(Kis 8:26-40; Yoh 6:44-51)
“Tidak
ada seorang pun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik
oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman.
Ada tertulis dalam kitab nabi-nabi: Dan mereka semua akan diajar oleh
Allah. Dan setiap orang, yang telah mendengar dan menerima pengajaran
dari Bapa, datang kepada-Ku. Hal itu tidak berarti, bahwa ada orang yang
telah melihat Bapa. Hanya Dia yang datang dari Allah, Dialah yang telah
melihat Bapa. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya,
ia mempunyai hidup yang kekal. Akulah roti hidup. Nenek moyangmu telah
makan manna di padang gurun dan mereka telah mati. Inilah roti yang
turun dari sorga: Barangsiapa makan dari padanya, ia tidak akan mati.
Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau
seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti
yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup
dunia.” (Yoh 6: 44-51), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Jenis
makanan yang kita konsumsi memang akan sangat berpengaruh terhadap
kesehatan dan kebugaran tubuh kita maupun hidup spiritual kita. Ada
rumor: mayoritas orang Indonesia ini yang dikomsumsi adalah
‘rumput’/daun atau sayuran, sedangkan orang Eropa makan daging, maka
tidak mengherankan orang Indonesia lebih mengandalkan otot daripada
otak, phisik bukan spiritual. Di sekolah-sekolah senantiasa diajarkan
perihal ‘empat sehat, lima sempurna’, yang berarti jika mau sehat
hendaknya mengkonsumsi nasi/jagung/ubi, sayuran, daging/telor dan
buah-buahan, sedangkan jika mendambakan sempurna tambahlah susu. Maklum
banyak orang mengkonsumsi makanan dan minuman hanya mengikuti selera
pribadi, bukan mengikuti pedoman hidup sehat. Jika dalam hal makan dan
minum saja tidak sehat, apalagi dalam hal pelaksanaan atau penghayatan
sabda atau perintah Allah. “Akulah roti hidup yang turun dari sorga.
Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan
roti yang Kuberikan itu ialah dagingKu, yang akan Kuberikan untuk hidup
dunia”, demikian sabda Yesus. Kita yang percaya kepada Yesus Kristus
hal itu berarti setiap kali kita menerima komuni kudus dijanjikan untuk
hidup selama-lamanya. Janji dari Allah setia adanya, dan kiranya dari
pihak kita juga dituntut setia, yaitu setia melaksanakan dan menghayati
perintah atau sabdaNya dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari
alias dengan rendah hati berusaha untuk menjadi suci, membaktikan diri
seutuhnya kepada Tuhan. Jika selama hidup di dunia ini kita sungguh
membaktikan diri seutuhnya kepada Tuhan, maka ketika dipanggil Tuhan
alias meninggal dunia kita akan menikmati hidup mulia dan bahagia
selamanya di sorga.
· Malaikat Tuhan berfirman kepada Filipus: “Bangunlah dan berangkatlah ke sebelah selatan, menurut jalan yang turun dari Yerusalem ke Gaza." Jalan itu jalan yang sunyi.”
(Kis 8:26). Dengan taat dan setia Filipus melakanakan perintah Allah
melalui malaikatNya. Ia berjalan menuju ke selatan sampai di Kaisarea
untuk memberitakan Injil, mewartakan kabar baik, menyebarluaskan apa
yang baik dan menyelamatkan, terutama keselamatan jiwa. Marilah kita
meneladan Filipus: ke arah mana kita berjalan atau bepergian
hendaknya kita senantiasa menyebarluaskan apa yang baik dan
menyelamatkan jiwa manusia, dan untuk itu tentu saja jiwa kita sendiri
selamat adanya. Jiwa selamat berarti cara hidup dan cara bertindak
dimana pun dan kapan pun baik adanya, sehingga dampak hidup dan
tindakannya mempengaruhi orang lain untuk membaktikan diri seutuhnya
kepada Tuhan, setia pada panggilan dan tugas pengutusannya. Dikatakan
bahwa jalan yang dilalui oleh Filipus adalah ‘jalan yang sunyi’, berarti
orang harus berani berjalan sendirian dalam kesunyian; ia, meskipun
sendirian, dapat dihandalkan setia pada panggilan dan tugas pengutusan,
serta tidak menyeleweng dari panggilan dan tugas pengutusannya. Cukup
banyak orang takut dalam kesunyian atau sendirian, atau bahkan ketika
sedang sendirian kemudian hidup seenaknya, semau gue, mengikuti selera
atau keinginan pribadi, karena merasa tidak ada orang lain yang
mengetahui. Ingatlah, sadari
dan hayati bahwa sebagai orang beriman, meskipun secara phisik kita
sendirian, sebenarnya kita tidak pernah sendirian, karena Tuhan
menyertai dan mendampingi kita. Maka ketika secara phisik sendirian
hendaknya orang bersyukur dan berterima kasih, karena ada kesempatan
untuk bermesra-mesraan dengan Tuhan tanpa gangguan. Bukankah kita sering
menyepi atau menyendiri agar dapat menikmati kebersamaan dengan Tuhan?
“Ya
Allah, ketika Engkau maju berperang di depan umat-Mu, ketika Engkau
melangkah di padang belantara, bergoncanglah bumi, bahkan langit
mencurahkan hujan di hadapan Allah; Sinai bergoyang di hadapan Allah,
Allah Israel. Gunung Allah gunung Basan itu, gunung yang berpuncak
banyak gunung Basan itu! Hai gunung-gunung yang berpuncak banyak,
mengapa kamu menjeling cemburu, kepada gunung yang dikehendaki Allah
menjadi tempat kedudukan-Nya? Sesungguhnya TUHAN akan diam di sana untuk
seterusnya!
(Mzm 68:8-9.16-17)
Ign 26 April 2012
*) Sumber Millis KD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar