Sabtu, 08 Desember 2012

"Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu."

HR SP Maria dikandung tanpa noda: Kej 3:9-15.20; Ef 1:3-6.11-12; Luk 1:26-38 "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu." Setiap dari kita, manusia, hemat saya ketika masih berada di dalam kandungan atau rahim ibu kita masing-masing dalam keadaan suci, tanpa noda, kecuali jika ibu kita menderita penyakit tertentu, yang dapat diwariskan. Namun kami percaya bahwa kebanyakan dari ibu kita sehat dan baik adanya. Keadaan suci atau tak bernoda tersebut tercemar sedikit demi sedikit, seiring dengan tambahnya usia dan pengalaman: tambah usia dan pengalaman berarti juga tambah dosanya. Apa yang terjadi dalam diri SP Maria kiranya lain, mengingat dan memperhatikan bahwa dalam usia dewasa muda ia tetap dalam keadaan suci, tak bernoda, yang nampak ketika dengan rendah hati menanggapi panggilan Tuhan melalui malaikatNya. Mungkin kita bertambah usia dan pengalaman juga bertambah dosa dan nodanya, karena ibu kita juga berdosa, sehat wal’afiat tubuhnya, namun tidak demikian dengan hati, jiwa dan akal budinya. Karena sampai usia dewasa mudanya Maria tetap suci dan tak bernoda, maka Gereja Katolik juga mengimani bahwa ia dalam keadaan suci dan tak bernoda sejak dalam kandungan, dan kesuciannya melebihi kita semua. Maka dalam rangka mengenangkan pesta SP Maria dikandung tanpa noda hari ini marilah kita mawas diri dengan cermin tanggapannya atas panggilan Tuhan. "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu."(Luk 1:38) Seorang hamba atau pelayan (rumah tangga atau kantor dst..) yang baik pada umumnya memiliki cirikhas sifat atau kepribadian yang baik, misalnya: jujur, disiplin, tekun, ceria, cekatan, kerja keras dan tak kenal waktu, dst.. Kiranya jika ada hamba atau pelayan yang tidak baik, entah malas atau suka mencuri dst.., maka yang bersangkutan akan segera dipecat atau diberhentikan dari tugasnya sebagai pelayan tanpa pesangon, karena yang bersangkutan tidak layak untuk menjadi pelayan. Hamba atau pelayan baik senantiasa taat dan setia pada perintah atau nasehat-nasehat orang yang harus dilayani, tak pernah melawan atau memberontaknya. Meskipun harun melaksanakan tugas atau pekerjaan berat, sarat dengan tantangan dan hambatan, pelayan atau hamba yang baik tak pernah mengeluh atau menggerutu sedikitpun. Jika pelayan manusia yang baik dituntut memiliki keutamaan-keutamaan yang demikian itu, maka kita dapat membayangkan SP Maria, yang menyatakan dan menghayati diri sebagai “hamba Tuhan”, yang menjadi teladan hidup beriman. Maka marilah kita sebagai orang beriman meneladan ketaatan dan kesetiaan SP Maria kepada kehendak Tuhan. Tentu saja pertama-tama dan terutama kami mengajak dan mengingatkan rekan-rekan imam, para gembala umat, untuk sungguh-sungguh menghayati panggilan sebagai ‘hamba-hamba Tuhan’. Sebagai hamba Tuhan marilah setiap hari setia dan tekun membaca dan merenungkan sabda-sabda Tuhan, sebagaimana tertulis di dalam Kitab Suci, untuk selanjutnya kita sharingkan pengalaman sentuhan-sentuhan sabdaNya kepada umat yang harus kita gembalakan. Sebagai umat beriman atau beragama, entah agama atau keyakinannya apapun, kami ajak untuk setia dan tekun juga membaca dan merenungkan sabda-sabdaNya, sebagaimana tertulis di dalam Kitab Suci atau penterjamahanya dalam aneka aturan dan tata tertib hidup dan kerja bersama. Dengan kata lain marilah kita hayati panggilan kita sebagai ‘hamba Tuhan’ dengan mentaati dan melaksanakan aneka tata tertib yang terkait dengan panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing. Hendaknya kita semua setia dan disiplin terhadap tata tertib atau aturan yang terkait dengan panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing. Mungkin baik pertama-tama kita tunjukkan ketaatan dan kesetiaan kita pada tata tertib dan aturan, dengan mentaati aturan atau tata tertib berlalu-lintas di jalanan. Kedisiplinan dan ketertiban di jalanan merupakan cermin hidup bersama, bermasyarakatm, berbangsa dan bernegara. Semoga para pemimpin atau atasan hidup dan kerja bersama dapat menjadi teladan dalam mentaati dan melaksanakan tata tertib atau aturan, setia sebagai ‘hamba-hamba Tuhan’. Para pemimpin di mana pun kami harapkan menghayati kepemimpinan partisipatif dengan semangat ‘melayani’. Melayani berarti senantiasa berusaha membahagiakan dan menyelamatkan yang dilayani, terutama kebahagiaan dan keselamatan jiwa. “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga. Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya.Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya, supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya kepada kita di dalam Dia, yang dikasihi-Nya” (Ef 1:3-6) Kutipan di atas ini kiranya baik untuk menjadi refleksi atau permenungan kita. Paulus membuka suratnya kepada umat di Efesus dengan sapaan ‘pujian’, memuji Allah yang telah mengaruniai dan memilih umat di Efesus sebagai umat yang dikasihi oleh Allah. Dengan kata lain Paulus pertama-tama memberi sapaan kasih, yang meneguhkan dan menguatkan iman umat. Hal ini kiranya dapat menjadi pembelajaran bagi kita semua, yaitu ketika bertemu pertama kali dengan orang lain senantiasa memberi sapaan kasih, sebagaimana sering kita lakukan dengan berkata “Selamat….” atau rekan-rekan Muslim saling menyapa dengan kata “Asalamalaikum”, yang kurang lebih semuanya itu berarti semoga Allah menyertai dan memberkati kita. Kami percaya bahwa seorang hamba atau pelayan yang baik juga senantiasa memberi pujian kepada mereka yang harus dilayani. Maka sebagai umat beriman atau beragama hemat saya kita juga harus saling memberi pujian satu sama lain alias senantiasa melihat dan mengangkat apa yang baik, entah yang ada dalam diri kita sendiri maupun orang lain. Hal ini kiranya sangat penting dalam usaha atau kegiatan pendidikan, pembinaan atau pembelajaran. Mendidik atau membina hemat saya berpartisipasi dalam karya penciptaan Allah, yang berarti pertama-tama memperkembangkan dan meneguhkan apa yang baik dan positif dalam diri para peserta didik atau binaan, serta kemudian membantu mereka dalam hal penjernihan bagi mereka yang berada dalam kebingungan atau kebimbangan. "Karena engkau berbuat demikian, terkutuklah engkau di antara segala ternak dan di antara segala binatang hutan; dengan perutmulah engkau akan menjalar dan debu tanahlah akan kaumakan seumur hidupmu. Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya." (Kej 3:14-15). Kutipan ini kiranya menjadi inspirasi bagi para pelukis yang melukis gambar SP Maria, dimana SP Maria digambarkan menginjak atau mengalahkan ular. Ular juga menjadi symbol kelicikan, maka dengan kata lain SP Maria, yang suci dan tak bernoda telah mengalahkan kelicikan. Kita semua dapat meneladan SP Maria, yaitu mengadapi aneka bujuk rayu dan kelicikan orang-orang jahat dengan kesucian dan ketulusan hati, dan percayalah jika hati kita suci dan tulus, maka kita akan mampu mengalahkan atau mengatasi aneka kelicikan dan rayuan setan, yang menggejala dalam ajakan untuk melakukan apa yang tidak baik atau berdosa. “Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN, sebab Ia telah melakukan perbuatan-perbuatan yang ajaib; keselamatan telah dikerjakan kepada-Nya oleh tangan kanan-Nya, oleh lengan-Nya yang kudus. TUHAN telah memperkenalkan keselamatan yang dari pada-Nya, telah menyatakan keadilan-Nya di depan mata bangsa-bangsa.Ia mengingat kasih setia dan kesetiaan-Nya terhadap kaum Israel, segala ujung bumi telah melihat keselamatan yang dari pada Allah kita. Bersorak-soraklah bagi TUHAN, hai seluruh bumi, bergembiralah, bersorak-sorailah dan bermazmurlah!” (Mzm 98:1-4) Ign 8 Desember 2012 *) Sumber Millis KD

Tidak ada komentar:

Posting Komentar