Jumat, 10 Agustus 2012

“Jika ia mati akan menghasilkan banyak buah”

(2Kor 9:6-10; Yoh 12:24-26) “ Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal. Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situ pun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa” (Yoh 12:24-26), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Laurensius, diakon dan martir, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Terpanggil menjadi diakon berarti membantu tugas para rasul untuk melayani ‘meja’, artinya memperhatikan kebutuhan hidup sehari-hari umat Allah, dengan kata lain merasul dalam hal pelayanan harta benda atau seluk-beluk duniawi. Memang untuk masa kini terlibat atau mengelola harta benda duniawi sungguh butuh orang yang beriman, karena tanpa iman terlibat dalam harta benda/uang atau mengelolanya pasti akan cenderung untuk berkorupsi. Dengan kata lain semakin mendunia, berpartisipasi dalam seluk beluk duniawi harus semakin beriman. Maka dalam rangka mengenangkan St.Laurensius, diakon dan martir, hari ini saya mengajak anda sekalian untuk mawas diri dalam hal penghayatan rahmat kemartiran kita. Hemat saya mengelola atau mengurus harta benda duniawi atau seluk-beluk duniawi dengan baik dan benar pada masa kini merupakan salah satu bentuk penghayatan kemartiran yang mendesak dan up to date kita hayati dan sebarluakan pada masa kini. Mereka yang bertugas mengelola atau mengurus harta benda dan uang dengan jujur dan disiplin memang ‘harus berani mati’ artinya ada kemungkinan dibenci dan diamat-amati terus-menerus dengan tujuan jahat atau jelek. Di jajaran pemerintahan Indonesia masa lalu sampai kini rasanya orang jujur dan benar maupun pejuang kebenaran dan kejujuran senantiasa harus siap sedia disingkirkan, bahkan siap sedia mati. Dalam hal ini saya teringat pada tokoh Munir, dari Kontras, yang penyebab kematiannya sampai kini masih dijadikan misteri. Kasus kerusuhan bermotif agama di Pandeglang maupun Temanggung tahun lalu hemat saya merupakan usaha mematikan pejuang kebenaran dan kejujuran dalam rangka membongkar korupsi di negeri ini, dengan kata lain bukan kerusuhan agama, melainkan pembelokan perhatian rakyat dari masalah korupsi alias bermotif ekonomi atau duniawi. Begitulah sikap mental orang-orang duniawi yang seenaknya menghabisi kebenaran dan kejujuran. · “Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga.Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan” (2Kor 9:6-8). Kutipan di atas ini kiranya megingatkan kita semua bahwa manusia maupun harta benda pada dirinya sendiri sebenarnya bersifat sosial, maka jika kita sungguh beriman diharapkan senantiasa hidup dan bertindak sosial dimana pun dan kapan pun. Marilah kita sadari dan hayati bahwa masing-masing dari kita adalah buah atau korban gotong-royong, antara Tuhan dan orangtua, dan bapak serta ibu kita masing-masing. Ada dan pertumbuhan serta perkembangan diri kita sampai kini karena dan oleh gotong-royong, maka jika kita tidak hidup bergotong-royong atau sosial berarti kita mengingkari jati diri kita masing-masing. Karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, maka segala jenis dan bentuk harta benda yang tercipta oleh manusia juga bersifat sosial. Maka dengan ini kami berharap kepada mereka yang kaya akan harta benda atau uang untuk hidup sosial, hendaknya jangan hanya berkelebihan dalam hal harta benda atau uang saja, tetapi juga berkelebihan dalam hal kebajikan-kebajikan. Semakin kaya akan harta benda atau uang kami harapkan juga semakin kaya akan kebajikan-kebajikan. Maklum cukup banyak orang yang kaya akan harta benda atau uang di Indonesia saat ini sering begitu teliti dan penuh dengan hitung-hitungan sehingga tumbuh berkembang ke bersikap mental bisnis alias materialistis, kurang atau tidak sosial. “Mujur orang yang menaruh belas kasihan dan yang memberi pinjaman, yang melakukan urusannya dengan sewajarnya. Sebab ia takkan goyah untuk selama-lamanya; orang benar itu akan diingat selama-lamanya.Ia tidak takut kepada kabar celaka, hatinya tetap, penuh kepercayaan kepada TUHAN. Hatinya teguh, ia tidak takut, sehingga ia memandang rendah para lawannya.” (Mzm 112:5-8) Ign 10 Agustus 2012 *) Sumber Millis KD

Tidak ada komentar:

Posting Komentar