Kata-kata
atau pesan terakhir dari seseorang yang akan meninggalkan kita untuk
selama-lamanya, misalnya meninggal dunia, atau mungkin untuk bepergian
cukup lama, pada umumnya mengesan dalam hati kita serta mempengaruhi
cara hidup dan cara bertindak kita. Pesan atau kata-kata terakhir dari
orangtua yang akan meninggal dunia, yang berarti orang yang telah
mengasihi secara khusus kepada kita, tentu saja akan lebih mengesan.
Hari ini, dalam rangka mengenangkan Kenaikan Tuhan, kepada kita
diwartakan bahwa setelah memberi pesan kepada para rasul Yesus langsung
terangkat ke sorga, maka pesan Yesus tersebut sungguh meresap dan
mengesan dalam hati para rasul maupun mereka yang menerima pewartaan
para rasul, sehingga mereka semakin percaya kepada Tuhan, semakin
beriman. Marilah kita refleksikan sabda Yesus
sebelum terangkat ke sorga.
"Pergilah
ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang
percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya
akan dihukum. Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang yang percaya:
mereka akan mengusir setan-setan demi nama-Ku, mereka akan berbicara
dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka, mereka akan memegang ular,
dan sekalipun mereka minum racun maut, mereka tidak akan mendapat
celaka; mereka akan meletakkan tangannya atas orang sakit, dan orang itu
akan sembuh."(Mrk 16:16-18)
Sebagai
orang yang telah percaya kepada Yesus Kristus, entah secara formal
maupun informal, dipanggil untuk ‘memberitakan Injil kepada segala
makhluk’. Yang dimaksudkan dengan Injil adalah Warta Gembira alias
apa-apa yang menggembirakan dan menyelamatkan, terutama keselamatan dan
kegembiraan jiwa. Jika kita sungguh percaya kepada Tuhan, maka kita akan
mampu “mengusir setan, berbicara dalam bahasa Roh, tahan terhadap aneka racun, menyembukan orang sakit”. Mengusir
setan antara lain dapat kita hayati dengan memberantas aneka bentuk
kejahatan, misalnya yang masih marak di negeri kita ini adalah korupi,
maka marilah kita berantas korupsi sampai ke akar-akarnya (di
sekolah-sekolah hendaknya diberlakukan ‘dilarang menyontek dalam ujian
atau
ulangan’). Berbicara dalam bahasa Roh berarti cara hidup dan cara
bertindaknya dijiwai oleh keutamaan-keutaman seperti “kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri”
(Gal 5:22-23). Sedangkan menyembuhkan orang sakit kiranya dapat kita
wujudkan dengan berbelas kasih kepada yang sakit hati atau mengunjungi
mereka yang sakit fisik, yang sedang terbaring di rumah sakit maupun di
rumah.
Kepada
mereka yang kurang beriman atau tidak percaya kepada Tuhan, kami
harapkan untuk bertobat, jika tidak mau terhukum. Sebenarnya orang yang
kurang beriman atau tidak percaya kepada Tuhan alias suka berbuat jahat
pada dirinya sendiri telah terhuku, karena mereka pasti berusaha untuk
hidup menyendiri secara sembunyi-sembunyi dan dengan demikian menjauhkan
diri dari sesamanya. Mereka yang kurang atau tidak percaya kepada Tuhan
pada umumnya juga kurang atau tidak percaya kepada sesamanya dan
senantiasa curiga terhadap sesamanya maupun merasa terancam
terus-menerus. Maka marilah kita ingatkan dengan rendah hati
saudara-saudari kita yang kurang atau tidak percaya kepada Tuhan
Setiap
hari kita bepergian, maka dimana pun berada atau kemana pun pergi kami
harapkan tetap bergembira dan ceria, agar dapat menjadi pewarta-pewarta
kabar gembira. Marilah kita tiru kegembiraan orang sinthing atau gila,
bukan berarti gila atau sakit jiwa, melainkan bergembira dan ceria
karena Tuhan senantiasa menyertai dan mendanpingi, sebagai orang yang
beriman atau percaya kepadaNya. Orang yang senantiasa bergembira dan
ceria pasti akan menarik, memikat dan mempesona bagi siapapun, sehingga
mereka tergerak untuk mendekat dan bersahabat dengan kita orang beriman
dan kemudian juga bersahabat dan bersatu dengan Tuhan alias senantiasa
hidup baik dan berbudi pekerti luhur.
“Ia
yang telah turun, Ia juga yang telah naik jauh lebih tinggi dari pada
semua langit, untuk memenuhkan segala sesuatu. Dan Ialah yang memberikan
baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil
maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi
orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh
Kristus, sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan
yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan
yang sesuai dengan kepenuhan Kristus” (Ef 4:10-14)
Mereka
yang terpanggil menjadi ‘nabi, pemberita Injil, gembala, pengajar’ kami
harapkan menghayati fungsi atau melaksanakan tugas pengutusannya dengan
semangat pelayanan, melayani bukan dilayani, meneladan Yesus yang
datang untuk melayani dan bukan untuk dilayani. Fungsi nabi, pemberita
Injil, gembala beserta para pembantunya maupun pengajar adalah untuk
membangun dan memperkembangkan tubuh Kristus alias Gereja, paguyuban
umat beriman, maka cara hidup dan cara bertindaknya diharapkan baik,
bermoral dan berbudi pekerti luhur, sehingga dapat membangun dan bukan
merusak.
Apa
yang disebut membangun pada umumnya membuat lebih baik atau lebih
besar, sesuai dengan tuntutan atau perkembangan zaman. Sungguh
menyayangkan dan memprihatinkan adanya aneka pelanggaran atau
ketidak-setiaan para pembangun, misalnya berselingkuh atau bermusuhan.
Perselingkuhan pada masa kini masih marak, entah dilakukan oleh para
suami-isteri maupun mereka yang terpanggil menjadi imam, bruder atau
suster. Memang ketika para tokoh atau pemuka berselingkuh akan lebih
mudah ketahuan dan menjadi buah bibir bagi banyak orang; secara khusus
jika mereka yang berselingkuh berkarya di pendidikan yang berasrama
pasti menjadi batu sandungan bagi segenap penghuni asrama. (catatan: ada
pastor yang berselingkuh sering merasa enak saja).
Sebagai
orang yang terpilih dalam pembangunan umat Allah atau umat beriman
diharapkan hidup baik, suci dan berbudi pekerti luhur. Hidup baik, suci
dan berbudi pekerti luhur di Indonesia masa kini rasanya sungguh sulit
dan berat, mengingat dan memperhatikan para tokoh bangsa, politk dan
pemerintahan korupsi tak kunjung henti. Yang sangat memprihatikan adalah
bahwa ujian nasional tingkat sekolah menengah dijaga atau diawasi
dengan ketat oleh polisi (bukankah hal ini dapat menjadi cermin bahwa di
sekolah-sekolah yang diharapkan membina manusia menjadi baik, suci dan
berbudi pekerti luhur telah berubah menjadi kaderisasi kejahatan seperti
korupsi karena kebiasaan menyontek dibiarkan jalan terus). Memang
membenahi hal ini kiranya perlu dimulai dari dasarnya yaitu keluarga.
Kami berharap para orangtua
sungguh memberi perhatian yang memadai dalam pendidikan anak-anaknya
sehingga tumbuh berkembang menjadi pribadi yang cerdas beriman.
“ Allah
telah naik dengan diiringi sorak-sorai, ya TUHAN itu, dengan diiringi
bunyi sangkakala. Bermazmurlah bagi Allah, bermazmurlah, bermazmurlah
bagi Raja kita, bermazmurlah! Sebab Allah adalah Raja seluruh bumi,
bermazmurlah dengan nyanyian pengajaran! Allah memerintah sebagai raja
atas bangsa-bangsa, Allah bersemayam di atas takhta-Nya yang kudus “
(Mzm 47:6-9)
Ign 17 Mei 2012
*) Sumber Millis KD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar