Sabtu, 08 Desember 2012

“Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya.”

Mg Adven II: Bar 5:1-9; Flp 1:4-6.9-13; Luk 3:1-6 “Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya.” Masa Adven memang masa persiapan, yaitu masa-masa untuk mempersiapkan diri sebaik mungkin agar kelak layak menerima kedatangan Penyelamat Dunia, Pembawa Damai bagi umat manusia di bumi. Kami percaya bahwa kita semua yang beriman kepada Yesus Kristus telah berusaha mempersiapkan diri, paling tidak secara fisik atau material, namun hemat saya yang pertama-tama dan terutama harus dipersiapkan adalah hal-hal spiritual atau rohani, yang terkait dengan hati, jiwa dan akal budi kita. Sabda hari ini mengajak kita semua untuk merenungkan seruan Yohanes, bentara kedatangan Penyelamat Dunia, maka marilah kita renungkan dan cecap dalam-dalam seruannya, sebagaimana saya kutipkan di bawah ini. “Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu, seperti ada tertulis dalam kitab nubuat-nubuat Yesaya: Ada suara yang berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya. Setiap lembah akan ditimbun dan setiap gunung dan bukit akan menjadi rata, yang berliku-liku akan diluruskan, yang berlekuk-lekuk akan diratakan, dan semua orang akan melihat keselamatan yang dari Tuhan." (Luk 3:4-6) Kegiatan mempersiapkan kedatangan Penyelamat Dunia hendaknya dipusatkan pada seruan “Luruskanlah jalan bagi-Nya”, jalan yang akan dilewati oleh Tuhan. Seruan ini mengajak dan mengingatkan kita semua agar kita senantiasa memiliki ‘ujud/tujuan lurus’ dan tentu saja juga dalam rangka mewujudkan ujud atau tujuan tersebut juga menempuh jalan-jalan lurus alias jalan-jalan yang baik, dengan berperilaku baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur. Kami percaya bahwa kita semua adalah orang-orang lemah dan rapuh, yang dengan mudah tergoda untuk mengikuti jalan-jalan atau cara-cara yang tidak baik, yang hanya mengikuti selera atau keinginan pribadi. Dampak dari itu semua antara lain adalah hidup kita tidak tenang, tidak damai dan tidak tenteram, dan diri kita senantiasa merasa di dalam ancaman. “Setiap lembah akan ditimbun dan setiap gunung dan bukit akan menjadi rata, yang berliku-liku akan diluruskan, yang berlekuk-lekuk akan diratakan”, demikian seruan Yohanes, yang hendaknya kita hayati atau laksanakan. Maka marilah kita periksa dengan teliti dan cermat hati, jiwa dan akal budi kita, apakah ada liku-liku, lekuk-lekuk dan timbunan yang harus diluruskan. Sekali lagi kami angkat bahwa dalam diri kita masing-masing pasti ada yang perlu diluruskan, maka marilah kita mawas diri. Semakin tambah usia dan pengalaman kiranya juga bertambah juga liku-liku dan lekuk-lekuk alias dosa-dosanya, maka siapapun yang merasa lebih tua atau senior kami harapkan dapat menjadi teladan dalam hal penghayatan diri sebagai yang berdosa, dan dengan demikian hendaknya juga menjadi teladan dalam hal kerendahan hati. Dosa yang pada umumnya cukup banyak dilakukan hemat saya adalah: mengeluh, menggerutu atau marah-marah, yang berarti melecehkan harkat martabat manusia lain. Ada sesuatu yang tidak sesuai dengan selera pribadi atau keinginan sendiri pada umumnya orang mengeluh atau menggerutu, entah sesuatu tersebut adalah cuaca, keadaan, makanan, minuman, tugas, pekerjaan dst.. Jika orang mudah mengeluh atau menggerutu terhadap cuaca, situasi dan kondisi alam raya ini hemat saya berarti melecehkan atau merendahkan Allah sendiri, Sang Pencipta. Maka pertama-tama kami mengajak anda sekalian untuk meluruskan diri/sikap terhadap alam ciptaan Allah beserta dampaknya, antara lain ‘nikmati saja cuaca atau situasi dan kondisi alam yang ada’. Saya sendiri pernah tinggal untuk beberapa waktu di daerah panas dengan suhu rata-rata 40 derajat Celcius (di daerah New Delhi-India) dan di daerah dingin jika malam hari bersuhu -20 derajat dan siang hari -10 derajat (di daerah Krakow-Polandia). Saya nikmati saja panas maupun dingin yang ada, dan toh akhirnya juga tetap sehat saja. Mungkin di antara kita juga ada yang berdosa cukup besar, dan dengan demikian merugikan orang lain, maka jika demikian kami harapkan sungguh bertobat serta kemudian mewujudkan tanda sesal dan tobat secara konkret dengan senantiasa membahagiakan siapapun yang dijumpai atau hidup bersama. Marilah kita usahakan bersama kehidupan bersama yang enak dan nikmat untuk didiami, sehingga juga merupakan ‘lahan’ yang siap sedia untuk didatangi oleh Penyelamat Dunia. Semoga siapapun senantiasa berusaha dengan sungguh-sungguh kehidupan bersama yang damai sejahtera dan aman tenteram, tidak ada kejahatan sedikitpun di lingkungan hidup kita. Selanjutnya marilah kita renungkan atau refleksikan sapaan/sharing Paulus kepada umat di Filipi di bawah ini. “Dan inilah doaku, semoga kasihmu makin melimpah dalam pengetahuan yang benar dan dalam segala macam pengertian, sehingga kamu dapat memilih apa yang baik, supaya kamu suci dan tak bercacat menjelang hari Kristus, penuh dengan buah kebenaran yang dikerjakan oleh Yesus Kristus untuk memuliakan dan memuji Allah. Aku menghendaki, saudara-saudara, supaya kamu tahu, bahwa apa yang terjadi atasku ini justru telah menyebabkan kemajuan Injil, sehingga telah jelas bagi seluruh istana dan semua orang lain, bahwa aku dipenjarakan karena Kristus”(Fil 1:9-13) Kiranya kita sebagai orang beriman atau beragama selayaknya untuk saling mendoakan satu sama lain dan harapan “semoga kasihmu makin melimpah dalam pengetahuan yang benar dan dalam segala macam pengertian, sehingga kamu dapat memilih apa yang baik, supaya kamu suci dan tak bercacat menjelang hari Kristus(Tuhan)”. Hari Tuhan disini kiranya bagi kita dapat diartikan sebagai ‘hari Natal’ atau ‘hari kematian kita masing-masing’ alias hari peralihan diri kita dari dunia fana ke dunia baka. Jika kita mendambakan menjelang ‘hari Tuhan’ tersebut tetap ceria dan sehat wal’afiat seutuhnya alias siap sedia bertemu denganNya secara pribadi, marilah kita senantiasa mengusahakan pengetahuan yang benar serta memilih apa yang baik untuk kita lakukan atau hayati. Paulus membagikan pengalamannya sebagai yang “dipenjarakan karena Kristus”, yang berarti orang yang sungguh dikuasai atau dirajai oleh Tuhan, sehingga mau tak mau dalam situasi dan kondisi apapun, kapan pun dan dimana pun senantiasa hanya melaksanakan kehendak dan perintah Tuhan. Saya kira kebanyakan dari kita lebih dipenjarakan karena harta benda atau nafsu-nafsu duniawi alias lebih bersikap mental duniawi atau materialistis, lebih-lebih orang-orang kota besar, misalnya Jakarta, yang konon harga diri ada pada ‘mampu membeli’ yaitu membeli aneka produk baru, entah barang tersebut fungsional atau tidak fungsional tidak perlu dipermasalahkan, yang penting membeli dan memiliki. Masa kini kiranya cukup banyak orang juga dipenjarakan oleh “Hand Phone” (HP), sehingga dimana pun dan kapan pun HP tak pernah terlepas dari genggamannya, termasuk ketika sedang rapat atau beribadat. Sungguh memprihatinkan ketika dalam rapat orang lebih mengutamakan HP-nya daripada mengikuti atau berpartisipasi dalam rapat, misalnya setiap kali keluar dari rapat hanya untuk kontak dengan atau berhubungan dengan orang lain melalui ‘HP’nya. Hemat saya orang yang demikian melecehkan orang lain yang ada di dalam rapat tersebut, dan lebih melecehkan lagi orang yang sedang berbicara atau sedang memberikan masukan atau pendapat dalam rapat tersebut. Kami berharap kapan pun dan dimana pun masing-masing dari kita dapat memilih apa yang baik yang harus dilakukan, yaitu apa yang lebih menyelamatkan dan membahagiakan jiwa manusia, termasuk jiwa kita sendiri. “Ketika TUHAN memulihkan keadaan Sion, keadaan kita seperti orang-orang yang bermimpi. Pada waktu itu mulut kita penuh dengan tertawa, dan lidah kita dengan sorak-sorai. Pada waktu itu berkatalah orang di antara bangsa-bangsa: "TUHAN telah melakukan perkara besar kepada orang-orang ini!" TUHAN telah melakukan perkara besar kepada kita, maka kita bersukacita. Pulihkanlah keadaan kami, ya TUHAN, seperti memulihkan batang air kering di Tanah Negeb!” (Mzm 126:1-4) Ign 9 Desember 2012 *) Sumber Millis KD

Tidak ada komentar:

Posting Komentar