ini. "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya." (Mrk 12:43-44) Persembahan kepada Tuhan dalam bentuk apapun merupakan symbol persembahan diri kepada Tuhan. Maka dengan ini kami mengingatkan dan mengajak anda sekalian untuk meneladan janda miskian di atas, yaitu bukan memberi persembahan dari kelebihan, melainkan dari kekurangan. Memberi dari kelebihan hemat kami bagaikan membuang sampah, dengan kata lain memperlakukan si penerima pemberian sebagai ‘tempat sampah’ alias melecehkan atau merendahkan harkat martabat manusia, melanggar hak azasi manusia. Orang yang memberi persembahan atau sumbangan yang demikian itu berarti orang pelit dan tidak sosial. Orang yang bersikap mental ‘memberi dari kelimpahan’ pada umumnya ketika diberi tugas pekerjaan juga tak pernah selesai pada waktunya atau sekiranya selesai pasti selesai pada detik terakhir atau ‘deathline’. Sebagai orang beriman yang berarti mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan, marilah kita tanpa syarat sungguh mempersembahkan diri kepadaNya dalam atau melalui cara hidup dan cara bertindak kita sejak sadar bangun pagi sampai menjelang istirahat malam, bahkan selama istirahat atau tidur pun hendaknya juga pasrah diri sepenuhnya kepadaNya, sehingga dapat tidur nyenyak dan ketika bangun menjadi segar bugar. Kami berharap kepada orang-orang kaya akan harta benda dan uang tidak pelit dalam hal memberi sumbangan atau persembahan. Ingatlah dan hayati bahwa kekayaan anda tidak pernah terlepas dari orang-orang yang membantu anda dalam berkarya, misalnya para pegawai atau buruh, demikian juga peran konsumen produk usaha anda juga sangat membantu perolehan kekayaan atau uang anda. Sebagai contoh produk mie instant atau rokok, yang pada umumnya konsumennya adalah orang-orang miskin atau pedesaan dan pegunungan. Anda dapat menaikkan harga seenaknya dan para konsumen pun akan tetap membelinya. Maka ingatlah orang-orang miskin, pedesaan dan pegunungan. Demikian juga kami berharap kepada para pejabat atau petinggi pemerintahan, entah yang ada di badan legislatif, eksekutif, maupun yudikatif untuk mengingat dan menyadari bahwa anda harus melayani rakyat, dan gaji atau imbal jasa yang anda terima berasal dari pemasukan pajak, yang juga tak terlepas dari peran orang-orang miskin, pedesaan, pegunungan yang menjadi konsumen produk aneka usaha. Semoga anda yang duduk atau berkarya dalam pemerintahan tidak melakukan korupsi atau cari enaknya sendiri. “Elia berkata kepadanya: "Janganlah takut, pulanglah, buatlah seperti yang kaukatakan, tetapi buatlah lebih dahulu bagiku sepotong roti bundar kecil dari padanya, dan bawalah kepadaku, kemudian barulah kaubuat bagimu dan bagi anakmu. Sebab beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Tepung dalam tempayan itu tidak akan habis dan minyak dalam buli-buli itu pun tidak akan berkurang sampai pada waktu TUHAN memberi hujan ke atas muka bumi." Lalu pergilah perempuan itu dan berbuat seperti yang dikatakan Elia; maka perempuan itu dan dia serta anak perempuan itu mendapat makan beberapa waktu lamanya.Tepung dalam tempayan itu tidak habis dan minyak dalam buli-buli itu tidak berkurang seperti firman TUHAN yang diucapkan-Nya dengan perantaraan Elia.” (1Raj 17:13-16) Kutipan di atas ini kiranya dapat menjadi inspirasi bagi kita semua dalam hal memberi sumbangan atau persembahan atau dalam kehidupan bersama kita dengan siapapun dan dimana pun. Kita diharapkan senantiasa untuk mendahulukan orang lain maupun memperhatikan para pelayan umat atau gembala umat. Dalam hal ini kami percaya rekan-rekan ibu sebagai perempuan pasti memiliki pengalaman dalam hal mendahulukan yang lain, misalnya anak-anaknya, yang dianugerahkan oleh Tuhan. Saya pribadi memiliki pengalaman yang mengesan terhadap ibu atau ‘simbok’ saya, dimana ketika memperoleh rezeki berupa makanan senantiasa anak-anaknya yang pertama-tama harus menikmatinya atau mengkosumsi, dan jika perlu ibu saya sama sekali tidak mencicipinya alias berpuasa atau matiraga. Kepedulian atau kepekaan kepada yang lain kiranya perlu dididikkan atau dibiasakan pada anak-anak di dalam keluarga, sehingga ketika mereka tumbuh berkembang menjadi orang dewasa akan menjadi pribadi yang peduli atau peka terhadap orang lain. Jika dicermati dalam hidup sehari-hari kiranya harus diakui bahwa pembinaan kepedulian atau kepekaan kepada orang lain dalam diri anak-anak kurang memperoleh perhatian yang memadai, ada kecenderungan generasi muda masa kini bersikap mental egois, kurang atau tidak peduli pada orang lain maupun lingkungan hidupnya. Hal ini kami cermati juga di antara para seminaris di Seminari Menengah Mertoyudan. Ada kemungkinan hal ini disebabkan oleh korban keluarga berencana, yang difahami secara sempit yaitu pembatasan kelahiran: satu atau dua anak cukup. Jika dalam keluarga hanya ada satu atau dua anak pasti ada kecenderungan untuk memanjakan anak-anak dan kemudian anak-anak tumbuh berkembang menjadi orang yang egois. Memang pada masa lalu pada umumnya di dalam keluarga tidak hanya satu atau dua anak saja, tetapi empat atau lebih. Memang dalam hal memenuhi kebutuhan fisik atau financial sungguh berat dan penuh dengan tantangan, namun demikian ada suatu pengalaman menarik dan tak terlupakan, yaitu secara otomatis terjadi pembinaan kepedulian atau social pada diri anak-anak, antar kakak-adik. Pengalaman saling memperhatikan antar kakak-adik inilah yang kemudian akan menjadi modal untuk terus diperkembangkan dan diperdalam dalam kehidupan bersama yang lebih luas, di dalam masyarakat maupun tempat kerja.”Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi,demikian pula Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diri-Nya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diri-Nya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia.” (Ibr 9:27-28). Kutipan ini kiranya dapat menjadi inspirasi bagi siapapun yang beriman keapda Yesus Kristus, yaitu “mengorbankan diri untuk menanggung dosa banyak orang” “Yang menegakkan keadilan untuk orang-orang yang diperas, yang memberi roti kepada orang-orang yang lapar. TUHAN membebaskan orang-orang yang terkurung, TUHAN membuka mata orang-orang buta, TUHAN menegakkan orang yang tertunduk, TUHAN mengasihi orang-orang benar. TUHAN menjaga orang-orang asing, anak yatim dan janda ditegakkan-Nya kembali, tetapi jalan orang fasik dibengkokkan-Nya. TUHAN itu Raja untuk selama-lamanya, Allahmu, ya Sion, turun-temurun! Haleluya” (Mzm 146:7-10) Ign 11 November 2012 *) Sumber Millis KD

“Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga”

(Sir 39:6-11; Mat 16:13-19) “Setelah Yesus tiba di daerah Kaisarea Filipi, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: "Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?" Jawab mereka: "Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia dan ada pula yang mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para nabi." Lalu Yesus bertanya kepada mereka: "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?" Maka jawab Simon Petrus: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" Kata Yesus kepadanya: "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga. Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.” (Mat 16:13-19), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St Leo Agung, Paus dan Pujangga Gereja, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Paus adalah pimpinan tertinggi Gereja Katolik, penerus tahta St.Petrus, paus pertama, yang memiliki panggilan dan tugas pengutusan untuk melanjutkan karya penyelamatan yang telah dilaksanakan oleh Yesus. Untuk itu paus dianugerahi wewenang mengajar (magisterium) dalam menghayati panggilan serta melaksanakan tugas pengutusan. Panggilan dan tugas ini sungguh berat, sarat dengan masalah, tantangan dan hambatan, maka yang terpilih harus memiliki iman kepada Yesus Kristus sebagaimana dihayati oleh Petrus:”Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup”. Maka pertama-tama dan terutama kami mengajak dan mengingatkan rekan-rekan imam, yang berpartisipasi dalam karya penggembalaan umat untuk mawas diri sejauh mana kedalaman iman kita. Kebetulan kita berada di dalam Tahun Iman, antara lain kita diingatkan dan diajak untuk mempelajari dan memahami aneka dokumen Gereja Katolik, antara lain Kitab Suci, dokumen-dokumen Konsili Vatikan II, Kitab Hukum Kanonik dan Katekismus Gereja Katolik. Marilah kita sadari dan hayati bahwa apa yang kita sampaikan di dalam berbagai kesempatan antara lain ‘kotba atau homili’ pada umumnya sungguh didengarkan dan diikuti oleh umat, maka hendaknya apa yang kita kotbahkan sungguh bersumber pada ajaran-ajaran yang benar, sebagaimana tertulis dalam dokumen-dokumen di atas. Semoga apa yang kita kotbahkan sungguh mempengaruhi para pendengar semakin beriman, semakin membaktikan diri sepenuhnya kepada Tuhan melalui cara hidup dan cara bertindak setiap hari dimana pun dan kapan pun. · “Jika Tuhan yang besar menghendakinya, maka terpenuhilah ia dengan roh pengertian. Maka ia sendiri membualkan kata-kata yang bijak, dan memuji Tuhan dengan sembahyangnya. Dengan lurus nasehat serta ilmunya disampaikannya, dan dipikirkannya rahasia-rahasia hatinya. Ia memperlihatkan ajaran dari wejangannya serta membanggakan Taurat Perjanjian Tuhan.Pengertiannya akan dipuji banyak orang, dan tidak pernah akan lenyap. Kenang-kenangan akan dia tidak akan terhapus, melainkan namanya akan hidup turun temurun.Kebijaksanaannya akan diceritakan pelbagai bangsa, sedangkan jemaah mewartakan pujiannya” (Sir 39:6-10). Sebagai orang beriman kita semua kiranya telah menerima anugerah roh pengertian, dan mungkin tidak secara intelektual belaka, tetapi terutama dan pertama-tama secara spiritual. Mengerti secara spiritual akan lebih akurat dan handal daripada secara intelektual, karena pengertian secara spiritual akan mengenyangkan hati dan jiwa serta dengan demikian orang yang bersangkutan hidup dalam damai, ketenangan dan sejahtera, segar-bugar baik secara fisik maupun spiritual. Sedangkan pengertian secara intelektual pada umumnya melelahkan dan memusingkan. Maka sebagaimana diingatkan oleh St.Ignatius Loyola, yaitu “bukan berlimpahnya pengetahuan, melainkan merasakan dan mencecap dalam-dalam kebenarannya itulah yang memperkenyang dan memuaskan jiwa”, marilah dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari dimana pun dan kapan pun senantiasa dengan rendah hati berusaha keras mencecap dalam-dalam aneka kebenaran yang kita terima melalui aneka kesempatan. Kepada para pengajar maupun pengkotbah kami harapkan juga lebih menekankan kualitas bukan kuantitas, kedalaman pemahaman kebenaran bukan banyaknya kebenaran. Hendaknya hal ini juga menjadi perhatian bagi para orangtua dalam mendidik anak-anaknya: perhatikan apakah nasihat atau pengetahuan yang disampaikan sudah difahami dalam-dalam oleh anak, sebelum menyampaikan kembali nasihat atau pengetahuan baru. Dengan kata lain marilah kita semua berpedoman bahwa yang terutama dan pertama adalah perilaku atau tindakan bukan wacana atau omongan. “Percayalah kepada TUHAN dan lakukanlah yang baik, diamlah di negeri dan berlakulah setia, dan bergembiralah karena TUHAN; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu. Serahkanlah hidupmu kepada TUHAN dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak;Ia akan memunculkan kebenaranmu seperti terang, dan hakmu seperti siang.” (Mzm 37:3-6) Ign 10 November 2012 *) Sumber Millis KD

Jumat, 09 November 2012

Pesta Pemberkatan Gereja Basilik Lateran: 1Kor 3:9b-11.16-17; Yoh 2:13-22

Pesta Pemberkatan Gereja Basilik Lateran: 1Kor 3:9b-11.16-17; Yoh 2:13-22 "Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan". Gereja Basilik Lateran adalah kapel atau gereja pribadi Paus. Telah menjadi kebiasaan juga bahwa setiap kardinal yang baru dilantik pada umumnya juga `diserahi' kapel tertentu di Vatican, meskipun kemudian kardinal yang bersangkutan tidak mengunjungi kapel tersebut. Kitab Hukum Kanonik (KHK) mengatakan bahwa "dengan sebutan gereja dimaksudkan bangunan suci yang diperuntukkan bagi ibadat ilahi dimana kaum beriman berhak untuk masuk melaksanakan ibadat ilahi, terutama ibadat yang dilangsungkan secara publik" (KHK kan 1214). Lebih lanjut dikatakan bahwa "Hendaknya semua orang yang bersangkutan berusaha agar di gereja-gereja dipelihara kebersihan dan keindahan yang layak bagi rumah Allah dan agar segala sesuatu yang tidak cocok dengan kesucian tempat itu dijauhkan dari padanya" (KHK kan 1220 $ 1). Maka dalam rangka mengenangkan Pemberkatan Gereja Basilik Lateran hari ini saya mengajak anda sekalian untuk mengusahakan dan menjaga kesucian dan kebersihan tempat-tempat ibadat, dan untu itu marilah kita renungkan atau refleksikan sabda Yesus di bawah ini. "Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan." (Yoh 2:6). Entah secara kebetulan atau sungguh merupakan panggilan Tuhan bagi saya: yang menurut catatan tgl 9 November, pesta Pemberkatan Gereja Basilik Lateran, juga merupakan hari jadi atau ulang tahun saya (9 Nov 2012: hut saya ke 60) dan saya selama kurang lebih 10 (sepuluh tahun) bertugas sebagai Ekonom KAS, yang antara lain bertugas merencanakan, merawat dan memperhatikan pembangunan gedung gereja atau kapel. Memang selama bertugas sebagai Ekonom KAS maupun sampai kini saya merasa terpanggil untuk mengusahakan dan menjaga kesucian dan kebersihan tempat ibadat, entah itu gereja atau kapel, termasuk tempat-tempat ziarah. Selama bertugas menjadi Ekonom saya pribadi belajar banyak hal berhubungan dengan bangunan (arsitektur, lingkungan hidup dst..). Sabda Yesus di atas senantiasa mengiang-iang dalam diri saya setiap kali memasuki tempat-tempat ibadat. Apakah masih ada orang-orang yang menjadikan tempat ibadat untuk berjualan atau berbisnis alias mencari keuntungan pribadi? Hemat saya sampai kini masih ada. Ada juga yang mengkomersielkan ibadat atau Perayaan Ekaristi, misalnya pengumpulan dana atau sumbangan dengan Perayaan Ekaristi. Bahkan selama bertugas sebagai Ekonom saya juga pernah menegor dengan keras panitia pembangunan kapel dan seksi-seksi sosial paroki, karena pribadi-pribadi yang terlibat di dalamnya sungguh komersial. Kami mengajak dan mengingatkan anda semua untuk menjaga dan mengusahakan kesucian dan kebersihan tempat ibadat, maka jangan ada seorangpun yang bersikap mental materialistis atau bisnis memfungsikan tempat ibadat apalagi melakukan tindakan maksiat alias tak bermoral. Para pengurus dan pengelola tempat-tempat ibadat atau ziarah kami harapkan bertindak tegas dengan meneladan Yesus: mengusir mereka yang `berjualan' atau berbisnis serta mencari keuntungan pribadi tempat-tempat ibadat atau ziarah yang menjadi tanggungjawabnya. Kami juga berharap kepada siapapun bahwa dengan memasuki tempat ibadat atau ziarah anda semakin suci, semakin membaktikan diri sepenuhnya kepada Tuhan dalam dan melalui cara hidup dan cara bertindak setiap hari dimana pun dan kapan pun. Apa-apa yang dijual di lingkungan tempat ibadat hendaknya juga mendorong atau memotivasi pembelinya semakin suci, entah itu berupa makanan atau minuman, sarana berdoa maupun tempat penginapan atau istirahat. Ada kemungkinan tempat ziarah digunakan untuk pacaran rekan-rekan muda-mudi: baiklah hal itu diawasi agar jangan melakukan tindakan amoral, dan semoga dengan berpacaran di tempat zairah anda juga semakin diperjelas dan dijernihkan serta diteguhkan dalam saling mengasihi. Kepada kita semua yang memasuki tempat ibadat atau ziarah serta beribadat atau berdoa, semoga semakin suci, semakin hidup baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur. Maka selanjutnya marilah kita renungkan sapaan atau peringatan Paulus di bawah ini. "Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu" (1Kor 3:16-17) Paulus mengingatkan kita semua bahwa diri kita, tubuh kita, adalah bait Allah, dan dengan demikian kita dipanggil untuk mengusahakan dan menjaga kebersihan dan kesucian tubuh kita masing-masing. Pertama-tama marilah kita sadari dan hayati bahwa kita semua diciptakan oleh Allah karena kasihNya dengan bekerjasama dengan orangtua kita masing-masing yang saling mengasihi. Dengan kata lain bukankah masing-masing dari kita adalah `buah kasih' atau `yang terkasih'? Maka mengusahakan dan menjaga agar tubuh kita tetap sebagai `bait Allah' alias suci, hendaknya kita fungsikan seluruh anggota tubuh kita untuk mengasihi alias membahagiakan dan menyelamatkan orang lain. Kami berharap juga tidak ada orang yang mengkomersielkan tubuhnya atau mencemari diri dengan tindakan amoral. Pencemaran tubuh secara pribadi dapat terjadi dengan tindakan yang terkait dengan kenikmatan seksual, misalnya masturbasi atau onani. "Masturbasi adalah rangsangan alat-alat kelamin yang disengaja dengan tujuan membangkitkan kenikmatan seksual. `Kenyataan ialah bahwa, baik Wewenang Mengajar Gereja dalam tradisinya yang panjang dan tetap sama maupun perasaan susila umat beriman tidak pernah meragukan untuk mencap masturbasi sebagai satu tindakan yang sangat bertentangan dengan ketertiban', karena penggunaan kekuatan seksual dengan sengaja, dengan motif apapun itu dilakukan, di luar hubungan suami isteri yang normal, bertentangan dengan hakikat tujuannya'. Kenikmatan seksual yang dicari karena dirinya sendiri tidak mempunyai `tujuan susila yang dituntut oleh hubungan seksual, yaitu yang melaksanakan arti sepenuhnya dari penyerahan diri secara timbal balik dan juga satu pembuahan manusiawi yang sebenarnya di dalam cinta yang sebenarnya" (Kamus Gereja Katolik no 2351). Kami juga berharap kepada rekan-rekan suami-isteri untuk saling setia satu sama lain, tidak berselingkuh, karena dengan berselingkuh berarti mencemari relasi suami-isteri; demikian juga hendaknya entah suami atau isteri menyeleweng dengan caranya sendiri, berganti pasangan dalam hubungan seksual. Ingatlah dan sadari penyakit kelamin atau HIV mengincar anda yang suka berselingkuh, dan dengan demikian mencemari tubuhnya sendiri. Menjaga dan mengusahakan kebersihan anggota tubuh tetap bersih kiranya juga penting, karena ketika kita menghadirkan diri di muka umum dimana secara fisik tubuh kita tidak bersih, misalnya bau tidak sedap, pasti akan mencemari pergaulan dan orang lain, karena orang lain akan menggerutu dan mengeluh, yang berarti mencemari kesucian dirinya. Pada masa kini juga marak usaha medis atau teknis dalam rangka mengusahakan dirinya tampan atau cantik, antara lain dengan adanya intervensi sarana medis atau teknis ke dalam tubuh, entah itu berupa suntikan atau operasi. Segala bentuk intervensi medis dan teknis ke dalam tubuh pasti akan memperlemah daya tahan tubuh dan dengan demikian juga mencemarkan tubuh. Marilah kita terima pada anggota tubuh yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada kita, dan hendaknya diingat bahwa yang penting adalah kebersihan dan keindahan serta kencatikan hati dan jiwa, bukan tubuh. "Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti.Sebab itu kita tidak akan takut, sekalipun bumi berubah, sekalipun gunung-gunung goncang di dalam laut;Kota Allah, kediaman Yang Mahatinggi, disukakan oleh aliran-aliran sebuah sungai.Allah ada di dalamnya, kota itu tidak akan goncang; Allah akan menolongnya menjelang pagi." (Mzm 46:2-3.5-6) Ign 9 November 2012 *) Sumber Millis KD