(Hos 2:13.14b-15.18-19: Mat 9:18-26)
“
Sementara Yesus berbicara demikian kepada mereka, datanglah seorang
kepala rumah ibadat, lalu menyembah Dia dan berkata: "Anakku perempuan
baru saja meninggal, tetapi datanglah dan letakkanlah tangan-Mu atasnya,
maka ia akan hidup." Lalu Yesus pun bangunlah dan mengikuti orang itu
bersama-sama dengan murid-murid-Nya. Pada waktu itu seorang perempuan
yang sudah dua belas tahun lamanya menderita pendarahan maju mendekati
Yesus dari belakang dan menjamah jumbai jubah-Nya. Karena katanya dalam
hatinya: "Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh." Tetapi Yesus
berpaling dan memandang dia serta berkata: "Teguhkanlah hatimu, hai
anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau." Maka sejak saat itu
sembuhlah perempuan itu. Ketika Yesus tiba di rumah kepala rumah ibadat
itu dan melihat peniup-peniup
seruling dan orang banyak ribut, berkatalah Ia: "Pergilah, karena anak
ini tidak mati, tetapi tidur." Tetapi mereka menertawakan Dia. Setelah
orang banyak itu diusir, Yesus masuk dan memegang tangan anak itu, lalu
bangkitlah anak itu. Maka tersiarlah kabar tentang hal itu ke seluruh
daerah itu” (Mat 9:18-26), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Agustinus Zhao Rong,
imam, martir Cina, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana
sebagai berikut:
· Pribadi
Yesus memang sungguh penuh kuasa dan wibawa, sehingga siapapun yang
beriman kepadaNya pasti akan hidup berbahagia, selamat dan damai
sejahtera, dan mereka yang sakit akan disembuhkan, sedangkan yang loyo
dan lesu akan digairahkan, sebagaimana dikisahkan dalam Warta Gembira
hari ini. Hal senada kiranya juga terjadi dalam diri seorang martir,
yaitu darah yang telah ditumpahkan demi dan karena iman akan
membangkitkan dan menggairahkan hidup orang beriman. Maka baiklah saya
mengajak semua umat beriman untuk meneladan kepala rumah ibadat maupun
perempuan yang sakit pendarahan sebagaimana dikisahkan di atas. Iman
mereka telah membangkitkan dan menyembuhkan, sehingga apa yang terjadi
karena iman dalam
waktu singkat menyebar ke mana-mana. Jika kita sungguh beriman, maka
kitapun akan mampu dengan mudah membangkitkan mereka yang lesu dan loyo
maupun menyembuhkan mereka yang sakit, terutama sakit hati, sakit jiwa
atau sakit akal budi. Memang pertama-tama dan terutama kita harus
memperdalam dan memperteguh iman kita, yang berarti sungguh
mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan, sehingga cara hidup dan
cara bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan. Orang yang sungguh hidup
dan bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan akan memiliki kewibawaan luar
biasa dan siapapun yang mendekat dan menyentuh kita akan tergerak juga
untuk semakin beriman. “Imanmu telah menyelamatkan engkau”, demikian
sabda Yesus yang hendaknya juga menjadi acuan dan pedoman hidup kita.
Kita semua mendambakan keselamatan, terutama keselamatan jiwa kita, maka
marilah kita perteguh dan perdalam iman kita.
· “Aku
akan menjadikan engkau isteri-Ku untuk selama-lamanya dan Aku akan
menjadikan engkau isteri-Ku dalam keadilan dan kebenaran, dalam kasih
setia dan kasih sayang.Aku akan menjadikan engkau isteri-Ku dalam
kesetiaan, sehingga engkau akan mengenal TUHAN.” (Hos 2:18-19),
demikian firman Tuhan kepada Hosea. Tuhan begitu mengasihi orang yang
sungguh beriman, sehingga Ia memperlakukan orang yang bersangkutan
bagaikan isteriNya. Memang dikasihi oleh Tuhan akhirnya tidak dapat
tinggal diam, melainkan diutus untuk mewartakan ‘keadilan, kebenaran, kasih setia, kasih sayang dan kesetiaan’. Menjadi
saksi atau pewarta keutamaan-keutamaan di atas ini hemat saya pada masa
kini berarti
menghayati rahmat kemartiran yang dianugerahkan Tuhan kepada kita,
mengingatkan ketidak-adilan, pemalsuan dan kebohongan, ketidak-setiaan
dst..masih merebak di sana-sini. Para suami-isteri dengan mudah saling
bercerai, para pekerja atau pelajar tidak setia pada panggilan dan tugas
pengutusannya, dan aneka bentuk pemalsuan terjadi di sana-sini.
Keaslian diri kita masing-masing adalah sebagai citra atau gambar Tuhan
Allah, dan untuk itu berarti senantiasa hidup dan bertindak dengan adil,
benar, setia dan mengasihi dimana-mana dan kapan pun juga. Mungkin baik
pada masa kini kita utamakan keutamaan kesetiaan, mengingat dan
mempertimbangkan cukup banyak orang tidak atau kurang setia dalam hidup
dan panggilannya. “Setia adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas perjanjian yang telah dibuat” (Prof
Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai
Pustaka-Jakarta 1997, hal 24). Kami berharap para
suami-isteri dapat setia pada janji perkawinannya serta kemudian
mendidik dan membiasakan anak-anak dalam hal kesetiaan, sehingga kelak
mereka akan terpanggil apapun akan menjadi orang yang setia dalam
menghayati panggilannya.
“Setiap
hari aku hendak memuji Engkau, dan hendak memuliakan nama-Mu untuk
seterusnya dan selamanya.Besarlah TUHAN dan sangat terpuji, dan
kebesaran-Nya tidak terduga. Angkatan demi angkatan akan memegahkan
pekerjaan-pekerjaan-Mu dan akan memberitakan keperkasaan-Mu. Semarak
kemuliaan-Mu yang agung dan perbuatan-perbuatan-Mu yang ajaib akan
kunyanyikan.”
(Mzm 145:2-5)
Ign 9 Juli 2012
*) Sumber Millis KD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar