(Am 9:11-15; Mat 9:14-17)
“Kemudian
datanglah murid-murid Yohanes kepada Yesus dan berkata: "Mengapa kami
dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?" Jawab Yesus
kepada mereka: "Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita
selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai
itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.
Tidak seorang pun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju
yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabik baju itu,
lalu makin besarlah koyaknya. Begitu pula anggur yang baru tidak
diisikan ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian kantong
itu akan koyak sehingga anggur itu terbuang dan kantong itu pun hancur.
Tetapi anggur yang baru disimpan orang dalam kantong yang baru pula, dan
dengan demikian
terpeliharalah kedua-duanya.” (Mat 9:14-17), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Tujuan
utama berpuasa atau matiraga adalah untuk mengendalikan diri sedemikian
rupa sehingga memiliki cara hidup dan cara bertindak sesuai dengan
kehendak Tuhan alias hidup baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur.
Matiraga pada masa kini memang kurang memperoleh perhatian dan orang
lebih mengutamakan aneka macam bentuk kenikmatan fisik yang sebenarnya
merusak tubuhnya maupun cara hidupnya. Jika kita dalam hal makan dan
minum hanya mengikuti pedoman nikmat dan tidak nikmatm, yang berarti
menyantap yang nikmat saja, maka kami percaya kita tidak sehat secara
fisik dan dengan demikian juga tidak sehat secara moral, sosial maupun
spiritual. Maka dalam hal makan dan minum
kami harapkan kita semua berpedoman pada sehat dan tidak sehat:
hendaknya kita senantiasa mengkomsumsi jenis makanan dan minuman yang
sehat meskipun tidak nikmat. Perhatikan, teliti dan cermati bahwa yang
membuat makanan dan minuman menjadi enak dan nikmat tidak lain adalah
bumbu-bumbu penyedap yang sarat dengan racun atau zat-zat yang merusak
anggota tubuh kita. Marilah kita senantiasa berusaha mengkonsumsi
makanan dan minuman yang organic bukan un-organic. Percayalah jika kita
dalam hal makan dan minum berpedoman pada sehat dan tidak sehat serta
dengan demikian senantiasa memilih dan mengkonsumi makanan dan minuman
yang sehat, maka kita juga akan sehat pula dalam pergaulan maupun hidup
beragama dan beriman. Jauhkan aneka macam jenis makanan instant yang
tidak sehat di dalam keluarga atau tempat tinggal anda. Kita semua
kiranya sungguh masih perlu bermatiraga.
· “Jikalau
engkau bijak, kebijakanmu itu bagimu sendiri, jikalau engkau mencemooh,
engkau sendirilah orang yang akan menanggungnya. Perempuan bebal
cerewet, sangat tidak berpengalaman ia, dan tidak tahu malu. Ia duduk di
depan pintu rumahnya di atas kursi di tempat-tempat yang tinggi di
kota, dan orang-orang yang berlalu di jalan, yang lurus jalannya
diundangnya dengan kata-kata” (Am 9:12-15). Kutipan ini kiranya
sangat bagus untuk kita refleksikan atau renungkan serta kemudian
menjadi acuan dan peringatan cara hidup dan cara bertindak kita. Maaf
jika dalam kutipan di atas lebih melihat perempuan daripada laki-laki
karena mungkin secara umum perempuan memang
lebih cerewet daripada laki-laki. Orang-orang cerewet pada umumnya
merasa dirinya tidak aman dan terancam terus-menerus. Orang bijak pada
umumnya berjalan lurus, berhati mulus, baik dan bermoral. Semua masalah
atau persoalan hidup sehari-hari dihadapi dengan tenang, disikapi dengan
bijak, dan dengan demikian yang bersangkutan senantiasa juga selamat,
damai sejahtera. Orang bijak pada umumnya juga sedikit bicara dan banyak
bertindak atau bekerja. Marilah kita bersama-sama dan saling membantu
untuk tumbuh berkembang menjadi pribadi yang bijak. Jika kita senantiasa
bertindak bijak maka akan tumbuh berkembang menjadi orang bijaksana. “Bijaksana
adalah sikap dan perilaku yang dalam segala tindakannya selalu
menggunakan akal budi, penuh pertimbangan dan tanggungjawab. Ini
diwujudkan dalam perilaku yang cakap bertindak dan kehati-hatian dalam
menghadapi berbagai keadaan yang sulit. Keputusan yang diambil
berdasarkan pemikiran dan renungan yang mendalam
sehingga tidak merugikan siapa pun dan dapat diterima oleh semua pihak”
(Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur,
Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 14-15). Kami berharap para pemimpin di
tingkat dan bidang kehidupan bersama apapun senantiasa hidup dan
bertindak dengan bijaksana.
“Kasih
dan kesetiaan akan bertemu, keadilan dan damai sejahtera akan
bercium-ciuman. Kesetiaan akan tumbuh dari bumi, dan keadilan akan
menjenguk dari langit.Bahkan TUHAN akan memberikan kebaikan, dan negeri
kita akan memberi hasilnya. Keadilan akan berjalan di hadapan-Nya, dan
akan membuat jejak kaki-Nya menjadi jalan.” (Mzm 85:11-14)
Ign 7 Juli 2012
*) Sumber Millis KD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar