(Rm 12:1-2.9-17.21; Luk 10:23-30)
“
Lalu Yesus memandang murid-murid-Nya di sekeliling-Nya dan berkata
kepada mereka: "Alangkah sukarnya orang yang beruang masuk ke dalam
Kerajaan Allah." Murid-murid-Nya tercengang mendengar perkataan-Nya itu.
Tetapi Yesus menyambung lagi: "Anak-anak-Ku, alangkah sukarnya masuk ke
dalam Kerajaan Allah. Lebih mudah seekor unta melewati lobang jarum
dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah." Mereka makin
gempar dan berkata seorang kepada yang lain: "Jika demikian, siapakah
yang dapat diselamatkan?" Yesus memandang mereka dan berkata: "Bagi
manusia hal itu tidak mungkin, tetapi bukan demikian bagi Allah. Sebab
segala sesuatu adalah mungkin bagi Allah." Berkatalah Petrus kepada
Yesus: "Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!"
Jawab Yesus: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang
karena Aku dan karena Injil meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki
atau saudaranya perempuan, ibunya atau bapanya, anak-anaknya atau
ladangnya, orang itu sekarang pada masa ini juga akan menerima kembali
seratus kali lipat: rumah, saudara laki-laki, saudara perempuan, ibu,
anak dan ladang, sekalipun disertai berbagai penganiayaan, dan pada
zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal” (Luk 10:23-30), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Aloysius Gonzaga,
biarawan, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:
· Orang
yang kaya akan harta benda dan uang serta bersikap mental materialistis
pada umumnya sungguh pelit dan penuh hitung-hitungan. Hal ini pernah
saya saksikan di rumah duka St.Carolus Jakarta, dimana melayani
orang-orang kaya sudah sangat bagus, ternyata masih rewel, minta ini dan
itu, dan setelah selesai dilayani pun tak mengucapkan terima kasih
sedikitpun. Sebaliknya melayani mereka yang miskin sungguh
membahagiakan, karena meskipun mereka dilayani apa adanya tahu terima
kasih. "Alangkah sukarnya orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah.", demikian
sabda Yesus yang kiranya baik kita renungkan atau refleksikan. Aneka
harta benda atau uang hemat saya merupakan anugerah Allah, yang kita
terima melalui kerja keras dan kebaikan saudara-saudari kita, tidak
hanya hasil usaha atau keringat kita saja. Maka dengan ini kami
mengharapkan kita semua agar memfungsikan harta benda maupun uang
sebagai sarana untuk memuji, memuliakan dan mengabdi Allah melalui
saudara-saudari, demi keselamatan jiwa kita sendiri maupun
saudara-saudari kita. Secara khusus kami ingatkan dan ajak rekan-rekan
biarawan dan biarawati untuk tidak bersemangat materialistis baik dalam
hidup maupun karya atau pelayanan. Peangalaman saya pribadi sebagai imam
Yesuit dengan meninggalkan orangtua, saudara-saudari kandung serta harta benda, benarlah
apa yang disabdakan oleh Yesus, yaitu
akhirnya mempunyai lebih banyak saudara-saudari, sahabat dan teman,
demikian juga dalam hal kebutuhan untuk hidup dan kerja senantiasa
tercukupi. Semoga banyak rekan muda-mudi atau anak-anak tergerak untuk
hidup membiara atau imamat.
· “Hendaklah
kasih itu jangan pura-pura! Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang
baik.Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling
mendahului dalam memberi hormat. Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor,
biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan. Bersukacitalah dalam
pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa”
(Rm 12:9-12), demikian pesan atau nasihat Paulus kepada umat di Roma,
kepada kita semua umat beriman. Kita diingatkan agar dalam saling
mengasihi tidak
pura-pura atau bersandiwara, saling mendahului dalam memberi hormat,
hidup rajin, penuh pengharapan, sabar dan tekun. Manakah dari
keutamaan-keutamaan ini yang sungguh mendesak dan up to date untuk
kita hayati dan sebarluaskan dalam hidup dan kerja kita setiap hari?
Baiklah saya mengajak anda sekalian dalam hal saling mengasihi:
hendaknya kita saling mengasihi secara total, dengan segenap hati,
segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap kekuatan atau tenaga, yang
antara lain dapat kita wujudkan dalam saling memboroskan waktu dan
tenaga satu sama lain. Kecenderungan kebanyakan orang masa kini adalah
pelit akan waktu dan tenaga bagi saudara-saudarinya, konon karena tugas
dan pekerjaan alias untuk mencari uang atau harta benda
sebanyak-banyaknya. Harta benda dan uang dalam waktu sekejap dapat
musnah atau hilang, sebaliknya pengalaman dikasihi dan diperhatikan akan
mengesan sampai mati, maka marilah kita wariskan
kasih kepada anak-anak kita, bukan harta benda atau uang; kita wariskan
nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan hidup yang menyelamatkan dan
membahagiakan, bukan sawah dan ladang maupun papan dan pangan.
“TUHAN,
aku tidak tinggi hati, dan tidak memandang dengan sombong; aku tidak
mengejar hal-hal yang terlalu besar atau hal-hal yang terlalu ajaib
bagiku. Sesungguhnya, aku telah menenangkan dan mendiamkan jiwaku;
seperti anak yang disapih berbaring dekat ibunya, ya, seperti anak yang
disapih jiwaku dalam diriku. Berharaplah kepada TUHAN, hai Israel, dari
sekarang sampai selama-lamanya!” (Mzm 131)
Ign 21 Juni 2012
*) Sumber Millis KD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar